Header

cita-cita ardas

STASI WALIKUKUN, GEREJA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.

SEJARAH SINGKAT GEREJA KATOLIK 
STASI SANTO YOHANES PEMBAPTIS WALIKUKUN. 
PAROKI KRISTUS RAJA NGRAMBE.
_______________________________________________________

 KATA PENGANTAR

Ibu , Bapak dan saudara-saudari yang terkasih seperjalanan iman. Puji syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati kita semua, karena atas rahmat dan kasih-Nya, penulisan Sejarah Gereja Katolik Stasi Santo Yohanes Pembaptis Walikukun” ini sedikit bisa terwujud. Terdorong oleh sikap peduli terhadap gereja, maka kami berusaha mengumpulkan serpihan-serpihan kecil informasi berdasarkan data yang kami peroleh.

Perkembangan perjalanan sejarah berdirinya Gereja Katolik Stasi Santo Yohanes Pembaptis Walikukun ini, lahir sebagai gambaran nyata perjalanan hidup gereja katolik di Stasi Walikukun yang sampai sekarang.  Dan tentunya penulisan sejarah ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Terutama para pelaku sejarah dan para tokoh umat yang kami wawancarai dalam rangka mendapatkan sumber sejarah tersebut.


STASI WILAYAH NGAWI BARAT.

Sejarah kelahiran dan perkembangan Stasi-stasi di wilayah Ngawi barat, khususnya wilayah barat bagian utara, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah  ‘STASI KEDUNGMIRI’, ‘STASI MANTINGAN’, ‘STASI CENGKLIK’, ‘STASI GENDINGAN dan ‘STASI WALIKUKUN’. Sebab ke lima Stasi ini, masih termasuk dalam ‘Stasi-stasi di Wilayah Kawedanan Gendingan’. Wilayah Kawedanan Gendingan meliputi daerah Kecamatan Kedunggalar, Kecamatan Widodaren (Gendingan), dan Kecamatan Mantingan. Dan pada masa itu, yaitu ‘STASI KEDUNGMIRI’ merupakan pusat stasi.

Di wilayah Kecamatan Widodaren (Gendingan), pada saat itu terdapat dua stasi, yaitu ‘Stasi Gendingan’ dan ‘Stasi Walikukun’. Sedangkan di Kecamatan Mantingan ada tiga stasi, yaitu ‘Stasi Mantingan (Stasi Kedungharjo), Stasi Cengklik (Stasi Jatimulyo), dan Stasi Kedungmiri’. Sebelum tahun 1968, di lima stasi ini hanya ada satu kali ‘Misa Kudus’, yang dipusatkan di ‘Stasi Kedungmiri’.

Mengenai perkembangan sejarah berdirinya stasi Walikukun, berikut ini adalah perkembangan perjalanan sejarahnya.

 

STASI GENDINGAN.

            Pada tahun 1960-an, seorang anak bernama ‘Sapari’ dipermandikan di Gereja Katolik Cornelius Madiun.  Sapari  adalah  siswa L.P.M (Lembaga Pendidikan Masyarakat) Madiun. Dia merupakan putera Bapak / Ibu Supardjo ( Dalam kesehariannya dipanggil dengan panggilan Mbah Mendan ) . Sapari menjadi benih Kerajaan Allah pertama yang tumbuh di daerah Gendingan. Sesudah ‘Sapari’ dipermandikan, dia ini mengajak ibunya masuk Agama Katolik. Dan atas bimbingan Roh Kudus, ibunya menjadi katekumen (calon baptis). 

Pada waktu itu bersamaan dengan Pastor Paul Jansens CM, mendirikan proyek A.L.M.A ( Akademi Lembaga Misioner Awam ) dan ‘L.P.M’ (Lembaga Pendidikan Masyarakat). Atas permohonan ‘Sapari’  kepada Pastor Paul Jansens CM,  maka ditugaskan seorang katekis dari Madiun, yaitu Ibu Kusdarwati ( istri Bapak Drs. Sumarno, dosen Universitas Widyamandala Madiun). Pelajaran Katekumen dilaksanakan di rumah Ibu Supardjo sendiri, dan pada waktu itu juga ada beberapa umat Katolik pendatang dari luar daerah Gendingan, diantaranya Bapak Tomo (Mikael Edy Oetomo) dari Ngawi, Bapak Sedijono  (VJ Sedijono) (Pindahan dari Lampung), dan Bapak Moeljohoesodo (Juventius Moeljohoesodo) pindahan dari Malang. Pada akhir tahun 1961, kelompok kecil inilah mulai berdiri stasi baru, yaitu ‘Stasi Gendingan’.    

            Pada tahun tahun 1961, pamong stasi, yaitu Ibu Supardjo, yang memenuhi dan menyiapkan semua perlengkapan Ibadat atau Misa Kudus. dibantu Bapak Sedijono, Kepala Desa Gendingan yang telah dibaptis menjadi Katolik. Karena tempat ibadat untuk Stasi Gendingan bertempat di rumah kediaman Ibu Soeparjo tersebut.

Meskipun sudah menjadi Stasi Gendingan, akan tetapi belum dapat merayakan ‘Misa Kudus’ sendiri.  Karena umatnya masih terlalu sedikit. Pada waktu itu daerah Gendingan, Mantingan/Kedungharjo, Cengklik (Jatimulyo), Walikukun dan Kedungmiri, untuk bisa mengikuti ‘Misa Kudus’  harus berkumpul di Stasi Kedungmiri. Jadi Misa Kudus yang diikuti umat dari lima stasi itu dilaksanakan  di rumah Bapak ‘Ignatius Sumadi’, sebagai pamong stasi Kedungmiri yang pertama.  Bapak Ignatius Sumadi menjabat sebagai pamong stasi Kedungmiri tahun 1961 – 1978.

            Baru pada awal tahun 1962, di Stasi Gendingan  mulai ada Misa Kudus sendiri, dan di dalam Misa Kudus ini tidak hanya dikunjungi Umat dari Gendingan dan Walikukun, akan tetapi juga umat dari Kedungmiri dan Mantingan. Pada waktu itu Umat Katolik Kedungmiri, Mantingan, Cengklik, Gendingan dan Walikukun, masih merupakan suatu kesatuan, satu keluarga yang saling bertemu tiap bulan dalam Misa Kudus, baik itu di Gendingan maupun di Kedungmiri.

            Meskipun perkembangan Gereja terlihat sangat lambat, tetapi berkat bantuan Bapak Sedijono, kegiatan umat terus berjalan. Perlu diketahui bahwa Stasi Gendingan ini hanya terdiri atas satu kelurahan saja, yaitu Keluarahan Gendingan, yang secara kebetulan berada di wilayah  Kawedanan Gendingan.

Umat Katolik di Gendingan  pada saat  baru berjumlah 30 orang. Walaupun secara kuantitas kecil, tetapi keaktifan dalam kehidupan menggereja pantas ditiru. Berbagai kegiatan gereja, misalnya: Ibadat Hari Minggu, doa keluarga,  peringatan hari Raya Natal dan Paskah berjalan lancar  atas peran serta umat sendiri. Pada saat hari raya Natal dan Paskah dilaksanakan cukup meriah dengan  mengundang tokoh-tokoh setempat.

Semangat kehidupan iman umat dapat dilihat sikap mereka yang sangat antusias untuk bisa mengikuti Misa Kudus.

 

STASI WALIKUKUN.

            Sebelum Walikukun berdiri sebagai stasi, sudah ada umat yaitu Keluarga Bapak Tjondrowidjojo, dari Semarang. Di samping itu ada seorang putera Katolik dari Ngawi, yang bernama Tomo (Mikael Edy Oetomo), seorang pegawai RSU Walikukun. Tidak lama kemudian ada suatu keluarga yang masuk agama Katolik, yaitu Keluarga Seger Widodo, dari warga keturunan. Pada waktu itu Stasi Walikukun masih tergabung menjadi satu dengan Stasi Gendingan.

Sekitar tahun 1962 jumlah umat di desa Walikukun kurang lebih sekitar 15 orang dan belum

mempunyai tempat untuk beribadah. Maka atas kemurahan seorang umat dan kebaikan keluarga Bapak/Ibu …...................... Seger Widodo, rumahnya bisa dipakai untuk ibadat. Kebetulan keluarga ini juga dekat dengan keluarga Bapak Tjondro Widjojo yang mempunyai Pabrik padi.

Pada tanggal, 25 Desember 1964, Misa Kudus pertama di Stasi Walikukun oleh Pastor Paul Jansens CM, bertempat di Gedung SMPK “Jos Sudarso” Walikukun. Selain umat Katolik dihadiri pula dari Pejabat Pemerintah setempat,  Para wali murid SMPK “Jos Sudarso” Walikukun, dan para guru SMPK.


Pastor Paul Jansens CM

Kurang lebih pada tahun 1965 atas pertimbangan tertentu serta kemurahan hati Bapak Tjondro Widjojo yang mempunyai Pabrik Padi tersebut, dipinjami tempat yaitu menempati salah satu rumah bersebelahan dengan Tempat pabrik pengeringan tembakau, diseberang jalan sebelah selatan lokasi Pabrik Padi ( Sekarang Jl. Srimulyo ). Disitu Misa diselenggarakan hanya 1 bulan sekali. Pada waktu Romo yang memimpin Misa dari Paroki Madiun yaitu Romo Carlo del Gobbo, CM, pada tanggal 1 Oktober 1967 Yang pada waktu itu menjadi Romo Kepala paroki di Madiun. 

Sejarah perkembangan gereja katolik Stasi Walikukun, tidak dapat dipisahkan dari berdirinya sekolah  Katolik. Pada tahun 1964 berdirilah SMP Katolik “Yos Sudarso” Walikukun, yang dipelopori oleh Pastor Paul Jansens CM dan Bapak Tjondrowidjojo ( yang biasa dipanggil Om Tjan ). Dengan bantuan semua umat Katolik di Gendingan dan Walikukun, serta para Katekis dari Madiun, maka  SMP Katolik “Yos Sudarso” semakin pesat kemajuannya.

Para tokoh yang ikut terlibat aktif dalam pendidirian Sekolah Katolik di Walikukun ini antara lain: Bapak Tjondrowidjojo, Ibu Supardjo, Bapak Wahjono, Bapak Heriseputro, Ibu Robertha, Bapak Seger Widodo,   dan Bapak J. Moeljohoesodo.

Pastor Paul Jansens CM, kecuali mendirikan SMP Katolik di Walikukun, juga mendirikan suatu “Pabrik Kertas” ( lokasi di SMK WD saat  ini ) dan  “Pengeringan Tembakau” ( lokasi di dekat SDK Santa Maria ). Tetapi ke dua Pabrik itu tidak lama berdiri dan kemudian jatuh.

Di atas tanah bekas  Pabrik Ketas  inilah yang dibangun sebagai Gedung SMP Katolik “Jos Sudarso” Walikukun, dan tempat pengeringan tembakau itu sekarang untuk Gedung Sekolah TK “Santa Maria” Walikukun. Sedangkan bekas gedung SMP Katolik yang lama dipergunakan untuk SD Katolik “Santa Maria” Walikukun. Sayang keberadaan sekolah-sekolah itu memprihatinkan, bahkan  SMP Katolik “Jos Sudarso” sudah ditutup.

( Beberapa tahun berikutnya dari bekas SMP Yos Sudarso yang telah tutup sekarang didirikan SMK Wiyata Dharma ).

Sebenarnya sebuah kerugian yang besar bagi gereja apabila sekolah-sekolah Katolik menjadi tutup. Karena sejarah gereja di masa lalu tak akan gemilang tanpa kehadiran sekolah Katolik dan guru-guru Katolik. Tetapi apa mau dikata, karena perkembangan jaman telah berubah.

Sejak awal tahun 1965, Misa Kudus tiap bulan dilakukan secara bergantian antara Stasi Gendingan, dan Stasi Walikukun.

 Pada tahun 1967, Walikukun secara resmi menjadi Stasi yang berlindung dalam nama “Santo  Yohanes Pembaptis.”

Ketika Stasi Walikukun  umat bisa mendapatkan kesempatan mengadakan Misa Kudus sendiri, umat Gendingan  juga hadir untuk mengikuti Misa Kudus di Stasi Walikukun. Mulai tahun 1969, Pastor Filippo Catini  CM, memberi pelayanan lebih baik bagi umat  Gendingan dan Walikukun untuk bisa mengikuti Misa Kudus..  Pada tiap hari Minggu  di minggu ke II setiap bulannya.

Sebagai Bapak Pamong Stasi Walikukun pertama dipilihlah Bapak Juventius Muljohusodo. Bersamaan dengan berdirinya stasi itu, berdiri pula SD Katolik “Santa Maria” Walikukun, yang dipelopori oleh Bapak Tjondrowidjojo. Tidak lama kemudian menyusul berdirlah TK Katolik “Santa Maria” Walikukun, yang dipimpin oleh Berta yang dilanjutkan oleh Ibu Christne.

Baik TK Katolik, SD Katolik, dan SMP Katolik di Walikukun, sebagaian alat-alat dan perlengkapan sekolah beserta gedungnya, hampir semuanya atas bantuan Bapak Tjondrowidjojo.

Setelah dirasa makin berkembang dan cukup mampu berjalan sendiri, kemudian diserahkan kepada Yayasan Katolik, yaitu kepada Pastor de Gobbo CM, dan dilanjutkan Pastor Filippo Catini CM, di Ngawi.  

Sejak berdirinya sekolah itulah Stasi Walikukun makin berkembang dan makin dewasa. Selain banyak umat Katolik yang berasal dari luar daerah Walikukun, yang asli Walikukun juga ada sehingga  jumlahnya mencapai kurang lebih sekitar 150 orang. Sejak bulan Juni 1967, di Walikukun mendapat pelayanan Katekis tetap, yaitu Bapak YG. Sutarno BA (Alumni AKI Madiun), yang diserahi tugas untuk membimbing umat Katolik Walikukun.

Beberapa kegiatan umat Katolik di Walikukun, baik itu yang merupakan  kegiatan ke dalam maupun ke luar berjalan baik. Beberapa contoh kegiatan yang dilaksanakan, meliputi:

A.   Kegiatan ke dalam, yaitu:

1. Mengadakan doa keluarga tiap minggu sekali, yaitu tiap hari kamis sore bertempat di Gereja.

2.    Membentuk Dewan Stasi, yang bertugas untuk mengurus Stasi dan Gereja.

3.    Membentuk Organisasi Wanita Katolik (WKRI).

4.    Mengadakan sarasehan Kitab Suci tiap bulan sekali.

5.    Mengadakan bimbingan penyuluhan untuk ibu-ibu WK (Wanita Katolik) sebulan sekali oleh Bapak Katekis.

6.    Mengadakan arisan dan simpan pinjam khusus untuk keluarga Katolik.

7.    Mengadakan aksi sosial puasa untuk menolong kaum miskin.

B.    Kegiatan keluar, diantaranya:

1.  Mengadakan aksi puasa dengan mengumpulkan uang, pakaian bekas, beras, obat-obatan dsb. Pada tahun 1971 dan 1972, ini telah dapat dikumpulkan sebanyak: beras 52 kg, uang sebesar Rp. 2.870, pakaian pantas pakai 65 potong. Semuanya dibagikan kepada kaum miskin di sekitar Walikukun, dan juga untuk menolong anak-anak sekolah yang terlantar.

2.    Masuk ke dalam Organesasi B.K.O.W.

3.    Ikut dalam panitia Hari Besar Nasional.

4.    Mengadakan eksposisi/pameran dan lain-lain.

            Pada bulan Oktober 1971, atas prakarsa Romo Filippo Catini CM, dibeli sebuah Kapel (rumah) lengkap dengan pekarangannya seharga Rp. 200.000,-  Dengan bantuan moril – materiil dan tenaga dari seluruh umat di Walikukun, berhasil dibangun sebuah Gereja sebagai tempat ibadat umat Katolik di Stasi Walikukun.

Pada tanggal, 25 Desember 1971, Gereja itu diresmikan oleh Romo Filippo Catini CM. (Romo Catini ini karena saking akrabnya di wilayah Paroki Ngawi, maka mengubah namanya menjadi Pastor Filippo Katiman CM. Sehingga pada suatu saat pernah ditanya umat  ... kenapa harus mengubah namanya? ..... Ya biar ke jawa-jawaan, Seperti nama orang jawa ....  jawab beliau).

Peresmian gereja diawali dengan Misa Agung Natal (Malam Natal). Nama pelindung yang tetap dipilih Stasi Walikukun yakni “Santo Yohanes Pembaptis”. Sejak saat itu Misa yang biasanya di gedung sekolah atau di rumah dekat pabrik pengeringan tembakau dipindahkan ke Gereja yang baru. ( Jalan Kresno sekarang, kira-kira 300 meter sebelah timur pasar Walikukun, dengan jumlah umat sekitar  357 jiwa. ( Terdiri dari umat  Stasi Gendingan dan umat Stasi Walikukun ) dan sejak saat itu umat di gendingan selalu mengikuti misa di Stasi Walikukun.

Kemudian ada pemikiran umat untuk memiliki sebuah tempat Ibadah ( gereja ) sendiri yang lebih baik dan permanen.  Kemudian pada bulan Oktober tahun 1976. – Bapak Yoventius Moeljohoesodo, selaku ketua stasi mengadakan sensus jumlah umat, ternyata jumlahnya cukup banyak yaitu 257 jiwa. Namun belum memiliki gereja atau tempat ibadat yang pantas.

Selaku ketua stasi mencoba memberanikan diri menghadap Romo Rossi Cm, selaku romo Kepala Paroki Ngawi, untuk menyampaikan uneg – uneg / gagasan dan keinginan dari umat Stasi Walikukun, untuk memiliki gereja yang pantas dan permanen.Ternyata keinginan dan kerinduan umat itu ditanggapi secara positif oleh romo paroki.

 Pada tanggal 20 Oktober 1976. Romo Rossi CM mengutus Romo Bellini CM, dan ketua stasi untuk menemani menghadap Bapa Uskup Yohanes Klooster, di Surabaya.

Dan setelah menyampaikan laporan mengenai jumlah umat serta kerinduannya memiliki gereja, ternyata secara spontan Bapa Uskup menyetujuinya. Pada waktu itu Bapa Uskup mengatakan : “Bersabarlah sambil menunggu pengumpulan dana. Tetapi sebaiknya buatlah proposal berapa perkiraan dana yang diperlukan dan berapa besar ukuran gereja yang akan dibangun”. Dengan rasa syukur dan terima kasih kepada Bapa Uskup, meskipun hari itu sepulang dari Surabaya sudah pukul 22.00 wib. langsung melapor kepada Romo Rossi di paroki Ngawi.

 Kemudian Romo Rossi Cm menghubungi Bapak Tjondro Widjojo yang biasa dipanggil Om Tjan, untuk membuat proposal dan segera dikirim ke Keuskupan Surabaya lewat paroki Ngawi. Kemudian  tempat ibadah di jalan depan pasar Walikukun atau di jalan Kresna tersebut dijual.

Bapak Tjondro Widjojo kebetulan mempunyai sebidang tanah yang diatasnya berdiri sebuah bangunan tepatnya bekas pabrik kapuk.( Lokasi gereja saat ini ). Lokasi itu ada di tepi jalan raya bersebelahan dengan klinik atau puskesmas sekarang, tepatnya di Dukuh Kedungprawan, Desa Gendingan.

             Setelah dana terkumpul, maka pada tanggal 25 Agustus 1976 pembangunan gereja dimulai dengan ditangani sepenuhnya oleh Bapak Tjondro Widjojo. Pada tanggal 10 Nopember 1980, pembangunan gereja selesai

Tepatnya pada hari jumat pon, tanggal 28 Nopember 1980, Gereja yang diberi nama Santo Yohanes Pembaptis yang berada di stasi Walikukun, diberkati oleh Bapa Uskup Yohanes Klooster yang pada waktu itu dihadiri oleh umat cukup banyak, diantaranya dari Ngawi, - Ngrambe, - Widodaren, - Mantingan, - Sine, - Kedunggalar, - dan seluruh umat dari stasi Walikukun sendiri.

Pada waktu itu Bapak Panuju, selaku Bupati Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Ngawi juga hadir dan memberikan sumbangan pembangunan untuk gereja sebesar Rp.250.000,-

 

Perlu diketahui bahwa Gereja Katolik “Santo Yohanes Pembaptis” Walikukun berdiri di atastanah Negara bekas Reglement Van Eugendom ( RVE ) nomor : 1940, seluas + 3150 m2 ( berdasarkan pengukuran dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Ngawi ), yang terletak di Dusun Kedungprawan, Desa Gendingan, Kecamatan Widodaren, Kab. Ngawi dan tercatat atas nama TIK YAT KIE.

Tanah tersebut secara pisik telah dikuasai Badan Gereja Katolik Paroki Santo Yusuf Ngawi, sejak tahun 1976. Dan Tanah gereja ini telah memiliki sertifikat dengan status Hak Milik No.376 tanggal 17 april 2003 yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasiosal, Kabupaten Ngawi.

Tanah gereja yang seluas + 3150 m2 disamping ada bangunan gereja, sebagian ada bangunan  untuk Sekolah SMK Katolik Wiyata Dharma dan SMP Katolik Yos Sudarso. Keberadaan sekolah-sekolah tersebut berada diatas tanah gereja.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan dikarenakan keterbatasan kemampuan kami, serta minimnya informasi yang kami dapatkan.  Maka dengan rendah hati  kami mengharapkan sumbang saran, informasi sebagai kelengkapan untuk menambah sempurnanya sejarah Stasi kita ini.

Demikian sejarah singkat gereja katolik “Santo Yohanes Pembaptis”, stasi Walikukun. Sehingga sampai saat ini tempat dimana kita setiap hari minggu merayakan ekaristi masih ada. Saya percaya, karena tempat ini selalu dipelihara dan dihidupi oleh Ibu dan bapak yang sekarang ini ada berada didalam gedung gereja ini.

Tentunya ucapan syukur kepada Allah yang telah membimbing umat di stasi ini, melintasi jaman. Dan semoga Sejarah Gereja Katolik Stasi Santo Yohanes Pembaptis Walikukun  ini bermanfaat bagi umat.

Semoga Berkat Tuhan senantiasa menyertai umat Stasi Walikukun. ~ Amin.

 

Andreas Herlianto Mariagus Budiawan. ~ Umat Stasi Walikukun 
Pengumpul serpihan-serpihan informasi perjalanan sejarah
berdirinya Stasi Santo Yohanes Pembaptis Walikukun.