1 Oktober
Santo Remigius, Uskup dan Pengaku Iman.
Santo Remigius, Uskup dan Pengaku Iman.
Remi
atau Remigius lahir di Prancis pada tahun 435. Pada umur 22 tahun, ia dipilih
umat menjadi Uskup Reims, Prancis. Pilihan umat ini diterimanya dengan perasaan
enggan karena ia merasa dirinya tidak layak. Tetapi di kemudian hari dalam
seluruh hidupnya sebagai uskup terbukti bahwa pilihan umat atas dirinya
sesungguhnya merupakan suara Tuhan sendiri.
Pada malam Natal tahun 496 ia mempermandikan Raja Prancis, Klovis I bersama 3000 orang pembantunya. Remi memimpin keuskupannya selama 70 tahun lebih. Ketika ia meninggal dunia pada tahun 534 sebagian besar warga kerajaan Prancis sudah dikristenkan olehnya. Oleh karena itu ia diberi gelar 'rasul' negeri Prancis.
Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus,
Perawan dan Pelindung Karya Misi
Maria
Francoise Therese Martin lahir di Alencon, Prancis pada tanggal 2 Januari 1873.
Theresia adalah puteri bungsu dari keluarga saleh Louis Martin dan Azelie
Guerin. Ayahnya seorang pembuat arloji di kota Alencon. Sepeninggal isterinya,
ia bersama anak-anaknya pindah ke Lisieux. Kematian ibunya menimbulkan shock
besar pada Theresia sebagai puteri bungsu. Terpaksa kakaknya, Pauline,
menggantikan kedudukan ibunya untuk merawat dan memperhatikan perkembangannya.
Theresia sangat dikasihi ayahnya. Ia diberi macam-macam julukan: 'Theresia Kecil', 'Bungsu Kecil' dan 'Ratu Kecil'. Pada tahun 1881 sampai 1885, ia belajar di sekolah Suster-suster Benediktin. Ia sangat perasa dan cepat menangis sehingga teman-temannya tidak akrab dengannya. Ia semakin menjadi perasa sewaktu kakaknya Pauline masuk biara Karmelit di Lisieux pada bulan Oktober 1882. Theresia jatuh sakit karena keberangkatan Pauline itu. Theresia disembuhkan secara ajaib.
Sementra
kakak-kakaknya berlutut disamping tempat tidurnya untuk berdoa bagi
kesembuhannya, patung Bunda Maria yang berada di depannya tiba-tiba tersenyum
padanya. Penyakit itu hilang seketika meskipun sifat perasa masih tetap ada.
Sifat itu baru mulai hilang karena nasehat ayahnya ketika mereka menghadiri
upacara malam Natal tahun 1886. Semenjak itu, ia mulai semakin sadar akan
keburukan dari sifatnya yang manja dan lekas tersinggung itu. Ia sadar bahwa ia
sudah mulai remaja dan lebih dari itu bahwa sifat kekanak-kanakan itu tidak
cocok bagi seorang wanita yang bercita-cita menjadi suster. Saat kesadarannya
ini - kemudian dalam autobiografinya - disebutnya sebagai saat ber-rahmat yang
mengawali kehidupannya yang baru. Katanya dalam buku itu: "Yesuslah yang
merubah diriku."
Semenjak itu ia mulai sadar bahwa dirinya dipenuhi karunia Roh Kudus. Ia sadar pula bahwa dia harus mengabdikan seluruh-hidupnya kepada Tuhan. Kerinduannya untuk bersatu dengan Kanak-kanak Yesus sangatlah besar, dan karena itu di kemudian hari setelah ia digelari 'kudus', ia dinamai 'Theresia dari Kanak-kanak Yesus' dan Theresia dari Lisieux'. Kepada Yesus ia berjanji tidak akan pernah segan melakukan apa saja yang dikehendaki Tuhan dari padanya.
Kerinduannya itu terungkap dalam salah satu doanya berikut ini: "Yesus, tentu Engkau senang mempunyai mainan. Biarlah saya menjadi mainanMu! Anggap saja saya ini mainanMu. Bila akan Kauangkat, betapa senang hatiku. Jika hendak Kausepak kian kemari, silakan!' Dan kalau hendak Kautinggalkan di pojok kamar lantaran bosan, boleh saja. Saya akan menunggu dengan sabar dan setia. Tetapi kalau hendak Kautusuk bolaMu. . .O, Yesus, tentu itu sakit sekali, namun terjadilah kehendakMu!" Inilah doa Theresia Martin kepada Kanak-kanak Yesus yang sangat dirindukannya tetapi belum bisa disambutnya karena umurnya baru 7 tahun.
Orangtua Theresia baik sekali terhadapnya bersama saudara-saudaranya yang lain. Mereka semua - ada lima orang - menjadi suster. Betapa bahagia hati Theresia, ketika pada umur 12 tahun boleh menyambut Tubuh Yesus untuk pertama kalinya. Di hadapan sebuah salib, ia berjanji: "Yesus di kayu salib yang haus, saya akan 'memberikan air kepadaMu. Saya bersedia menderita sedapat mungkin, agar banyak orang berdosa bertobat." Pendosa pertama yang bertobat berkat doa Theresia ialah seorang penjahat kakap yang dijatuhi hukuman mati tanpa menyesal, namun akhirnya ia bertobat juga di hadapan sebuah salib sesaat sebelum menjalani hukuman.
Kerinduan Theresia yang begitu besar pada Yesus mendesak dia untuk menjalani kehidupan khusus sebagai seorang biarawati, mengikuti teladan 4 orang saudaranya yang sudah lebih dahulu menjadi suster. Tetapi ia belum bisa diterima karena umurnya baru 14 tahun. Ia tidak putus asa. Ia. berziarah ke Roma bersama orangtuanya. Dalam audiensi umum dengan Bapa Suci, ia dengan berani meminta izin khusus dari Bapa Suci untuk menjadi suster. Permintaannya itu dikabulkan dan dia boleh masuk biara pada umur 15 tahun. Ia diterima dalam biara Suster-suster Karmelit di Lisieux, Prancis. Kedua kakaknya sudah lebih dahulu di biara itu.
Sembilan
tahun lamanya, ia hidup sebagai suster biasa. Sebagaimana suster muda lainnya,
ia melaksanakan tugas dan doa harian, harus mengatasi perasaan tersinggung,
marah, rasa iri hati dan memerangi kebosanan serta bermacam ragam godaan lahir
maupun batin. Untuk mencapai kesempurnaan hidup, ia memilih 'jalan sederhana'
berdasarkan ajaran Kitab Suci: hidup selaku seorang anak kecil, penuh cinta dan
iman kepercayaan akan Allah dan penyerahan diri yang total dengan perasaan
gembira. Demi cita-cita itu, ia melakukan hal-hal kecil dan kewajiban-kewajiban
sehari-hari dengan penuh tanggungjawab karena cinta kasihnya yang besar kepada
Allah Bapa di surga.
Ia sedih sekali melihat banyak orang menyakiti hati Yesus dengan berbuat dosa dan tidak mau bertobat. Untuk mempertobatkan orangorang berdosa itu, ia mempersembahkan dirinya sebagai korban penyilih dosa-dosa. Ia rajin berdoa dan melakukan tapa bagi semua orang berdosa. Ia juga berdoa bagi para misionaris dan kemajuan Kerajaan Allah di seluruh dunia.
Theresia akhirnya menderita sakit paru-paru yang parah. Selama dua tahun lamanya ia menanggung beban penderitaan itu dengan gembira. Penyakit ini kemudian merengut nyawanya pada tanggal 30 September 1897 di biara Lisieux. Sebelum menghembuskan nafasnya, ia berjanji untuk menurunkan hujan mawar ke dunia. Janji ini benar terpenuhi karena banyak karunia Allah diberikan kepada semua orang yang berdoa dengan perantaraannya.
Theresia meninggal dunia dalam usia yang sangat muda, 24 tahun. Ia mewariskan catatan riwayat pribadinya yang ditulis atas permintaan ibu biara: "Kisah suatu Jiwa." Di dalamnya ia menunjukkan bahwa kesucian hidup dapat dicapai oleh siapa saja, betapa pun rendah, hina dan biasa orang itu. Caranya ialah melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cintakasih yang murni kepada Tuhan. Theresia adalah seorang Suster Karmelit yang terkenal di Prancis pada abad 20. Pada tahun 1925, ia digelari sebagai 'santa' oleh Paus Pius XI (1922-1939) dan diangkat sebagai 'Pelindung Karya Misi Gereja'. Kemudian oleh Paus Pius XII (1939-1958), Theresia diangkat sebagai 'Pelindung Prancis'.
Santo Romanus dari Italia, Pertapa.
Romanus
dikenal sebagai seorang pertapa dan biarawan yang hidup di gurun pasir dekat
Subiaco. Ia sangat berjasa kepada Santo Benediktus yang sedang mencari jalan
kesempurnaan hidup di padang pasir dekat pegunungan Subiaco. Romanus-lah yang
memberikan bimbingan dan nasehat serta menunjukkan kepada Benediktus gua
pertapaan yang jauh dari keramaian. Selama Benediktus bertapa di gua itu,
Romanus yang menghantarkan makanan kepadanya.
Konon Romanus pergi ke Auxere, Prancis untuk membebaskan bangsa Vandal yang membanjiri Italia. Di sana ia mendirikan biara Fontauge. Ia wafat pada tahun 550 dan relikuinya disimpan di Auxere Sens dan Vareilles
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
2 Oktober
Para Malaikat Pelindung
Pada hari ini
kita merayakan pesta para utusan Tuhan yang melindungi kita umat manusia. Kita
dapat menemukan kisah tentang mereka sepanjang Kitab Suci. Para malaikat
menyampaikan pesan-pesan dari Tuhan, melindungi manusia dari mara bahaya serta
menyelamatkannya. Dalam Perjanjian Baru, dalam Kitab Kisah Para Rasul bab 12
dikisahkan bagaimana St. Petrus dibimbing oleh seorang malaikat untuk
meloloskan diri dari penjara. Telah berabad-abad lamanya umat Kristiani percaya
bahwa kita masing-masing mempunyai seorang malaikat pelindung.
Gambar malaikat
pelindung yang paling sering kita jumpai adalah gambar seorang malaikat yang
sedang melindungi seorang anak kecil yang sedang berjalan menyeberangi sebuah
jembatan kecil. Pada tahun 1608, Paus Paulus V menambahkan pesta para malaikat
pelindung ke dalam penanggalan para kudus dan pesta gerejani. Mengetahui serta
mengimani bahwa kita masing-masing mempunyai seorang malaikat pelindung yang
melindungi kita, sungguh sangat membesarkan hati. Malaikat pelindung kita
adalah hadiah dari Tuhan kita yang penuh belas kasih.
“Demikianlah
para malaikat itu berada di sini; mereka ada di sampingmu; mereka ada
bersamamu, mereka ada bagi kamu. Mereka ada di sini untuk melindungimu serta
melayanimu. Dan meskipun Tuhan-lah yang telah menugaskan mereka untuk
tugas-tugas itu, kita tetap harus berterima kasih kepada mereka oleh karena
kasih mereka yang besar sehingga mereka taat serta datang untuk menolong kita
pada saat kita membutuhkan pertolongan.”
St. Bernardus
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Leger atau Lutgar,
Martir
Leger lahir pada tahun 616. Imam saleh ini
kemudian ditahbiskan menjadi Uskup kota Autun, Prancis. Sebagai Uskup ia giat
membaharui cara hidup umatnya mengikuti nasehat-nasehat Kristus. Keberhasilan
karyanya dan pengaruhnya yang besar di kalangan umat sangat mengkuatirkan
penguasa kerajaan. Oleh karena itu ia ditangkap dan disiksa secara keji.
Akhirnya matanya dibutakan, lidahnya dipotong. Beberapa tahun kemudian
kepalanya dipenggal oleh wakil raja. Leger dihormati sebagai santo pelindung
orang sakit mata. Peristiwa keji atas dirinya terjadi pada tahun 680.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
3 Oktober.
St. Gerardus dari Brogne
Gerardus dilahirkan di akhir abad kesembilan di
Perancis. Keluarganya kaya raya, tetapi Geradus bukanlah seorang yang sombong.
Sesungguhnya, ia dikenal sebagai seorang yang baik hati dan bersahabat.
Sepulang dari pergi berburu, ia dan kawan-kawannya kembali ke rumah dalam
keadaan capai dan lapar. Setelah mengundang teman-temannya masuk untuk makan
minum dan beristirahat, ia sendiri pergi. Gerardus pergi menyelinap menuju
sebuah kapel kecil yang berada dalam wilayah tanah miliknya. Ia berdoa untuk
jangka waktu yang lama di sana. Tubuhnya yang lelah pun beristirahat dan ia
lupa sama sekali mengenai rasa laparnya.
Gagasan muncul di benak Gerardus, andai saja
orang banyak menyadari sukacita doa, maka pastilah mereka akan dengan lebih
suka hati berdoa. Kemudian pikirannya pun melayang kepada para biarawan yang
melewatkan sepanjang hidup mereka menyampaikan puji-pujian kepada Tuhan.
Bayangkan betapa mereka beroleh hak istimewa, pikirnya. Maka berdoalah ia
memohon kesempatan untuk mendapatkan panggilan religius dan akhirnya ia dapat
bergabung dalam biara St Denis.
Gerards mencintai kehidupan yang telah dipilihnya
dan setelah menamatkan pendidikan ia ditahbiskan menjadi seorang imam. Ia telah
melewatkan sebelastahun sebagai seorang biarawan ketika kepadanya diberikan
ijin untuk mendirikan suatu biara baru di tanah miliknya di Brogne. Biara
berkembang, tetapi Gerardus merasa terlalu banyak aktivitas dan kesenangan di
sana. Sebab itu ia membangun bagi dirinya sendiri sebuah gubug pertapaan di
samping gereja. Ia tinggal di sana dengan tenang seorang diri.
Tetapi, ia tidak dibiarkan tinggal dalam damai
untuk waktu yang lama. Para superior meminta Gerardus untuk mengunjungi
biara-biara di Flanders dan Normandy. Para biarawan membutuhkan bimbingan dan
pertolongan agar dapat lebih bertekun. Tugas ini menghantar Gerardus dalam
banyak perjalanan selama duapuluh tahun. Sepanjang hidupnya Gerardus hidup
dengan cara hidup yang ketat penuh matiraga. Ia melakukannya sebab ia ingin
membuktikan kepada Yesus bahwa ia mengasihi-Nya. Ia menunjukkan kasihnya itu
dengan suka hati mempersembahkan tindakan-tindakan kecil penyangkalan diri.
Ketika tahu bahwa masa hidupnya di dunia akan segra berakhir, ia minta agar
diijinkan kembali pulang ke gubug pertapaannya di Brogne. Ijin diberikan.
Gerardus wafat dalam damai pada tanggal 3 Oktober 959.
St. Gerardus
menemukan cukacita doa yang berasal dari hubungan yang akrab mesra dengan
Tuhan. Adakah suatu cara di mana aku dapat membina hubungan yang lebih akrab
dengan Tuhan dalam hidupku sendiri?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Fransiskus Borgia, Pengaku Iman.
Fransiskus
lahir di Spanyol pada tanggal 28 Oktober 1510, Putera bangsawan tinggi Italia
ini masih mempunyai hubungan darah dengan keluarga Kerajaan Spanyol. Ayah
neneknya adalah Paus Alexander VI (1492-1503), yang sebelum dipilih menjadi
Paus sudah mempunyai beberapa anak. Ia adalah putera sulung dari pasangan Juan
Borgia, pangeran dari Gandia dan Yohanna dari Aragon. Setelah dididik di dalam
istana Kaisar Karel V, ia dinobatkan menjadi Raja Muda Katalonia. Sebagai
penguasa yang beragama Kristen, ia tampil bijaksana dan saleh. Ia menunjukkan
teladan hidup yang baik kepada rakyatnya sesuai keutamaan Kristiani. Ia
bersikap tegas terhadap semua bangsawan yang korup. Oleh karena itu banyak orang
tidak menyukai dia.
Ketika Ratu Isabela meninggal dunia, jenazahnya harus dibawa ke Granada. Raja Muda Fransiskus Borgia ditugaskan untuk mengawal jenazah itu. Sebelum dimasukkan ke Hang lahat peti jenazah harus dibuka untuk membuktikan bahwa jenazah ratulah yang akan dimakamkan. Ketika peti jenazah dibuka, Fransiskus hampir pingsan oleh bau busuk yang sangat menusuk hidung. Ia menyaksikan kehancuran mayat ratu yang dulu begitu cantik, bahkan dipujanya. Sejak itu ia berjanji untuk tidak lagi mengabdi seorang raja duniawi, yang dapat mati dan hancur tubuhnya. Ia bertekad menyerahkan dirinya kepada Tuhan sambil berjanji akan merobah cara hidupnya sesuai dengan kehendak Tuhan.
Tatkala isterinya meninggal dunia pada tahun 1546, ia memutuskan masuk Serikat Yesus. Segala hartanya diwariskan kepada anaknya yang sulung. Di dalam Serikat Yesus, Fransiskus ditahbiskan menjadi imam pada usia 41 tahun. Cara hidupnya sederhana dan lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang dianggap hina oleh banyak orang. Imam Fransiskus dikenal saleh. Kotbah-kotbahnya sangat menyentuh hati umat sehingga dapat membawa kembali banyak orang kepada pertobatan.
Keberhasilannya menarik hati Ignasius Loyola, pendiri Serikat Yesus. Oleh karena itu ia ditunjuk menjadi pembesar Yesuit di Spanyol. Empat tahun kemudian ia menggantikan Ignasius Loyola sebagai pemimpin tertinggi Serikat Yesus. Ia sangat berjasa pada Universitas Gregoriana. Cita-citanya sebagai pemimpin Serikat Yesus ialah menjiwai ordonya dengan semangat hidup Ignasius serta memperluas wilayah apostolatnya ke seluruh dunia. Banyak imam Yesuit dikirimnya ke luar negeri seperti ke Polandia, Mexico, Peru dan Brasilia. Jumlah kolese diperbanyak untuk mendidik kader-kader yang dapat melanjutkan karya Gereja. Ketika berusia 61 tahun, ia mendapat tugas dari Paus Pius V (1566-1572) untuk mempersatukan para raja Kristen guna menghadapi ancaman bangsa Turki yang Islam atas wilayah-wilayah Kristen. Fransiskus Borgia akhirnya wafat karena sakit pada tanggal 30 September 1572. Jenazahnya dimakamkan di Madrid, Spanyol. Pada tahun 1931 makam itu dirusak dan dibakar oleh kaum atheis.
Santo Ewaldus Bersaudara, Martir
Kedua
bersaudara ini dikenal sebagai bangsawan Inggris. Mereka mempunyai ciri khas
masing-masing. Ewaldus pertama berambut hitam, emosional tetapi ahli Kitab
Suci; sedangkan Ewaldus kedua berambut pirang, berperangai tenang dan
pragmatis.
Mereka masuk Ordo Benediktin dan ditahbiskan menjadi imam. Bersama Santo Willibrodus, keduanya berkarya sebagai misionaris. Mula-mula mereka berkarya di Antwerpen, Belgia. Dari sana mereka melancarkan pewartaan Injil kepada suku-suku bangsa yang masih kafir di wilayah-wilayah sekitar. Semangat mereka untuk mempertobatkan bangsa-bangsa kafir mendesak keduanya mewartakan Injil diantara orang-orang Sakson yang masih kafir tulen. Di tepi sungai Lippe, mereka diterima baik oleh kepala suku itu dengan penuh tanda tanya.
Mereka masuk Ordo Benediktin dan ditahbiskan menjadi imam. Bersama Santo Willibrodus, keduanya berkarya sebagai misionaris. Mula-mula mereka berkarya di Antwerpen, Belgia. Dari sana mereka melancarkan pewartaan Injil kepada suku-suku bangsa yang masih kafir di wilayah-wilayah sekitar. Semangat mereka untuk mempertobatkan bangsa-bangsa kafir mendesak keduanya mewartakan Injil diantara orang-orang Sakson yang masih kafir tulen. Di tepi sungai Lippe, mereka diterima baik oleh kepala suku itu dengan penuh tanda tanya.
Kedatangan mereka diketahui oleh seluruh penduduk dengan penuh kecemasan dan kecurigaan. Mereka dicurigai sebagai orang-orang jahat yang membahayakan kemerdekaan bangsa Sakson. Oleh karena itu, keduanya diserang dan dipukuli dengan pentung. Ewaldus kedua yang tenang itu menemui ajalnya ketika itu juga; sedangkan Ewaldus pertama yang emosional itu tidak mau menyerah begitu saja. Ia masih berbicara untuk menerangkan maksud utama kedatangan mereka. Namun usahanya ini sia-sia. Ia bahkan disiksa lebih ngeri lagi hingga mati. Peristiwa ini terjadi pada tahun 692.
Gereja menghormati kedua bersaudara ini sebagai misionaris martir yang mati terbunuh dalam karya pewartaannya di kalangan orang-orang kafir.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
4 Oktober
Santo Fransiskus Asisi, Pengaku Iman
Giovanni
Francesco Bernardone lahir di Asisi, daerah pegunungan Umbria, Italia Tengah
pada tahun 1182. Ayahnya, Pietro Bernardone, seorang pedagang kain yang kaya
raya; sedang ibunya Yohana Dona Pica, seorang puteri bangsawan picardia,
Prancis. Ia dipermandikan dengan nama 'Giovanni Francesco Bernardone' tetapi
kemudian lebih dikenal dengan nama 'Francesco' karena kemahirannya berbahasa
Prancis yang diajarkan ibunya.
la sangat dimanjakan ayahnya
sehingga berkembang menjadi seorang pemuda yang suka berfoya-foya dan pemboros.
Pada umur 20 tahun ia bersama teman-temannya terlibat sebagai prajurit dalam
perang saudara antara Asisi dan Perugia. Dalam pertempuran itu ia ditangkap dan
dipenjarakan selama 1 tahun hingga jatuh sakit setelah dibebaskan. Pengalaman
pahit itu menandai awal hidupnya yang baru. Ia tidak tertarik lagi dengan usaha
dagang ayahnya dan corak hidup mewahnya dahulu. Sebaliknya ia lebih tertarik
pada corak hidup sederhana dan miskin sambil lebih banyak meluangkan waktunya
untuk berdoa di gereja, mengunjungi orang-orang di penjara dan melayani
orang-orang miskin dan sakit. Sungguh suatu keputusan pribadi yang datang di
luar bayangan orang sedaerahnya dan orangtuanya.
Tak lama kemudian ketika sedang berdoa di gereja San Damian di luar kota Asisi, ia mendengar suatu suara keluar dari Salib Yesus: "Fransiskus, perbaikilah rumahku yang hampir rubuh ini!" Fransiskus tertegun sebentar lalu dengan yakin mengatakan bahwa suara itu adalah suara Yesus sendiri. Segera ia lari ke rumah. Tanpa banyak pikir dia mengambil setumpuk kain mahal dari gudang ayahnya lalu menjual kain-kain itu. Uang basil penjualan kain itu diberikan kepada pastor paroki San Damian untuk membiayai perbaikan gereja itu. Tetapi pastor menolak pemberiannya itu.
Tak lama kemudian ketika sedang berdoa di gereja San Damian di luar kota Asisi, ia mendengar suatu suara keluar dari Salib Yesus: "Fransiskus, perbaikilah rumahku yang hampir rubuh ini!" Fransiskus tertegun sebentar lalu dengan yakin mengatakan bahwa suara itu adalah suara Yesus sendiri. Segera ia lari ke rumah. Tanpa banyak pikir dia mengambil setumpuk kain mahal dari gudang ayahnya lalu menjual kain-kain itu. Uang basil penjualan kain itu diberikan kepada pastor paroki San Damian untuk membiayai perbaikan gereja itu. Tetapi pastor menolak pemberiannya itu.
Ayahnya marah besar lalu
memukul dan menguncinya di dalam sebuah kamar. Ibunya jatuh kasihan lalu
membebaskan dia dari kurungan itu. Setelah dibebaskan ibunya, ia kembali ke
gereja San Damian. Ayahnya mengikuti dia ke sana, memukulnya sambil memaksanya
mengembalikan uang hasil penjualan kain itu. Dengan tenang ia mengatakan bahwa
uang itu sudah diberikan kepada orang-orang miskin. Ia juga tidak mau kembali
lagi ke rumah meskipun ayahnya menyeret pulang. Ayahnya tidak berdaya lalu
meminta bantuan Uskup Asisi untuk membujuk Fransiskus agar mengembalikan uang
itu. Fransiskus patuh pada Uskup. Di hadapan Uskup Asisi, ia melucuti pakaian
yang dikenakannya sambil mengatakan bahwa pakaian-pakaian itu pun milik
ayahnya. Dan semenjak itu hanya Tuhan-lah yang menjadi ayahnya. Sang Uskup
memberikan kepadanya sehelai mantel dan sebuah ikat pinggang. Inilah pakaian
para gembala domba dari Umbria, yang kemudian menjadi pakaian para biarawan
Fransiskus.
Fransiskus tidak kecut apalagi
sedih hati dengan semua yang terjadi atas dirinya. Ia bahkan dengan bangga
berkata: "Nah, sekarang barulah aku dapat berdoa sungguh-sungguh
"Bapa kami yang ada di surga." Dan semenjak itu Sabda Yesus
"Barangsiapa yang mau mengikuti Aku, ia harus menjual segala harta
kekayaannya dan membagikannya kepada orang miskin" menjadi dasar hidupnya
yang baru. Sehari-harian ia mengemis sambil berkotbah kepada orang-orang yang
ada di sekitar gereja San Damiano. Ia menolong orang-orang miskin dan penderita
lepra dengan uang yang diperolehnya setiap hari. Ia sendiri hidup miskin. Kalau
ia berbicara tentang nasehat-nasehat Injil, ia menggunakan bahasa lagu-lagu
cinta yang populer dan bahasa-bahasa puitis. Ia sendiri rajin menyusun
puisi-puisi dan selalu membacakannya keraskeras kalau ia berjalan jalan.
la disebut orang sekitar dengan
nama "Poverello" (=Lelaki miskin). Cara hidupnya, yang miskin tetapi
selalu gembira dan penuh cinta kepada orang-orang miskin dan sakit, menarik
minat banyak pemuda. Pada tahun 1209, ada tiga orang bergabung bersamanya:
Bernardus Guantevale, seorang pedagang kaya; Petrus Katana, seorang pegawai,
dan Giles, seorang yang sederhana dan bijak. Harta benda mereka dipakai untuk melayani
kaum miskin dan orang-orang sakit. Bersama derigan tiga orang itu, Fransiskus
membentuk sebuah komunitas persaudaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah
ordo yaitu "Ordo Saudara-saudara Dina", atau "Ordo
Fransiskan." Tak ketinggalan wanita-wanita. Klara, seorang gadis Asisi
meninggalkan rumahnya dan bergabung juga bersamanya. Bagi Klara dan
kawan-kawannya, Fransiskus mendirikan sebuah perkumpulan khusus. Itulah awal
dari Kongregasi Suster-suster Fransiskan atau Ordo Kedua Fransiskan.
Fransiskus ditahbiskan menjadi
diakon dan mau tetap menjadi seorang diakon sampai mati. Ia tidak mau
ditahbiskan menjadi imam. Lebih dari orang-orang lain, Fransiskus berusaha
hidup menyerupai Kristus. Ia. menekankan kemiskinan absolut bagi para
pengikutnya waktu itu. Sebagai tambahan pada kaul kemiskinan, kemurnian dan
ketaatan, ia menekankan juga penghayatan semangat cinta persaudaraan, dan
kesederhanaan hidup. Ordo Benediktin yang sudah lama berdiri memberi mereka
sebidang tanah. Demi sahnya komunitas yang dibentuknya, dan aturan hidup yang
disusunnya, ia berangkat ke Roma pada tahun 1210 untuk meminta restu dari Sri
Paus Innosensius III (1198-1216). Mulanya Sri Paus menolak. Tetapi pada suatu
malam dalam mimpinya, Paus melihat tembuk-tembok Basilik Santo Yohanes Lateran
berguncang dan Fransiskus sendiri menopangnya dengan bahunya. Pada waktu pagi,
Paus langsung memberikan restu kepada Fransiskus tanpa banyak bicara.
Lagi-lagi Ordo Benediktin
menunjukkan perhatiannya kepada Fransiskus dan kawan-kawannya. Kapela Maria
Ratu para Malaekat di Portiuncula, milik para rahib Benediktin, kira-kira dua
mil jauhnya dari kota Asisi, diserahkan kepada Fransiskus oleh Abbas Ordo
Benediktin. Fransiskus gembira sekali. Ia mulai mendirikan pondok-pondok kecil
dari kayu di sekitar kapela itu sebagai tempat tinggal mereka yang pertama.
Kemudian Chiusi, seorang tuan tanah di daerah itu, memberikan kepadanya
sebidang tanah di atas bukit La Verna, di bilangan bukit-bukit Tuscan. La Verna
kemudian dijadikannya sebagai tempat berdoa dan bermeditasi. Semangat
kerasulannya mulai membara dari hari ke hari. Dalam hatinya mulai tumbuh
keinginan besar untuk mempertobatkan orangorang Muslim di belahan dunia Timur.
Ia mulai menyusun rencana perjalanan ke Timur. Pada musim gugur tahun 1212, ia
bersama seorang kawannya berangkat ke Syria. Tetapi nasib sial menghadang
mereka di pertengahan jalan. Kapal yang mereka tumpangi karam dan mereka
terpaksa kembali lagi ke Italia. Tetapi ia tidak putus asa. Ia mencoba lagi dan
kali ini ia mau pergi ke Maroko melalui Spanyol. Tetapi sekali lagi niatnya
tidak bisa terlaksana karena ia jatuh sakit. Pada bulan Juni 1219, ia sekali
lagi berangkat ke belahan dunia Timur bersama 12 orang temannya. Mereka
mendarat di Damaieta, delta sungai Nil, Mesir. Di sana mereka menggabungkan
diri dengan pasukan Perang Salib yang berkemah di sana. Nasib sial menimpa
dirinya lagi. Ia ditawan oleh Sultan Mesir. Saat itu menjadi suatu peluang baik
baginya untuk berbicara dengan Sultan Islam itu. Sebagai tawanan ia minta izin
untuk berbicara dengan Sultan Mesir. Ia. berharap dengan pertemuan dan
pembicaraan dengan Sultan, ia dapat mempertobatkannya. Sultan menerima dia
dengan baik sesuai adat sopan santun ketimuran. Namun pertemuan itu sia-sia
saja. Sultan tidak bertobat dan menyuruhnya pulang kepada teman-temannya di
perkemahan setelah mendengarkan kotbahnya.
Setelah beberapa lama berada di
Tanah Suci, Fransiskus dipanggil pulang oleh komunitasnya. Selama beberapa
tahun, ia berusaha menyempurnakan aturan hidup komunitasnya. Selain itu ia mendirikan
lagi Ordo Ketiga Fransiskan. Ordo ini dikhususkan bagi umat awam yang ingin
mengikuti cara hidup dan ajarannya sambil tetap mengemban tugas sebagai
bapa-ibu keluarga atau tugas-tugas lain di dalam masyarakat. Para anggotanya
diwajibkan juga untuk mengikrarkan kaul kemiskinan dan kesucian hidup. Kelompok
ini lazim disebut kelompok "Tertier". Tugas pokok mereka ialah
melakukan perbuatan-perbuatan baik di dalam keluarga dan masyarakat dan
mengikuti cara hidup Fransiskan tanpa menarik diri dari dunia.
Ordo Fransiskan ini berkembang
dengan pesat dan menakjubkan. Dalam waktu relatif singkat komunitas Fransiskan
bertambah banyak jumlahnya di Italia, Spanyol, Jerman dan Hungaria. Pada tahun
1219 anggotanya sudah 5000 orang. Melirlat perkembangan yang menggembirakan ini
maka pada tahun 1222, Paus Honorius III (1216-1227) secara resmi mengakui
komunitas religius Fransiskan beserta aturan hidupnya. Pada tahun 1223,
Fransiskus merayakan Natal di daerah Greccio. Upacara malam Natal
diselenggarakan di luar gereja. Dia rnenghidupkan kembali. gua Betlehem dengan
gambar-gambar sebesar badan. Penghormatan kepada Kanak-kanak Yesus yang sudah
menjadi suatu kebiasaan Gereja dipopulerkan oleh Fransiskus bersama para
pengikutnya.
Pada umur 43 tahun ketika
sedang. berdoa di bukit La Verna sekonyong-konyong terasa sakit di badannya dan
muncul di kaki dan tangan serta lambungnya luka-luka yang sama seperti
luka-luka Yesus. Itulah 'stigmata' Fransiskus. Luka-luka itu tidak pernah
hilang seliingga menjadi sumber rasa sakit dan kelemahan tubuhnya. Semenjak
peristiwa ajaib itu, Fransiskus mulai mengenakan sepatu dan mulai
menyembunyikan tangan-tangannya di balik jubahnya.
Fransiskus dikagumi orang-orang
sezamannya bahkan hingga kini karena berbagai karunia luar biasa yang dimilikinya.
Ia dijuluki "Sahabat alam semesta" karena cintanya yang besar dan
dalam terhadap alam ciptaan Tuhan. Semua ciptaan menggerakkan jiwanya untuk
bersyukur kepada Tuhan dan memuliakan keagunganNya. Seluruh alam raya beserta
isinya benar-benar berdamai dengan Fransiskus. Ia dapat berbincang-bincang
dengan semua ciptaan seperti layaknya dengan manusia. Semua disapanya sebagai
'saudara': saudara matahari, saudari bulan, saudara burung-burung, dll. Ia
benar-benar menjadi sahabat alam dan binatang.
Lama kelamaan kesehatannya
semakin menurun dan pandangan matanya mulai kabur. Dalam kondisi itu, ia
menyusun karyanya yang besar "Gita Sang Surya." Salah satu kidung di
dalamnya, yang melukiskan tentang 'keindahan saling mengampuni' dipakainya
untuk mendamaikan Uskup dengan Penguasa Asisi yang sedang bertikai. Ia diminta
untuk mendamaikan keduanya. Untuk itu ia menganjurkan agar perdamaian itu
dilakukan di halaman istana uskup bersama beberapa imam dan pegawai kota. Ia
sendiri tidak ikut serta dalam pertemuan perdamaian itu. Namun ia mengutus dua
orang rekannya ke sana dengan instruksi untuk menyanyikan lagu "Gita Sang
Surya", yang telah ia tambahi dengan satu bagian tentang 'keindahan saling
mengampuni'. Ketika mendengar nyanyian yang dibawakan dengan begitu indah oleh dua
orang biarawan Fransiskan itu, Uskup dan Penguasa Asisi itu langsung berdamai
tanpa banyak bicara.
Menjelang tahun-tahun terakhir
hidupnya, ia mengundurkan diri. Sebab, di antara saudara-saudarariya seordo
terjadilah selisihpaham mengenai penghayatan hidup miskin seperti yang diointai
dan dihayatinya sendiri. Pada tanggal 3 Oktober 1226 dalam umur 44 tahun,
Fransiskus meninggal dunia di kapela Portiuncula. Dua tahun berikutnya, ia
langsung dinyatakan 'kudus' oleh Gereja.
Fransiskus adalah orang kudus
besar yang dikagumi Gereja dan seluruh umat hingga kini. Kebesarannya terletak
pada dua hal berikut: kegembiraannya dalam hidup yang sederhana, menderita
lapar dan sakit, dan pada cintanya yang merangkul seluruh ciptaan. Ketika
Gereja menjadi lemah dan sakit karena lebih tergiur dengan kekayaan dan
kekuasaan duniawi, Fransiskus menunjukkan kembali kekayaan iman Kristen dengan
menghayati sungguh-sungguh nasehat-nasehat dan cita-cita Injil yang asli:
kerendahan hati, kemiskinan dan cinta.!
Santo Kuintinus, Martir
Tak ada
banyak cerita tentang kehidupan masa muda Kuintinus. Yang diketahui hanyalah
bahwa Kuintinus, yang disebut juga Kuentin, adalah seorang martir abad ketiga
yang dibunuh karena giat mewartakan Injil kepada orang-orang kafir.
Menurut
legenda, ia bersama Santo Lusianus dari Beauvais berangkat dari Roma ke Prancis
untuk mewartakan Injil di sana. Sesampaf di Prancis mereka berpisah di kota
Amiens. Kuintinus tetap tinggal di Amiens dan giat mewartakan Injil-kepada
penduduk kota itu. Kotbah dan caranya mengajar sangat menarik sehingga ia
berhasil mentobatkan banyak orang, dan mempermandikan mereka. Tetapi
keberhasilannya itu menyebabkan ketidakpuasan penguasa setempat. Ia ditangkap
lalu dipenjarakan. Konon ia dibebaskan secara ajaib oleh seorang malaekat Tuhan
dan kembali giat mengajar para pengikutnya. Beberapa hari kemudian ia ditangkap
lagi dan dibawa ke kota. yang sekarang dinamakan kota Sint Kuentin, Prancis. Di
sana ia dipenggal kepalanya pada tahun 570.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St. Flora dari Beaulieu
Orang kudus dari
Perancis ini hidup pada abad keempatbelas. Ia berasal dari sebuah keluarga yang
harmonis dan di kemudian hari menggabungkan diri dalam sebuah biara para
biarawati di Beaulieu pada tahun 1324. Ia seorang gadis yang baik dan polos,
yang menolak rencana orangtua untuk menikahkannya. Tetapi, begitu ia
mempersembahkan diri kepada Tuhan sebagai mempelai-Nya, Ia memperkenankannya
untuk membuktikan kasihnya dengan menghadapi berbagai macam pencobaan dan
pergulatan hidup.
Terkadang bagi
Sr Flora tampaknya ia sedang melewatkan suatu kehidupan yang teramat nyaman. Di
lain waktu, ia harus menghadapi kehidupan yang sulit. Maka ia pun tergoda untuk
pulang ke rumah demi menyenangkan diri. Namun demikian, sebab ia tak kenal lelah
berusaha mengasihi Tuhan, Sr Flora semakin dan semakin berkenan bagi-Nya. Pada
akhirnya, Ia menganugerahinya dengan penglihatan-penglihatan yang menakjubkan
dan karunia mengetahui kejadian di masa mendatang. Segera saja, orang banyak
menyadari bahwa Sr Flora adalah seorang yang sungguh kudus. Mereka datang untuk
meminta doa dan nasehatnya. Santa kita ini juga menerima anugerah istimewa
sengsara luka-luka Kristus di salib. Tampaknya ia merasakan sesuatu
menembusinya, meninggalkan suatu luka di lambungnya. Dengan sukacita ia
menerima sengsara ini demi kasihnya yang teramat besar bagi Yesus.
Bahkan di
saat-saat kegelisahan ataupun keraguan, Flora terus berusaha untuk melangkah
maju, memberikan yang terbaik yang dapat ia lakukan bagi Tuhan saat itu.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santa Anna Maria Gallo, Pengaku Iman
Anna Maria Gallo lahir pada tahun 1715.
Semasa remajanya ia banyak mengalami penderitaan batin karena dipaksa kawin
oleh orangtuanya dengan pemuda pilihan mereka. Anna menolak kemauan
orangtuanya. Ia baik sekali kepada orang-orang miskin dan sakit. Ia mengalami
stigmata, yaitu 5 luka suci seperti yang dialami oleh Yesus di kayu salib. Ia
meninggal dunia pada tahun 1791.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St. Bruno
Bruno dilahirkan
sekitar tahun 1030. Pendiri Ordo Para Biarawan Kartusian ini pada mulanya sama
sekali bukanlah seorang pertapa. Selama delapanbelas tahun ia adalah seorang
profesor teologi di tanah kelahirannya, Perancis. Ia berupaya sekuat tenaga
membawa para muridnya semakin dekat dengan Tuhan. Kemudian, kepadanya diberikan
suatu kedudukan penting di Keuskupan Rheims.
Bruno tidak
terkesan dengan kehormatan pun tidak takut memikul tanggung jawab. Ia menjadi
sadar bahwa hatinya merindukan kesendirian bersama Yesus. St. Hugo dari Grenoble memberikan
kepada Bruno dan teman-temannya sebidang tanah di gurun yang tersembunyi yang
disebut Chartreuse. Mereka mendirikan sebuah kapel dan gubug-gubug kecil
sebagai tempat tinggal. Inilah awal mula Ordo Kartusian. Mereka sangat bahagia
di sana, bekerja di ladang, berpuasa dan berdoa, tersembunyi dalam Tuhan.
Akan tetapi,
enam tahun kemudian Paus Urbanus II, salah seorang mantan murid Bruno, meminta
suatu pengorbanan besar darinya. Bapa Suci memintanya datang ke Roma untuk
menjadi penasihat beliau. Hal ini amat menyedihkan hati santo kita, tetapi ia
taat. Ia mempercayakan tanggung jawab di Chartreuse kepada salah seorang
biarawan. Bruno melayani Paus Urbanus II dengan sebaik-baiknya. Kemudian,
akhirnya ia diperkenankan untuk menjalani hidup biarawan kembali dekat Roma.
Jadi, dengan pengikut-pengikut baru, Bruno memulai segala sesuatunya lagi di
Calabria, Italia.
Seperti kita
ketahui dari surat-suratnya, St Bruno senantiasa seorang yang gembira dan giat.
Ia tak hendak melihat seorang muridnya pun bersedih hati. Ia menggambarkan
kehidupan mereka yang keras dengan ungkapan-ungkapan yang menyenangkan. Bruno
bahkan mendesak seorang sahabat untuk datang melihatnya sendiri.
St Bruno wafat
pada tahun 1101. Ordonya berlanjut hingga kini. Ordo Kartusian adalah
satu-satunya ordo religius dalam Gereja yang tidak pernah perlu direformasi.
Para pengikut St Bruno senantiasa memelihara semangat kasih dan pengorbanan
diri pendirinya.
Cinta yang
istimewa akan keheningan menjadi ciri hidup St Bruno. Berapa seringkah aku
menyisihkan sedikit waktu doa dalam keheningan sepanjang hari yang kulalui?
Eulalie Durocher
dilahirkan pada tahun 1811 di Quebec, Kanada. Ia adalah anak kesepuluh dari
sebelas bersaudara. Ibunya meninggal dunia ketika ia berusia delapanbelas
tahun. Saudaranya, seorang imam di sebuah paroki di Beloeil, membawa adiknya
ini ke parokinya. Di sana, Eulalie melaksanakan karya kerasulan awam. Ia
dipercaya mengurus keperluan rumah tangga bagi saudaranya, sang imam. Ia juga
memulai persekutuan doa paroki yang pertama di Kanada. Tigabelas tahun lamanya
terlibat dalam kehidupan Gereja dan paroki mempersiapkan jalan baginya untuk
suatu karya istimewa bagi Tuhan.
Pada tahun 1843,
ketika Eulalie berusia tigapuluh dua tahun, uskup Montreal memintanya untuk
memulai suatu misi khusus. Eulalie memulai suatu ordo religius yang baru bagi
para perempuan, yang dinamai Suster-suster dari Nama Kudus Yesus dan Maria.
Karya khusus mereka bagi Yesus adalah memberikan pendidikan kepada anak-anak
yang paling miskin dan terabaikan. Eulalie menjadi Moeder Marie Rose. Yang
lainnya mengikuti jejak perempuan yang murah hati ini. Mereka juga percaya akan pentingnya
pendidikan anak-anak demi kasih kepada Yesus.
Moeder Marie Rose hidup hanya enam tahun lamanya
sesudah ia memulai kongregasinya. Namun demikian, pastilah ia terus membantu
para biarawatinya dari surga sebab komunitasnya terus bertumbuh dan bahkan
membuka biara-biara baru. Mereka memulai karya misi di Amerika juga. Mereka
pergi ke Oregon pada tahun 1859. Sekarang, Suster-suster dari Nama Kudus Yesus
dan Maria tersebar di seluruh penjuru dunia.
Moeder Marie Rose Durocher dimaklumkan sebagai
“beata” oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 23 Mei 1982.
B Marie Rose melewatkan masa hidupnya dengan
melayani Gereja. Setiap anggota Tubuh Kristus dipanggil kepada kasih yang sama
ini, yang dinyatakan dalam pelayanan satu sama lain demi kepentingan Injil.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
St. Dominikus-lah
yang pada akhir abad keduabelas dan awal abad ketigabelas mendorong semua orang
untuk berdoa Rosario. St. Dominikus teramat sedih hatinya oleh karena
menyebarnya suatu aliran bidaah yang sangat mengerikan yang disebut Albigensia.
Bersama dengan Ordo Pengkhotbah yang baru dibentuknya, ia melakukan yang
terbaik untuk membinasakan bidaah yang amat berbahaya tersebut. Ia mohon
bantuan Santa Perawan Maria, dan dikisahkan bahwa Bunda Maria memintanya untuk
menyebarluaskan devosi kepada Rosario Suci. St. Dominikus mentaati keinginan
Bunda Maria dan berhasil dengan gemilang menghancurkan bidaah tersebut.
Rosario adalah
suatu devosi yang amat sederhana yang dapat dilakukan oleh semua orang - baik
tua maupun muda, terpelajar maupun tidak terpelajar. Doa rosario dapat
diucapkan di mana saja, serta kapan saja. Sementara kita mendoakan Bapa Kami,
sepuluh Salam Maria serta Kemuliaan, kita merenungkan peristiwa-peristiwa besar
yang terjadi dalam hidup Yesus dan Maria. Dengan cara demikian, kita semakin
dekat serta akrab kepada Yesus dan kepada Bunda-Nya yang kudus. Kita berusaha
untuk meneladani hidup mereka yang kudus.
Bunda Maria amat
senang jika kita berdoa Rosario sesering mungkin dengan baik. Bunda Maria biasa
mendoakannya bersama St. Bernadette ketika ia menampakkan diri kepadanya di Lourdes. Ketiga anak dari Fatima
mengetahui rahasia kekuatan Rosario dari Bunda Maria. Bunda Maria mengajarkan
kepada mereka bahwa berdoa Rosario mendatangkan rahmat serta menyelamatkan para
pendosa dari api neraka.
Seorang paus Dominikan (Ordo Pengkhotbah), Paus Pius V, menetapkan Pesta Santa Perawan Maria Ratu Rosario dengan tujuan untuk mengungkapkan rasa terimakasih kita kepada Bunda Maria atas kemenangan pasukan Kristen melawan pasukan Turki di Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571.
Seorang paus Dominikan (Ordo Pengkhotbah), Paus Pius V, menetapkan Pesta Santa Perawan Maria Ratu Rosario dengan tujuan untuk mengungkapkan rasa terimakasih kita kepada Bunda Maria atas kemenangan pasukan Kristen melawan pasukan Turki di Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571.
Dengan
merenungkan secara khusuk peristiwa-peristiwa Rosario, kita dapat mencontoh
teladan Maria yang “mendengarkan Sabda Tuhan serta menyimpannya dalam hati”.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
8 Oktober
Simeon yang
kudus hidup pada abad pertama. Dalam Injil Lukas bab dua dikisahkan Yosef dan
Maria membawa Bayi Yesus ke Bait Allah di Yerusalem. Di sanalah mereka bertemu
dengan Simeon. Orang kudus tersebut telah lama menunggu dengan sabar jawab atas
permohonannya kepada Tuhan: ia ingin tetap hidup hingga melihat Sang Mesias,
Juru Selamat dunia. Tetapi, ia tidak tahu seperti apakah Sang Mesias itu, atau
bilakah dan apakah doanya akan dikabulkan.
Pasangan muda
dari Nazaret itu menghampirinya bersama dengan bayi mereka. Simeon memandang
mata Sang Bayi dan merasakan suatu gejolak sukacita memenuhi hatinya. Matanya
bersinar-sinar. Ia menggendong Yesus dalam pelukannya, kemudian menatang-Nya
sambil berdoa:
“Sekarang,
Tuhan, biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan
firman-Mu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu, yang telah
Engkau sediakan di hadapan segala bangsa.”
Maria dan Yosef
saling berpandang-pandangan. Mereka berdua amat takjub. Kemudian nabi tua itu
berpaling kepada Maria. Sinar matanya menjadi sedih sementara ia berkata dengan
lembut, “Dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri.” Maria
tidak mengerti apa yang dimaksudkannya, dan ia berdoa kepada Tuhan untuk
memohon kekuatan. Simeon yang kudus telah dikabulkan doanya oleh Tuhan. Ia
tetap dalam keadaan penuh syukur dan sukacita sementara pasangan muda serta
Bayi mereka meninggalkannya.
Ketika Simeon
menggendong Bayi Yesus dalam pelukannya, ia tahu bahwa Ia adalah Sang Mesias.
Bagaimana jika aku mengenali kehadiran Yesus dalam hidupku sendiri dengan lebih
sering?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Sergius dan Bakhus, Martir
Sergius dan Bakhus adalah dua perwira
Romawi yang beragama Kristen. Mereka dihukum mati pada tahun 300 dalam masa
pemerintahan kaisar Maksimianus, karena menolak mengikuti upacara korban kepada
dewa-dewi kekaisaran Romawi. Orang-orang Badui Arab yang beragama Kristen
memandang mereka sebagai santo pelindung mereka.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St. Dionisius (St.Denis), dkk.
St Dionisius
amat populer di Perancis. Ia diangkat sebagai santo pelindung Perancis. Karena
ia hidup di awal sejarah kekristenan - dalam abad ketiga - kita tidak tahu
sebanyak yang ingin kita ketahui tentangnya.
Yang kita tahu,
Dionisius dilahirkan di Italia. Ia datang ke Perancis dan menjadi Uskup Paris.
Ia tengah mewartakan Kabar Gembira Yesus ketika ia dan dua rekannya wafat
sebagai martir. Konon, rekannya itu adalah seorang imam dan yang lainnya
seorang diakon. Komunitas Kristiani senantiasa mengenangkan para martir yang
gagah berani ini. Pada awalnya, mereka dapat membangun sebuah kapel kecil demi
menghormati kemartiran para kudus kita ini. Di kemudian hari, kapel tersebut
menjadi sebuah gereja besar, Gereja St Dionisius.
St Dionisius dan
kawan-kawannya mengingatkan kita akan baik laki-laki, perempuan maupun
anak-anak yang gagah berani yang telah mendahului kita. Mereka mewariskan
kepada kita teladan hidup mereka. Mereka juga mengingatkan kita bahwa mereka
akan membantu kita sekarang ini jika kita memintanya.
Kegagah-beranian
para martir ini tumbuh dari hidup setiap hari dalam kesetiaan pada semangat
Injil.
Yohanes Leonardi
yang dilahirkan pada tahun 1541 ini di kemudian hari menjadi seorang apoteker
di Lucca, Italia. Ketika usianya duapuluh lima tahun, Yohanes merasakan
panggilan untuk menjadi seorang imam. Ia mulai belajar dan akhirnya ditahbiskan
sebagai imam pada tahun 1572. Pastor Leonardi menghabiskan waktunya dengan
mengajarkan iman kepada anak-anak dan mempersiapkan para katekis. Pelayanan
aktif juga membawanya ke rumah-rumah sakit dan penjara-penjara. Sekelompok
pemuda di Lucca berkumpul menyertai Pastor Leonardi serta membantunya dalam
karya-karyanya yang mengagumkan. Pada akhirnya, kelompok ini menjadi suatu
kongregasi religius para imam yang disebut Pekerja-pekerja Bunda Allah. Kepada
Pastor Leonardi diberikan sebuah gereja sebagai pusat karyanya di Lucca. Para
pengikutnya memberikan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan rohani umat di paroki
baru mereka. Pastor Leonardi selanjutnya pindah ke Roma di mana sahabat
karibnya, St Filipus Neri, tinggal. St Filipus adalah pembimbing rohaninya.
Pelayanan Pastor Leonardi terkadang terasa berat dan sulit akibat segala
gejolak politik dan rohani di Eropa. Tetapi, St Filipus percaya pada Pastor
Leonardi dan pada karya-karya baik yang dilakukan kongregasi para imamnya. St
Filipus memberikan rumahnya sendiri di Roma. Wisma itu disebut “St William dari
Cinta Kasih”. Bersama rumah, diberikan juga kucing St Filipus. Dengan senang
hati St Yohanes memeliharanya.
St Yohanes
Leonardi dan para imamnya mendatangkan pengaruh religius yang kuat atas umat
Italia. Ordo mereka kemudian secara resmi diakui oleh Paus Klemens VIII pada
tahun 1595. Pendirinya wafat akibat wabah penyakit pada tanggal 9 Oktober 1609
sementara melayani pasien-pasien kurban wabah. St Yohanes Leonardi dimaklumkan
kudus oleh Paus Pius XI pada tahun 1938.
St Yohanes
Leonardi mengukirkan dalam hatinya misi Gereja, yakni “mewartakan Injil kepada
segala bangsa”.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Abraham, Bapa Bangsa
Abraham, leluhur bangsa Yahudi, diakui
dalam iman Kristiani sebagai Bapa Bangsa, Bapa para beriman dan tokoh teladan
iman kepercayaan kepada Allah. Di kalangan bangsa Arab beliau dikenal sebagai
"Sahabat Allah". Gelaran itu terdapat di dalam Kitab II Paralipomenon
20:7.
Abraham adalah putera Terah dan lahir di
Ur Kasdim. Menurut Kitab Kejadian 25:7, ia meninggal dunia pada umur 175 tahun
dan dimakamkan oleh anaknya Ishak dan Ismael. Mulanya ia bernama 'Abram' yang
berarti "Bapa yang Agung", diubah Tuhan menjadi 'Abraham' yang
berarti "Bapa banyak orang" atau "Bapa sejumlah besar
bangsa" (Kej 17:4,5). Dalam surat Roma bab 4, Paulus menunjukkan bahwa
Abraham adalah bapa semua orang beriman, "bukan hanya mereka yang
bersunat, tetapi juga yang mengikuti jejak iman Abraham." (Rom 4:12).
Sekitar tahun 1850 seb. masehi, Abraham
dipanggil Tuhan untuk meninggalkan negerinya sendiri dan pergi ke suatu negeri
baru yang akan ditunjukkan Tuhan kepadanya. Tuhan berjanji kepadanya bahwa ia
akan menjadi bapa bagi suatu bangsa yang besar dan dalam namanya banyak bangsa
akan diberkati. Sara, istri Abraham mandul dan tidak mungkin mempunyai anak
lagi. Kanaan, tanah terjanji itu, telah dihuni oleh banyak suku bangsa yang
menyembah dewa-dewi kafir. Meskipun demikian, Abraham melakukan apa yang Tuhan
katakan kepadanya dengan penuh iman sehingga Tuhan memperhitungkan hal itu
kepadanya sebagai kebenaran. Karena imannya itu, Tuhan membuatnya kudus dan
layak bagiNya.
Janji Tuhan mulai dipenuhi dalam kelahiran
Ishak pada masa tua Sara. Tetapi Tuhan sekali lagi mau mencobai Abraham dengan meminta
Abraham mempersembahkan Ishak, puteranya yang tunggal. Demi imannya, Abraham
melakukan apa yang diminta Tuhan dari padanya. Ia membawa Ishak untuk
dikorbankan di gunung Moria, tetapi Tuhan akhirnya membatalkan hal itu. Cerita
ini mau menunjukkan secara tegas bahwa Tuhan tidak menghendaki lagi korban
manusia, sebagaimana dipraktekkan oleh suku-suku bangsa di sekitar. Iman
Abraham yang kokoh itu dipuji di dalam Kitab Sirakh 44:19-21; Rom 4; Gal 3:7,
dan Ibr 11:8-12.
Kedermawanan dan keramah-tamahan Abraham
ditunjukkan secara jelas di dalam hubungan pribadinya dengan keponakannya, Lot.
Ketika ternak gembalaan mereka semakin banyak sehingga tidak memungkinkan
mereka hidup bersama di suatu daerah, maka Abraham membiarkan Lot memilih tanah
yang disukainya (kej 13:5-9). Kejadian 18:1-15 menguraikan keramah-tamahan
Abraham kepada 3 orang asing yang datang ke perkemahannya. Pertemuan dengan
Melkisedek yang diceritakan di dalam Kej 14: 18-20 menunjukkan hubungan pertama
bangsa Hibrani dengan Yerusalem, yang kemudian menjadi Kota Suci. Dalam Kej 23
Abraham memperoleh tuntutannya atas tanah Palestina dengan membeli tanah
pekuburan di Machphela. Pembelian tanah itu sesungguhnya menjadi bukti yang
paling kuat dari realitas sejarah Abraham, yang kemudian dipersoalkan beberapa
ahli.
Santo Louis Bertrand,
Pengaku Iman
Louis lahir di Valencia, Spanyol pada
tanggal 1 Januari 1526. Dari garis keturunan ayahnya, ia masih berhubungan
darah dengan Santo Vinsensius Ferrer, biarawan Dominikan yang terkenal itu.
Barangkali karena terdorong niat untuk menjadi biarawan seperti Vinsensius
Ferrer, Louis masuk Ordo Dominikan di Valencia pada tangga126 Agustus 1544.
Tiga tahun kemudian (1547), ia ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agung
Valencia, Santo Thomas dari Villanova. Lima tahun setelah pentahbisannya, Louis
ditugaskan sebagai pembimbing para novis. Tugas ini diembannya selama 30 tahun.
Pengalamannya dalam membimbing para novis membuatnya kemudian diangkat menjadi
santo pelindung bagi para pembimbing novis.
Keunggulan cintanya kepada umat mulai
tampak menonjol tatkala pada tahun 1557 wabah penyakit merajarela di seluruh
kota Valencia. Baginya wabah ini memberinya kesempatan emas untuk mencurahkan
cinta dan perhatian pada umat yang tertimpa musibah itu. Sambil tidak memperhatikan
keselamatan dirinya sendiri, Louis merawat semua orang sakit dan menguburkan
mereka yang mati karena serangan penyakit ganas itu. Setelah serangan wabah itu
berlalu, cintanya ditunjukkan dalam bentuk lain. Ia mulai giat berkotbah.
Memang ia sendiri tidak memiliki sifat-sifat dasar seorang pengkotbah namun
dengan usaha yang tekun ia akhirnya menjadi seorang pengkotbah yang disenangi
umat. Kotbahnya sangat menarik dan menyentuh hati umat. Bila ia berkotbah umat
membludak datang untuk mendengarkan kotbahnya sampai gereja penuh sesak.
Sebagai gantinya ia berkotbah di lapangan umum kota Valencia agar dapat
dihadiri dan didengar oleh banyak orang.
Pada tahun 1562 Louis berlayar ke Amerika
Selatan untuk mewartakan Injil kepada orang-orang Indian di benua baru itu.
Mula-mula ia bekerja di Kartegena, sebuah kota di New Granada, Kolumbia. Dari
sana ia menjelajahi seluruh daerah Isthmus Panama, Kepulauan Leeward, Kepulauan
Virginia, dan kepulauan Windward, untuk mewartakan Injil. Di sana ia berhasil
mempermandikan banyak orang. Orang-orang Negro dan Indian yang telah menjadi
Kristen sangat mencintai dia karena dia sendiri sudah lebih dahulu mencintai
dan memperhatikan mereka. Pada tahun 1569 ia dipanggil kembali ke Spanyol. Di
sana ia diangkat menjadi pemimpim biara di San Onofre, lalu menjadi pembimbing
jenderal. Kemudian ia kembali lagi ke Valencia untuk mengemban lagi tugasnya
yang dahulu sebagai pembimbing para novis Dominikan. Dua tahun terakhir
hidupnya, ia jatuh sakit berat. Pada tahun 1580 tatkala sedang berkotbah di
Katedral Valencia, ia jatuh tak sadarkan diri dari mimbar. Sejak itu ia tidak
bisa bangun lagi dari tempat tidurnya sampai wafat 18 bulan kemudian. Louis
Bertrand meninggal dunia pada tanggal 9 Oktober 1581 dalam usia 58 tahun dan
dinyatakan 'kudus' oleh Paus Klemens X (1670-1676)
pada tahun 1671. Ia diangkat sebagai Santo Pelindung Gereja Katolik Kolumbia.
Louis, seorang santo yang dikaruniai kemampuan meramalkan kejadian-kejadian
yang akan terjadi pada masa mendatang dan terkenal karena mujizat-mujizat yang
menyertai kotbah-kotbahnya.
Santo Denis, Rustikus dan
Eleutrius, Martir
Denis atau Dionisius adalah Uskup Prancis
yang pertama. Bersama Rustikus dan Eleutrius - dua orang imam sebagai kawan
perjalanan beliau diutus Sri Paus untuk mewartakan Injil di negeri Gallia
(sekarang: Prancis). Mereka berhasil mentobatkan sejumlah besar orang kafir.
Keberhasilan mereka ini menimbulkan kemarahan besar di kalangan pemimpin
setempat. Mereka kemudian ditangkap dan dipenggal kepalanya di atas bukit yang
sekarang dinamakan Montmare (=bukit martir). Peristiwa ini terjadi pada abad
ke-3.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Sebelas Martir dari Almeria, Spanyol
Perang sipil
Spanyol dimulai pada tahun 1936. Perang tersebut digambarkan sebagai suatu
pertikaian antara ateisme dan kepercayaan kepada Tuhan. Teristimewa, obyek
penganiayaan adalah Gereja Katolik. Dalam rentang waktu tiga tahun, 12 uskup,
4184 imam, 2365 biarawan dan 300 biarawati wafat demi iman. Pada hari ini kita
merayakan sebelas dari antara para martir tersebut, yakni dua orang uskup,
seorang imam sekulir, tujuh orang Broeder dari Sekolah-sekolah Kristiani dan
seorang perempuan muda awam. Kedua uskup masing-masing berasal dari Almeria dan
Gaudix, Spanyol. Ketujuh Broeder dari Sekolah-sekolah Kristiani adalah para
pengajar di Sekolah St Yosef di Almeria. Pater Pedro Castroverde adalah seorang
ilmuwan terkenal dan pendiri Asosiasi Teresian. Victoria Diez Molina adalah
seorang anggota Asosiasi Teresian. Ia menemukan harta rohani dalam cara
komunitas ini berdoa dan mengamalkan tanggung jawab Kristiani mereka. Victoria
adalah seorang guru di sebuah sekolah desa dan sangat aktif dalam parokinya.
Kesebelas martir
ini memilih untuk mati demi Yesus daripada menyangkal iman Katolik mereka.
Broeder Aurelio Maria, yang segera wafat sebagai martir, adalah Kepala Sekolah
St Yosef. Ia mengatakan, “Betapa suatu kebahagiaan bagi kita jika kita dapat
menumpahkan darah demi cita-cita luhur pendidikan Kristiani. Marilah kita
melipatgandakan semangat agar didapati layak untuk kehormatan yang demikian.”
Uskup Medina dari Gaudix mengatakan, “Kami tidak melakukan suatu pun yang patut
diganjari hukuman mati. Tetapi aku mengampuni kalian agar Tuhan juga mengampuni
kami. Kiranya darah kami adalah yang terakhir dicurahkan di Almeria.” Uskup
Ventaja dari Almeria mempunyai banyak kesempatan untuk mengungsi dari negeri
itu. Tetapi, ia memilih tinggal bersama umatnya yang menderita, Gereja-nya yang
teraniaya. Pater Castroverde, pendiri Teresian, menulis dalam buku harian,
“Tuhan, kiranya aku memikirkan apa yang Engkau kehendaki aku pikirkan. Kiranya
aku merindukan apa yang Engkau kehendaki aku rindukan. Kiranya aku berbicara
sebagaimana Engkau kehendaki aku berbicara. Kiranya aku berkarya sebagaimana
Engkau kehendaki aku berkarya.” Ia wafat dimartir pada tanggal 28 Juni 1936.
Victoria Molina
dijebloskan ke dalam penjara pada tanggal 11 Agustus 1936. Ia bersama
ketujuhbelas yang lainnya digiring ke suatu lubang pertambangan yang telah
ditinggalkan dan dibiarkan mati di sana. Victoria menghibur yang lain dengan
mengatakan, “Mari, ganjaran telah menanti kita.” Kata-kata terakhirnya adalah,
“Hidup Kristus Raja!”
Paus Yohanes
Paulus II memaklumkan para martir ini sebagai “beata dan beato” pada tanggal 10
Oktober 1993. Kita dapat memohon kesebelas pahlawan Tuhan ini untuk
menganugerahkan kegagahberaniannya kepada kita. Kita dapat menjadikan doa Beato
Pedro Castroverde sebagai doa kita.
“Tuhan,
kiranya aku memikirkan apa yang Engkau kehendaki aku pikirkan. Kiranya aku
merindukan apa yang Engkau kehendaki aku rindukan. Kiranya aku berbicara
sebagaimana Engkau kehendaki aku berbicara. Kiranya aku berkarya sebagaimana
Engkau kehendaki aku berkarya.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Daniel dkk, Martir
Penyebaran iman Kristen tidak terlepas
dari pengejaran dan penganiayaan terhadap para penyebarnya. Moroko adalah
negeri yang banyak juga menumpahkan darah para martir. Pada tahun 1220 tercatat
lima orang misionaris dari Ordo Fransiskan - martir-martir perintis pewartaan
Injil di Moroko - dibunuh oleh orang-orang Islam Moroko. Tujuh tahun kemudian 6
orang misionaris Fransiskan diutus lagi ke sana untuk mewartakan Injil. Mereka
itu ialah Samuel, Angelo, Leo, Domnus, Nicholas dan Hugolino. Mereka berangkat
ke Moroko melalui Spanyol. Di Spanyol keenam misionaris itu bergabung dengan
Daniel, seorang bruder yang diutus mewakili provinsi Gerejawi Calabria.
Di bawah pimpinan bruder Daniel, keenam
misionaris Fransiskan itu tiba di Moroko pada tanggal 20 September 1227. Mereka
melanjutkan perjalanan ke Ceuta, sebuah kota perdagangan yang dihuni oleh
orang-orang Eropa. Di Ceuta mereka mulai mewartakan Injil di jalan-jalan,
terutama di tempat-tempat di mana banyak orang berkumpul. Mereka berhasil
mempertobatkan sejumlah besar orang. Timbullah kekacauan di kota itu sehubungan
dengan kegiatan mereka. Orang-orang Islam yang tidak puas dengan kegiatan itu,
menangkap dan menghadapkan mereka ke depan Kadi (Pembesar kota). Kadi
menganggap mereka orang-orang gila karena pakaian mereka sangat kotor dan
kepala mereka tidak bertudung. Mereka disiksa dan dihina di muka umum lalu
dipenjarakan.
Di dalam penjara Daniel menulis surat
kepada orang-orang yang telah menjadi Kristen untuk menguatkan hati mereka
sambil menceritakan apa yang sedang terjadi atas diri mereka di dalam penjara.
Ia menasehati mereka agar tetap berpegang teguh pada iman Kristen yang telah
mereka terima dalam situasi sulit apapun. Sementara itu penyelidikan atas
mereka terus dilakukan. Akhirnya diketahui bahwa mereka itu bukanlah
orang-orang gila melainkan misionaris-misionaris Kristen yang mau
mengkristenkan orang-orang Islam. Karena itu mereka sekali lagi disiksa dan
dipaksa supaya mengingkari imannya. Tetapi pendirian mereka tak dapat
dilumpuhkan dengan siksaan apa pun. Mereka tetap memaklumkan Kristus dan
menyangkal Nabi Muhamad SAW. Akhirnya mereka mati dipenggal. Jenazah mereka
dimakamkan di sana oleh umat Kristen setempat. Beberapa lama kemudian jenazah
para martir itu dipindahkan ke Spanyol. Mereka dinyatakan sebagai martir
oleh Sri Paus Leo X (1513-1521) pada
tahun 1516.
Santo Paulinus dari York,
Uskup dan Pengaku Iman
Paulinus lahir di Roma sekitar tahun 584.
Pada tahun 601, ia bersama beberapa orang rekannya diutus oleh Sri Paus Gregorius I untuk
mewartakan Injil di Inggris, di kalangan suku bangsa Anglo Saxon, warga Kerajaan
Northumbria. Setelah tiba di Inggris, Paulinus bekerja di Kerajaan Kent sampai
tahun 625. Pada tahun itu diselenggarakan perkawinan antara Edwin, raja
Northumbria yang masih kafir, dengan Ethelburga, saudari raja Kent yang sudah
memeluk agama Kristen. Sehubungan dengan perkawinan itu Paulinus mengajukan
kepada Edwin syarat berikut ini: Perkawinan itu tidak boleh membatasi kebebasan
Ethelburga, dalam melaksanakan kewajiban agamanya dan Edwin harus melindungi
Ethelburga dalam menghayati imannya. Edwin benar-benar tulus dan menerima
syarat itu. Paulinus, yang sudah ditahbiskan menjadi Uskup bersedia pindah ke
Northumbria untuk mendampingi Ethelburga sebagai penasehat dan pembimbing
rohaninya.
Pada awal karyanya di Northumbria,
Paulinus perlahan-lahan menanamkan iman Kristen dalam hati orang-orang
Northumbria termasuk Edwin sendiri. Edwin kemudian bertobat dan dipermandikan
pada tahun 627. Peristiwa ini berdampak besar pada seluruh rakyat Northumbria.
Banyak orang yang menjadi Kristen mengikuti contoh Edwin. Tetapi enam tahun
kemudian, ketika Kerajaan Northumbria diserang oleh orang-orang kafir dari
Kerajaan Mercia, keberhasilan Paulinus dalam mengkristenkan orang-orang
Northumbria hancur berantakan. Situasi semakin menjadi kacau setelah Edwin
sendiri dibunuh di benteng Hatfield pada tahun 633. Semua karya misioner
dihentikan. Paulinus bersama Ethelburga dan dua orang anaknya kembali ke
kerajaan Kent yang aman dari segala gangguan. Selanjutnya Paulinus tidak
kembali lagi ke Northumbria. Ia kemudian dikirim ke Rochester untuk menduduki
takhta keuskupan itu. Di sana pula ia meninggal dunia pada tanggal 10 Oktober
644.
Santo Gregorios Penerang
Gregorios dikenal sebagai rasul Armenia
dan pendiri Gereja Armenia. Tempat kelahirannya tidak diketahui jelas tetapi beliau
lahir kira-kira pada tahun 257. Ia dijuluki 'Penerang' karena membawa terang
Injil kepada bangsa Armenia. Gereja menghormatinya sebagai santo pelindung
Gereja Armenia. Menurut tradisi, Gregorios beristeri dan menjadi salah seorang
anggota Dewan Pengadilan Raja Tiridates (259-314) di Armenia. Ketika diketahui
bahwa Gregorios adalah misionaris Kristen yang giat mewartakan Injil bagi
orang-orang Armenia, Tiridates menyiksa dan memenjarakan dia. Tetapi kemudian
Tiridates sendiri bertobat dan dipermandikan.
Gregorios kemudian diangkat menjadi uskup
di kota tua Ashtishat, yang berdekatan dengan kota Erzincan, Turki. Sebagai
pemimpin Gereja Armenia, Gregorius mengutus banyak misionaris ke seluruh negeri
dan mendidik putera-putera Armenia untuk menjadi imam. Pada tahun 303 Raja
Tiridates menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi di Armenia. Dengan
begitu Armenia menjadi negara Kristen pertama di kawasan itu. Pada hari tuanya,
Gergorius menyerahkan keuskupannya kepada anaknya, lalu mengundurkan diri ke
dalam biara. Ia meninggal dunia di propinai Taron, Armenia pada tahun 330.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
11 Oktober
St. Kenneth
St Kenneth, yang
terkadang disebut St Canice atau St Kenny, hidup pada abad keenam. Ia
dilahirkan di Irlandia dan terkenal baik di Irlandia maupun di Skotlandia.
Ayahnya adalah seorang penyanyi profesional balada dan kisah-kisah dalam lagu.
Sebagai pemuda, Kenneth pergi ke Wales untuk mengikuti pendidikan imam. Gurunya
adalah St Cadoc. Setelah ditahbiskan sebagai imam, ia pergi mengunjungi Roma.
Kemudian ia kembali ke Irlandia untuk belajar di sekolah St Finnian. Kenneth
bersahabat baik dengan tiga santo Irlandia lainnya: St Kieran, St Comgall dan
St Kolumbanus. Setelah berkhotbah di segenap penjuru Irlandia, St Kenneth pergi
bersama St Kolumbanus ke Skotlandia dalam suatu misi menghadap Raja kafir
Brude. Ketika raja dengan berang menghunus pedangnya untuk menikam kedua
misionaris, dikisahkan bahwa St Kenneth membuat tanda salib, dan suatu mukjizat
pun terjadi. Tangan raja sekonyong-konyong lumpuh, dan kedua kudus kita
terselamatkan. St Kenneth dan St Kolumbanus senantiasa bersahabat karib. Suatu
ketika St Kolumbanus sedang berlayar bersama beberapa teman. St Kenneth berada
jauh di biaranya di Irlandia. Sekonyong-konyong Kenneth tersadar bahwa
Kolumbanus sedang berada dalam bahaya maut di samudera raya. Ia melompat dari
meja makan dan berlari ke gereja untuk berdoa bagi sahabat terkasihnya itu. Di
lautan, Kolumbanus berseru kepada teman-temannya yang ketakutan, “Jangan takut!
Tuhan akan mendengarkan doa Kenneth. Sekarang ia sedang berlari ke gereja
dengan hanya satu sepatu untuk berdoa bagi kita!” Dan sebagaimana dikatakannya,
mereka pun selamat.
St Kenneth
mendirikan beberapa biara dan mempertobatkan banyak orang menjadi percaya. Ia
menjadi terkenal karena khotbahnya yang berkobar-kobar tentang Injil. Terlebih
lagi, ia menjadi terkenal karena jalan sempurna di mana ia sendiri mengamalkan
ajaran-ajaran Yesus.
Meski Kenneth
dan Kolumbanus seringkali bekerja di tempat-tempat yang berbeda, mereka tahu
bahwa doa merupakan suatu ekspresi persahabatan yang penuh daya kuasa.
Bagaimana jika aku berdoa lebih sering bagi teman-temanku dan mereka yang dekat
denganku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
12 Oktober
St. Felix dan Siprianus
Felix dan
Siprianus, keduanya adalah Uskup Afrika yang hidup pada abad kelima. Mereka
menderita bersama lebih dari 4900 martir dalam masa penganiayaan yang hebat
oleh bangsa Vandal. Huneric, raja Vandal, membuang umat Kristiani ini ke
pengasingan di padang gurun Libya. Mereka diperlakukan dengan begitu keji oleh
bangsa Moor.
Seorang uskup
yang kudus bernama Victor berusaha menolong umat Kristiani yang malang ini,
yang dijebloskan ke dalam sebuah penjara yang ngeri. Mereka dikurung tanpa
udara maupun penerangan yang cukup. Uskup Victor menuliskan kisah keberanian
dan penderitaan yang mereka alami. Beliau menceritakan bahwa ketika mereka
diperintahkan untuk pergi ke tempat pembuangan di padang gurun yang ganas,
mereka keluar dari penjara dengan menyanyikan madah pujian. Umat Kristiani
lainnya mencucurkan arimata melihat kegagahan mereka. Bahkan para perempuan dan
anak-anak ikut pergi bersama mereka ke pembuangan dan tewas di sana. Dalam
kisah ini diceritakan pula tentang Uskup St Felix. Ia tua renta dan setengah
lumpuh hingga seseorang mengatakan kepada raja Vandal, “Baginda dapat
meninggalkan dia mati di sini.” Tetapi Raja Huneric dengan keji menjawab, “Jika
ia tidak dapat menunggang kuda, ia dapat diseret dengan lembu.” Pada akhirnya,
mereka memutuskan untuk mengikatkan uskup tua yang gagah berani ini pada seekor
keledai dan dengan demikian ia dibuang agar mati di padang gurun.
Kita juga
merayakan St Siprianus. Uskup Siprianus hidup dua abad sesudah St. Siprianus dari Kartago. St Siprianus
yang pestanya kita rayakan hari ini mempertaruhkan nyawanya sendiri demi
memelihara sebanyak mungkin para tawanan. Ia menghabiskan segenap waktu dan
kekuatannya, pula segala yang dimilikinya, demi menolong mereka. Akhirnya, ia
sendiri ditangkap juga dan dibuang ke pengasingan. Di sana ia wafat sebagai
martir akibat perlakuan keji terhadap umat Kristiani.
Kedua orang
kudus ini mengikuti teladan Yesus sebagai pemimpin Gereja. Mereka berusaha
melayani umat yang dibimbingnya dengan kemurahan hati yang luar biasa.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Wilfridus, Uskup dan Pengaku Iman
Wilfridus
lahir di Ripon, Northumbria, Inggris pada tahun 643. Pada usia 13 tahun, ia
tinggal di istana Oswy, raja Northumbria. Eanfleda, permaisuri Raja Oswy,
menerima dia dengan senang hati dan menganggap dia sebagai anaknya sendiri.
Eanfleda kemudian mengirim dia ke biara Lindisfarne untuk mempelajari ilmu-ilmu
suci dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Di biara itu Wilfridus dididik
dalam tata cara liturgi Keltik. Tetapi kemudian ia meninggalkan biara itu dan pergi
ke Canterbury karena apa yang didapatnya di Lindisfarne tidak memuaskan
hatinya. Dari Canterbury, ia pergi ke Lyon, Prancis pada tahun 652 dan dari
Lyon ia pergi ke Roma. Di sana ia menjadi sekretaris pribadi Sri Paus Martinus
I (649-655), sambil belajar hukum dan tata cara liturgi Romawi. Setelah
menyelesaikan pendidikannya di Roma, ia kembali ke Lyon. Ia menetap di sana
selama tiga tahun lebih sambil melancarkan perlawanannya terhadap adat istiadat
dan liturgi Keltik.
Pada tahun 660 ia memberanikan
diri kembali ke Inggris untuk menyapu bersih adat istiadat kafir yang ada di
sana. Karena pandai dalam hukum dan tata cara liturgi Romawi, Raja Alcfridus
dari Deira memberinya dana untuk mendirikan sebuah biara baru di Ripon. Dari
biara inilah ia menerapkan aturan hidup membiara Santo Benediktus yang
dikenalnya ketika belajar di Roma. Tak lama kemudian, ia ditahbiskan menjadi
imam oleh Santo Agilbertus, seorang uskup berkebangsaan Prancis yang bekerja di
wilayah Saxon Barat.
Di Inggris bintang Wilfridus
semakin bersinar terang. Situasi Gereja pada masa itu kacau balau karena
perpecahan di kalangan umat. Oleh karena itu sebuah sinode diselenggarakan di
Whitby, tepatnya di biara Santa Hilda, untuk menyelesaikan pertikaian pendapat
antara kelompok yang mengikuti kebiasaan liturgi Keltik dan kelompok yang mau
mengikuti tata cara liturgi Romawi. Kebiasaan liturgi Keltik telah menyebarluas
dan dipraktekkan di semua wilayah Inggris dan berbeda sekali dengan tata cara
liturgi Romawi dalam hal-hal seperti: tanggal hari raya Paskah, Upacara
Permandian, dan upacara-upacara lainnya. Wilfridus dengan gigih memperjuangkan
penerimaan dan pemakaian tata cara liturgi Romawi. Ia berhasil mempengaruhi
Raja Oswy dan mendesak dia untuk mengakui dan menerapkan di seluruh Inggris aturan
liturgi yang berlaku di seluruh Gereja Latin.
Pada tahun yang sama (664),
Wilfridus ditahbiskan menjadi uskup untuk dioses York di Compiegne, Prancis
oleh Santo Agilbertus. Tetapi karena ia terlambat datang ke York setelah
pentahbisannya, Raja Oswy mempercayakan keuskupan York kepada Chad. Wilfridus
tidak mau mempermasalahkan hal ini; sebaliknya ia pergi ke biara Ripon sampai
Santo Theodor, Uskup Canterbury, mendesak Chad turun dari takhta pada tahun
669. Sejak itu, Wilfridus menduduki takhta keuskupan York dan giat melaksanakan
tugas kegembalaannya. Ia giat memperkenalkan dan menerapkan tata cara liturgi
Romawi di seluruh keuskupannya.
Tetapi
dalam usahanya itu, ia terus menerus menghadapi berbagai masalah. Theodor,
didukung oleh Raja Egfridus, pengganti Oswy, berusaha membagi wilayah keuskupan
York sebagai protes terhadap kebijakan Wilfridus menerapkan tata cara liturgi
Roma di keuskupan York. Wilfridus berangkat ke Roma untuk melaporkan langsung
masalah itu kepada Sri Paus Agatho (678-681). Paus mendukung Wilfridus dan
mempersalahkan Theodor dan Raja Egfridus. Namun Egfridus tidak menerima apa
yang diputuskan Paus Agatho. Oleh karena itu, Wilfridus pergi ke Inggris
Selatan dan selama 5 tahun bekerja di sana di antara orang-orang Saxon. Baru
pada tahun 686 ia didamaikan dengan Theodor dengan bantuan Raja Aldfridus,
pengganti Egfridus. Namun pada tahun 691, Wilfridus sekali lagi dibuang karena
tidak menyetujui pembagian wilayah keuskupan York. Karena itu pada tahun 704,
Wilfridus sekali lagi pergi ke Roma untuk melaporkan masalah itu kepada Sri Paus Yohanes VI (701-705). Paus menganjurkan
agar segera diadakan suatu sinode di Yorkshire untuk mencari jalan terbaik bagi
masalah itu. Sinode akhirnya mencapai kesepakatan yaitu bahwa Ripon dan Hexham
dipercayakan kepada pelayanan Wilfridus. Wilfridus meninggal dunia sementara
dalam suatu kunjungan pastoral di biara Santo Andreas, di Oundle,
Northamtonshire pada tahun 709.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St. Edward
Raja St Edward
adalah salah seorang yang paling dikasihi dari semua raja Inggris. Ia hidup
pada abad kesebelas. Oleh sebab para musuh di tanah airnya sendiri, ia harus
tinggal di Normandy, Perancis, sejak usianya sepuluh tahun hingga empatpuluh
tahun. Ketika ia pulang kembali untuk memimpin negeri, segenap rakyat
menyambutnya dengan sukacita.
St Edward adalah
seorang yang tinggi dan tegap perawakannya, tetapi kesehatannya amat rapuh.
Meski begitu ia dapat memimpin negerinya dengan baik dan senantiasa memelihara
kedamaian di negerinya. Ini karena ia percaya dan mengandalkan Tuhan. Raja
Edward ikut ambil bagian dalam misa setiap hari. Ia adalah seorang yang lemah
lembut dan baik hati, yang tidak pernah berbicara kasar. Kepada orang-orang
miskin dan orang-orang asing, ia menunjukkan belas kasih yang istimewa. Ia juga
membantu para biarawan dengan segala cara yang dapat ia lakukan. Adalah
keadilannya kepada setiap orang dan kasihnya kepada Gereja Tuhan yang
menjadikan St Edward begitu populer di kalangan rakyat Inggris. Mereka akan
bersorak-sorai sementara ia mengendarai kudanya keluar istana.
Meski ia seorang
raja dengan kekuasaan yang besar, St Edward menunjukkan kejujurannya dengan
jalan menepati janjinya kepada Tuhan dan kepada rakyat. Sewaktu masih tinggal
di Normandy, ia mengucapkan suatu ikrar kepada Tuhan. Ia mengatakan bahwa
apabila keluarganya berkesempatan melihat masa-masa yang lebih baik, ia akan
pergi berziarah ke makam St Petrus di Roma. Setelah dinobatkan sebagai raja, ia
rindu untuk menepati ikrarnya ini. Tetapi para bangsawan tahu bahwa tak akan
ada siapa-siapa lagi yang akan memelihara perdamaian diantara orang-orang yang
gemar berperang di tanah itu. Jadi, meski mereka mengagumi devosi raja, mereka
tak hendak membiarkannya pergi. Segala masalah ini disampaikan kepada paus, St Leo
IX. Bapa Suci memutuskan bahwa raja dapat tinggal di kerajaannya. Beliau
mengatakan bahwa hendaknyalah Raja Edward membagi-bagikan uang yang seharusnya
dipergunakannya untuk berziarah kepada orang-orang miskin. Ia hendaknya juga
membangun atau memperbaiki suatu biara demi menghormati St Petrus. Dengan taat,
raja melaksanakan keputusan paus. Raja wafat pada tahun 1066 dan dimakamkan di
sebuah biara indah yang telah ia bangun kembali. Ia dimaklumkan sebagai santo
oleh Paus Alexander III pada tahun 1161.
Raja yang
kudus ini berusaha sepanjang hidupnya untuk mempergunakan karunia-karunia yang
diberikan kepadanya demi menolong sesama. Adakah aku mempergunakan
karunia-karunia yang diberikan kepadaku untuk berbuat kebajikan?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santa Eustokia OSB, Pengaku Iman
Eustokia lahir sebagai anak haram seorang suster yang tergoda. Ia
sering sakit dan kerasukan roh jahat. Tetapi karena berpegang teguh pada
kerahiman Tuhan, lagi pula sangat sabar dan taat pada bimbingan bapa
pengakuannya, suster di Padua, Italia ini menjadi suci. Jenazahnya tetap utuh
sampai sekarang. Ia meninggal dunia pada tahun 1469.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Kalistus I
Paus hebat yang wafat
sebagai martir ini hidup pada awal abad ketiga. Dulunya ia seorang budak belian
muda di Roma yang terjerumus dalam suatu masalah yang amat serius. Tuannya,
seorang Kristen, memberinya tanggung jawab untuk mengelola sebuah bank. Suatu
ketika, Kalistus kehilangan uang yang dititipkan kepadanya oleh orang-orang
Kristen lainnya. Karena ketakutan, Kalistus melarikan diri dari Roma. Ia
tertangkap setelah mencoba meloloskan diri dengan menceburkan diri ke dalam
laut. Hukuman yang dijatuhkan kepadanya sungguh sangat mengerikan: ia dirantai
dan dihukum kerja paksa di sebuah penggilingan.
Kalistus
dibebaskan dari hukuman ini hanya karena para nasabahnya berharap bahwa ia
dapat mengembalikan sebagian dari uang mereka. Tetapi, sekali lagi ia
ditangkap. Kali ini karena ia terlibat dalam suatu perkelahian. Kalistus
dikirim ke pertambangan-pertambangan di Sardinia. Ketika kaisar membebaskan
semua tawanan Kristen yang dihukum di pertambangan-pertambangan tersebut,
Kalistus juga ikut dibebaskan. Sejak saat itu, hidupnya mulai membaik.
Paus St.
Zephrinus mengenal serta memberikan kepercayaan kepada budak yang baru
dibebaskan itu. Ia menugaskan Kalistus untuk mengurus pemakaman umum umat
Kristiani di Roma. Sekarang pemakaman tersebut dinamai sesuai namanya:
Katakombe St. Kalistus. Banyak paus dimakamkan dalam katakombe tersebut.
Kalistus membuktikan bahwa dirinya pantas mendapat kepercayaan dari Bapa Suci.
St. Zephrinus tidak saja mentahbiskannya sebagai seorang imam, tetapi juga
menganggapnya sebagai seorang sahabat sekaligus penasehat.
Kelak, St.
Kalistus sendiri menjadi seorang paus. Sebagian orang mengeluh karena ia
terlalu murah hati kepada orang-orang berdosa. Namun demikian, paus yang kudus
itu memutuskan bahwa bahkan para pembunuh pun diperkenankan menerima Komuni
Kudus setelah mereka bertobat serta mengakukan dosa-dosa mereka. Paus hebat ini
selalu mempertahankan ajaran-ajaran Yesus yang benar. Ia wafat pada tahun 222
dalam kemuliaan seorang martir.
Hidup St.
Kalistus mengingatkan kita bahwa Tuhan dapat memilih siapa saja untuk melakukan
karya-Nya - yang kita perlukan hanyalah iman dalam kuasa-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
St.
Theresia dari Avila
Theresia
dilahirkan di Avila, Spanyol, pada tanggal 28 Maret tahun 1515. Sebagai seorang
gadis kecil di rumah keluarganya yang kaya, Theresia dan kakaknya: Rodrigo suka
sekali membaca riwayat hidup para kudus dan para martir. Bagi mereka, tampaknya
menjadi martir adalah cara mudah untuk dapat pergi ke surga. Oleh karena itu
kedua anak tersebut secara diam-diam berencana untuk pergi ke tanah Moor.
Sementara mereka menapaki jalan, mereka berdoa agar mereka boleh wafat bagi
Kristus. Tetapi, mereka belumlah jauh dari rumah ketika mereka bertemu dengan
paman mereka. Seketika itu juga sang paman membawa mereka pulang ke pelukan ibu
mereka yang sudah teramat cemas. Kemudian, anak-anak itu bermaksud untuk
menjadi pertapa di pekarangan rumah mereka. Rencana ini pun tidak berhasil
juga. Mereka tidak dapat mengumpulkan cukup banyak batu untuk membangun gubug
mereka. St. Theresia sendirilah yang menuliskan kisah masa kecilnya yang
menggelikan itu.
Namun demikian,
ketika Theresia tumbuh menjadi seorang gadis remaja, ia berubah. Ia banyak
membaca buku-buku novel dan kisah-kisah roman picisan hingga ia tidak punya
banyak waktu lagi untuk berdoa. Ia lebih banyak memikirkan cara merias serta
mendadani dirinya agar tampak cantik. Tetapi, setelah ia sembuh dari suatu
penyakit parah, Theresia membaca sebuah buku tentang St. Hieronimus yang
hebat. Pada saat itu juga, ia bertekad untuk menjadi pengantin Kristus. Ketika
menjadi seorang biarawati, amatlah susah bagi Theresia untuk berdoa. Selain
itu, kesehatannya pun buruk. Ia menghabiskan waktunya setiap hari dengan
mengobrol tentang hal-hal yang remeh. Suatu hari, di hadapan lukisan Yesus, ia
merasakan suatu kesedihan yang mendalam bahwa ia tidak lagi mencintai Tuhan.
Sejak itu, ia mulai hidup hanya bagi Yesus saja, tidak peduli betapa pun
besarnya pengorbanan yang harus dilakukannya.
Sebagai balas
atas cintanya, Kristus memberikan kepada St. Theresia karunia untuk
mendengar-Nya berbicara kepadanya. Ia juga mulai belajar berdoa dengan cara
yang mengagumkan juga. St. Theresia dari Avila terkenal karena mendirikan
biara-biara Karmelit yang baru. Biara-biara tersebut dipenuhi oleh para
biarawati yang rindu untuk hidup kudus. Mereka banyak berkurban untuk Yesus.
Theresia sendiri memberi teladan kepada mereka. Ia berdoa dengan cinta yang
menyala-nyala dan bekerja keras melakukan tugas-tugas biara.
St. Theresia
adalah seorang pemimpin besar dan seorang yang sungguh-sungguh mengasihi Yesus
serta Gereja-Nya. Ia wafat pada tahun 1582 dan dinyatakan kudus oleh Paus
Gregorius XV pada tahun 1622. Ia digelari Pujangga Gereja oleh Paus Paulus VI
pada tahun 1970.
St. Theresia
mengajarkan bahwa kita harus memiliki kepercayaan yang besar akan kasih
penyelenggaraan Tuhan bagi kita. Ia menulis bahwa seseorang yang memiliki
Tuhan, tidak kekurangan suatu apa pun; Tuhan saja sudah cukup.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
16 Oktober
Santo Gerardus dari Mayella
Gerardus
lahir di Muro Lucano, Napoli Selatan, Italia pada bulan April 1726. Beliau
dikenal sebagai seorang bruder awam dalam Tarekat Redemptoris yang didirikan
oleh Santo Alfonsus Liguori. Ia membuat banyak mujizat dan tanda heran baik
selagi masih hidup maupun sesudah kematiannya.
Semua karunia adikoderati itu
sesungguhnya sudah dialami Gerardus sejak masa kecilnya. Sewaktu kecil Gerardus
biasa suka bermain dengan kawan-kawannya. Hal ini merupakan pengalaman umum
anak-anak. Apabila kawan-kawannya tidak mau bermain dengannya, ia biasa masuk
ke kapela untuk sekedar melihat-lihat patung Bunda Maria dan Kanak-kanak Yesus
yang ada di sana. Konon pada suatu hari, Kanak-kanak Yesus turun dari gendongan
Maria dan bermain-main dengan Gerardus. Pengalaman ini menumbuhkan dalam
hatinya cinta dan kerinduan besar pada Yesus. Karena cinta dan kerinduan itu,
ia ingin sekali cepat menyambut Tubuh Yesus. Konon pada umur 7 tahun Malaekat
Agung Mikhael memberinya Komuni Kudus secara ajaib, meskipun aturan Gereja pada
masa itu belum mengizinkan dia menerima Komuni Kudus.
Ketika berusia 12 tahun,
ayahnya meninggal dunia. Ia terpaksa berhenti sekolah karena harus menggantikan
ayahnya mencari nafkah bagi ibu dan adik-adiknya. Ia menjadi pelayan seorang
tukang jahit. Sambil melayani majikannya, ia juga belajar menjahit pakaian. Ia
memperoleh manfaat ganda dari pekerjaannya itu, yaitu dapat menghidupi ibu dan
adik-adiknya dan mahir/trampil menjahit pakaian. Setelah itu, ia berhenti
bekerja pada majikan itu dan menjadi pelayan di istana Uskup Lacedonia. Di sini
ia semakin berkembang dalam kehidupan rohaninya karena mempunyai banyak waktu
yang tenang untuk berdoa. Pada suatu hari, kunci rumah yang ada di saku bajunya
jatuh ke dalam sumur ketika ia sedang menimba air. Pelayan yang lain berdiri
mengelilingi sumur itu sambil memarahi dia. Tetapi dia sendiri tidak hilang
akal. Ia segera berlari ke dalam kapela dan mengambil patung anak Yesus. Patung
itu diikatkannya pada timba lalu diturunkannya ke dalam sumur. Sungguh
mengherankan bahwa ketika ditariknya kembali timba itu, kunci itu melekat erat
pada tangan Yesus. Yesus memberi kembali kunci itu kepadanya. Kawan-kawannya
terheran-heran karena tanda heran itu. Bagi Gerardus sendiri, pengalaman ini
semakin menebalkan imannya dan mendorongnya lebih kuat untuk menjalani hidup
bakti kepada Tuhan di dalam biara. Sepeninggal Uskup Lacedonia, Gerardus
kembali ke kampung halamannya dan mendirikan usaha jahit-menjahit bagi
penghidupan keluarganya.
Di Muro Lucano, usahanya
berkembang baik. Dengan pendapatannya ia lebih banyak membantu ibu dan adik-adiknya,
orang-orang miskin bahkan juga Gereja. Sementara itu, cita-citanya rnenjadi
biarawan terus rnengusik batinnya. Ia lalu mengajukan permohonan kepada
pimpinan tarekat Redemptoris tetapi ditolak karena kesehatannya kurang baik.
Namun karena niatnya yang benar-benar tulus dan murni, akhirnya pada tahun
1749, ia diterima juga dalam tarekat itu di Deliceto. Santo Alfonsus Liguori,
pendiri tarekat Redemptoris, benar-benar kagum pada Gerardus karena saleh dan
rajin dalam tugas-tugasnya. Oleh karena itu, Alfonsus memperpendek masa
novisiatnya tidak sebagaimana biasanya menurut aturan yang ada. Pada tahun 1752
ia mengucapkan kaulnya sebagai bruder awam dalam tarekat Redemptoris.
Di dalam biara, Geradus
ditugaskan menjadi penjaga pintu, koster, perawat rekan-rekannya yang sakit dan
menjahit pakaian bagi semua penghuni biara. Tiga tahun berikutnya, ia mulai
terkenal luas karena berbagai tanda heran yang dilakukannya. Ia pandai meramal,
dapat berada sekaligus di dua tempat pada saat yang sama (bilokasi), membaca
pikiran dan hati nurani seseorang, dan dapat berkomunikasi dengan
binatang-binatang. Pernah dalam suatu keadaan ekstase, ia terbang sejauh
setengah mil jauhnya.
Karena
semua karunia adikoderati itu, Gerardus ditunjuk menjadi pembimbing rohani
untuk beberapa biara dan diangkat sebagai penasehat rohani bagi rohaniwan
lainnya. Ia bekerja di biara Napoli dan Caposele dan sering mendampingi para
misionaris dalam perjalanan-perjalanan misioner mereka ke berbagai tempat. Ia
sendiri mengadakan beberapa kali penyembuhan orang sakit secara ajaib. Hari dan
jam kematiannya diketahui pasti jauh sebelum terjadi. Gerardus meninggal dunia
pada tanggal 15 Oktober 1755 di biara Caposele, Italia. Pada tanggal 29 Januari
1893 ia dinyatakan sebagai 'beato' oleh Sri Paus Leo XIII (1878-1903) dan
dinyatakan 'santo' oleh Paus
Pius X(1903-1914) pada tanggal 11 Desember 1904.
Santa Hedwiq, Janda
Puteri
keturunan bangsawan Hungaria dan tante dari Santa Elisabeth Hungaria ini lahir
pada tahun 1174. Ketika berusia 12 tahun ia kawin dengan Hendrikus, seorang
Pangeran Polandia. Tuhan mengaruniakan kepada mereka 7 orang anak. Setelah
suaminya gugur dalam peperangan melawan tentara Dschengis Khan, ia masuk biara
Suster-suster Benediktin. Dengan harta kekayaannya ia banyak membantu orang-orang
miskin dan penderita kusta, mendirikan biara serta meningkatkan taraf
pendidikan dan kebudayaan warga penduduk Silesia (Jerman Timur/Polandia). Ia
meninggal dunia pada tahun 1243.
Santa Margaretha Maria Alacoque, Perawan
Margaretha
Maria Alacoque lahir pada tanggal 22 Juli 1647 di kota Janots Burgundia,
Lhautecour, Prancis. Nama 'Maria' yang dikenakannya adalah nama Krismanya.
Ayahnya, Alacoque, adalah seorang notaris. Ibunya bernama Filibertha Lamyn.
Pasangan saleh ini dikaruniai tujuh orang anak, yang hampir semuanya mati dalam
usia muda. Hanya Margaretha yang hidup agak lebih lama.
Margaretha berwatak tenang,
manis dan saleh. Ia lebih suka akan kesunyian daripada bermain-main dan
berhura-hura. Oleh karena itu ia sangat dikasihi bahkan dimanjakan oleh
ibu-bapaknya. Tetapi Tuhan rupanya mempunyai suatu rencana khusus atas dirinya.
Untuk memperkuat mental dan imannya dalam rangka rencana rahasia itu, Tuhan
mencobai dia dengan berbagai peristiwa yang menekan batin. Ayahnya meninggal
dunia, dan ibunya jatuh sakit berat. Dalam situasi demikian, nenek dan bibinya
sendiri tidak bersikap ramah padanya. Namun semua perlakuan itu tidak
diperdulikannya karena ia tidak mau menyakiti hati ibunya yang sedang sakit
itu. Sementara itu kesukaannya dalam kesunyian semakin membawa dia ke dalam
kebiasaan untuk berdoa lebih kusuk lagi. Besar cinta bakti dan hormatnya kepada
Bunda Maria dan Tuhan Yesus yang hadir di dalam Sakramen Mahakudus. Untuk
memperkuat kehidupan rohaninya ia menjalankan matiraga yang keras dan tanpa
memahami benar-benar apa artinya sebuah kaul, ia selagi masih muda telah
menjanjikan kemurniannya sepanjang hidup kepada Allah.
Ketika masih kecil, ia dididik
oleh Suster-suster Klaris di Charolles, Prancis. Dari usia 11-15 tahun, ia
menderita sakit reumatik yang hebat sehingga terpaksa harus terus berbaring di
atas tempat tidur. Semua peristiwa yang menimpa dirinya boleh dikatakan
merupakan penyelenggaraan ilahi atas dirinya, karena sesudah sembuh dari sakit
itu, ia mengalami penampakan-penampakan Tuhan Yesus.
Dalam penampakan-penampakan
itu, Yesus biasanya tampak dalam keadaan bermahkota duri atau disalibkan.
Pengalamannya akan penampakan-penampakan itu seolah terus mendesak dia untuk
memasuki cara hidup membiara demi bakti yang menyeluruh kepada Allah. Oleh
karena itu, pada tahun 1671 ia masuk biara Visitasi di Paray le Monial. Di sini
Tuhan menampakan diri kepadanya dan menyampaikan wahyu tentang devosi kepada
Hati Kudus Yesus. Pada bulan Desember 1673, ia mendapat wahyu pertama berkenaan
dengan penghormatan kepada Hati Kudus Yesus. Mulai saat itu hatinya sendiri
dipenuhi cinta ilahi Yesus. Selama 18 bulan Yesus terus-menerus menampakan diri
kepadanya untuk menjelaskan apa yang telah dikatakanNya pada wahyu pertama.
Inilah isi ringkas pesan Tuhan
itu: "Orang harus menghormati HatiNya yang Mahakudus. Bentuk Hati Yesus
itu - sebagaimana tergambar jelas dalam penampakan yang dialami Suster
Margaretha Maria - ialah sebuah hati manusia yang bermahkota duri, tergores
luka, dengan api dan cahaya kemilau. Yesus mengatakan bahwa kendatipun Ia
sungguh-sungguh mencintai manusia, tetapi manusia membalas cintaNya dengan
sikap dingin dan acuh tak acuh. Secara khusus Ia mengingatkan umat akan bahaya
ajaran sesat Yanssenisme yang telah berkembang luas di seluruh Prancis. Adalah
tugas Margaretha untuk mengimbangi semua kelemahan dan kekurangan umat manusia.
Margaretha harus seringkali menerima Komuni Kudus, teristimewa pada hari Jumat
Pertama setiap bulan selama sembilan bulan berturut-turut. Selain itu, ia harus
berjaga di hadapan Sakramen Mahakudus pada setiap malam Jumat sebagai kenangan
akan penderitaanNya dan pengkhianatan atas diriNya di Taman Getzemani pada hari
Kamis Putih. Pada Oktaf Hari Raya, Tubuh Kristus tahun 1675, Tuhan sekali lagi
menampakan diri kepada Margaretha untuk memberikan kepadanya Wahyu Hati Kudus
yang terakhir dan yang terpenting: "Ingatlah akan HatiKu yang begitu
mencintai manusia hingga habis-habisan; bahkan menjadi lelah dan habis terbakar
oleh cinta itu. Sebagai pengganti terimakasih, Aku menerima dari banyak orang
hanya sikap acuh tak acuh, ketidaksopanan dan dosa sakrilegi, sikap dingin dan
caci maki."
Meskipun Margaretha memberi kesaksian tentang penampakan-penampatan Tuhan padanya, rajin dan tabah dalam menghormati Hati Kudus Yesus, namun devosi khusus terhadap Hati Kudus - sebagaimana diminta langsung oleh Yesus - tidak ditanggapi serius dan tidak diakui oleh Gereja dalam kurun waktu yang cukup lama sesudah kematian Margaretha. Ia sendiri mendapat perlakuan yang kurang simpatik dari rekan-rekan susternya, karena mereka menganggap semua penampakan yang diceritakannya sebagai berita bohong belaka. Untunglah bahwa tidak semua rohaniwan bersikap demikian.
Dalam
penyelenggaraan ilahiNya, Tuhan mengirim Pastor Claude de la Colombiera SY
menjadi Bapa Pengakuan untuk Suster-suster Visitasi di biara Paray-le-Monial.
Dia-lah orang pertama yang menaruh perhatian besar kepada cerita-cerita Suster
Margaretha tentang penampakan-penampakan Tuhan serta pesan-pesanNya itu. Beliau
menunjukkan sikap simpatik dan memberi dukungan besar kepada Margaretha.
Sepeninggal Suster Margaretha, pastor Claude, melalui tulisan-tulisannya dan
kotbah-kotbahnya di Inggris dan Prancis, menyebarluaskan berita
penampakan-penampakan Tuhan yang dialami Suster Margaretha. Seluruh umat
tertarik pada peristiwa itu. Dan sejak itu mulai digalakkan devosi kepada Hati
Kudus Yesus dan Jam Suci di hadapan Sakramen Mahakudus sebagaimana dipesankan
Tuhan kepada Margaretha. Tak lama kemudian pada tahun 1765. Pesta Hati Kudus
Yesus direstui oleh Sri Paus, dan Margaretha menjadi teladannya. Margaretha
Maria Alacoque meninggal dunia di biara Paray-le-Monial pada tanggal 17 Oktober
1690. la dinyatakan 'santa' pada tahun 1920.
Santo Gallus, Pengaku Iman
Di
antara 12 rahib terkenal dari Irlandia yang berkarya di Eropa sebagai
misionaris pengikut Santo Kolumbanus, Gallus diakui sebagai rasul pertama dan
utama negeri Swiss. Ia mendirikan sebuah biara pertapaan yang kemudian menjadi
terkenal karena menaruh perhatian khusus pada studi ilmu-ilmu klasik. Gallus
lahir di Irlandia kira-kira pada tahun 550, dan meninggal dunia pada tahun 635
di Sint. Gall, sebuah kota di Swiss yang dinamai dengan namanya.
Setelah dididik bersama dengan Santo Kolumbanus di biara Bangor, Irlandia, Gallus membantu Kolumbanus untuk membangun biara-biara di Annegray dan Luxeuil, Prancis. Ia dengan setia menemani Kolumbanus dan rahib-rahib lainnya ketika mereka diusir dari Luxeuil oleh Raja Burgundy; bersama mereka pun Gallus selamat dari kecelakaan kapal yang mereka tumpangi dan mendarat di Swiss. Pada tahun 1612 Gallus berpisah dengan rekan-rekannya karena Kolumbanus memutuskan untuk pergi ke arah selatan yaitu ke Italia. Gallus tidak turut bersama mereka ke Italia karena ia jatuh sakit pada hari keberangkatan mereka. Gallus kemudian memutuskan untuk tinggal menetap di daerah sekitar Danau Konstance sebagai seorang pertapa. Di daerah ini ia mendirikan sebuah biara pertapaan. Pertapaan ini berkembang menjadi sebuah perkampungan monastik dengan gubuk-gubuk untuk para rahib yang menjadi muridnya. Sekarang daerah ini sudah menjadi satu kota di Swiss yang dikenal dengan nama kota Sint Gall.
Gallus senantiasa menjalin
hubungan dengan rekan-rekannya yang tinggal di biara Bangor, Irlandia, dan juga
dengan para rahib yang tinggal di biara-biara yang dibangunnya bersama
Kolumbanus. Kepada rekan-rekannya ia mengatakan bahwa kematian Kolumbanus telah
diketahuinya melalui suatu penglihatan ajaib yang dialaminya. Rekan-rekan
Gallus di biara Luxeuil ingin mengangkat dia menjadi pemimpin mereka, namun
Gallus dengan tegas menolak karena Luxeuil sudah menjadi komunitas yang tidak
memperhatikan lagi nilai kesederhanaan dan kemiskinan hidup menurut semangat
Injil. Baginya Luxeuil tidak lagi menarik perhatiannya. Ia lebih suka dengan
kesederhanaan dan kemiskinan. Dengan alasan yang sama ia juga menolak ketika ia
diminta menjadi Uskup.
Hampir semua cerita tentang
Gallus mengisahkan tentang danau dan jala ikan, perahu dan alat-alat
perlengkapan lainnya. Oleh karena itu orang beranggapan bahwa Gallus adalah seorang
nelayan yang memanfaatkan keahliannya menangkap ikan untuk memperoleh nafkah
bagi kehidupan murid-muridnya. Tahun-tahun terakhir hidupnya dimanfaatkannya
untuk berdoa, meditasi dan menangkap ikan.
Cendera
mata populer yang diberikan kepada para wisatawan yang berkunjung ke kota Sint
Gallus ialah ukiran seekor beruang dari kayu. Ukiran beruang ini mengisahkan
tentang suatu peristiwa yang dialami oleh Santo Gallus, bahwa ia pernah
menjinakkan seekor beruang sewaktu ia memulai pembangunan biara pertapaannya di
pesisir Sungai Steinnach. Konon, setelah Gallus menyelidiki pesisir sungai itu,
ia bersama pembantunya mendirikan sebuah pondok di situ; pada malam pertama
tiba-tiba seekor beruang menyelinap masuk karena melihat cahaya api unggun di
dalam pondok itu. Pembantunya gemetar ketakutan dan berteriak minta tolong pada
Gallus yang sedang berdoa. Dengan tenang Gallus menghadap beruang itu,
membelai-belai punggungnya lalu menyuruhnya menaruh kayu bakar ke dalam api
unggun itu. Beruang itu taat pada perintah Gallus, Sepeninggal Gallus pada
tahun 635, biara pertapaannya berkembang pesat. Perpustakaannya tergolong
sangat baik di seluruh Eropa pada Abad Pertengahan; sekolahnya terkenal karena
studi ilmu-ilmu klasik, musik, dan kesenian.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Ignatius dari Antiokhia
St. Ignatius
dari Antiokhia telah dikenal sejak masa gereja perdana. Ia dilahirkan pada
tahun 50. St. Hieronimus dan St. Yohanes Krisostomus keduanya
berpendapat bahwa makamnya terletak dekat pintu gerbang kota Antiokhia.
Ignatius adalah Uskup Antiokhia yang ketiga. Di kota inilah St. Petrus berkarya
sebelum ia pindah ke Roma. Di kota ini jugalah pertama kalinya para pengikut
Kristus disebut Kristen. Ignatius dijatuhi hukuman mati dalam masa pemerintahan
Kaisar Trajan. Ia digiring dari Antiokhia ke gelanggang pertunjukan di pusat
kota Roma.
Meskipun
kepergiannya ke Roma berada dalam pengawalan ketat pasukan, Ignatius sempat
singgah di Smyrna dan Troas. Dari kota-kota tersebut ia menulis beberapa pucuk
surat kepada umat Kristiani. Dengan demikian, ia menggunakan cara yang sama
dengan St. Paulus dalam mewartakan Kabar Sukacita. Salah satu surat yang
ditulis Ignatius dari Troas ditujukan kepada St. Polikarpus, seorang rekan
uskup, yang kelak juga menjadi seorang martir.
Ketika Ignatius
yang terkasih tiba di Roma, ia bergabung dengan umat Kristiani yang pemberani
yang menantinya di penjara. Akhirnya, tibalah hari dimana sang uskup
dilemparkan ke arena pertunjukan. Dua ekor singa ganas menerkamnya. St.
Ignatius wafat sekitar tahun 107. Ia mewariskan kepada kita kesaksian hidup
Kristiani serta surat-suratnya yang indah.
“Berdoalah
bagiku, supapa aku jangan jatuh dalam pencobaan.”
Mari menimba
keberanian dalam kesaksian hidup serta doa-doa St. Ignatius.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
St.
Lukas
Menurut tradisi,
Lukas adalah seorang dokter kafir. Ia seorang yang lembut serta baik hati, yang
mengenal Kristus melalui pewartaan Rasul St. Paulus. Setelah menjadi seorang
Kristen, ia pergi menyertai Paulus ke berbagai tempat. Lukas merupakan seorang
penolong yang banyak membantu Rasul Paulus dalam mewartakan iman. Kitab Suci
menyebut Lukas sebagai “tabib Lukas yang kekasih.”
St. Lukas adalah
penulis dua buah kitab dalam Kitab Suci, yaitu Injil Lukas dan Kisah Para
Rasul. Meskipun Lukas tidak pernah bertemu dengan Yesus semasa Ia hidup di
dunia, Lukas ingin menulis tentang Dia bagi umat Kristiani yang baru bertobat.
Jadi, ia berbicara dengan mereka-mereka yang mengenal Yesus. Ia mencatat semua
perbuatan Yesus yang mereka lihat dan Sabda Yesus yang mereka dengar. Menurut
tradisi, Lukas memperoleh sebagian informasi penting dari Santa Perawan Maria
sendiri. Bunda Maria merupakan orang yang tepat yang dapat menggambarkan secara
jelas kedatangan Malaikat Gabriel kepadanya untuk menyampaikan Kabar Gembira.
Bunda Maria-lah yang paling dapat menceritakan secara rinci kisah kelahiran
Yesus di Betlehem serta pengungsian Keluarga Kudus ke Mesir.
Lukas juga
menuliskan kisah tentang bagaimana para rasul mulai mewartakan Sabda Yesus
setelah Ia kembali ke surga. Dalam kitab tulisan Lukas, Kisah Para Rasul, kita
mengetahui bagaimana Gereja mulai tumbuh dan berkembang.
St. Lukas adalah
santo pelindung para dokter. Kita tidak tahu pasti bilamana atau di mana Lukas
wafat. Ia merupakan salah seorang dari keempat penulis Injil.
Dari Injil
Lukas kita mengenal cinta serta belas kasih Yesus. Luangkan sedikit waktu hari
ini untuk membaca dengan khidmat sebagian dari Injil yang ia tulis.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
St.
Yohanes de Brebeuf, St. Isaac Jogues, dkk
Lebih dari tiga
ratus tahun yang lalu, enam orang imam Yesuit bersama dua orang awam, semuanya
berasal dari Perancis, wafat sebagai martir di Amerika Utara. Kedelapan orang
kudus ini wafat sebagai martir antara tahun 1642 dan 1649. Mereka adalah
sekelompok misionaris yang paling gagah berani. Mereka mengorbankan segala
sesuatu yang mereka miliki demi mewartakan Kristus kepada orang-orang pribumi
Amerika Utara. Setelah berjuang keras, mereka berhasil mempertobatkan banyak
orang dari suku Indian Huron. Tetapi suku Iroquois, musuh bebuyutan suku Huron,
membunuh mereka semua.
St. Yohanes de
Brebeuf menderita tbc. Di Perancis, sakitnya begitu parah hingga ia bahkan
tidak dapat mengajar banyak kelas. Namun demikian, ia menjadi seorang rasul
yang gagah berani serta mengagumkan. Keberaniannya menakjubkan suku Iroquois
yang biadab sementara mereka menyiksanya hingga tewas.
St. Isaac Jogues
dianiaya dengan hebat oleh suku Mohawk, tetapi dibebaskan oleh orang-orang
Belanda. Ia pulang ke Perancis, namun segera kembali ke Amerika Utara. Pastor
Jogues ditebas dengan tomahawk (kampak perang orang Indian) oleh Kelompok
Beruang dari suku Mohawk.
St. Antonius
Daniel baru saja selesai mempersembahkan Misa bagi umatnya dari suku Huron,
ketika suku Iroquois menyerang desa mereka. Orang-orang Indian Kristen memohon
kepadanya agar ia berusaha melarikan diri. Tetapi Pastor Daniel tetap tinggal.
Ia ingin membaptis semua orang yang menangis serta memohon dengan sangat
kepadanya agar diberi Sakramen Baptis sebelum mereka semua dibunuh. Suku
Iroquois membakarnya hingga tewas dalam kapelnya yang kecil. St. Gabriel
Lallemont disiksa hingga tewas bersama dengan St. Yohanes de Brebeuf. St.
Charles Garnier tertembus peluru suku Iroquois dalam suatu serangan mendadak,
tetapi ia masih mencoba merangkak untuk menyelamatkan seorang yang sedang
sekarat. Ia sendiri kemudian terbunuh oleh tebasan kampak. St. Noel Chabenel
harus mengalami berbagai kesulitan, tetapi ia telah bertekad untuk tetap
tinggal di Amerika Utara. Ia dibunuh oleh seorang pengkhianat Huron. Kedua
orang pembantu awam, Rene Goupil dan John Lalande, keduanya tewas oleh tebasan
tomahawk. Jadi, dengan cara demikianlah para pahlawan Kristus tersebut
menyerahkan nyawanya bagi pertobatan orang-orang pribumi Amerika Utara. Setelah
kematian mereka, para misionaris yang datang kemudian, dapat mempertobatkan hampir
semua suku di mana para martir berkarya. Pahlawan-pahlawan yang gagah berani
ini, yang sering disebut sebagai para martir Amerika Utara, dinyatakan kudus
oleh Paus Pius XI pada tahun 1931.
Kerinduan
terbesar dari para martir kudus ini adalah agar orang lain mengenal cinta kasih
serta persahabatan dengan Yesus. Suatu ketika St. Isaac Jogues menyatakan
tekadnya untuk mewartakan Injil dengan berkata, “Aku hendak melakukan apa pun
yang dikehendaki Tuhan, meskipun itu harus dibayar dengan seribu nyawa.”
Paulus Danei
dari Ovada, Italia, dilahirkan dalam sebuah keluarga pedagang pada tahun 1694.
Ia seorang Kristen yang baik serta saleh. Ketika usianya sembilan belas tahun,
Paulus memutuskan untuk menjadi seorang tentara. Setahun kemudian ia
meninggalkan dinas kemiliteran. Pada musim panas tahun 1720, Paulus memperoleh
suatu pengalaman rohani. Ia memperoleh tiga penglihatan untuk membentuk suatu
ordo religius baru. Paulus tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi,
jadi ia pergi kepada Bapa Uskup untuk mohon bimbingan. Bapa Uskup mempelajari
masalahnya dan percaya bahwa penglihatan tersebut adalah benar. Ia mengatakan
kepada Paulus untuk terus maju dengan panggilan khususnya. Ia patut melakukan
apa yang diperintahkan kepadanya melalui penglihatan-penglihatan tersebut.
Paulus
melewatkan empatpuluh hari lamanya untuk berdoa dan bermatiraga. Selama waktu
itu ia menuliskan regula yang akan menjadi dasar hidupnya serta para pengikut
kongregasinya yang baru. Yohanes, saudara Paulus, dan dua orang muda lain ikut
bergabung dengannya. Paulus dan Yohanes ditahbiskan sebagai imam oleh Paus
Benediktus XIII pada tahun 1727.
Sepuluh tahun
kemudian, Biara Passionis (CP = Kongregasi Biarawan Passionis) yang pertama
berdiri. Paus Klemens XIV menyetujui ordo baru tersebut. Ia juga menyetujui
regula biara selang beberapa waktu kemudian. Disamping ketiga kaul kekal,
yaitu: kemiskinan, kemurnian dan ketaatan, Paulus dari Salib menambahkan kaul
keempat, yaitu: devosi kepada Sengsara Kristus. Pada tahun 1747, Passionis
telah memiliki tiga biara. Mereka berkhotbah serta memberikan retret dan
bimbingan rohani kepada umat di seluruh Italia.
Ketika ia wafat
ada tahun 1775, Paulus dari Salib sedang mulai membentuk Kongregasi
Biarawati Passionis. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius IX pada tahun 1867.
St. Paulus
dari Salib mengajarkan bahwa dalam Salib Yesus kita menemukan kebijaksanaan
sejati. Jika kita sedang mengalami kesulitan atau penderitaan, marilah kita
berdoa memohon kebijaksanaan sejati.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Petrus dari Alkantara,
Pengaku Iman
Pedro Garavito - demikian nama kecil Santo
Petrus Alkantara - lahir pada tahun 1499 di Alkantara, Spanyol dekat perbatasan
Portugal. Ayahnya menjabat sebagai gubernur dan ahli di bidang hukum. Ia cerdas
sekali dan semenjak masa mudanya, ia banyak mengalami karunia-karunia Allah
yang istimewa. Ia suka berdoa berjam-jam di rumah dan di gereja. Pernah suatu
hari ibunya mencari-cari dia di berbagai sudut kota di antara kawan-kawannya
namun tidak menemukannya. Lalu ia pergi ke gereja dan di sana ia menemukan
Pedro sedang dalam keadaan ekstase di hadapan Sakramen Mahakudus. Ia. bukan
seorang pemuda pengkhayal. Ia rajin sekali bekerja. Di sekolah ia dikenal
cerdas. Orangtuanya mencita-citakan pangkat duniawi yang tinggi baginya, namun
dia sendiri memprotes. "Terserahlah kepada Tuhan, Apa yang dikehendakiNya
dari padaku!" katanya.
Ketertarikannya pada cara hidup bakti
hanya kepada Tuhan berawal dari pengalamannya di gereja paroki. Di sana ia
melihat dua orang biarawan berpakaian jubah kasar berwarna coklat tua tanpa
mengenakan alas kaki. Mereka itu biarawan-biarawan dari tarekat Saudara-saudara
Dina Fransiskus. Melihat mereka, ia tergugah dan tergerak untuk
berbincang-bincang dengan biarawan-biarawan dina itu. Sejak itu, tanpa
sepengetahuan orang-tuanya dan tanpa kembali lagi ke rumah, ia meninggalkan
segala.-galanya dan secara diam-diam masuk Novisiat Tarekat Saudara-saudara
Dina Fransiskus.
Tarekat ini menghayati suatu tata tertib
hidup yang keras. Baginya hal itu bukanlah masalah karena hidup yang keras itu
justru telah menjadi cita-citanya. Kepadanya dipercayakan tugas berikut:
menjaga pintu biara, menjadi koster dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah
tangga biara lainnya. Banyak waktunya dia manfaatkan untuk berdoa.
Lama-kelamaan ia semakin berkembang dalam kehidupan rohani.
Mulanya ia tidak mau ditahbiskan menjadi
imam, namun atas desakan atasannya ia akhirnya mau juga menerima tahbisau
imamat itu. Ia kemudian menjadi terang bagi sesamanya dalam hal
kebajikan-kebajikan Kristiani. Kesungguhannya di dalam melaksanakan
tugas-tugasnya sebagai imam serta kesalehan hidupnya membuat dia mampu
membimbing banyak orang kembali ke jalan Tuhan. Pada umurnya 39 tahun, ia
dipilih rekan-rekannya menjadi Provinsial Ordonya. Dalam jabatannya ini, ia
mengadakan pembaharuan dalam tarekatnya: para biarawan dibagi-bagi dalam
kelompok-kelompok kecil sehingga dapat benar-benar secara pribadi menghayati
semangat kesederhanaan dan kemiskinan. Mereka tidak bersepatu, pantang daging
dan tidak minum anggur. Kewajiban mereka ialah banyak berdoa dan bersamadi. Ia
sendiri menjadi teladan dalam pelaksanaan cara hidup. demikian. Kepada
rekan-rekannya ia berkata: "Kalau kita mau mentobatkan orang lain, kita
harus terlebih dahulu bertobat. Susahnya ialah bahwa kita sekalian ingin
memperbaiki orang lain tanpa pernah berusaha memperbaiki diri sendiri."
Petrus mendukung usaha Santa Theresia dari Avilla dalam usahanya membaharui
ordonya. Ia menulis uraian yang mendalam tentang doa dan meditasi yang
mengalami 200 kali cetak ulang dan masih terus diterjemahkan hingga sekarang.
Karena cara hidupnya dan berbagai karyanya, ia sudah disebut 'kudus' oleh Santa
Theresia dari Avilla selagi ia masih hidup. Ia meninggal dunia pada tahun 1562
dalam usia 63 tahun.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
20
Oktober
Santa Maria Bertilla Boscardin, Pengaku
Iman
Apabila
kesucian hidup telah menjadi rencana Allah bagi seseorang, dan menjadi suatu
cita-cita dan semangat hidup yang dihayati penuh kesungguhan serta terus
diberkati Allah, halangan apa pun kiranya tidak mampu menutup jalan bagi
pencapaiannya. Santa Maria Bertilla Boscardin kiranya menjadi salah satu
buktinya. Beliau, anak seorang alkoholis, peminum kelas berat, sedang dia
sendiri pun lamban bahkan bodoh. Namun ia dikenal amat saleh, taat dan tenang.
Ia lahir pada tahun 1888 dan
dipermandikan dengan nama Anna Fransisca. Di dalam kelas ia termasuk anak yang
rajin namun sangat lamban dalam memahami pelajaran, sehingga oleh
teman-temannya ia dijuluki "Si Menthok". Semenjak di bangku sekolah,
ia bercita-cita menjadi seorang biarawati. Oleh karena itu ketika berumur 13
tahun, ia berjanji kepada Tuhan untuk menjaga kemurniannya. Ia mengiktarkan kaul
keperawanan secara privat.
Pada tahun 1905, ia masuk biara
'Dorothean' di Vicenza. Masa novisiatnya ia jalani dengan bekerja sebagai juru
masak bagi para pasien di rumah sakit Treviso. Setelah menerima kaul kekalnya,
ia mengganti namanya dengan Maria Bertilla. Ia tetap bekerja di rumah sakit
Treviso. Kali ini sebagai pemelihara anak-anak yang menderita sakit Difteri.
Maria Bertilla tidak menunjukkan suatu keistimewaan luar biasa secara nyata. Ia
sangat sederhana dan melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggungjawab. Selain
dari itu, secara diam-diam ia membina suatu cara hidup rohani yang sangat
mendalam. Ketika kota Treviso dibom oleh tentara-tentara Jerman pada Perang
Dunia I, ia dengan tekun merawat serdadu-serdadu yang luka. Rumah sakitnya
untuk sementara dipindahkannya ke Viggiu, dekat Commo. Kemudian setelah
gencatan senjata, ia baru kembali lagi ke Treviso.
Maria
Bertilla wafat dengan tenang di Treviso pada tanggal 20 Oktober 1922 dan
dinyatakan sebagai beata pada tanggal 8 Juni 1952 oleh Paus Pius XII (1939-1958).
Kemudian pada tanggal 11 Mei 1961, ia digelari 'santa' oleh Paus Yohanes XXIII
(1958-1963). Kesalehan hidup Maria Bertilla tetap membekas dalam hati
rekan-rekan suster dan umat Italia umumnya.
Santa Irene dari Portugal, Martir
Suster
Portugal yang cantik molek ini hidup pada awal abad ke-7. Ada beberapa pemuda
yang tertarik sekali padanya, bahkan berjuang untuk menikahinya. Namun Irene
yang saleh ini menolak lamaran mereka dengan halus. Karena merasa dikecewakan,
seorang pelamar menyebarkan fitnah bahwa Irene berbuat mesum. Kabar ini segera
menyebar luas dan memancing kemarahan, pelamar-pelamar lain. Salah seorang dari
pelamar-pelamar itu menyewa pembunuh bayaran untuk menamatkan riwayat suster
cantik itu. Irene lalu ditikam dan mayatnya dilemparkan ke dalam danau.
Suster-suster lain terus mencari Irene tetapi tidak menemukannya. Suatu malam
seorang nelayan disilaukan matanya oleh sinar ajaib yang muncul dari air danau
itu. Berkat sinar itulah, mayat Irene dapat diketemukan. Irene meninggal pada
tahun 653.
Maria-Teresia Soubiran, Pengaku Iman
Maria-Teresia
Soubiran lahir pada tahun 1834. Dalam usianya yang masih sangat muda (21
tahun), ia mendirikan sebuah tarekat religius suster-suster yang mengabdikan
diri untuk kesejahteraan dan kemajuan puteri-puteri yang terlantar di kota-kota
besar. Karena difitnah, ia dipecat dari jabatannya sebagai pemimpin tarekat,
bahkan dikeluarkan dari kongregasinya. Maria menerima semuanya dengan sabar dan
hidup dengan semangat doa di biara suster lain di Paris hingga hari kematianwya
pada tahun 1889.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Hilarion
Hilarion hidup
pada abad keempat. Ia seorang remaja yang tidak percaya ketika meninggalkan
rumahnya di Palestina. Ia sedang dalam perjalanan ke Mesir untuk bersekolah. Di
sana ia belajar mengenai iman Kristiani, dan segera ia dibaptis. Hilarion baru
berumur limabelas tahun pada waktu itu. Pertobatannya merupakan awal dari suatu
perjalanan gemilang yang menghantarnya semakin akrab dengan Tuhan. Tak lama
berselang, ia pergi mengunjungi St. Antonius yang terkenal itu di padang gurun. Hilarion ingin bersendiri dan
melayani Yesus yang baru saja ia kasihi dengan begitu mendalam.
Hilarion tinggal
bersama St Antonius selama dua bulan lamanya, tetapi tempat itu tidak cukup tenang
baginya. Banyak orang berdatangan mohon pertolongan St Antonius. Hilarion tidak
dapat menemukan kedamaian yang ia rindukan, sebab itu ia pergi. Setelah
memberikan segala yang ia miliki kepada orang-orang miskin, ia pergi ke alam
liar untuk hidup sebagai seorang pertapa.
Hilarion harus
berjuang melawan banyak pencobaan. Kadang kala, ia merasa, seolah tak satu pun
dari doa-doanya yang didengarkan Tuhan sama sekali. Walau demikian ia tidak
membiarkan godaan-godaan ini membuatnya berhenti berdoa dengan terlebih
sungguh. Setelah duapuluh tahun di padang gurun, orang kudus ini mengadakan
mukjizatnya yang pertama. Segera saja banyak orang mulai berdatangan ke
gubugnya untuk memohon pertolongan. Beberapa orang minta diperbolehkan tinggal
bersamanya untuk belajar darinya bagaimana berdoa dan bermatiraga. Dalam
kedalaman kasihnya kepada Tuhan dan sesama, ia mengundang mereka untuk tinggal.
Tetapi, pada akhirnya, ketika usianya enampuluh lima tahun, ia mulai berkelana.
Ia pergi dari satu negeri ke negeri lainnya demi mencari kedamaian dan
ketenangan. Namun demikian, mukjizat-mukjizat belas kasihnya yang tersohor
senantiasa mengundang banyak orang berdatangan. Beberapa tahun menjelang
wafatnya pada tahun 371, Hilarion pada akhirnya merasakan bahwa ia sungguh-sungguh
sendiri bersama Tuhan. Usianya delapanpuluh tahun ketika ia wafat.
Nilai
kesendirian sungguh berarti bagi orang kudus ini. Adakah aku menyisihkan suatu
waktu sepanjang hari yang aku lewatkan di mana aku dapat sendiri bersama Tuhan?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santa Ursula dkk, Perawan dan Martir
Kisah
kehidupan Ursula tidak banyak diketahui. Kisah yang diturunkan di sini sudah
bercampur sedikit dengan cerita legenda. Namun hal itu tidak mengurangi nilai
keperawanan dan kemartiran Ursula dkk. Nama Ursula dikenal luas karena usahanya
untuk membela ajaran iman dan mempertahankan kemurnian dirinya. Diilhami oleh
kepribadiannya itu, Santa Angela Merici tidak segan-segan memilih Ursula
sebagai pelindung bagi tarekat religius suster-suster yang didirikannya di
Brescia pada tahun 1535. Tarekat suster-suster itu kini lazim dikenal dengan
nama "Tarekat Suster-suster Ursulin" (OSU). Tarekat ini berkarya juga
di beberapa wilayah keuskupan di Indonesia.
Konon, Ursula hidup pada abad ke-4. Ia dikenal sebagai puteri seorang raja Inggris. Banyak pemuda tertarik padanya karena parasnya yang sangat cantik. Suatu ketika seorang raja yang masih kafir ingin meminangnya. Namun ia menolaknya dengan tegas. Untuk menghindarkan hal-hal yang tidak diinginkan, Ursula bersama para pembantunya melarikan diri ke Eropa. Setelah lama berlayar, mereka tiba di Koln, Jerman.
Di sana ia bersama
pembantu-pembantunya ditangkap oleh orang-orang dari suku bangsa Hun. Mereka
dipaksa untuk menyangkal imannya dan berusaha merampas keperawanannya. Ursula
dengan gigih membela diri. Akhirnya ia bersama kawan-kawannya dibunuh. Jenazah
mereka kiranya dimakamkan oleh orang-orang Kristen yang ada di sana.
Pada tahun 1155, orang
menemukan relikuinya di sebuah kuburan di dekat gereja Koln. Di dekat gereja
itu memang ada kuburan dari abad ke-4 dengan keterangan bahwa kuburan itu
adalah kuburan beberapa orang gadis yang dibunuh.
Kebenaran
cerita ini sangat diragukan. Namun bukan itulah yang penting. Yang penting
ialah bahwa kepahlawanannya dalam membela imannya dan mempertahankan
kemurnianriya, membuat Ursula bersama kawan-kawannya dihormati Gereja sebagai
orang kudus. Perlindungannya yang suci atas tarekat Ursulin yang didirikan
Santa Angela Merici membuat tarekat itu berkembang menjadi suatu lembaga
religius yang besar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
B.
Timotius Giaccardo
Yosef Giaccardo
dilahirkan pada tanggal 13 Juni 1896 di Narzole, Italia. Kedua orangtuanya
adalah petani yang giat bekerja. Yosef mewarisi kebiasaan-kebiasaan baik
mereka, termasuk mencintai iman Katolik mereka. Yosef berdoa kepada Yesus dalam
Sakramen Ekaristi dan kepada Bunda Maria. Ada padanya sebuah patung kecil Bunda
Maria di atas sebuah rak di kamarnya. Yosef menjadi putera altar yang setia
melayani dalam Misa Kudus. Demikianlah ia bertemu dengan seorang imam muda yang
datang membantu di Gereja St Bernardus. Imam muda ini hendak mendirikan suatu
ordo religius baru yang mengagumkan, yakni Serikat St Paulus. Nama imam muda
ini ialah Yakobus Alberione. Yosef amat mengasihinya, sebaliknya sang imam juga
amat terkesan pada Yosef. Ia membimbing Yosef dalam kehidupan rohani. Di
kemudian hari, Yosef masuk seminari di Alba. Pada tahun 1917, ketika masih
seorang seminaris, Yosef memohon ijin pada bapa uskup untuk meninggalkan
seminari. Ia ingin menggabungkan diri pada ordo baru yang dibentuk P Alberione.
Dengan berat hati bapa uskup mengijinkan Yosef meninggalkan seminari dan
menggabungkan diri dalam Serikat St Paulus.
Yosef
mengucapkan kaulnya pada tahun 1920. Ia memilih nama Timotius sesuai nama murid
yang paling dikasihi St Paulus. Timotius Giaccardo ditahbiskan dua tahun
kemudian sebagai imam pertama dalam kongregasi baru P Alberione. Ordo ini baru
saja didirikan pada tahun 1914.
Panggilan khusus
P Giaccardo sebagai seorang imam Pauline adalah menjadi seorang rasul media. Ia
menulis, mengedit, mencetak dan menyebarluaskan Sabda Allah. Ia melakukan
banyak tugas tanggung-jawab dengan gagah berani dan penuh kerendahan hati.
Sebagian orang tidak paham akan karya kerasulan Serikat St Paulus dan
Puteri-puteri St Paulus. Mereka heran bagaimana para imam, para biarawan dan
biarawati dapat menjadi penerbit. Bagaimana mereka dapat mempergunakan media
sebagai sarana untuk mewartakan Kabar Gembira? P Giaccardo membantu orang
memahami panggilan mengagumkan kaum religius Pauline. Ia adalah juga seorang
guru besar bagi para imam dan kaum religius yang terpanggil pada karya
kerasulan baru ini. Ia melayani Tuhan di Italia utara dan di Roma. Ia menjadi
rekan terdekat P Alberione. Sesungguhnya P Alberione menyebut B Timotius
sebagai “yang paling setia dari yang setia”. Tetapi Timotius tidak menjadi
penerus Pendiri Pauline sebagaimana diharapkan P Alberione. Timotius sakit
parah karena leukemia. Ia wafat pada tanggal 24 Januari 1948. Ia dimaklumkan
“beato” oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 22 Oktober 1990.
Timotius
Giaccardo adalah anggota Serikat St Paulus, suatu komunitas yang didirikan
untuk mempergunakan sarana-sarana komunikasi modern untuk menyebarluaskan Kabar
Gembira Yesus Kristus. Bagaimanakah aku mengkomunikasikan nilai-nilai Injil
dalam hidupku? Seberapa seringkah aku memikirkan nilai-nilai apakah yang
disajikan dalam media yang aku gunakan (film, koran, website, dll)?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santa Salome, Wanita Pelayan Yesus.
Salome
adalah isteri Zebedeus dan ibu kandung rasul Yakobus tua dan Yohanes. Sejak di
Galilea, ia sudah menjadi pengikut dan pelayan Yesus. Bersama dengan Maria, ibu
Yesus, dan wanita-wanita lainnya, Salome setia kepada Yesus Sang Guru sampai
pada peristiwa salib di Golgotha (bdk. Mrk 15:40-41). Ia juga salah seorang
wanita yang mengunjungi makam Yesus (Mrk 16:1). Ada ahli Kitab Suci
mengidentifikasi Salome sebagai saudari Maria, ibu Yesus (Yoh 19:25).
Santo Contardo Ferrini, Pengaku Iman
Contardo
dikenal sebagai mahaguru ilmu hukum yang sangat terkenal di Universitas Pavia,
Italia. Bagi dia Santo Paulus adalah inspirator hidup dan karyanya. Begitu
seluruh karya baktinya sebagai mahaguru diilhami oleh semangat dan cara hidup
rasul Paulus. Ia ramah dan tabah serta menjadi teman sekaligus pendamping setia
para mahasiswa dalam usaha belajarnya. Ia meninggal dunia pada tahun 1902.
Santo Filipos, Hermes dan Severus, Uskup
dan Martir
Uskup
tua ini teguh imannya meskipun terus-menerus menghadapi kebengisan para
penguasa kafir. Tatkala prajurit-prajurit kafir mengunci gerejanya, ia dengan
tenang berkata: "Tuhan bersemayam di dalam hati setiap manusia, bukan di
dalam gedung gereja itu." Meskipun situasi gawat meliputinya setiap saat,
ia tetap bersemangat mengumpulkan umatnya untuk beribadat meskipun di luar
gereja. Melihat itu gubernur menuntut agar piala-piala dan Kitab-kitab Suci
untuk ibadat diserahkan untuk dimusnahkan. Filipos dengan tegas menolak
tuntutan gubernur kafir itu. Akibatnya, ia bersama diakon Hermes ditangkap dan
didera dan selama tujuh bulan dikurung di dalam penjara untuk disiksa. Ketika
tiba saatnya mereka menjalani hukuman mati, mereka begitu lemah sehingga
terpaksa diusung ke tempat pembakaran. Hari berikutnya seorang Kristen lain,
Severus namanya, menjalani nasib yang sama. Ketiga martir ini dihukum mati pada
tahun 304.
Santa Nunila dan Alodia, Martir
Kedua
gadis cilik ini menjadi korban suatu perkawinan campur agama, Islam dan
Katolik. Ayah tiri mereka beragama Islam, sedangkan ibunya beragama Kristen
Katolik. Oleh ayahnya mereka dipaksa mengingkari imannya dan memeluk agama
Islam pada waktu tentara-tentara Islam menguasai negeri Spanyol. Karena mereka
menolak desakan ayahnya, mereka dipenggal kepalanya di Huesca, Spanyol pada
tahun 851.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Yohanes dari Capestrano
St. Yohanes dari
Capestrano dilahirkan di Italia pada tahun 1386. Ia seorang pengacara dan
gubernur kota Perugia. Ketika para musuh yang menyerang kotanya menjebloskannya
ke dalam penjara, Yohanes mulai berpikir tentang arti hidup yang sebenarnya.
Para musuh politik Yohanes tidak ingin segera membebaskannya. Jadi, Yohanes
punya banyak waktu untuk menyadari bahwa hal yang paling penting adalah
keselamatan jiwa. Ketika pada akhirnya sekonyong-konyong ia dibebaskan, Yohanes
masuk ke sebuah biara Fransiskan. Usianya tiga puluh tahun ketika itu. Bagi
Yohanes, hidup sebagai seorang biarawan miskin sungguh merupakan suatu
tantangan yang berat. Ia harus mengorbankan kebebasannya demi cintanya kepada
Yesus. Dan ia berusaha melakukannya dengan segenap hatinya.
Setelah
ditahbiskan menjadi seorang imam, Yohanes diutus untuk berkhotbah. Ia dan St. Bernardinus dari Siena, yang tadinya
pembimbing novisnya, menyebarluaskan devosi kepada Nama Yesus yang Tersuci ke
berbagai tempat. Yohanes berkhotbah menjelajahi Eropa selama empat puluh tahun.
Semua orang yang mendengar khotbahnya tergerak hatinya untuk mengasihi serta
melayani Kristus dengan lebih baik.
Suatu peristiwa
terkenal dalam hidup orang kudus ini terjadi saat peperangan Belgrade. Turki
telah bertekad untuk menguasai Eropa serta membinasakan Gereja Yesus. Paus
mengutus St. Yohanes dari Capestrano untuk pergi menghadap semua raja Kristen
di Eropa untuk memohon agar mereka bersatu dalam menghadapi pasukan Turki yang amat
kuat. Para raja taat kepada biarawan yang miskin serta bertelanjang kaki ini.
Ia mengobarkan cinta mereka kepada Tuhan serta menyemangati mereka dengan
kata-katanya yang berapi-api. Namun demikian, meskipun suatu balatentara
Kristen yang besar bersatu untuk melawan Mohamad II dan pasukan Turkinya,
tampaknya mereka akan kalah. Pasukan musuh jauh lebih besar jumlahnya. Pada
saat itulah Yohanes sendiri, meskipun usianya telah tujuhpuluh tahun, lari ke
garis depan untuk membakar semangat pasukannya agar terus bertempur. Dengan
mengangkat salibnya tinggi-tinggi, orang tua yang kurus kecil ini terus
berteriak, “Menang, Yesus, menang!” Dan para laskar Kristen itupun merasa jauh
lebih bersemangat dari sebelumnya. Mereka bertempur hingga pasukan musuh lari
ketakutan.
St. Yohanes dari
Capestrano meninggal tidak selang lama kemudian, pada tanggal 23 Oktober 1456.
Ia dinyatakan kudus pada tahun 1724.
“(Para imam)
telah ditempatkan di sini untuk memberikan perhatian kepada sesamanya. Hidupnya
sendiri haruslah menjadi teladan bagi sesamanya, dengan menunjukkan bagaimana
mereka harus hidup di dalam rumah Tuhan.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Suster-suster Ursulin dari Valenciennes,
Martir
Pada
tahun-tahun awal Revolusi Prancis, Suster-suster Ursulin di biara Valenciennea,
Prancis diancam dengan berbagai macam hukuman. Tercatat sebelas orang Suster di
biara itu. Karena situasi semakin gawat mereka mengungsi ke Mons, Belgia untuk
mencari perlindungan di sana. Pada tahun 1793 mereka kembali lagi ke
Valenciennes ketika orang-orang Austria menjarahi biara mereka. Di sanalah
mereka ditangkap oleh tentara-tentara Prancis dan dipenjarakan pada bulan
September 1794.
Pada tanggal 22 Oktober tahun
itu sebelas Suster Ursulin itu terrnasuk pemimpinnya Ibu Pailot dipaksa
bersumpah taat pada Undang-Undang Revolusi dan dipaksa menyangkali ajaran iman
Katolik. Tetapi suster-suster itu dengan tegas menolak mengangkat sumpah yang
bertentangan dengan hati nurani mereka. Mereka juga dengan tegas menolak
menghilangkan ciri kekristenan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan
anak-anak. Oleh karena itu mereka diadili dan dijatuhi hukuman mati. Pada hari
pelaksanaan hukuman mati itu, mereka maju ke tempat pembantaian yang sudah
disediakan sambil memadahkan lagu 'Magnifikat' dan 'Te Deum'. Mereka dibunuh
oleh kaki tangan pemerintah yang anti-Gereja di Valenciennes, Prancis.
Pada
tahun 1920, Sri Paus
Benediktus XV (1914-1922)
menggelari kesebelas suster itu sebagai 'beata' dengan julukan bersama 'Sebelas
Martir Ursulin'.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Antonius Maria Claret
Antonius
dilahirkan di Spanyol pada tahun 1807. Pada tahun yang sama Napoleon menyerbu
Spanyol. Mungkin itu adalah “pertanda” akan peristiwa-peristiwa mendebarkan
yang akan terjadi sepanjang hidupnya. Antonius ditahbiskan menjadi seorang imam
pada tahun 1835 dan ditugaskan di paroki kota asalnya. Kemudian ia pergi ke
Roma dan membantu karya misi. Ia menggabungkan diri dengan Serikat Yesus
sebagai novis, tetapi kesehatannya tidak mendukungnya. Ia kembali ke Spanyol
dan bertugas sebagai imam. Pastor Antonius melihat seluruh dunia sebagai suatu
daerah misi yang luas. Ia memiliki hati seorang misionaris. Ia seorang imam
yang berdedikasi tinggi di parokinya. Ia mengadakan seminar-seminar bagi para
imam.
Pastor Antonius
yakin akan kekuatan karya tulis. Ia menulis sedikitnya 150 buah buku. Bukunya
yang paling terkenal, Jalan yang Benar, telah dibaca jutaan orang. Sebagian
orang tidak dapat mengerti pemikiran Pastor Antonius. Kesuksesan serta
semangatnya membuat mereka khawatir. Mungkin pertentangan tersebut memang
diijinkan oleh Tuhan agar imam yang penuh semangat ini dapat mengunjungi
Kepulauan Canary pada tahun 1848. Pastor Antonius tinggal di sana selama satu
tahun dengan mewartakan Kabar Gembira. Kemudian Pastor Antonius kembali ke
Catalonia, Spanyol dan kepada karya penginjilannya di sana. Pada tahun 1849,
Pastor Antonius membentuk suatu ordo religius baru yang disebut Putera-putera
Misionaris dari Hati Maria Yang Tak Bernoda atau lebih dikenal dengan nama
Kongregasi Misionaris Claretian, CMF.
Ratu Isabela II
dari Spanyol amat menghormati St. Antonius. Ratu berpendapat bahwa St. Antonius
adalah orang yang paling tepat untuk menjadi Uskup Agung Santiago, Kuba. Karya
kerasulannya di Kuba menjadi suatu pengalaman selama tujuh tahun yang
mendebarkan. Uskup Agung Antonius mengunjungi paroki-paroki, berkhotbah
menentang kejahatan sosial, terutama perbudakan. Ia memberkati pernikahan serta
membaptis anak-anak. Ia seorang pembaharu dan karenanya mempunyai banyak musuh.
Beberapa kali ia menerima ancaman pembunuhan. Namun demikian, ancaman tersebut
tidak mampu menghalangi karyanya yang mengagumkan itu hingga ia dipanggil
kembali ke Spanyol pada tahun 1857.
Selama menjadi
imam, St Antonius juga memimpin sebuah seminari di Madrid. Ia mendirikan
sekolah St. Mikhael untuk memajukan karya seni dan kesusasteraan dan bahkan
berusaha mendirikan sebuah sekolah pertanian. Ia pergi ke Roma untuk membantu
mempersiapkan Konsili Vatikan Pertama pada tahun 1869 dan wafat pada tahun
1870. St. Antonius Maria Claret dinyatakan kudus oleh Paus Pius XII pada tahun
1950.
St. Antonius
mendorong yang lain, terutama kaum awam, untuk setia kepada Injil dalam hidup
mereka sehari-hari. Berapa sering saya memikirkan apakah kehidupan
saya sendiri telah sesuai dengan ajaran Kristus?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
B.
Richard Gwyn
Richard adalah
seorang Wales yang hidup pada abad keenambelas. Kala itu Ratu Elizabeth I
memerintah Inggris dan Wales. Karena sebagian besar penduduk Wales masih
menganut agama Katolik, ratu dan para pejabatnya berusaha menindas serta
membinasakan iman Katolik dengan peraturan-peraturan yang keji. Para imam dan
umat yang setia kepada Bapa Suci dijebloskan ke dalam penjara. Kerapkali mereka
disiksa aniaya dan dibunuh. Richard memeluk agama Katolik setelah ia lulus
kuliah dan menjadi seorang guru.
Segera saja ia
menjadi seorang buron. Sekali ia berhasil meloloskan diri dari penjara dan
sebulan kemudian tertangkap kembali. “Engkau akan dibebaskan,” demikian
dikatakan kepadanya, “asalkan engkau menyangkal iman Katolik.” Richard menolak
mentah-mentah. Ia dibawa paksa ke sebuah gereja non-Katolik. Tetapi ia menganggu
sepanjang khotbah pemimpin ibadat dengan membunyikan rantai-rantai belenggunya
keras-keras. Dengan geram para pejabat memasungnya selama delapan jam; orang
banyak datang untuk menganiaya dan mencemoohnya.
Sesudah itu,
penjara dan siksaan tak kunjung henti. Orang-orang ratu memaksanya untuk
memberikan daftar nama orang-orang Katolik lainnya, tetapi Richard menolak. Di
pengadilan, orang-orang dibayar untuk bersaksi dusta terhadapnya, seperti yang
di kemudian hari diakui oleh salah seorang dari mereka. Orang-orang yang duduk
di kursi juri berdusta begitu rupa dan meminta pada hakim agar Richard dijatuhi
hukuman mati. Setelah hukuman mati dimaklumkan, isteri dan bayinya dihadapkan
ke pengadilan. “Jangan tiru suamimu,” demikian dikatakan kepada perempuan malang
itu. Namun, dengan jijik, perempuan yang gagah berani itu berseru lantang,
“Jika kalian menghendaki lebih banyak darah, kalian dapat mencabut nyawaku
bersama suamiku. Jika kalian memberikan lebih banyak uang kepada saksi-saksi
kalian, mereka pasti akan menemukan sesuatu untuk mendakwaku juga.”
Sementara
Richard menyongsong kematiannya, ia berseru dalam kepiluan hati, “Allah yang
Mahakudus, apakah ini?” Salah seorang pejabat dengan mengejek menjawab,
“Hukuman mati dari yang mulia ratu.” “Yesus, kasihanilah aku!” seru beato kita.
Lalu, ia pun wafat dipancung. Puisi-puisi religius yang indah yang ditulis
Richard semasa ia berada dalam penjara masih disimpan hingga kini. Dalam
surat-surat itu ia memohon saudara-saudari sebangsa dari Wales untuk tetap
setiap pada iman Katolik. Beato Richard wafat dimartir pada tahun 1584. Ia
dinyatakan “beato” oleh Paus Paulus VI pada tahun 1970.
Dengan teladan
Beato Richard, kita diingatkan bahwa iman Katolik kita sungguh merupakan suatu
harta pusaka berharga yang patut dijunjung tinggi dengan kesaksian hidup dan
cinta yang mendalam.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Gaudensius, Uskup dan Pengaku Iman
Gaudensius
lahir pada pertengahan abad ke-4 di kota Brescia, Italia dari sebuah keluarga
Kristen saleh. Semenjak masa mudanya ia mendapat pendidikan dan pelajaran agama
langsung dari uskupnya, Santo Philaster. Ternyata oleh pendidikan itu, ia
berkembang dewasa menjadi seorang pemuda yang saleh, bijaksana dan cakap. Karena
itu ia dikagumi oleh orang-orang sekotanya.
Ketika
dewasa, ia berziarah ke Yerusalem dan berbagai tempat suci bersejarah dengan
maksud agar dilupakan oleh para pencintanya di Brescia. Sementara ia berada di
Tanah Suci, uskup kota Brescia meninggal dunia. Segenap imam dan umat kota itu
dengan suara bulat memilih Gaudensius sebagai uskup baru. Uskup-uskup Italia di
bawah pimpinan Uskup Santo Ambrosius berkumpul dan meresmikan pilihan itu.
Mereka lalu mengirim kabar kepada Gaudensius yang pada waktu itu sedang berada
di Kapadokia, Asia Kecil untuk memintanya segera pulang ke Brescia guna
mengemban tugas sebagai Uskup kota Brescia. Mendengar kabar itu, Gaudensius,
yang mulanya merasa berat, segera pulang karena hormatnya yang besar kepada
Uskup Santo Ambrosius yang saleh itu. Di Brescia ia ditahbiskan menjadi uskup
pada tahun 397. Sebagai uskup, Gaudensius menaruh perhatian besar pada bidang
pengajaran agama bagi seluruh umatnya. Dalam rangka itu, ia dengan rajin
menjelajahi seluruh keuskupannya untuk berkotbah. Ia sendiri pun bersikap tegas
kepada dan menghukum orang-orang yang berkelakuan buruk, yang hanya mengejar
kenikmatan duniawi sambil melupakan tuntutan ajaran Injil Kristus. Prestasi
kerjanya sungguh mengagumkan. Ia diutus Paus untuk menghadap kaisar Konstantinopel
guna membebaskan Santo Krisostomus. Usahanya itu gagal malahan ia diperlakukan
dengan kasar oleh kaisar. Gaudensius meninggal dunia pada tahun 410.
Santo Krisantus dan Daria, Martir
Kedua
orang kudus ini dihormati sebagai martir-martir Roma yang dibunuh pada masa
pemerintahan bersama dua orang kaisar Roma, Karinus dan Numerianus (283-285).
Hari kelahiran dan kematian mereka tidak diketahui dengan pasti. Cerita tentang
kemartiran mereka diketahui dari sebuah cerita kuno abad kelima. Menurut cerita
itu Krisantus adalah putera Polemius, seorang bangsawan kafir. Ia menjadi
Kristen dan giat dalam usaha penyebaran iman Kristen kepada orang-orang Roma.
Ayahnya yang masih kafir itu tidak merestui dan berusaha keras dengan berbagai
cara untuk memurtadkan kembali dia. Tetapi Krisantus tetap tidak mau
mengingkari imannya. Cara terakhir yang dipakai ialah memaksa Krisantus menikah
dengan Daria, seorang iman kafir.
Untuk itu ia mempertemukan
Krisantus dengan Daria. Apa yang terjadi? Berlawanan dengan harapannya, Daria
justru jatuh cinta pada Krisantus dan bertobat menjadi Kristen. Mereka kemudian
hidup bersama sebagai suami-isteri, dan menghayati suatu kehidupan Kristen
penuh bakti kepada Tuhan. Mereka giat dalam penyebaran iman Kristen dan
berhasil mempertobatkan banyak orang Roma, termasuk hakim yang diperintahkan
untuk memaksa mereka menyangkali imannya. Akibatnya ialah mereka ditangkap dan
disiksa oleh penguasa Roma. Setelah mengalami berbagai macam siksaan, mereka
dirajam dan dikuburkan hidup-hidup di Jalan Salaria, di luar kota Roma pada
tahun 283. Peristiwa pembunuhan tersebut tidak menakutkan orang-orang Kristen
dalam usahanya menyebarkan iman Kristen, malah semakin menarik banyak orang
Roma berpaling kepada kebenaran yang ada di dalam Kristus sebagaimana
diwartakan oleh iman Kristen.
Santo Gregorius dari Tours
(538-394) mengatakan bahwa di tempat kedua martir itu dimakamkan didirikan
sebuah tempat ibadah untuk menghormati mereka. Kemudian pada abad kesembilan
jenazah mereka dipindahkan ke Munstereifel, Jerman.
Santa Margaretha, Martir
Margaretha
dibunuh oleh suaminya pada tahun 1176 dan dimakamkan di luar tempat pemakaman
orang-orang beriman. Mulanya suaminya menyangkal tuduhan itu, dengan mengatakan
bahwa Margaretha gantung diri. Tetapi karena pada kubur Margaretha terjadi
begitu banyak mujizat, penipuan suaminya itu terbongkar. Lalu jenazah
Margaretha digali kembali dan dimakamkan di dalam gereja Roskilde, Denmark.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Evaristus
St Evaristus
hidup pada abad kedua. Ia berasal dari sebuah keluarga Yahudi di Betlehem.
Keluarganya tinggal di Yunani pada saat ia dilahirkan. Evaristus dibesarkan dan
dididik dalam agama Yahudi. Ayahnya sangat bangga akan kesalehan dan kecerdasan
puteranya, hingga ia mengirimkan putranya untuk belajar pada guru-guru terbaik.
Setelah dewasa,
Evaristus menjadi seorang Kristiani. Begitu besar cintanya pada iman barunya
ini hingga ia memutuskan untuk menjadi seorang imam. Di Roma, di mana ia
melakukan karya pelayanan, semua orang mengagumi serta mengasihinya.
Demikianlah, ketika paus wafat sebagai martir, Evaristus dipilih untuk
menggantikannya. Evaristus merasa sama sekali tak layak menjadi seorang paus,
tetapi Yesus tahu yang terbaik.
Masa itu adalah
masa-masa penganiayaan Gereja. Fitnah-fitnah keji tersebar luas mengenai iman
Katolik hingga orang-orang Romawi tidak perlu berpikir dua kali untuk membunuh
umat Kristiani. Siapa saja yang menjadi paus nyaris pasti akan ditangkap. Paus
St Evaristus menggembalakan Gereja selama kurang lebih delapan tahun.
Semangatnya begitu berkobar-kobar hingga jumlah orang-orang yang percaya
semakin hari semakin bertambah banyak. Tetapi, pada akhirnya, ia ditangkap
juga. Para sipir penjara terkagum-kagum melihat sukacita pada wajah orang tua
yang kudus ini sementara ia digiring ke penjara. St Evaristus menganggap diri
memperoleh hak istimewa didapati pantas menderita sengsara dan mati bagi Yesus.
Tiada hadiah yang lebih berharga yang dapat diberikan kepadanya selain dari
kemartirannya. Paus St Evaristus wafat pada tahun 107.
Seringkali
hidup kita berubah arah tanpa terencana, tetapi apabila kita mengandalkan
kekuatan yang dari Tuhan, Ia akan menganugerahkan damai-Nya kepada kita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Lucianus dan Marcianus, Martir
Lucianus
dan Marcianus dikenal sebagai tukang sihir yang bertobat menjadi Kristen. Di
kemudian hari pada tahun 250 mereka dengan berani mengorbankan nyawanya di
Nikomedia demi tegaknya iman Kristen yang telah mereka terima. Di dalam sebuah
buku yang mengisahkan tentang kesengsaraan mereka diceritakan bahwa sebelum
bertobat mereka mempelajari ilmu sihir hitam (black magic). Tetapi kemudian
ternyatalah bahwa kekuatan sihir mereka tidak bisa menandingi kekuatan iman
seorang gadis yang beragama Kristen. Mereka tak berdaya di hadapan gadis cilik
itu.
Sejak saat itu mereka bertobat
dan mulai mempelajari ajaran iman Kristen. Mereka membakar buku-buku sihirnya
di kota Nikomedia dan kemudian dipermandikan. Harta milik mereka dibagikan
kepada para fakir miskin, lalu keduanya mengasingkan diri ke tempat sunyi untuk
berdoa dan bertapa agar semakin kuat dalam imannya. Dari tempat pertapaan itu
mereka pergi ke Bithinia dan daerah-daerah sekitar untuk mewartakan Injil.
Sementara
itu Raja Decius mengeluarkan keputusan untuk menangkap umat Kristen di daerah
Bithinia. Lucianus dan Marcianus serta umatnya ditangkap dan dibawa ke hadapan
Prokonsul Sabinus. Kepada Lucianus, Sabinus bertanya: "Dengan kekuasaan
siapa kamu berani mengajarkan Kristus?" Dengan tenang Lucianus menjawab:
"Setiap orang harus berusaha sungguh-sungguh untuk membebaskan
saudara-saudaranya dari penyakit yang berbahaya." Atas jawaban yang berani
itu prokonsul Sabinus memerintahkan penganiayaan atas Lucianus dan Marcianus
bersama umatnya. Walaupun mereka disiksa secara ngeri namun mereka tetap tidak
goyah pendiriannya. Marcianus dalam kesengsaraannya masih dengan lantang
berkata: "Kami siap menderita demi Tuhan dan iman kami. Kami tidak akan
mengkhianati Tuhan kami, supaya kami tidak disiksa olehNya di kemudian hari di
dalam neraka." Mereka dengan gembira menanggung hukuman bakar hidup-hidup.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
B.
Contardo Ferrini
Contardo
dilahirkan pada tahun 1859. Ayahnya seorang guru matematika dan fisika. Ayahnya
ini sejak dini telah menanamkan pada putera kecilnya kecintaan untuk belajar.
Sebagai seorang pemuda, Contardo fasih berbicara dalam banyak bahasa asing di
samping bahasa ibunya, bahasa Italia. Ia amat cemerlang di setiap sekolah dan
universitas tempat ia belajar. Kecintaannya untuk belajar dan kecintaannya pada
iman Katoliknya membuat teman-teman menjulukinya “St Aloysius” mereka. (St
Aloysius Gonzaga adalah seorang santo muda Yesuit yang dikenal karena kebajikan
dan kemurahan hatinya.) Contardo-lah yang pertama-tama memulai
kelompok-kelompok bagi teman-teman mahasiswa guna membantu mereka menjadi
seorang Kristiani yang saleh.
Ketika usianya
duapuluh satu tahun, kepadanya ditawarkan kesempatan untuk melanjutkan studi di
Universitas Berlin di Jerman. Sungguh berat baginya meninggalkan rumahnya di
Italia, tetapi ia senang juga bertemu dengan orang-orang Katolik yang saleh di
universitas. Ia menuliskan dalam sebuah buku kecil apa yang dirasakannya ketika
untuk pertama kalinya ia menyambut Sakramen Rekonsiliasi di negeri asing.
Sungguh menggetarkan hatinya menyadari bahwa Gereja Katolik sungguh sama di
mana pun dan kemana pun orang pergi. Tahun berikutnya, Contardo berusaha
memutuskan entahkah sebaiknya ia menjadi seorang imam atau seorang biarawan,
atau hidup berkeluarga. Ia terus-menerus bertanya pada dirinya sendiri apa yang
sebaiknya dilakukannya. Nyatalah kemudian bahwa ia mengucapkan ikrar untuk
mempersembahkan dirinya hanya bagi Tuhan saja. Ia mengamalkan ikrarnya ini
sebagai seorang awam; ia tidak pernah menjadi seorang imam ataupun broeder. Ia
tetap mengajar dan menulis. Ia senantiasa berupaya untuk menjadi seorang
Kristiani yang terlebih sempurna. Sementara menikmati olahraga favoritnya,
mendaki gunung, ia akan berpikir tentang Tuhan, Pencipta segala keindahan yang
ia lihat. Orang banyak melihat bahwa ada sesuatu yang berbeda pada diri
Profesor Ferrini. Suatu ketika, sementara ia lewat dengan senyum hangatnya yang
khas, seseorang berseru, “Orang itu adalah santo!”
Contardo Ferrini
wafat karena demam tipus pada tanggal 17 Oktober 1902. Ia baru berusia
empatpuluh tiga tahun. Ia dimaklumkan “beato” oleh Paus Pius XII pada tahun
1947.
Dengan talenta
inteligensi yang cemerlang, Beato Contardo Ferrini mengamalkan pengetahuannya
demi melayani sesama.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Frumensius, Uskup dan Pengaku Iman
Orang-tuanya
berdiam di kota Tyrus, Asia Kecil. Dari orangtuanya Frumensius bersama adiknya
Edesius mendapat pendidikan yang baik. Keluarga Kristen ini tergolong keluarga
kaya di kota itu. Frumensius bersama Edesius mempunyai seorang guru pribadi
bernama Meropius. Di bawah bimbingan Meropius, kedua bersaudara ini berkembang
dewasa menjadi pemuda-pemuda yang berhati mulia dan saleh. Ketika Meropius
berlayar ke India, kedua bersaudara ini diizinkan turut serta ke sana, guna
menambah dan memperdalam ilmunya di negeri itu.
Dalam perjalanan pulang ke
negerinya, kapal yang mereka tumpangi singgah di pelabuhan Adulius, Etiopia,
untuk mengambil perbekalan. Malang nasib mereka. Tak terduga terjadilah
perkelahian seru antara awa-awak kapal itu dengan penduduk setempat. Peristiwa
ini menyebabkan kematian banyak penumpang kapal itu. Untunglah bahwa pada waktu
itu Frumensius dan adiknya Edesius berada di darat. Mereka bermaksud untuk
beristirahat sebentar di bawah pohon sambil belajar. Tetapi mereka pun kemudian
ditangkap lalu dihadapkan kepada raja. Raja Aksum tidak menindak dan membunuh
mereka karena mereka terdidik dan berpengetahuan luas. Sebaliknya mereka
dipekerjakan sebagai pegawai raja. Frumensius bahkan diangkat sebagai
sekretaris Raja Aksum dan diminta mendidik puteranya.
Kesempatan
emas ini mereka manfaatkan untuk mewartakan Injil kepada orang-orang Etiopia.
Konon, Frumensius bersama Edesius berhasil mentobatkan banyak orang dan
membangunkan sebuah kapela di sana. Sepeninggal Raja Aksum, Frumensius bersama
Edesius diizinkan pulang ke tanah airnya. Edesius pergi ke Tyrus dan di sana
ditahbiskan menjadi imam. Sedangkan Frumensius memutuskan untuk menemui Santo
Atanasius, Uskup dan Patriark kota Aleksandria. Ia bermaksud meminta bantuan
tenaga imam untuk melayani umat Etiopia yang sudah dipermandikannya sambil
melanjutkan pewartaan Injil di sana. Supaya umat Etiopia mempunyai seorang
gembala maka Santo Atanasius menahbiskan Frumensius menjadi uskup. Ketika itu
bidaah Arianisme sedang berkembang pesat di sana. Oleh karena itu karya
kerasulannya mendapat hambatan dari orang-orang Arian yang sesat itu. Meskipun
demikian ia terus melanjutkan karyanya: mengajar dan mempermandikan banyak
orang, menerjemahkan doa-doa liturgis ke dalam bahasa setempat, dan mendidik
imam-imam pribumi untuk melanjutkan pewartaan Injil di Etiopia. Frumensius
meninggal dunia pada tahun 380 dan dijuluki 'Rasul Etiopia'
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Simon dan St. Yudas Tadeus
Kedua orang
rasul Yesus ini kita rayakan pestanya pada hari yang sama. St. Simon disebut
“orang Zelot (setia)” karena ia amat taat kepada hukum Yahudi. Suatu ketika,
Simon dipanggil oleh Yesus untuk menjadi rasul-Nya. Simon menyerahkan jiwanya
serta mengerahkan tenaganya untuk mewartakan Injil. Bersama para rasul yang
lain, Simon menerima karunia Roh Kudus pada hari Pentakosta. Kemudian, menurut
tradisi, ia pergi ke Mesir untuk mewartakan iman. Selanjutnya, ia pergi ke
Persia bersama dengan rasul St. Yudas, dan keduanya wafat sebagai martir di
sana.
St. Yudas
disebut juga Tadeus, artinya “si pemberani”. Yudas-lah yang mengajukan kepada
Kristus pertanyaan yang terkenal pada Perjamuan Malam Terakhir. St. Yudas
bertanya, “Tuhan, apakah sebabnya maka Engkau hendak menyatakan diri-Mu kepada
kami, dan bukan kepada dunia?” Jawab Yesus, "Jika seorang mengasihi Aku,
ia akan menuruti firman-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang
kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.”
St. Yudas
dikenal sebagai santo pelindung “perkara yang sulit atau hampir tidak ada
harapannya.” Umat beriman mohon bantuan doanya ketika tampaknya hampir tidak
ada harapan sama sekali atas persoalan mereka. Seringkali Tuhan menjawab
doa-doa mereka oleh karena bantuan doa rasul yang terkasih ini.
St. Simon
dikenal sebagai “orang Zelot” dan St. Yudas Tadeus disebut “si Pemberani”.
Marilah kita berdoa mohon semangat perutusan dan cinta yang menyala-nyala
seperti mereka di dalam hati kita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
St.
Narcissus
Narcissus hidup
pada abad kedua dan awal abad ketiga. Ia adalah seorang lanjut usia ketika
ditahbiskan menjadi Uskup Yerusalem. Narcissus adalah seorang uskup yang
sungguh luar biasa. Semua orang mengagumi kebajikan-kebajikannya, terkecuali mereka
yang memilih untuk hidup jahat. Tiga musuh Narcissus mendakwanya melakukan
suatu kejahatan yang mengerikan. Seorang dari mereka mengatakan, “Biar aku mati
terbakar jika apa yang kukatakan tidak benar!” Yang kedua mengatakan, “Biar aku
terjangkit kusta jika apa yang kukatakan tidak benar!” Dan yang ketiga
mengatakan, “Biar aku menjadi buta jika apa yang kukatakan tidak benar!” Namun
demikian, tiada seorang pun yang mempercayai dusta mereka. Orang banyak telah
melihat sendiri kebajikan hidup Narcissus. Mereka tahu orang macam apa
Narcissus itu.
Meski tak
seorang pun percaya pada fitnah keji yang dilontarkan terhadapnya, Narcissus
mempergunakannya sebagai alasan untuk pergi mengasingkan diri di padang gurun.
Segenap kepercayaannya ada pada Tuhan, yang ia layani dengan begitu penuh
cinta. Dan Tuhan menunjukkan bahwa fitnah yang diceritakan orang-orang itu sama
sekali tidak benar. Narcissus kembali menjadi Uskup Yerusalem, sehingga umatnya
bersukacita. Meski ia semakin bertambah tua, tampaknya ia semakin berkobar-kobar
dari sebelumnya. Sesungguhnya, ia tampak lebih kuat dari sebelumnya pula,
selama beberapa tahun sesudahnya. Lalu, ia menjadi terlalu lemah untuk
melanjutkan karyanya. Ia memohon kepada Tuhan agar mengutus seorang uskup untuk
membantunya. Tuhan kita mengirimkan kepadanya seorang kudus lain, Alexander
dari Cappadocia. Dengan semangat kasih yang bernyala-nyala, mereka berdua
memimpin keuskupan bersama. Narcissus berusia hingga 116 tahun lebih. Ia wafat
pada tahun 215.
Sungguh
menggoda untuk mendengarkan atau ikut ambil bagian dalam mempergunjingkan orang
lain, tetapi, sepatutnyalah kita ingat bahwa hanya Tuhan saja yang mengenal
tiap-tiap orang luar dan dalam.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
30 Oktober
Santo Marcellus, Martir
Perwira Romawi yang bertugas di Tanger,
Afrika ini konon menjadi Kristen dan dipermandikan langsung oleh Santo Petrus
Rasul. Ia menolak mengikuti upacara korban untuk memuja kaisar dan dewa-dewa
Romawi. Dengan tegas ia berkata: "Aku hanya mengabdi kepada Raja Abadi,
Tuhanku Yesus Kristus". Akibatnya ia langsung ditangkap dan dihukum mati
pada tahun 298.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
St.
Alfonsus Rodriquez
Orang kudus dari
Spanyol ini dilahirkan pada tahun 1553. Ia mengambil alih usaha jual beli kain
wol milik keluarganya ketika usianya duapuluh tiga tahun. Tiga tahun kemudian
ia menikah. Tuhan mengaruniakan kepada Alfonsus dan Maria - isterinya, dua
orang anak. Tetapi banyak penderitaan yang kemudian datang menimpa Alfonsus.
Usahanya mengalami kesulitan, puterinya yang masih kecil meninggal dunia,
disusul oleh isterinya. Sekarang, pengusaha ini mulai berpikir tentang apa yang
kira-kira dirancangkan Tuhan baginya. Dari dulu Alfonsus adalah seorang Kristen
yang saleh. Tetapi sekarang, ia berdoa, bermatiraga, dan menerima
sakramen-sakramen lebih banyak dari sebelumnya.
Ketika usianya
menjelang empatpuluh tahun, putera Alfonsus meninggal dunia juga. Bukannya
membenamkan diri dalam kesedihan, tetapi Alfonsus semakin khusuk berdoa serta
memohon karunia percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Segera kemudian Alfonsus mohon
diijinkan bergabung dengan Serikat Yesus. Tetapi, ia diberitahu bahwa ia harus
belajar terlebih dahulu. Jadi, ia kembali bersekolah. Anak-anak kecil
menertawakan Alfonsus. Ia harus meminta-minta untuk makan, sebab ia telah
memberikan seluruh uangnya kepada kaum miskin papa. Demikianlah, pada akhirnya
Alfonsus diterima sebagai frater dan diberi tugas sebagai penjaga pintu di
sebuah seminari Yesuit. “Frater yang itu bukanlah seorang manusia - ia seorang
malaikat!” demikian kata superiornya mengenai Alfonsus bertahun-tahun kemudian.
Para imam yang mengenalnya selama empat puluh tahun tidak pernah mendapatinya
mengatakan atau melakukan sesuatu yang tidak baik. Kebaikan hatinya serta
ketaatannya telah diketahui semua orang. Suatu kali, semua kursi dalam biara,
bahkan juga kursi-kursi dari kamar tidur, dipergunakan untuk suatu Devosi Empat
Puluh Jam. Karena suatu kesalahan, kursi Frater Alfonsus tidak dikembalikan
kepadanya hingga tahun berikutnya. Namun demikian, ia tidak pernah mengeluh
atau pun membicarakan masalah tersebut kepada siapa pun.
Selama masa
hidupnya yang panjang, St. Alfonsus harus menaklukkan pencobaan-pencobaan yang
berat. Selain itu, ia juga mengalami penderitaan jasmani yang menyakitkan.
Bahkan pada saat ia terbaring mendekati ajalnya, ia harus melewatkan setengah
jam lamanya bergumul dengan penderitaan yang luar biasa. Kemudian, sesaat
sebelum wafat, ia dipenuhi dengan damai dan sukacita. Ia mencium Salibnya dan
memandang teman-teman sebiaranya dengan penuh kasih. St. Alfonsus wafat pada
tahun 1617 dengan nama Yesus di bibirnya.
Meskipun
banyak penderitaan berat yang harus ditanggunggnya, Alfonsus tetap berpegang
teguh pada harapan serta kepercayaannya kepada Tuhan. Marilah berdoa memohon
harapan serta kepercayaan yang sama untuk menopang kita.
Foillan adalah
seorang biarawan Irlandia yang hidup pada abad ketujuh. Kedua saudaranya juga
telah dimaklumkan sebagai santo. Mereka adalah sebagian dari banyak rasul
Irlandia yang berkobar-kobar dalam semangat. Mereka meninggalkan tanah air guna
membantu negeri-negeri lain yang memiliki lebih sedikit imam dibandingkan
Irlandia. St Foillan, St Fursey dan St Ultan terlebih dahulu pergi ke Inggris.
Mereka mendirikan sebuah biara di Benteng Burgh. Dari tempat ini, mereka
melakukan karya-karya misionaris di kalangan penduduk East Angles. Ketika para
penyerang wilayah itu merampok segala yang dimiliki biara, St Foillan dan St
Ultan memutuskan untuk mewartakan Injil di Perancis. Saudara mereka yang lain,
St Fursey, telah bekerja sebagai seorang misionaris dan wafat di sana.
Raja Clovis II
menyambut kedua misionaris kudus itu sebagaimana ia menyambut saudara mereka
yang datang sebelumnya. Beata Itta dan puterinya memberikan sebidang tanah
kepada Foillan. St Gertrude memintanya untuk berkhotbah kepada para biarawati
di biara di mana ia menjabat sebagai pemimpin biara. Foillan melakukanya dan
mendatangkan pengaruh besar atas mereka. Ia juga melakukan karya misionaris di
tengah masyarakat. Sesungguhnya, St Foillan adalah seorang santo Irlandia yang
sangat terkenal di Eropa.
Suatu hari,
seusai mempersembahkan Misa untuk St Gertrude dan para biarawatinya, Pater
Foillan berangkat bersama tiga orang rekan untuk suatu perjalanan. Mereka
hendak menengok St Ultan yang mewartakan Injil di daerah lain. Sementara
melintasi suatu hutan, mereka diserang oleh segerombolan penyamun dan mati
terbunuh. Dua setengah bulan kemudian barulah tubuh mereka diketemukan. St
Gertrude memakamkannya dengan penuh hormat di biara yang didirikan Foillan.
Pada hari ini,
marilah kita membawa dalam doa-doa kita, semua orang yang menjadi korban
kekerasan di manapun di seluruh dunia.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”