1 Mei,
S. Yosef, Pekerja
Ini merupakan pesta St. Yosef yang kedua dalam kalender perayaan Gereja.
Kita juga merayakan pesta St. Yosef pada tanggal 19 Maret yang lalu. St. Yosef
adalah santo yang teramat penting. Ia suami Bunda Maria dan bapa asuh Yesus.
Pada hari ini kita merayakan pengabdiannya sebagai seorang pekerja. St.
Yosef seorang tukang kayu yang bekerja dengan giat di bengkel kecilnya. Ia
mengajarkan kepada kita bahwa pekerjaan yang kita lakukan itu penting artinya.
Dengan bekerja kita menyumbangkan karya serta pelayanan kita kepada keluarga
dan masyarakat. Lebih dari itu, sebagai seorang Kristen, kita sadar bahwa
pekerjaan kita adalah cermin dari diri kita sendiri. Sebab itulah hendaknya
kita mengerjakan pekerjaan kita dengan rajin dan tekun.
Banyak negara menyisihkan satu hari dalam setahun khusus untuk
menghormati para pekerja. Hal tersebut guna meningkatkan martabat dan
penghargaan atas kerja. Gereja memberikan kepada kita seorang teladan
mengagumkan bagi para pekerja, yaitu St. Yosef. Pada tahun 1955, Paus Pius XII
memaklumkan agar pesta St. Yosef Pekerja dirayakan setiap tahun.
St. Yosef mengajarkan bahwa pekerjaan
yang kita lakukan itu amatlah penting artinya, sebab dengannya kita
menyumbangkan karya serta pelayanan kita kepada keluarga dan masyarakat.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Yeremia, Nabi
Yeremia lahir kira-kira pada tahun 650 sebelum Masehi di Anathoth,
dekat kota Yerusalem, termasuk wilayah kerajaan Yehuda. Keluarganya adalah
sebuah keluarga imam yang saleh. Panggilannya sebagai nabi di Israel
diterimanya dari Allah pada tahun 627 sebelum Masehi, dalam tahun ketigabelas
pemerintahan Raja Yosias (Yer1:2). Meskipun panggilan ini terjadi pada usia
mudanya, namun sebenarnya Yeremia telah ditentukan Allah menjadi nabi ketika
masih ada di dalam rahim ibunya (Yer1:5) untuk mewartakan sabda Allah kepada
Israel, umat pilihan Allah. Tatkala Allah memanggilnya untum mengemban tugas
mulia ini, ia menolak karena merasa tidak layak untuk mengemban tugas mulia
itu. Tetapi akhirnya ia pun menerima panggilan itu karena Allah berjanji akan
selalu menyertai dia dalam tugasnya. Yeremia adalah Nabi Israel terakhir
sebelum pembuangan ke Babylonia.
Karya perutusannya sebagai nabi dimulainya pada usia mudanya (Yer1:6) sampai pada saat kejatuhan Yerusalem di tangan bangsa babylonia pada tahun 587 sebelum Masehi. Selama 40 tahun karyanya, Yeremia tanpa mengenal lelah memperingatkan para penguasa bangsa dan pemimpin agama serta seluruh umat Israel akan bahaya kejatuhan mereka karena dosa-dosa Yerusalem dan Yehuda.
Selain dengan itu, Yeremia terus menerus terlibat di dalam beberapa perselisihan dan pertentangan. Ia dengan gigih melawan raja Yoakim dan Yoakin (609-507 sebelum Masehi) yang memutarbalikkan kebijakan keagamaan dari Raja Yosia. Pada masa pemerintahan Raja Sedikia (597-587 sebelum Masehi), nada pewartaannya mulai berubah. Ia tidak lagi mengeluh tentang tugas perutusannya tetapi mulai lebih sungguh-sungguh membaktikan dirinya pada tugas yang dibebankan Allah padanya. Dengan gigih ia berusaha meyakinkan Yehuda akan penguasaan bangsa Babylonia. Meskipun demikian ia tidak diterima, bahkan dituduh sebagai pengkhianat bangsanya oleh orang-orang yang menginginkan raja Sedikia bersekutu dengan Mesir dan memberontak (Yerl37:17-21). Karena itu, Yeremia mengalami penderitaan batin dan frustasi yang hebat.
Walaupun ia menderita, ia tetap
pasrah dan taat pada kehendak Allah. Cintanya akan Allah dan keakraban
hubungannya dengan Allah ini mendorong dia untuk mendalami lebih jauh teologi
tradisional Israel tentang Perjanjian. Imannya itu berdasar pada pengetahuan
yang mendalam akan Perjanjian Cinta Allah dengan Israel, umat pilihanNya, yang
memperkenankan Israel mengambil bagian dalam kekudusanNya. Dalam perjanjian
Cinta itu, Allah menuntut dari Israel ketaatan penuh pada kehendakNya
sebagaimana diwahyukan di dalam perintah-perintahNya dan dinyatakan melalui
nabi-nabiNya. Menolak mengakui kebaikan dan cinta Allah yang diwahyukan adalah
dosa. Dan dosa bagi Israel adalah perbuatan melawan kesucian perkawinan antara
Allah dan bangsa Israel (Yer2:20,25). Dosa mengakibatkan pengadilan Allah atas
Israel untuk memurnikan mereka. Yeremia menyadari bahwa pengadilan Allah
merupakan tahap awal pengampunan dan pembaharuan batin yang radikal.
Dalam pewartaannya tentang malapetaka yang akan terjadi atas
Israel, Yeremia menubuatkan suatu ‘Sisa Kecil”, suatu kelompok kecil umat yang
tetap setia pada Allah (Yer23:3,4; 30:10; 11; 31:10-14). Sisa Kecil ini adalah
benih harapan dimasa yang akan datang, kepadanya Allah mencurahkan pengampunan
dan belaskasihanNya, dan dengannya Allah mengadakan suatu perjanjian Baru
(Yer31:31-34).
Allah akan menciptakan bagi Israel suatu hubungan spiritual yang baru dan
mendalam, dan akan menuliskan hukumNya di dalam hati mereka serta tinggal di
dalam hati mereka.
Yeremia dengan tekun membantu perkembangan Sisa Kecil Israel yang saleh dari suku Yehuda ini karena mereka dengan sabar menantikan tibanya hari Tuhan yang menyelamatkan. Penderitaan Yeremia yang demikian hebat menjadikan dia sebagai tokoh lambang bagi Yesus Kristus. Yeremia, yang hidup penuh penderitaan, namun tetap pasrah dan taat pada kehendak Allah yang mengutusnya, menjadi lambang gambaran Hamba Yahweh yang menderita sebagaimana diramalkan Yesaya ([[Yes 35]]).
Santo Peregrinus Laziosi, Pengaku Iman
Yeremia dengan tekun membantu perkembangan Sisa Kecil Israel yang saleh dari suku Yehuda ini karena mereka dengan sabar menantikan tibanya hari Tuhan yang menyelamatkan. Penderitaan Yeremia yang demikian hebat menjadikan dia sebagai tokoh lambang bagi Yesus Kristus. Yeremia, yang hidup penuh penderitaan, namun tetap pasrah dan taat pada kehendak Allah yang mengutusnya, menjadi lambang gambaran Hamba Yahweh yang menderita sebagaimana diramalkan Yesaya ([[Yes 35]]).
Santo Peregrinus Laziosi, Pengaku Iman
Peregrinus Laziosi lahir di kota Forli, Italia pada tahun 1260. Ia
menaruh kebencian besar kepada Gereja Katolik. Ia pun termasuk salah seorang
yang memusuhi Sri Paus di Roma. Dengan sifatnya yang keras dan kasar, ia
melancarkan serangan terhadap Gereja Katolik di wilayah Romagna. Awal
kehidupannya sebagai ‘manusia baru’ dalam iman Kristiani bermula dari
tindakannya yang brutal terhadap Pastor Filipus Benizi (1225-1285). Diceritakan
bahwa pada suatu kesempatan khotbah dalam rangka misi perdamaian yang
dirancangakan oleh Sri Paus, Pastor Filipus ditinju hingga roboh oleh
Peregrinus. Tetapi Pastor yang saleh ini tidak memberikan suatu perlawanan
balik kepada Peregrinus. Ia bahkan bangkit dan berdoa bagi Peregrinus serta
memaafkan dia.
Sikap Pastor Filipus ini menyentuh hati Peregrinus yang keras
membatu itu. “Belum pernah aku menjumpai orang seperti dia ini”, kata
Peregrinus dalam hatinya. Lalu ia berlutut di hadapan pastor Filipus dan
meminta maaf atas perlakuan kasarnya itu. Semenjak itu ia bertobat dan bertekad
menjalani suatu kehidupan baru dengan doa dan matiraga. Rahmat Tuhan semakin
hebat mempengaruhi hidupnya. Pada suatu hari, Bunda Maria menampakkan diri
kepadanya dan menyuruh dia pergi ke Siena. Di Siena ia diterima oleh Pastor
Filipus sebagai salah seorang anggota Ordo Servit Santa Maria.
Di dalam ordo ini Tuhan melaksanakan rancanaNya atas diri Peregrinus. Pada suatu hari Peregrinus jatuh sakit. Ia diserang penyakit kanker ganas pada kakinya. Dokter yang merawatnya menganjurkan agar kakinya di potong demi menyelamatkan nyawanya. Sebelum ia tidur malam, ia berdoa kepada Tuhan Yesus Tersalib hingga tertidur. Dalam mimpinya, ia melihat Yesus mengulurkan tanganNya dari atas salib dan menyentuh kakinya yang sakit itu. Ketika bangun dari tidur, didapatinya kakinya sudah sembuh. Peristiwa ajaib ini semakin mengokohkan imannya akan kebenaran ajaran gereja.
Rahmat kesembuhan ini mengobarkan semangatnya untuk tetap membaktikan dirinya kepada Tuhan dan Gereja dengan menjadi imam. Selama 62 tahun ia berkarya dengan penuh semangat diperkuat oleh doa dan matiraga yang mendalam. Ia meninggal dunia pada tahun 1345 dan diangkat gereja sebagai pelindung para penderita sakit bernanah dan kanker.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Di dalam ordo ini Tuhan melaksanakan rancanaNya atas diri Peregrinus. Pada suatu hari Peregrinus jatuh sakit. Ia diserang penyakit kanker ganas pada kakinya. Dokter yang merawatnya menganjurkan agar kakinya di potong demi menyelamatkan nyawanya. Sebelum ia tidur malam, ia berdoa kepada Tuhan Yesus Tersalib hingga tertidur. Dalam mimpinya, ia melihat Yesus mengulurkan tanganNya dari atas salib dan menyentuh kakinya yang sakit itu. Ketika bangun dari tidur, didapatinya kakinya sudah sembuh. Peristiwa ajaib ini semakin mengokohkan imannya akan kebenaran ajaran gereja.
Rahmat kesembuhan ini mengobarkan semangatnya untuk tetap membaktikan dirinya kepada Tuhan dan Gereja dengan menjadi imam. Selama 62 tahun ia berkarya dengan penuh semangat diperkuat oleh doa dan matiraga yang mendalam. Ia meninggal dunia pada tahun 1345 dan diangkat gereja sebagai pelindung para penderita sakit bernanah dan kanker.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Atanasius dilahirkan sekitar tahun 297 di Alexandria, Mesir. Ia
membaktikan seluruh hidupnya untuk membuktikan bahwa Yesus adalah sungguh
Allah. Hal ini amat penting, karena sekelompok orang yang disebut Arian
menyangkalnya. Sebelum ia menjadi seorang imam, Atanasius telah banyak membaca
buku tentang iman. Oleh sebab itulah dengan mudah ia dapat menunjukkan
kelemahan-kelemahan ajaran bidaah Arian.
Atanasius ditahbiskan sebagai Uskup Agung Alexandria ketika usianya masih
belum tiga puluh tahun. Selama empat puluh enam tahun, ia menjadi seorang
gembala yang menggembalakan umatnya dengan gagah berani. Empat orang kaisar
Romawi tidak dapat memaksanya berhenti menuliskan penjelasan-penjelasannya yang
terang dan jelas mengenai iman kita yang kudus. Para musuhnya menganiayanya
dengan berbagai cara.
Lima kali ia diusir dari keuskupannya sendiri. Pengasingannya yang
pertama berlangsung dua tahun lamanya. Ia dibuang ke kota Trier pada tahun 336.
Seorang uskup yang baik, St Maximinius, menyambutnya dengan hangat.
Pengasingan-pengasiangan lainnya berlangsung lebih lama. Atanasius
dikejar-kejar oleh orang-orang yang hendak membunuh dia. Di salah satu
pengasingannya, para rahib menyembunyikannya di padang gurun selama tujuh
tahun. Para musuhnya tidak dapat menemukannya.
Suatu ketika, para prajurit kaisar mengejar Atanasius hingga ke Sungai
Nil. “Mereka berhasil mengejar kita!” teriak para sahabat uskup. Tetapi,
Atanasius sama sekali tidak khawatir. “Putar balik perahu kita,” katanya
tenang, “mari menyongsong mereka.” Para prajurit di perahu yang lain berteriak,
“Apakah kalian melihat Atanasius?” Jawab mereka: “Kalian tidak jauh darinya!”
Perahu musuh melaju sekencang-kencangnya dan Atanasius pun selamatlah.
Umat di Alexandria mengasihi uskup agung mereka yang baik hati itu. Ia
seperti seorang bapa bagi mereka. Sementara tahun-tahun berlalu, mereka
menghargainya lebih dan lebih lagi, betapa banyak ia telah menderita bagi Yesus
dan Gereja. Umatlah yang mengatur serta mengusahakan agar ia dapat hidup dengan
tenang. Ia menghabiskan tujuh tahun terakhir hidupnya dengan tenang bersama
mereka. Para musuh tetap mengejarnya, namun tak pernah dapat menemukanya.
Selama masa itu, St. Atanasius menulis tentang Riwayat Hidup St. Antonius Pertapa. Antonius telah
menjadi sahabat dekatnya sejak Atanasius masih muda. St. Atanasius wafat dalam
damai pada tanggal 2 Mei 373. Ia tetap menjadi salah seorang santo terbesar dan
tergagah sepanjang masa.
Tantangan apakah yang aku hadapi
sebagai seorang Kristen pada masa sekarang? Dengarkanlah kata-kata Yesus: “Di
rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal ... Aku pergi ke situ untuk menyediakan
tempat bagimu. Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di
tempat di mana Aku berada, kamupun berada. (Yoh 14:2-3)
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Boris, Raja dan Pengaku Iman
Boris adalah raja pertama Bulgaria yang menganut agama Kristen dan
giat menyebarkan Injil. Sembilan tahun sebelum kematiannya, ia turun takhta dan
menjadi biarawan. Boris dihormati sebagai santo nasional Bulgaria. Ia meninggal
dunia pada tahun 709.
Santo Sigismund, Pengaku Iman
Raja Burgundia yang baru menjadi Katolik itu atas hasutan istrinya
yang kedua menyuruh orang mencekik puteranya sendiri dari ratu pertama (yang
sudah meninggal). Tidak lama berselang, ia bertobat sungguh-sungguh dan banyak
berbuat amal. Sigismund dikalahkan oleh raja Franken dan di buang ke
dalam sumur bersama anak-istrinya dan mati lemas pada tahun 524. Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
3 Mei, S. Filipus & S. Yakobus
Kedua orang kudus ini termasuk dalam kedua belas rasul Yesus. Filipus
merupakan salah seorang dari para rasul-Nya yang pertama. Ia dilahirkan di
Betsaida, di wilayah Galilea. Tuhan Yesus bertemu dengannya dan berkata,
“Ikutlah Aku!” Filipus sangat bersukacita bersama Yesus. Ia ingin membagikan
sukacitanya itu kepada sahabatnya,Natanael. “Kami telah menemukan Dia, yang disebut
oleh Musa dalam kitab Taurat dan oleh para nabi,” kata Filipus, “yaitu Yesus
dari Nazaret.” Natanael tidak ikut bergembira. Nazaret hanyalah sebuah kota
kecil, dan bukannya suatu kota besar dan penting seperti Yerusalem. Jadi,
kata Natanael, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” Tetapi,
Filipus tidak marah mendengar jawaban sahabatnya itu. Ia hanya mengatakan,
“Mari dan lihatlah!” Natanael pergi menjumpai Yesus. Setelah berbicara
dengan-Nya, Natanael juga menjadi seorang pengikut Kristus yang setia.
St. Yakobus adalah putera Alfeus dan saudara sepupu Yesus. Setelah
kenaikan Yesus ke surga, Yakobus menjadi Uskup Yerusalem. Orang banyak sangat
menghormatinya dan memberinya julukan “Yakobus si Adil,” yang berarti “Yakobus
yang Kudus.” Ia juga dijuluki “Yakobus Muda,” karena ia lebih muda dari seorang
rasul lainnya yang juga bernama Yakobus. Yakobus yang lain itu dijuluki
“Yakobus Tua” karena ia lebih tua usianya.
St. Yakobus seorang yang lemah lembut dan pemaaf. Ia menghabiskan banyak
waktunya untuk berdoa. Terus-menerus ia memohon kepada Tuhan untuk mengampuni
mereka yang menganiaya para pengikut Kristus. Bahkan ketika para penganiaya
umat Kristen menjatuhkan hukuman mati atasnya, Yakobus memohonkan ampun bagi
mereka kepada Tuhan. St. Yakobus wafat sebagai martir pada tahun 62.
Bagaimana jika aku menjadi seorang
rasul Kristus pada masa sekarang? Maukah aku mewartakan Kabar Gembira akan apa
yang aku dapatkan dari iman kepada Yesus?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Elodie Paradis dilahirkan di desa L'Acadie di Quebec, Canada pada tanggal
12 Mei 1840. Orangtuanya miskin, namun mereka adalah orang-orang Katolik yang
saleh. Mereka mencintai gadis kecil mereka. Ketika Elodie berusia sembilan
tahun, orangtuanya memutuskan untuk mengirimkannya ke sebuah sekolah asrama.
Mereka menginginkan puteri mereka mendapatkan pendidikan yang baik.
Suster-suster Notre Dame dengan hangat menyambut murid baru mereka. Elodi
senang tinggal di asrama, meski ia dan keluarganya sungguh saling merindukan
satu sama lain.
Bapak Paradis bekerja keras mengusahakan penggilingan. Tetapi masa-masa
itu sungguh sulit dan penggilingan tidak memberikan hasil yang cukup untuk
menopang hidup isteri dan anak-anaknya. Ia mendengar kabar-kabar yang
menjanjikan mengenai penambangan emas di California. Pak Paradis begitu putus
asa dengan usahanya hingga ia memutuskan untuk pergi juga. Di California, ia
tidak mendapatkan kekayaan seperti yang ia harapkan. Sebab itu ia kembali ke
L'Acadie, dan sungguh tergoncang hatinya mendapati puterinya telah masuk biara.
Elodie menggabungkan diri dalam Kongregasi Salib Suci pada tanggal 21 Februari
1854. Ayahnya segera menyusul ke biara. Ia memohon dengan sangat kepada
puterinya untuk pulang ke rumah, tetapi puterinya memilih untuk tinggal. Pada
akhirnya, ayahnya dapat menerima. Elodie mengucapkan kaulnya pada tahun 1857.
Elodie yang mengambil nama biara Marie-Leonie mengajar di sekolah-sekolah
di berbagai kota. Ia berdoa dan melewakan hari-harinya dengan penuh sukacita.
Sementara hari-hari berlalu, Sr Marie-Leonie dibimbing oleh Yesus untuk memulai
sebuah ordo religius baru dalam Gereja. Suster-suster Kecil dari Keluarga Kudus
dimulai pada tahun 1880. Para suster yang penuh kasih ini membaktikan diri pada
pelayanan bagi para klerus. Suster-suster Kecil dari Keluarga Kudus sekarang telah
memiliki enampuluh tujuh biara yang tersebar di Canada, Amerika Serikat, Roma
dan Honduras.
Moeder Marie-Leonie terus berkarya hingga jam-jam terakhir hidupnya. Ia
senantiasa rapuh dan kerap jatuh sakit. Namun demikian ia tidak pernah berhenti
melayani umat Allah. Ia menuliskan koreksi-koreksi terakhir pada
halaman-halaman buku peraturan hidup yang ditulisnya. Ia telah mengirimkannya
ke percetakan. Buku tersebut akan memberikan bimbingan yang diperlukan para
susternya. Hari itu hari Jumat, 3 Mei 1912, ketika Moeder Marie-Leonie
mengatakan bahwa ia amat lelah. Ia berbaring untuk beristirahat dan wafat
beberapa jam kemudian. Usianya tujuhpuluh satu tahun.
Terkadang kita takut akan masa depan
kita. Kiranya sabda Yesus menghibur dan memberi kita pengharapan, “Jangan
takut, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Gemma Galgani, Perawan
Gemma Galgani lahir di Camigliano, Tuscany, Italia pada tanggal 12
Maret 1878. Ketika berumur dua tahun, Gemma kecil tinggal di rumah seorang
sanaknya karena beberapa anggota keluarganya, terutama ayah dan ibunya
penderita penyakit TBC Sinkron. Hal ini ditempuh dengan maksud agar Gemma tidak
terjangkiti penyakit ganas itu. Di sana ia bertumbuh besar dengan baik. Pada
umur sembilan tahun, ia menerima komuni pertama. Semenjak itu ia bertekad
menempa dirinya menjadi orang yang rajin berdoa. Ia tampak sederhana dalam
berpakaian namun menyimpan dalam hatinya suatu kesucian hidup yang luar biasa.
Pada suatu ketika tatkala sedang berdoa di gereja untuk ayah dan ibunya yang
sedang sakit, tiba-tiba ia mendengar suata suara ajaib: “Gemma, bolehkah ibumu
Kuambil?” Tanpa banyak berpikir, Gemma menyahut suara itu: “Ya, boleh Tuhan!
Tetapi saya juga turut”. “Tidak! Kali ini hanya ibumu. Kelak, Gemma boleh juga
turut ke surga!” balas suara itu.
Ketika Gemma berumur 20 tahun, ayahnya meninggal dunia. Ia ditinggalkan ayahnya dalam keadaan miskin dan melarat. Dalam keadaan itu, sebagai anak perempuan tertua, ia harus mengurus adik-adiknya. Betapa berat beban yang ditinggalkan orang-tuanya. Sementara itu penyakit TBC yang ganas itu mulai perlahan-lahan menyerangnya juga. Penyakit inilah yang menjadi penghalang terbesar baginya dalam melaksanakan tugas sehari-hari, terutama dalam mewujudkan cita-citanya menajdi seorang suster Passionis. Permohonannya untuk menjadi suster Passionis ditolak karena penyakit yang dideritanya itu. Tetapi ia tidak putus asa.
Ia percaya bahwa penyakit itu
bisa disembuhkan. Untuk itu ia berdoa untuk memohon kesembuhan. Ia melakukan
novena kepada Santo Gabriel Porssenti (1838-1862), seorang imam Passionis, yang
menjadi tokoh pujaannya. Tuhan ternyata mengabulkan permohonan Gemma dengan
memberikan penyembuhan ajaib kepadanya. Meskipun demikian, kesehatannya tidak
pulih seluruhnya, sehingga cita-citanya untuk menjadi suster passionis tetap
tidak terwujudkan. Oleh karena itu, ia bertekad untuk menghayati hidup baktinya
kepada Tuhan di rumah seorang wanita Katolik, tempat ia bekerja sebegai
pembantu rumah tangga. Dalam cara hidup demikian, Gemma ternyata bisa mengalami
suatu kedekatan yang mendalam dengan Tuhan. Ia mengalami banyak peristiwa ilahi
dalam hidupnya, dan dikaruniai kelima luka Yesus (stigmata) pada kaki, tangan,
dan lambungnya, serta luka-luka pada kepala Yesus karena tusukan mahkota duri.
Selain mengalami penderitaan badani, Gemma juga mengalami penderitaan batin
yang hebat karena celaan orang-orang sekitar terhadap cara hidupnya.
Gemma sadar bahwa ia mendapat
tempat istimewa dalam hati Tuhan. Namun ia tetap rendah hati dan menganggap
dirinya lebih rendah daripada orang-orang lain di hadapan Tuhan. Akhirnya,
sebagaimana pernah didengarnya sendiri dari suara ajaib itu, Gemma dipanggil
menghadap Tuhan pada tanggal 11 April 1903 di Lucca, Tuscany, Italia.
Dikemudian hari oleh Paus Pius XII (1939-1963) Gemma dinyatakan ‘Kudus’ pada
tanggal 2 Mei 1940, gelar Kudus ini diberikan kepada Gemma bukan karena
pengalaman rohaninya yang luar biasa, melainkan karena kesucian hidup dan
kerendahan hatinya baik di hadapan sesamanya maupun di hadapan Tuhan.
Santa Rachel, Pengaku Iman
Rachel adalah seorang gadis keturunan Yahudi. Bersama orangtuanya,
ia tinggal di Louvain, Belgia. Iman Kristen sudah dikenalnya semenjak masa
kecilnya. Ketika berusia 12 tahun, ia meninggalkan orangtuanya yang masih
menganut agama Yahudi, demi imannya kepada Kristus. Ia kemudian menjadi seorang
suster dengan nama Katerina.
Rachel, Istri Yakob
Rachel, istri Yakob, leluhur Israel, adalah ibu kandung Yusuf (Kej
30:22-24), dan Benyamin (Kej 35:16-20). Rachel juga adalah nenek dari Efraim
dan Manasse. Ia meninggal dunia setelah melahirkan Benyamin. Jenazahnya
dikuburkan di Efrata, sebelah Utara Yerusalem, daerah yang kemudian didiami
oleh suku Benyamin. Kitab kej 35:19 menunjukkan Betlehem sebagai tempat
penguburan Rachel. Disana Yakob mendirikan baginya sebuah tugu peringatan.
Tradisi Kitab Suci memandang Rachel bersama saudaranya Lea sebagai dua orang
ibu yang ‘membangun keluarga Israel’ (Ruth 4:11). Dalam kejadian bab 29
dapatlah dilihat kisah tentang siapa Rachel itu. Selain itu, terdapat juga
empat keterangan lain yang menjelaskan tentang diri Rachel (Ruth 4:11; Raj
10:2; Yer 31:15; dan Mat 2:18).
Para Martir dari Inggris
Henry VIII, raja Inggris yang terkenal kejam itu, memisahkan
Gereja di Inggris dari Roma, sebab Sri Paus tidak bersedia mengesahkan perceraiannya
dengan istrinya yang pertama. Ia lalu mengangkat dirinya menjadi kepada Gereja
Inggris. Ia menuntut supaya semua pihak mengakuinya sebagai Kepala Gereja.
Mereka yang membangkang diancam hukuman mati. Mula-mula sedikit saja yang
menentang raja seperti John Fischer, uskup yang diangkat menjadi Kardinal
ketika berada di penjara; lalu Thomas Moore, kanselir dan sastrawan.
Pertama-tama John Houghton, Abbas biara Kartus London, dan Lincoln, bersama
dengan 18 rahibnya dan imam-imam projo dibunuh dengan kejam.
Tidak kurang dari 950 biara
ditutup dan segala harta miliknya disita oleh raja yang menginginkan tanah dan
milik gereja itu. Puluhan gedung Gereja dihancurkan. Di bawah pemerintahannya,
Henry membunuh dua dari enam orang istrinya, dan 50 martir menemui ajalnya.
Penganiayaan yang lebih kejam lagi dilakukan oleh putrinya Ratu Elisabeth I. Ia
tegas-tegas menuntut agar diakui sebagai kepala Gereja Inggris (1559). Semua
uskup dipenjarakan dan rakyat dipaksa mengikuti ibadat Angilkan. Sekalipun
Elisabeth begitu kejam, namun dari 188 martir waktu itu tidak satu pun yang
tidak loyal terhadap dia sebagai ratu. Sungguhpun demikian ratu memerintahkan
bawahannya supaya menyiksa mereka dengan cara-cara paling ngeri dan tidak
berperikemanusiaan. Semua imam ditangkap dan dibunuh dan orang-orang awam yang
memberi penginapan kepada mereka digantung. Akan tetapi ancaman ini tidak
berhasil mencegah banyak pemuda Inggris yang berani mengungsi ke daratan Eropa
dan belajar teologi, lalu pulang ke negerinya untuk melayani umat. Setiap gerak
langkah mereka dibuntuti oleh dinas Intelejen ratu, sehingga sesudah beberapa
tahun mereka ditangkap, disiksa, digantung dan sebelum mati dipotong untuk
dicincang-cincang.
Di antara mereka dikenal Edmund
Campion SJ (pesta: 1Des), yang ketika menjadi mahasiswa pernah mengelu-ngelukan
ratu dengan sajak pujian di Universitas Oxford; Cuthbert Mayne Pr yang
disalahkan karena membawa surat Paus ke dalam negeri. Margaret Clitherow
ditindih dengan batu besar sampai mati, karena memberikan penginapan kepada
seorang imam dan tidak mau membocorkan nama imam itu kepada polisi; P. Robert
Southwll SJ (pesta: 1Des), penyair dan imam yang disekap dalam kandang penuh
tahi dan kotoran sesudah disiksa selama 4 hari.
Ayahnya yang Protestan itu segera meminta kepada ratu agar
selekasnya menghukum mati anaknya. Kadang-kadang para martir di bunuh dalam sel
penjara yang sudah penuh sesak dan tak pernah boleh dibersihkan itu. Mereka
tidak boleh keluar barang sebentarpun untuk memenuhi kebutuhannya. Jarum-jarum
ditusukkan di bawah kuku Aleksander Braint SJ (pesta: 1Des), supaya
mengkhianati imam-imam temannya. Bruder Nikolaus Owen SJ (pesta: 1Des), yang
dipanggil ‘Little John’, disiksa dengan kejam sekali karena pandai membuat
tempat-tempat persembunyian bagi para imam. Lagi pula ia tidak mau membocorkan
nama para imam maupun tempat mereka bersembunyi. Richard Gwyn, seorang awam dan
guru, dibunuh dan menjadi martir pertama di Wales. Filip Howard, bangsawan
pengiring ratu, bertobat karena menyaksikan keberanian dan kepandaian Edmund
Campion di depan pengadilan. Ia sendiri kemudian ditangkap dan meringkuk selama
10 tahun di Tower London, sampai akhirnya diracuni atas perintah ratu yang
mengingikan kekayaannya. Roger Wrenno, seorang penenun kain, digantung pada
tahun 1616 di Lancaster. Namun talinya putus, sehingga ia terjatuh. Ketika
sadarkan diri, pendeta-pendeta mendesaknya supaya murtad saja. Tetapi Roger
dengan cepat naik tangga lagi dan meminta algojo supaya memasang tali yang
lebih kuat. Ketika ditanya mengapa ia begitu buru-buru, Roger menjawab:
“Seandainya anda melihat apa yang baru saya lihat, anda pasti juga ikut
terburu-buru.” Ia telah melihat cahaya Ilahi menantikan kedatangannya. Anna
Line, seorang janda, sewaktu dipenggal berseru: “Alangkah baiknya seandainya saya
memberi penginapan kepada seribu orang imam daripada kepada seorang saja.”
Sampai masa pemerintahan Charles II, darah dari 78 martir masih disemburkan
karena berpegang teguh pada iman dan ajaran Katolik. Baru seusai pembunuhan
atas uskup Oliver Plunket dari Irlandia (1681), penganiyaan yang ganas
mengendor. Gereja Inggris bangga atas begitu banyak putra-putrinya yang berani
melawan diktator raja-raja dan parlemen. Sejumlah 192 martir sudah dinyatakan
‘Kudus’ secara resmi oleh Gereja sampai tahun 1965.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
5 Mei,
S. Yudit dari Prussia.
St Yudit hidup pada abad ketigabelas. Ia dilahirkan di Thuringia,
sekarang terletak di Jerman tengah. Ia ingin mengamalkan hidupnya seturut
teladan St Elizabeth dari Hungaria yang dimaklumkan
kudus pada tahun 1235. Pada masa Yudit, banyak perempuan Kristiani terinspirasi
oleh teladan hidup St Elizabeth.
Ketika usianya limabelas tahun, Yudit dinikahkan dengan seorang pemuda
bangsawan yang kaya. Yudit berusaha menjadi seorang isteri Kristiani yang baik.
Ia teristimewa murah hati kepada orang-orang miskin. Suaminya seorang yang
baik, tetapi ia puas dengan gaya hidup orang berada. Ia mengharapkan isterinya
berdandan dan bergaya hidup seperti seorang perempuan kaya pada umumnya. Ia
beranggapan bahwa penampilan akan mengundang rasa hormat orang. Tetapi Yudit
dengan lemah lembut membujuknya untuk berdandan dan bergaya hidup lebih
bersahaja. Dengan demikian, mereka akan memiliki lebih banyak untuk diberikan
kepada orang-orang yang kurang beruntung.
Sekonyong-konyong suami Yudit meninggal dunia dalam perjalanan ziarah ke
Tanah Suci. Janda muda ini harus membesarkan anak-anaknya seorang diri. Ketika
anak-anak telah dewasa, Yudit mendengarkan kerinduan yang ada dalam hatinya
semenjak hari-hari bahagia hidupnya, hari-hari sibuknya. Ia meninggalkan
segalanya dan hidup sebagai seorang pertapa. Ia pindah ke Prussia di mana orang
tidak mengenalinya berasal dari keluarga kaya. Di sana ia melewatkan
hari-harinya dalam doa dan merawat para pengelana yang lelah capai yang lewat
di depan gubuk kecilnya. Ia berdoa teristimewa demi pertobatan mereka yang
belum percaya. Ia berdoa juga bagi mereka yang baru dibaptis Kristen agar tetap
setia pada iman.
“Tiga hal dapat menghantar kita semakin dekat pada Tuhan,” begitu katanya
suatu ketika. “Ketiga hal itu adalah penderitaan jasmani, terpencil di suatu tanah
asing, dan memilih hidup miskin sebab kasih kepada Tuhan.” St Yudit wafat
akibat serangan demam pada tahun 1260.
Marilah kita berdoa memohon rahmat
agar pandangan kita senantiasa terarah pada Tuhan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Hilarius dari Arles, Uskup
Hilarius lahir kira-kira pada tahun 401. Ketika meninjak masa
remajanya, Hilarius masuk biara santo Honoratus di Pulau Lerins, Prancis dan
ditabhiskan menjadi Uskup Agung Arles pada usia 29 tahun. Ia juga diangkat oleh
Sri Paus Leo Agung (440-460) sebagai Uskup Metropolitan di Propinsi Gerejawi
itu. Dalam jabatannya itu, Hilarius tetap menghayati cara hidup sederhana
seorang rahib, dan rajin melakukan pekerjaan-pekerjaan tangan demi
kesejahteraan para fakir miskin. Ia dikenal sebagai seorang Uskup yang tinggi
disiplin hidupnya dan aktif dalam karya-karya pastoral.
Ia memecat Uskup Chelidonius dan Proyektus dari jabatan karena kurang aktif dalam tugas dan kurang berdisiplin diri. Karena tindakan ini bukan merupakan wewenangnya, maka ia diberi peringatan tegas oleh Paus Leo Agung, dan diturunkan jabatannya sebagai uskup Metropolitan.
Ia memecat Uskup Chelidonius dan Proyektus dari jabatan karena kurang aktif dalam tugas dan kurang berdisiplin diri. Karena tindakan ini bukan merupakan wewenangnya, maka ia diberi peringatan tegas oleh Paus Leo Agung, dan diturunkan jabatannya sebagai uskup Metropolitan.
Meskipun demikian, ia tetap menjadi Uskup Arles, dan terus berkarya seperti biasa hingga hari kematiannya pada tahun 449. Hilarius, seorang uskup yang sederhana, miskin, rajin dan mahir menafsirkan Kitab Suci.
Santa Yutta, Pengaku Iman
Sebagai seorang bangsawan, ia menikmati kehidupan yang sejahtera.
Hartanya berlimpah, namun setelah suaminya gugur di medan perang, Yutta
meninggalkan segala kemewahannya dan mengalihkan perhatiannya untuk membantu
kaum miskin dan merawat orang-orang buta. Yutta menjalankan devosi khusus kepada
Hati Kudus Yesus. Ia meninggal dunia sebagai pertapa di Kulmsee, Prusia Timur.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Beato Francois adalah uskup pertama Quebec City, Canada. Ia dilahirkan
pada tahun 1623 di sebuah kota kecil di Perancis. Ia mendapatkan pendidikan
Katolik yang baik. Ia melanjutkan belajar di Yesuit dan lalu pergi ke Paris
guna menyelesaikan persiapannya ke jenjang imamat. Pada bulan Mei 1647 Francois
ditahbiskan sebagai imam dan pada tanggal 8 Desember 1658 ditahbiskan sebagai
uskup. Pada tahun 1659 ia tiba di New France.
Uskup Laval memiliki semangat misioner yang tinggi. Terlebih lagi, ia
memiliki keberanian untuk memikul tugas tanggung jawab yang berat. Ia dipercaya
untuk mengorganisir Gereja di Canada yang masih merupakan daerah misi. Uskup
Laval meminta para misionaris Yesuit untuk melayani penduduk setempat. Ia
membentuk paroki-paroki baru bagi umat Katolik yang berbahasa Perancis. Pada
tahun 1663, ia mendirikan seminari di Quebec. Ini merupakan langkah yang amat
penting mengingat seminari yang baik diperlukan untuk mendidik calon-calon imam
bagi umat Allah.
Uskup Laval mengasihi umatnya di wilayahnya yang amat luas. Ia seorang
uskup yang penuh perhatian dan hidup dalam doa. Salibnya yang teristimewa
adalah campur-tangan terus-menerus dari otoritas sipil. Ia khususnya berbicara
lantang mengenai pengaruh buruk perdagangan minuman keras.
Pada tahun 1688, ia pensiun dan digantikan oleh Uskup de Saint-Vallier.
Uskup Laval membaktikan duapuluh tahun terakhir hidupnya dalam karya-karya
belas kasih dan pelayanan rohani. Ia wafat paa tahun 1708. Para peziarah datang
berdoa di makamnya dan banyak mukjizat dilaporkan terjadi. Paus Yohanes Paulus
II memaklumkan Uskup Laval sebagai “beato” pada tanggal 22 Juni 1980.
Marilah kita berdoa bagi segenap
misionaris di seluruh dunia agar mereka mendapati penghiburan dan keberanian
dalam Tuhan Yesus.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Dominikus Savio, Pengaku Iman
Dominikus Savio lahir di Riva di Chieri, Italia Utara pada tanggal 2 April
1842. semenjak kecilnya, dia sudah menunjukkan suatu perhatian dan penghargaan
yang tinggi pada doa dan perayaan Misa Kudus. Setelah menerima komuni Pertama
pada usia 7 tahun, ia menjadi putra altar yang rajin di gereja parokinya.
Orangtuanya kagum, lebih-lebih akan ucapannya yang terkenal berikut: “Lebih
baik mati daripada berbuat dosa.” Ucapan ini menunjukkan suatu tahap kematangan
rohani yang melampaui umurnya yang masih sangat muda itu. Setelah menamatkan
sekolah dasarnya, Dominikus menjadi murid Santo Yohanes Don Bosco di Turin pada
sebuah sekolah yang khusus bagi anak-anak orang miskin. Di mata Don Bosko,
Dominikus adalah seorang remaja yang berkepribadian menarik, bahkan seorang
anak yang dikaruniai Rahmat Allah yang besar. Oleh karena itu, Don
Bosco memberi perhatian khusus padanya selama berada di Turin dengan maksud
memasukkannya ke pendidikan seminari.
Sementara menjalani pendidikan di Turin, tumbullah dalam hatinya suatu kepastian bahwa ia akan menemui ajalnya dalam masa mudanya. Kepada Don Bosco gurunya, ia mengatakan: “Tuhan membutuhkan aku untuk menjadi orang Kudus di surga. Aku akan mati. Bila aku tidak mati, aku akan tergolong manusia yang gagal.”
Pada usia 20 tahun, ia mempersembahkan dirinya kepada Bunda Maria dengan suatu janji untuk selalu hidup murni. Kepada bunda Maria, ia pun meminta agar ia boleh meninggal sebelum melanggar janji itu. Permintaan ini didorong oleh rasa takutnya pada kemungkinan jatuh dalam dosa. Untuk menjaga janji kemurniaannya, ia senantiasa berdoa dan memohon pengampunan dosa dari Pastor Don Bosco.
Oleh pengaruh kesalehan Don Bosco, Dominikus dengan tekun mengusahakan keberhasilan dalam usaha belajarnya. Di antara kawan-kawannya, ia menjadi seorang rasul yang aktif. Ia membantu memberi pelajaran agama dan mata pelajaran lainnya serta merawat orang-orang sakit. Untuk mendidik anak-anak yang bandel, ia mendirikan sebuah klub remaja dan memberi mereka pelajaran agama.
Pada tahun 1856 ia jatuh sakit. Dokter yang merawatnya membujuk agar ia pulang saja ke rumah orangtuanya. Tetapi dia menolak bujukan itu. Pada tanggal 9 Mei 1857, ia menerima sakramen Pengurapan Orang Sakit. Lalu pada pukul sembilan malam itu, ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Pada tahun 1950, ia dinyatakan ‘Beato’ dan pada tahun 1957 dinyatakan sebagai ‘Santo’. Dominikus Savio diangkat sebagai pelindung klub-klub remaja.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Beata Rosa dilahirkan di Viterbo, Italia, pada tahun 1656. Ayahnya
seorang dokter. Ia masuk biara, tetapi setelah beberapa bulan memutuskan untuk
pulang ke rumah. Ayahnya meninggal dunia dan ia merasa bertanggung jawab untuk
merawat ibunya yang janda.
Rose, yang memilih untuk tetap hidup selibat, mengenali kemampuan dirinya
dalam memimpin. Ia mengumpulkan perempuan-perempuan muda di sekitarnya. Mereka
berdoa rosario bersama di sore hari. Sementara mereka saling mengenal satu sama
lain, Rosa menjadi sadar akan betapa sedikitnya yang diketahui kaum muda
mengenai iman mereka. Pada tahun 1685, Rosa dengan dibantu dua orang teman
membuka sebuah sekolah gratis untuk para gadis. Para orangtua yang mengirimkan
puteri mereka ke sana amat puas dengan mutu dan lingkungan pendidikan. Rosa
adalah seorang pendidik yang berbakat. Lebih dari itu, ia dapat mendidik yang
lain untuk mengajar. Pada tahun 1692, Kardinal Barbarigo mengundang Rosa ke
keuskupannya. Beliau menghendaki Rosa mengorganisir sekolah-sekolah dan melatih
para guru. Dalam keuskupan inilah Rosa menjadi guru dan sahabat dari seorang
yang kelak menjadi seorang santa. Di adalah St. Lucia Filippini yang memulai
suatu ordo religius. St. Lucy Filippini dimaklumkan kudus pada tahun 1930.
Rosa mengorganisir sekolah-sekolah di berbagai tempat. Sebagian orang
tidak suka akan apa yang dilakukannya dan mengganggu Rosa dan para gurunya.
Tetapi para guru yakin teguh pada keyakinan mereka akan nilai pendidikan. Rosa
bahkan membuka sebuah sekolah di Roma pada tahun 1713. Paus Klemens XI
mengucapkan selamat kepada Rosa sebab telah mendirikan sekolah yang begitu
mengagumkan.
Guru yang berdedikasi tinggi ini wafat di Roma pada tanggal 7 Mei 1728
dalam usia tujuhpuluh dua tahun. Setelah ia wafat, para guru awamnya menjadi
biarawati religius. Para biarawati Venerini melanjutkan karya pelayanan mereka
dalam mengajar sebagaimana dilakukan Rosa. Rosa Venerini dimaklumkan “beata”
oleh Paus Pius XII pada tahun 1952.
Dalam doa kita pada hari ini, baiklah
kita mengenangkan segenap mereka yang berprofesi guru agar kiranya mereka dapat
memberikan teladan pelayanan dan dedikasi kepada para murid.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Gisela, Pengaku Iman
Gisela adalah ratu Hungaria dan ibu dari Santo Emerik. Dengan
rajin, ia memajukan karya evangelisasi di seluruh Hungaria. Sepeninggal
suaminya, ia dipenjarakan agar tidak terus mewartakan Injil Kristus. Tetapi
kemudian ia dibebaskan oleh Kaisar Jerman dan menjadi seorang pemimpin biara.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Katarina dilahirkan pada tanggal 3 Mei 1632 di sebuah desa kecil di
Perancis. Ia dibaptis pada hari itu juga. Keluarga Katarina adalah keluarga Katolik
yang saleh. Kakek dan neneknya memberikan teladan terutama dalam ketulusan
mereka merawat orang-orang miskin. Katarina menyaksikan dengan mata terbelalak
sementara neneknya mengajak seorang pengemis cacat masuk ke dalam rumah mereka.
Neneknya itu mempersilakan sang pengemis mandi, memberinya pakaian bersih serta
menyediakan hidangan lezat. Ketika Katarina dan kakek neneknya duduk bersama
sekeliling perapian malam itu, mereka mendaraskan doa Bapa Kami keras-keras.
Mereka mengucap syukur kepada Tuhan atas segala berkat-Nya.
Karena tidak tersedia rumah sakit di kota mereka yang kecil, orang-orang
sakit dirawat hingga sembuh kembali di rumah kakek nenek Katarina. Katarina
mulai menyadari bahwa penyakit dan penderitaan membutuhkan kesabaran. Ia masih
seorang gadis kecil, tetapi ia berdoa mohon pada Yesus agar mengurangi
penderitaan orang-orang. Ketika masih gadis belia, Katarina bergabung dalam
ordo baru Biarawati Santo Agustinus. Mereka merawat orang-orang sakit di rumah
sakit. Suster Katarina menerima jubahnya pada tanggal 24 Oktober 1646. Pada
hari yang sama, kakak perempuannya mengucapkan kaulnya. Pada tahun 1648, Sr
Katarina mendengar para imam misionaris meminta para biarawati untuk datang ke
Perancis Baru atau Kanada, yang merupakan daerah misi. Saudari Katarina dipilih
sebagai salah seorang dari para biarawati pertama dari ordo mereka yang akan
pergi sebagai misionaris ke Kanada. Sr Katarina belum genap enambelas tahun
usianya, tetapi ia mohon dengan sangat agar diperkenankan ikut serta. Sr
Katarina mengucapkan kaulnya pada tanggal 4 Mei 1648. Keesokan harinya ia
berlayar ke Kanada, yaitu sehari sebelum ulang tahunnya yang keenambelas.
Perjuangan hidup terasa berat di Quebec, Kanada. Sr Katarina mengasihi
masyarakat di sana. Orang-orang Indian sangat berterimakasih atas sikapnya yang
riang gembira. Ia memasak dan merawat mereka yang sakit di rumah sakit ordo
mereka yang miskin. Tetapi, Sr Katarina merasa takut juga. Orang-orang Indian
dari suku Iroquois membantai orang serta membakar desa-desa. Katarina berdoa
kepada St. Yohanes Brebeuf, salah seorang dari
para imam Yesuit yang belum lama dibunuh oleh suku Iroquois pada tahun 1649. Ia
berdoa mohon bantuan St. Brebeuf agar ia setia pada panggilannya. Sr Katarina
mendengarnya berbicara dalam hatinya, memintanya untuk tetap tinggal. Sementara
itu, makanan mulai sulit didapat dan musim dingin luarbiasa menggigit. Sebagian
dari para biarawati tidak tahan menghadapi kehidupan yang keras itu, ditambah
lagi rasa takut yang terus-menerus karena ancaman maut. Sayang sekali, mereka
kembali ke Perancis. Sr Katarina juga takut. Kadang-kadang ia merasa sungguh
sulit berdoa. Dan sementara ia tersenyum kepada semua orang yang ia rawat
dengan penuh kasih sayang di bangsal-bangsal rumah sakit, ia merasa sedih. Pada
saat itulah, ketika segalanya tampak gelap baginya, ia mengucapkan janji untuk
tidak pernah meninggalkan Kanada. Ia berjanji untuk tetap tinggal, melakukan
karya belas kasihannya hingga akhir hayat. Saat mengucapkan janjinya, Katarina
baru berusia duapuluh dua tahun.
Meskipun orang harus dengan usaha keras merintis kehidupan di koloni
Perancis itu, banyak juga pendatang. Gereja berkembang. Tuhan memberkati daerah
baru tersebut dengan lebih banyak misionaris. Pada tahun 1665, Sr Katarina
menjadi pembimbing novis dalam komunitasnya. Ia tetap membaktikan dirinya dalam
doa dan pelayanan rumah sakit hingga akhir hidupnya. Sr Maria Katarina dari St.
Agustinus wafat pada tanggal 8 Mei 1668. Usianya tiga puluh enam tahun. Ia
dinyatakan sebagai “beata” oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1989.
Yesus tidak pernah menjanjikan kita
hidup yang enak dan tanpa derita. Tetapi, sungguh Ia berjanji untuk menyertai
kita senantiasa. Kita berdoa agar kita boleh belajar untuk mengandalkan hidup
kita sepenuhnya pada-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Bonifasius, Paus dan Pengaku Iman
Bonifasius lahir di Valeria, Italia. Beliau adalah anak seorang
dokter. Pada masa kePausan Gregorius I (590-604) dia
ditabhiskan menjadi diakon di Roma.
Pada tanggal 25 Agustus 608, Bonifasius terpilih menjadi Paus dan memimpin gereja hingga kematiannya pada tanggal 8 Mei 615. Selama masa kePausannya, Bonifasius memperoleh izin dari Kaisar Roma, Phocas (602-610) untuk merombak Pantheon, sebuah kuil kafir menjadi gereja untuk kepentingan ibadat gereja. Gereja ini dipersembahkan kepada perlindungan Bunda Maria dan para martir kudus. Untuk itu ia mengambil banyak relikiu para kudus dari katakombe-katakombe dan menempatkan di bawah kaki altar gereja itu.
Santo Benediktus II, Paus
Hari kelahiran Benediktus tidak
diketahui dengan pasti. Namun diketahui bahwa ia adalah warga kota Roma dan
dikenal luas oleh umat sebagai seorang ahli Kitab Suci. Setelah tabhisan
imamatnya, ia melayani Paus Agatho (678-681) dan Paus Leo II (682-683).
Sepeninggal Paus Leo II, Benediktus terpilih menjadi pengganti pada tahun 683. Namun penobatannya sebagai Paus, baru terlaksana pada tanggal 26 Juni 684 ketika kaisar Konstantinus IV memberi persetujuaan dan restunya.
Sepeninggal Paus Leo II, Benediktus terpilih menjadi pengganti pada tahun 683. Namun penobatannya sebagai Paus, baru terlaksana pada tanggal 26 Juni 684 ketika kaisar Konstantinus IV memberi persetujuaan dan restunya.
Dalam masa kepemimpinannya, Benediktusberusaha membujuk dan
meyakinkan kaisar agar sedikit melunakkan sikapnya dalam memberi restu dan
pengesahan bagi para calon Paus. Sedangkan restu imam-imam dan umat seluruhnya
dimintai seperlunya.
Kecuali itu, ia dengan keras melancarkan perlawanan terhadap ajaran sesat Monothelithisme, yang mengajarkan bahwa Kristus hanya memiliki satu kemauan dan kehendak, yakni kehendak dan kemauan Ilahi.
Ia dikenal sebagai seorang Paus yang memperhatikan kelestarian gedung-gedung gereja dan menaruh keprihatinan besar kepada kehidupan umatnya teristimewa yang miskin dan melarat. Ia memperbaiki gedung-gedung gereja yang ada di Roma dan giat melakukan karya-karya cinta kasih. Ia meninggal dunia pada tanggal 8 Mei 685 dan dikuburkan di Basilika Santo Petrus di Roma.
Santo Aloysius Rabata, Martir dan Biarawan
Sesaat sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, biarawan
Karmelit Italia ini masih mengampuni penyerang yang memukulinya sampai mati.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Beato Nicholas dilahirkan di Bologna, Italia. Keluarganya mampu
menyekolahkannya ke universitas di mana ia mulai belajar hukum. Tetapi, setelah
beberapa tahun, Nicholas memutuskan untuk tidak menjadi seorang pengacara. Di
usianya yang keduapuluh, ia menggabungkan diri dengan Ordo Carthusian. Paa
tahun 1417, biarawan Carthusian ini dipilih menjadi uskup di keuskupan asalnya.
Nicholas sama sekali tidak mengharapkan hal ini. Ia bahkan tak dapat percaya
bahwa itu adalah kehendak Allah. Tetapi, para superior berhasil meyakinkannya.
Umat menyayangi Uskup Nicholas. Ia tinggal di sebuah rumah kecil yang
sederhana. Ia sendiri pun hidup bersahaja. Ia mulai mengunjungi umat di
keuskupannya. Pertama-tama, ia pergi kepada keluarga-keluarga yang paling
miskin. Ia berbincang dengan mereka dan membantu mereka dalam kebutuhan-kebutuhan
mereka. Ia memberkati rumah-rumah mereka. Umat amat bersyukur dan
berterimakasih.
Pada tahun 1426, Uskup Nicholas diangkat menjadi kardinal. Ia dikenal
bijaksana dan memiliki kehidupan rohani yang mendalam. Dua orang paus, Paus
Martin V dan Paus Eugene IV, meminta nasehatnya mengenai masalah-masalah
penting Gereja. Beato Nicholas juga mendorong umat untuk selalu belajar. Ia
sendiri menulis beberapa buah buku. Kardinal Nicholas wafat,
sementara ia dalam suatu kunjungan ke Siena, Italia. Paus Eugene IV
menginstruksikan agar jenazahnya dibawa kembali ke Bologna. Bapa Suci sendiri
ikut ambil bagian dalam Misa Pemakaman dan menghantarnya ke liang lahat. Beato
Nicholas wafat pada tahun 1443.
Pada hari ini kita diundang untuk
merefleksikan secara lebih mendalam bagaimana Tuhan menghendaki kita melewatkan
hidup kita. Adakah kita mengamalkan hidup yang berpusat pada Tuhan? Jika
demikian, marilah kita mengangkat pujian dan memuliakan nama-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Sirilus dari
Sasarea, Martir
Sirilus lahir di Kapadokia, Asia Kecil pada abad ke-3 dari sebuah
keluarga kafir. Semenjak mudanya ia menjadi Kristen. Ayahnya yang kafir itu
menyiksanya dengan berbagai cara agar dia bisa murtad kembali. Meskipun
demikian ia tetap teguh memeluk imannya. Ia memang sedih namun bukan karena
perlakuan kejam ayahnya melainkan karena ayah tidak sudi mengerti akan
keputusan kehendaknya. Satu-satunya penguat hatinya adalah kata-kata Kristus
ini: “Barang siapa yang mengasihi ayah dan ibunya lebih dari Aku, tak layak ia
bagiKu”. Perlakuan kasar ayahnya malah semakin menambah semangat imannya hingga
berhasil menarik simpatik banyak temannya. Oleh karena itu, ia diusir ayahnya
dari rumah dan kemudian dihadapkan ke pengadilan karena imannya. Sedikitpun ia
tidak takut ketika diancam oleh hakim.
Karena umurnya , ia dibebaskan dan diizinkan kembali ke rumah
ayahnya untuk meminta maaf. Tetapi hal ini ditolaknya dengan tegas. Katanya:
“Karena imanku, saya telah diusir dari rumah oleh ayahku. Saya meninggalkan
rumah dengan gembira, sebab aku mempunyai tempat tinggal lain yang lebih mulia
yang sedang menantikan aku.” Sekali lagi hakim mencoba mengubah pikiran anak
muda itu. Sirilus diseret ke sebuah api unggun, seakan-akan hendak di bakar.
Tetapi ia tidak gentar sedikitpun. Sebaliknya, ia memprotes penundaan hukuman
atas dirinya. Hakim merasa gagal mempengaruhi keputusan anak muda ini menjadi
sangat marah dan menyuruh serdadu-serdadu memenggal kepalanya.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Yoseph "Jeff" de Veuster dilahirkan pada tahun 1840, putera
seorang petani Belgia. Jeff dan saudara laki-lakinya, Pamphile, masuk
Kongregasi Hati Kudus Yesus. Para misionaris Hati Kudus Yesus berkarya demi
iman Katolik di kepulauan Hawaii. Jeff memilih nama “Damianus”. Broeder
Damianus seorang yang tinggi dan gagah. Tahun-tahun yang dilewatkannya dengan
bekerja di pertanian keluarga telah menjadikan tubuhnya sehat dan kuat. Semua
orang sayang padanya, sebab ia baik serta murah hati.
Hawaii membutuhkan lebih banyak misionaris berkarya di sana. Jadi, pada
tahun 1863, serombongan imam serta broeder Hati Kudus Yesus dipilih untuk
diutus ke sana. Pamphile, saudara Damianus, termasuk salah seorang di antara
mereka. Beberapa saat menjelang keberangkatan, Pamphile terserang demam
typhoid. Ia tidak lagi dapat dipertimbangkan untuk diberangkatkan ke daerah
misi. Broeder Damianus, yang saat itu masih dalam pendidikan untuk menjadi
imam, mohon agar diijinkan menggantikan tempatnya. Imam kepala mengabulkan
permohonannya. Broeder Damianus pulang ke rumah untuk mengucapkan selamat
tinggal kepada keluarganya. Kemudian ia menumpang kapal dari Belgia ke Hawaii,
suatu perjalanan yang memakan waktu delapan belas minggu lamanya. Damianus
menyelesaikan pendidikannya dan ditahbiskan sebagai imam di Hawaii. Ia berkarya
selama delapan tahun di tengah umatnya di tiga daerah. Ia melakukan perjalanan
dengan menunggang kuda atau dengan kano (= semacam sampan).
Umat menyayangi imam yang berperawakan tinggi dan murah hati ini. Damianus
melihat bahwa umatnya senang ikut ambil bagian dalam Misa dan ibadat. Ia
menggunakan sedikit uang yang berhasil dikumpulkannya untuk membangun kapel. Ia
sendiri bersama umat paroki setempat membangun kapel mereka.
Bagian paling mengagumkan dalam hidup Damianus akan segera dimulai. Uskup
meminta seorang imam sukarelawan untuk pergi ke pulau Molokai. Nama itu membuat
orang bergidik ketakutan. Mereka tahu bahwa bagian dari pulau itu yang disebut
Kalawao merupakan “kuburan hidup” bagi orang-orang kusta. Tidak banyak yang
diketahui tentang penyakit kusta dan rasa ngeri terjangkiti kusta menyebabkan
para penderitanya dikucilkan. Banyak di antara mereka yang hidup putus asa.
Tidak ada imam, tidak ada penegak hukum di Molokai, tidak ada fasilitas
kesehatan. Pemerintah Hawaii mengirimkan makanan serta obat-obatan, tetapi
jumlahnya tidak mencukupi. Lagi pula tidak ada sarana yang dikoordinir untuk
membagikan barang-barang tersebut.
Pater Damianus pergi ke Molokai. Ia terguncang melihat kemelaratan,
korupsi serta keputusasaan di sana. Walau demikian, ia bertekad bahwa baginya
tidak ada kata menyerah. Penduduk Molokai sungguh amat membutuhkan pertolongan.
Pater Damianus pergi ke Honolulu guna berhadapan dengan anggota majelis
kesehatan. Mereka mengatakan bahwa Pater Damianus tidak diijinkan pulang pergi
ke Molokai demi alasan bahaya penularan kusta. Alasan sesungguhnya adalah bahwa
mereka tidak menghendaki kehadirannya di Molokai. Ia akan menimbulkan banyak
masalah bagi mereka. Jadi, Pater Damianus harus menetapkan pilihan: jika ia
kembali ke Molokai, ia tidak akan pernah dapat meninggalkan tempat itu lagi.
Para majelis kesehatan itu rupanya belum mengenal Pater Damianus. Ia memilih
untuk tinggal di Molokai!
Pater Damianus berkarya delapan belas tahun lamanya hingga wafatnya di
Molokai. Dengan bantuan para penderita kusta dan para sukarelawan, Molokai
mulai berubah. Kata Molokai mempunyai arti yang sama sekali baru. Pulau Molokai
menjadi pulau cinta kasih Kristiani. Lama kelamaan, Pater Damianus juga
terjangkit penyakit kusta. Ia wafat pada tangal 15 April 1889 dalam usia
empatpuluh sembilan tahun dan dimakamkan di sana. Juni 1995 ia dimaklumkan
“beato” oleh Paus Yohanes Paulus II dan Oktober 2009 dimaklumkan “santo” oleh
Paus Benediktus XVI .
Santo Damianus menunjukkan keberanian
dan kemurahan hati yang luar biasa hingga rela mengorbankan hidupnya.
Bagaimanakah kesaksianku sebagai seorang Kristen? Sudahkah aku membagikan kasih
dan pertolongan kepada orang-orang di sekitarku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
St. Antoninus hidup pada abad kelima belas. Sejak kecil ia telah menunjukkan bahwa ia memiliki kehendak baik serta kemauan keras. Menurut cerita, ketika usianya lima belas tahun, ia mohon diijinkan masuk biara Dominikan. Ia tampak muda dan kecil. Bapa Prior (pemimpin biara) berpikir sejenak dan kemudian berkata, “Aku akan menerimamu apabila kamu telah hapal `Dekret Gratia' di luar kepala. `Dekret Gratia' adalah sebuah buku yang tebalnya beberapa ratus halaman. Jadi, dengan kata lain, prior mengatakan “tidak” kepada Antoninus.
Tetapi, Antoninus menerima tantangan itu. Satu tahun kemudian dia
kembali. Sulit dibayangkan betapa terperanjatnya Bapa Prior ketika mengetahui
bahwa Antoninus telah menghafalkan seluruh dekret! Tak diragukan lagi, seketika
itu juga ia diterima. (Namun demikian, bukanlah kemampuannya menghafal yang
mengubah pikiran Prior, melainkan karena ia telah membuktikan kesungguhannya
dalam menjawab panggilan hidupnya).
Meskipun usianya baru enam belas tahun, Antoninus terus mengejutkan
banyak orang dengan cara hidupnya di biara. Sementara ia semakin dewasa,
jabatan-jabatan penting silih berganti dipercayakan kepadanya. Antoninus
menanamkan pengaruh yang baik kepada para rekan biarawan Dominikan. Mereka
mengasihi serta menghormatinya. Hal ini terlihat nyata dalam hidup Beato Antonius
Neyrot yang pestanya kita rayakan pada tanggal 10 April.
Pada bulan Maret 1446, Antoninus ditahbiskan sebagai Uskup Agung
Florence, Italia. “Bapa kaum miskin” adalah julukan yang diberikan orang
kepadanya. Tidak pernah ia menolak untuk memberikan pertolongan kepada siapa
pun. Apabila ia tidak lagi mempunyai uang, ia akan memberikan pakaiannya,
sepatunya, perabotannya atau satu-satunya keledainya. Berulang kali keledainya
itu dijualnya untuk menolong orang lain. Dan berulang kali pula keledai itu ditebus
oleh orang-orang kaya dan dikembalikan padanya. Tentu saja, ia akan menjualnya
lagi untuk menolong orang-orang yang lain lagi! Seringkali St. Antoninus
mengatakan, “Seorang penerus para rasul hendaknya tidak memiliki apa pun
kecuali kekayaan kebajikan.” St. Antoninus wafat pada tahun 1459. Ia dinyatakan
kudus pada tahun 1523.
“Seorang penerus para rasul hendaknya
tidak memiliki apa pun kecuali kekayaan kebajikan.” ~ St. Antoninus
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Gordianus dan Epimakus, Martir
Gordianus adalah seorang hakim Romawi pada masa pemerintahan
kaisar Yulianus. Murtad karena imannya, ia dibunuh pada tahun 362 dan
dimakamkan di Via Latina, di kubah Santo Epimakus. Epimakus-yang hidup seratus
tahun sebelum Gordianus-juga karena imannya akan Kristus dibakar hidup-hidup di
Aleksandria, Mesir. Relikiunya dibawa ke Roma. Oleh karena makam kedua martir
itu terletak pada tempat yang sama, maka pesta.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Ignasius adalah putera seorang petani miskin di Laconi, Italia. Ia
dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1701. Ketika usianya sekitar tujuh belas
tahun, ia sakit parah. Ia berjanji, apabila ia sembuh kembali, ia akan menjadi
seorang Fransiskan. Tetapi, ketika ia sungguh sembuh dari sakitnya, ayahnya
meyakinkannya untuk menunda janjinya itu. Beberapa tahun kemudian, Ignasius
nyaris tewas ketika ia kehilangan kendali atas kudanya. Namun,
sekonyong-konyong, kuda itu berhenti berlari dan berderap dengan tenang. Ignasius
yakin bahwa Tuhan telah menyelamatkan nyawanya. Ia bertekad untuk segera
mengikuti panggilan hidup religiusnya.
Broeder Ignasius tidak pernah menduduki jabatan penting dalam Ordo
Fransiskan. Selama lima belas tahun ia bekerja di bangsal anyaman. Kemudian,
selama empat puluh tahun lamanya, ia termasuk dalam kelompok biarawan yang
pergi meminta sedekah dari satu rumah ke rumah lainnya. Mereka menerima makanan
dan derma demi kepentingan biara. Ignasius mengunjungi keluarga-keluarga serta
menerima derma mereka. Orang banyak segera menyadari bahwa mereka menerima
suatu pemberian pula sebagai balasannya. Broeder Ignasius menghibur mereka yang
sakit dan menggembirakan hati mereka yang kesepian. Ia mendamaikan orang-orang
yang bermusuhan, mempertobatkan mereka yang keras hati karena dosa, dan juga
memberikan nasehat bagi mereka yang ditimpa masalah. Orang banyak mulai
menanti-nantikan kunjungannya.
Namun demikian, Broeder Ignasius mengalami saat-saat sulit pula.
Kadang-kadang pintu dibanting di mukanya, juga seringkali cuaca buruk
menghambat langkahnya. Selalu, bermil-mil jauhnya jarak yang harus ditempuhnya
dengan berjalan kaki. Tetapi, Igansius seorang yang penuh pengabdian.
Orang mulai memperhatikan bahwa Ignasius biasa melewatkan suatu rumah
tertentu. Pemilik rumah itu adalah seorang lintah darat yang kaya. Ia memaksa
orang-orang miskin membayar hutangnya jauh melebihi kemampuan mereka. Lintah
darat ini merasa terhina karena Ignasius tidak pernah mengunjungi rumahnya
untuk meminta sedekah. Ia melaporkan Broeder Ignatius kepada pemimpin biara.
Bapa Prior, yang tidak mengetahui masalah ini, mengutus Ignasius ke rumahnya.
Ignasius tidak mengatakan sesuatu pun; ia melakukan seperti yang diperintahkan
kepadanya dan kembali dengan satu karung besar makanan. Pada saat itulah Tuhan
mengadakan mukjizat. Ketika karung itu dibongkar, darah mulai menetes. “Inilah
darah kaum miskin,” kata Ignatius perlahan, “Oleh sebab itulah saya tidak
pernah meminta sedekah dari rumah itu.” Kemudian, para rahib pun mulai berdoa demi
bertobatnya sang lintah darat.
Broeder Ignatius wafat dalam usia delapan puluh tahun pada tanggal 11 Mei
1781. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius XII pada tahun 1951.
Santo Ignasius menunjukkan kepada kita
bahwa pemberian terindah yang dapat kita bagikan kepada orang lain adalah
teladan kebajikan. Pesan apakah yang disampaikan teladan hidupku kepada sesama?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Bertha, Pengaku
Iman
Bertha adalah anak Rigobertus, seorang Pangeran Kerajaan Nuestria,
Prancis pada masa pemerintahan raja Clovis II. Hari kelahirannya tidak
diketahui dengan pasti. Dikatakan bahwa sepeninggal suaminya, Siegfridus, ia
mulai menjalani hidup membiara di Blangy, wilayah Artois, Perancis Utara.di
biara ini, ia menjadi Abbas selama bebarapa tahun sampai saat ajalnya pada
tahun 725. Ada banyak cerita tentang santa Bertha namun semuanya kurang dapat
dipercaya kebenarannya. Salah satu dari cerita-cerita itu ialah bahwa ia
dibunuh oleh anak-anak tirinya sendiri.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Nereus dan Akhilleus adalah prajurit Romawi yang meninggal sekitar tahun
304. Mereka kemungkinan adalah para pengawal Praetorian di bawah Kaisar Trajan.
Kita mengetahui hanya sedikit saja mengenai mereka. Tetapi, apa yang kita
ketahui berasal dari dua orang paus yang hidup pada abad keempat, Paus Siricius
dan Paus Damasus. Pada tahun 398, Paus Siricius mendirikan sebuah gereja di
Roma demi menghormati mereka. Paus Damasus menuliskan sebuah catatan pujian
bagi kedua martir ini. Beliau menjelaskan bahwa Nereus dan Akhilleus
dipertobatkan kepada iman Kristiani. Mereka meninggalkan senjata mereka untuk
selamanya. Mereka adalah para pengikut Kristus yang sejati bahkan hingga
menyerahkan nyawa. Nereus dan Akhilleus dibuang dalam pengasingan ke pulau
Terracina. Di sana mereka dipenggal kepalanya. Pada abad keenam, sebuah gereja
kedua dibangun di bagian lain Roma demi menghormati kedua martir ini.
S. Pankrasius, seorang yatim piatu berusia empatbelas tahun, hidup pada
masa yang sama. Kemungkinan besar ia dimartir pada hari yang sama. Pankrasius
bukanlah seorang penduduk asli Roma. Ia dibawa ke sana oleh pamannya yang
mengasuhnya. Pankrasius menjadi seorang pengikut Kristus dan dibaptis. Meski
masih seorang remaja, ia ditangkap karena menjadi seorang Kristiani. Pankrasius
menolak untuk menyangkal imannya. Karena itu, ia dijatuhi hukuman mati.
Pankrasius dihukum pancung. Ia menjadi seorang martir yang sangat populer pada
masa Gereja perdana. Orang mengaguminya oleh sebab ia begitu muda namun begitu
berani. Pada tahun 514, sebuah gereja besar dibangun di Roma demi
menghormatinya. Pada tahun 596, seorang misionaris terkenal, St Agustinus dari Canterbury, membawa iman
Kristiani ke Inggris. Ia menamai gereja pertamanya dengan nama St Pankrasius.
Dengan bantuan doa dari ketiga santo
ini, kiranya kita dapat sepenuhnya memahami apa artinya menjadi warga Gereja.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Epifanius, Uskup
Epifanius lahir pada tahun 315. Pemuda Yahudi yang bertobat
menjadi Kristen ini kemudian terpilih menjadi Uskup Salamis, Siprus. Ia terkenal
sebagai seoarang pembela ajaran iman yang benar dari serangan berbagai ajaran
sesat. Dengan khotbah-khotbah dan tulisan-tulisannya tentang berbagai ajaran
iman, ia berhasil menegakkan ajaran iman yang benar. Ia meninggal dunia pada
tahun 403.
Santo Germanos, Uskup
Uskup Konstantinopel ini lahir pada tahun 634. Dengan gigih ia
mempertahankan kebiasaan menghormati gambar-gambar kudus di dalam gereja
sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperdalam
iman. Tentang penghormatan gambar-gambar kudus itu, ia menulis: “Bila kita
menghormati gambar Yesus, kita bukan menghormati cat dan kayu. Tetapi kita
menyembah Tuhan yang tak kelihatan dalam Roh dan Kebenaran.” Karena menolak
keinginan kaisar untuk menghilangkan gambar-gambar kudus di dalam gereja, ia
dipecat dan dipenjarakan oleh kaisar.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
13 Mei,
S. Andreas Fournet
St. Andreas Fournet dilahirkan pada tanggal 6 Desember 1752. Ia berasal
dari Maille, sebuah kota kecil dekat Poitiers, Perancis. Kedua orangtuanya amat
saleh. Ibu Fournet sangat mendambakan agar puteranya kelak menjadi seorang
imam. Andreas kecil tidak terlalu peduli dengan keinginan ibunya itu. Suatu
kali ia berkata, “Aku seorang anak yang baik, tetapi, tetap saja aku tidak mau
menjadi seorang imam atau pun rahib.”
Ketika dewasa, Andreas pergi ke Poitiers untuk belajar di perguruan
tinggi. Tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Ia terlalu banyak
bersenang-senang. Ibunya menyusul dan mendapatkan pekerjaan-pekerjaan baik
untuknya. Tetapi semuanya gagal. Ibunya sangat bingung. Hanya tinggal satu
kesempatan yang ada. Ibunya berbicara kepada Andreas agar untuk sementara waktu
ia tinggal bersama pamannya, seorang imam. Paroki di mana pamannya bertugas
adalah paroki yang miskin, tetapi pamannya seorang yang kudus. Di luar dugaan,
Andreas setuju. Itulah saat “Tuhan bertindak.”
Pamannya mengenali sifat-sifat baik dalam diri Andreas. Teladan hidup
pamannya telah menyulut sesuatu dalam dirinya sehingga ia merasa tenang.
Andreas mulai belajar dengan tekun untuk mengejar ketinggalannya. Kemudian, ia
ditahbiskan sebagai imam dan ditugaskan di paroki pamannya. Pada tahun 1781, ia
dipindahkan ke paroki kota asalnya di Maille. Ibunya amat bahagia. Andreas
menjadi seorang imam yang penuh belas kasih dan tekun berdoa.
Ketika pecah Revolusi Perancis, St. Andreas menolak untuk bersumpah
menentang Gereja. Oleh karena itu, ia menjadi buron. Pada tahun 1792, ia
terpaksa melarikan diri ke Spanyol. Di sana ia tinggal selama lima tahun.
Tetapi, ia khawatir akan umatnya dan kembali lagi ke Perancis. Bahaya masih
terus mengancamnya. Pastor Fournet dilindungi oleh umatnya. Beberapa kali ia
nyaris tewas. Sementara itu, ia mendengarkan pengakuan dosa, merayakan
Ekaristi, dan menerimakan Sakramen Terakhir.
Ketika pada akhirnya Gereja bebas kembali, St. Andreas keluar dari
persembunyiannya. Ia senantiasa mendorong umatnya untuk mencintai serta
melayani Tuhan. Salah seorang dari para wanita yang baik di sana, St. Elisabet
Bichier des Ages, banyak memberikan bantuan kepadanya. Bersama-sama, mereka
membentuk suatu ordo bagi para wanita yang diberi nama Kongregasi Puteri-puteri
Salib.
St. Andreas wafat pada tanggal 13 Mei 1834, dalam usia delapan puluh dua
tahun. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius XI pada tanggal 4 Juni 1933.
Marilah senantiasa mohon kepada Tuhan
agar Ia menyelesaikan segala karya baik yang telah dimulai-Nya dalam diri kita
agar kita dapat hidup sebebasnya dan sepenuhnya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Petronela, Martir dan Perawan
Banyak cerita memperkenalka Petronela sebagai anak kandung Santo
Petrus. Cerita-cerita itu mengatakan bahwa Petronela, setelah menolak untuk
menikah dengan Flaccus, seorang bangsawan kaya, menghabiskan waktu tiga hari
untuk berdoa dan berpuasa, lalu meninggal dunia. Ia masih sempat menerima Tubuh
dan Darah Kristus.
Cerita-cerita ini tidak mempunyai dasar yang kuat dan terpercaya.
Meskipun demikian Petronela dihormati sebagai martir. Jenazahnya dimakamkan di
pekuburan Santa Domitila di Roma. Pada abad ke-16, relikiunya di pindahkan ke
Vatikan ke dalam basilik Santo Petrus di Roma.
Santa Imelda Lambertini, Perawan
Imelda, putri seorang Jendral, lahir di Bologna, Italia pada tahun
1321. Ketika berumur 5 tahun, ia meminta kepada ayahnya agar mengijinkan dia
menerima Komuni pertama. Permintaannya ini tidak bisa dikabulkan ayahnya karena
peraturan Gereja belum mengijinkan anak-anak seumur itu untuk menerima Sakramen
MahaKudus. Pada masa itu, anak-anak baru diperbolehkan menyambut Komuni Suci
bila mereka sudah menginjak usia 14 tahun.
Imelda mempunyai suatu minat besar terhadap hal-hal kerohanian. Ia rajin berdoa dan mengikuti Kurban Misa. Menjelang usia 9 tahun, Imelda diijinkan ayahnya memasuki biara sebagai calon suster, ia bisa secepatnya menyambut Tubuh Kristus seperti suster-suster lainnya. Namun Moeder Overste tidak mengijinkan dia. Pada waktu umur 11 tahun, Imelda mengalami suatu peristiwa ajaib. Ketika sedang merayakan misa Kudus bersama suster-suster lain, tiba-tiba sebuah Hosti Kudus keluar dari Tarbenakel dan melayang-layang di atas kepalanya. Semua suster yang ada di dalam gereja terheran-heran karena peristiwa itu.
Mukjizat ini menunjukkan bahwa kerinduan hati Imelda untuk menerima Sakramen MahaKudus benar-benar merupakan suatu karya Roh dalam dirinya. Menyadari hal ini, imam yang memimpin perayaan itu segera memberinya ijin untuk menerima Komuni Kudus. Ketika menerima Komuni itu, ia langsung meninggal dunia. Peristiwa atas diri Imelda ini terjadi pada tahun 1333. Gereja mengangkat Imelda sebagai pelindung anak-anak yang mempersiapkan diri untuk menerima Komuni Pertama.
Sumber
: http://www.imankatolik.or.id
St. Matias adalah salah seorang dari ketujuh puluh dua murid Kristus. Ia
menjadi pengikut Kristus sejak Kristus tampil di hadapan orang banyak. St.
Petrus meminta keseratus dua puluh murid untuk bersekutu dalam doa guna memilih
seorang rasul untuk menggantikan Yudas. Hal ini amatlah penting karena calon
yang terpilih nantinya akan menduduki jabatan uskup, sama seperti para rasul
lainnya. Petrus mengatakan bahwa calon haruslah orang yang senantiasa bersama
Yesus sejak dari pembaptisan-Nya di Sungai Yordan hingga kebangkitan-Nya.
Bab pertama dalam Kisah Para Rasul mengisahkan bahwa para murid
mengusulkan dua nama. Yang satu Matias, dan yang lain Yusuf, yang disebut juga
Barsabas atau Yustus. Keduanya, baik Matias maupun Yusuf, amat dihormati oleh
para pengikut Kristus. Jadi, sekarang mereka memiliki dua calon untuk
menggantikan Yudas; padahal mereka hanya membutuhkan seorang saja. Jika
demikian, apa yang harus dilakukan? Sederhana saja. Mereka berdoa dan membuang
undi. Matias-lah yang terpilih.
St. Matias adalah seorang rasul yang amat baik. Ia mewartakan Kabar
Gembira di wilayah Yudea. Kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Cappadocia
(sekarang Turki). Banyak orang mendengarkan Matias. Mereka percaya akan
pesannya yang mengagumkan. Para musuh Kristus amat geram melihat orang banyak
mendengarkan Matias. Mereka berusaha menghentikannya. Akhirnya, Matias wafat
sebagai martir.
Kita dapat mohon bantuan St. Matias
untuk “mewartakan kepada dunia bahwa Yesus dari Nazaret sungguh sudah bangkit.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Maria Dominika Mazzarello, Pengaku Iman
Maria Dominika Mazzarello memberi devosi khusus kepada Bunda
Maria. Dengan mengikuti teladan Bunda Maria, ia menjadi seorang ibu yang saleh.
Ia mendidik anak-anaknya secara praktis melalui contoh hidupnya sehari-hari,
Tertarik oleh karya dan ajakan Santo Yohanes Don Bosko, wanita petani ini ikut
mendirikan dan memimpin sebuah kongregasi suster yang baru.
Santo Mikhael Garicoits, Pengaku Iman
Ia dikenal sebagai seorang mahaguru Teologi dan Rektor Seminari.
Ia mendirikan Kongregasi Imam Hati Kudus dan dikenal luas sebagai pembimbing
rohani yang saleh. Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Orang kudus ini dilahirkan pada tahun 1070 di Madrid, Spanyol. Kedua
orangtuanya amat saleh. Mereka memberi nama putera mereka: Isidorus, sesuai
nama Uskup Agung Seville, Spanyol. Orangtua
Isidorus ingin memberikan pendidikan terbaik bagi putera mereka, tetapi mereka
tidak mampu. Mereka hanyalah petani penggarap. Putera mereka kelak juga akan
melewatkan masa hidupnya dengan mata pencaharian yang sama.
Isidorus bekerja untuk Yohanes de Vargas, seorang tuan tanah yang kaya di
Madrid. Ia bekerja untuk Tuan de Vargas sepanjang hidupnya. Isidorus menikah
dengan seorang gadis yang baik dari keluarga yang miskin seperti keluarganya.
Keduanya saling mengasihi. Mereka mempunyai seorang putera yang meninggal pada waktu
masih bayi. Isidorus dan isterinya mempersembahkan kepada Yesus segala
kepedihan dan duka mereka oleh karena kepergian putera mereka. Mereka percaya
bahwa putera mereka telah berbahagia bersama Tuhan untuk selamanya.
Setiap hari, St. Isidorus memulai harinya dengan merayakan Misa.
Kemudian, barulah ia pergi bekerja. Ia selalu bekerja giat, meski terkadang ia
merasa kurang bersemangat. Ia membajak, dan menanam, serta berdoa. Ia berseru
kepada Bunda Maria, para kudus dan juga malaikat pelindungnya. Mereka
membantunya menjadikan hari-harinya yang biasa menjadi hari-hari yang istimewa,
penuh sukacita. Dunia iman menjadi amat nyata bagi St. Isidorus, sama nyatanya
dengan pertanian Tuan de Vargas. Apabila ia memperoleh hari libur, Isidorus
berusaha melewatkan lebih banyak waktu untuk bersembah sujud kepada Yesus di
gereja. Kadang-kadang, pada hari-hari libur, Isidorus bersama isterinya pergi
mengunjungi beberapa paroki sekitar dalam suatu ziarah doa satu hari.
Suatu ketika, gereja paroki mengadakan pesta. Isidorus datang lebih awal
dan masuk dalam gereja untuk berdoa. Ia datang terlambat ke balai paroki.
Tetapi, ia tidak sendirian. Ia mengajak serta sekelompok pengemis juga. Umat
menjadi kecewa. Bagaimana jika makanan yang tersedia tidak cukup untuk semua
pengemis itu? Tetapi, semakin banyak mereka mengisi piring-piring mereka,
semakin banyak makanan tersedia bagi semua yang hadir. Dengan lembut St.
Isidorus berkata, “Akan senantiasa tersedia cukup makanan bagi orang-orang
miskin milik Yesus.”
Cerita-cerita tentang keajaiban yang terjadi lewat petani kudus ini mulai
tersiar. Isidorus sama sekali bukan seorang yang mementingkan diri sendiri. Ia
seorang yang lemah lembut dan penuh belas kasih. Isidorus adalah salah seorang
santo dari Spanyol yang paling populer. Ia wafat pada tanggal 15 Mei 1130. Pada
bulan Maret 1622, Paus Gregorius XV mengumumkan kanonisasi atas lima orang
kudus yang besar. Mereka adalah St. Ignatius dari Loyola, St. Fransiskus Xaverius, St. Theresia dari Avila, St.
Filipus Neri dan St. Isidorus si Petani.
Senantiasa menjaga berkat-berkat yang
diterimanya, menandai hidup St. Isidorus. Ia membiarkan imannya akan Yesus dan
Gereja menyemangati seluruh hidupnya. Mungkin, kita dapat berusaha membagikan
berkat-berkat yang kita terima, teristimewa kepada mereka yang miskin.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Pakomius, Rahib dan Pengaku Iman
Pakomius lahir di Thobaid Utara, Mesir pada tahun 287. Keluarganya
masih tergolong kafir. Pada umur 20 tahun, ia masuk dinas ketentaraan atas
perintah rajanya. Dalam suatu perjalanan dinas melintasi lembah sungai Nil, ia
bersama rekan-rekannya disambut dengan ramah oleh orang-orang Kristen di
Latopolis (Esneh). Penyambutan ini sangat mengesankan bagi Pakomius dan menjadi
baginya saat ber-rahmat.
Segera ia mengakhiri masa baktinya dalam dinas ketentaraan, ia pergi ke Khenoboskiaon, satu daerah yang dihuni oleh orang-orang Kristen. Disana ia mendaftarkan diri sebagai katekumen (calon permandian). Dia mengikuti pelajaran agama dan kemudian menerima Sakramen Permandian.
Ketika ia mendengar bahwa ada seorang pertapa saleh di padang gurun, ia segera ke sana untuk menjadi murid pertapa itu, Palameon-demikian nama pertapa saleh itu-menerima dia dengan senang hati dan memberinya tugas-tugas berat. Melihat ketahanan mental Pakomius, Palameon memperkenankan dia mengenakan pakaian pertapaan. Pada suatu hari, ketika sedang berjalan-jalan di pesisir sungai Nil, Pakomius mendengar suatu suara ajaib. Suara itu menyuruh dia mendirikan sebuah biara di Tabennisi, tepi sungai Nil. Ia mengikuti suruhan suara ajaib itu.
Yohanes, saudara kandungnya menjadi muridnya yang pertama. Dalam perkembangan selanjutnya, jumlah muridnya terus bertambah. Besarnya jumlah murid ini mendorong Pakomius untuk menciptakan aturan hidup bersama sebagai pedoman hidup dalam usaha mencapai cita-citanya. Pakomius menjadi pembimbing mereka dengan contoh dan teladan hidupnya. Pakomius mendirikan lagi enam buah biara di Thebaid untuk menampung semua muridnya yang terus saja bertambah. Ia sendiri menjadi pemimpin biara di Pabua, dekat Thebes. Dalam kepemimpinannya, Pakomius dengan tegas melawan ajaran bidaah Arianisme. Ia meninggal dunia pada tahun 347.
Santa Dymphna, Martir dan Pengaku Iman
Riawayat hidup Dymphna tidak diketahui secara pasti. Melalui
cerita-cerita yang beredar tentang hidupnya, diketahui bahwa ia lahir pada abad
ketujuh. Ayahnya yang berkebangsaan Irlandia itu adalah seorang bangsawan kaya
raya yang menjabat sebagai Kepala Daerah. Namun ia masih kafir. Sang ibu yang
sudah Katolik mengajari Dymphna ajaran-ajaran iman Katolik dan tata cara hidup
Kristen berdasarkan ajaran-ajaran iman itu. Ketika Dymphna berusia 14 tahun,
ibunya meninggal dunia. Ayahnya mengalami gangguan jiwa yang cukup parah karena
peristiwa duka ini. Ia menyuruh pergi pegawai-pegawainya ke seluruh pelosok
wilayah kekuasaan maupun daerah-daerah lainnya untuk mencari wanita-wanita
berdarah bangsawan, yang mirip dengan istrinya untuk dinikahinya sebagai istri.
Karena tak seorang pun ditemukan, maka dia dinasehatkan untuk mengawini kembali
Dymphna anaknya.
Mendengar desas-desus ini, Dymphna ketakutan sekali. Akhirnya ia memutuskan untuk melarikan diri ke Antwerpen ditemani oleh Bapa Pengakuannya Santo Gerebernus dan dua orang lainnya. Di Antwerpen, mereka mendirikan sebuah rumah doa di Gheel, dekat Amsterdam, dan menjalani hidup sebagai pertapa. Mendengar bahwa anaknya berada di Belgia, Damon ayah Dymphna menyusul kesana untuk menemui anaknya. Tetapi ketika bertemu Dymphna, bukannya ia mengajaknya pulang secara baik-baik melainkan menyuruh pengawal-pengawalnya menyeret Dymphna. Mereka pun diperintahkan membunuh Gerebernus dan dua orang rekannya. Mereka memenggal kepala ketiga pertapa itu, sedangkan Dymphna dibawa pulang ke Irlandia.
Karena ayahnya memperlakukan dia secara kejam, Dymphna dengan tegas menolak pulang ke Irlandia. Karena itu Dymphna pun dipenggal kepalanya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 620 tatkala Dymphna baru berumur 15 tahun. Pada abad ke-13, relikiu keempat martir ini ditemukan di Gheel. Diceritakan bahwa terjadi banyak mukzijat di Gheel setelah relikiu keempat martir itu ditemukan. Mukzijat-mukzijat yang terjadi di kuburan Dymphna menunjukkan kesucian dan kesalehan hidup Dymphna. Oleh karena itu Gereja menggelari dia orang Kudus dan mengangkatnya sebagai pelindung para penderita epilepsi dan sakit jiwa.
Santa Bertha dan Santo Rupertus, Pengaku Iman
Kesaksian tentang hidup Bertha bersama anaknya Rupertus diberikan
oleh Santo Hildegardis. Hildegardis yang masih menyaksikan saat-saat terakhir
hidup santa Bertha menulis cerita yang sangat menarik tentang Bertha dan
anaknya. Katanya, Rupertus anaknya adalah hasil perkawinan Bertha dengan
seorang pria yang masih kafir. Keluarga Bertha tergolong turunan pangeran
Lorraine. Bertha memiliki kekayaan berlimpah di Rhine dan Nahe.
Suaminya mati dalam peperangan ketika Rupertus masih bayi. Sepeninggal suaminya, Bertha mencurahkan seluruh perhatian pada pendidikan Rupertus agar dia berkembang menjadi seorang Kristen yang taat pada Tuhan. Rahmat Tuhan menaungi Bertha hingga ia berhasil membentuk Rupertus menjadi orang beriman yang baik. Bahkan dikemudian hari, Rupertus balik mempengaruhi ibunya untuk memperhatikan anak-anak miskin di daerah itu. “Lihat, siapa anak-anak itu? Anak-anak miskin itu adalah anakmu juga.” kata Rupertus kepada ibunya ketika ia melihat kerumunan anak-anak miskin di kotanya. “Tetapi pertama-tama kita harus lebih menaati Tuhan dan membagikan makanan kita kepada mereka yang kelapara, dan pakaian kepada mereka yang tidak memilikinya.” lanjut Rupertus kepada ibunya.
Kata-kata Rupertus menyentuh hati keibuan Bertha sehingga Bertha langsung mendirikan beberapa rumah penginapan bagi anak-anak malang itu. Ketika Rupertus berusia 12 tahun, ia bersama ibunya berziarah ke makam para Rasul di Roma. Sekembali mereka dari ziarah itu. Keduanya hidup sebagai pertapa di pegunungan dekat Bingen. Mereka membagikan harta kekayaannya kepada orang-orang miskin, sedangkan mereka sendiri menjalani hidup miskin di pertapaannya itu. Pada umur 20 tahun, Rupertus meninggal dunia. Ibunya Bertha terus melanjutkan hidup bertapa di pegunungan itu selama 25 tahun. Ketika meninggal dunia Bertha dikuburkan di samping anaknya di dalam biara yang didirikannya di kota Nahe.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
St Ubaldus hidup pada abad keduabelas di Italia. Ia seorang anak yatim
piatu yang dibesarkan oleh pamannya, seorang uskup. Ubaldus memperoleh
pendidikan yang baik. Setelah tamat sekolah, meski berkesempatan untuk menikah,
ia memilih menjadi seorang imam. Di kemudian hari, ia ditahbiskan sebagai Uskup
Gubbio, tempat kelahirannya.
St Ubaldus terkenal karena kelamahlembutan dan kesabarannya. Suatu
ketika, misalnya, seorang pekerja sedang memperbaiki tembok kota. Ia
menyebabkan kebun anggur uskup rusak parah. Bapa uskup dengan halus menunjukkan
kesalahannya. Tetapi, pekerja ini malahan berang. Mungkin saja ia bahkan tidak
mengenali uskup. Ia mendorong bapa uskup begitu keras hingga uskup jatuh
terjerembab ke dalam semen basah; sekujur tubuhnya berlumuran semen. Uskup
bangkit, membersihkan diri dan masuk ke dalam rumahnya. Beberapa orang yang
menyaksikan semua peristiwa ini menuntut agar sang pekerja dihadapkan ke
pengadilan. Uskup Ubaldus muncul di depan pengadilan dan mendapatkan pembebasan
bagi sang pekerja.
Uskup yang kudus ini cinta damai dan ia memiliki keberanian untuk
mempertahankannya. Suatu kali, ketika penduduk Gubbio saling berkelahi di
jalanan, uskup melemparkan diri di antara kedua masa yang sedang marah. Ia
tampak tak takut akan kibasan pedang dan timpukan batu-batu. Sekonyong-konyong,
uskup jatuh tergeletak di tanah. Seketika itu juga orang-orang berhenti
berkelahi. Mereka menyangka bapa uskup tewas terbunuh. Tetapi Uskup Ubaldus
bangkit. Ia memperlihatkan kepada mereka bahwa ia sama sekali tidak cedera.
Penduduk bersyukur kepada Tuhan. Mereka berhenti berkelahi dan pulang ke umah.
Di lain waktu, Kaisar Frederick Barbarossa sedang dalam perjalanan untuk
menyerang Gubbio. St Ubaldus tidak menanti kaisar beserta bala tentaranya tiba.
Ia malahan datang menyongsong kaisar dan berbincang dengannya. Tak seorang pun
tahu apa yang dikatakannya. Yang mereka tahu ialah bahwa bapa uskup berhasil
meyakinkan kaisar untuk meninggalkan Gubbio.
Uskup Ubaldus menderita banyak penyakit fisik. Namun demikian, ia tidak
pernah membicarakannya. Pada hari Minggu Paskah tahun 1160, ia bangkit untuk
melayani Misa. Ia menyampaikan homili yang indah dan memberkati umatnya. Lalu,
ia kembali tidur dan tak pernah dapat bangun kembali. Ia wafat pada tanggal 16
Mei 1160. Penduduk berbondong-bondong datang untuk menyampaikan hormat mereka.
Mereka menangis dan berdoa memohon kiranya St Ubaldus memelihara mereka dari
surga.
Terkadang, sungguh sulit mengampuni
mereka yang bersalah kepada kita. Kita mendapatkan kasih karunia untuk
melakukannya apabila kita terlebih lagi berpaling kepada Yesus dan memohon-Nya
untuk membantu kita menjadi lemah lembut dan penuh pengampunan seperti-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Yohanes Nepomuk, Martir
Yohanes Nepomuk lahir di Nepomuk atau Pomuk, Bohemia, Cekoslavakia
Barat pada tahun 1340. Nama kecilnya ialah Wolflein atau Welflin. Ia belajar
Teologi dan hukum di Universitas Praha. Pada tahun 1373 ia ditabhiskan menjadi
imam. Cita-citanya menjadi imam ini sudah berkobar dalam hatinya semenjak umur
mudanya. Hal ini pun sangat didukung oleh kedua orangtuanya karena mereka telah
mempersembahkan Yohanes kepada Tuhan ketika Tuhan mengabulkan doa-doa mereka
bagi kesembuhan Yohanes dari penyakit yang menimpanya.
Pada tahun 1374, Yohanes Genzenstein, Uskup Agung Praha, yang
mengenal baik kemampuan Yohanes Nepomuk, mengangkat dia menjadi sekretaris
jendralnya. Enam tahun kemudian, Yohanes diangkat sebagai Pastor Paroki Santo
Gallus di Praha sambil meneruskan studi hukumnya di Universitas Praha sampai
meraih gelar Doktor Hukum pada tahun 1389. Tiga tahun setelah menamatkan
studinya, ia diangkat sebagai ketua Pengadilan Gereja. Kemudian pada tahun 1393
ia diangkat menjadi Vaktris Jendral oleh Uskup Agung Yohanes Genzenstein.
Dalam tugasnya sebagai seorang imam, Yohanes menjadi seorang pengkhotbah yang ulung. Ia berhasil mentobatkan banyak orang dengan khotbah-khotbahnya. Relasinya dengan tokoh-tokoh masyarakat di jajaran pemerintahan sangat baik berkat keakrabannya dengan Raja Wenseslaus dan permaisurinya. Pembunuhan atas dirinya berawal dari rencana raja Wenseslaus IV untuk mendirikan sebuah keuskupan baru yang berpusat di Kladrau dan mengangkat seorang pendukungnya sebagai pemimpin atas keuskupan itu. Sedangkan keuangan keuskupan baru ini, menurut rencana Wenseslaus, akan diambil dari pendapatan biara Kladrau setelah kematian pemimpin biara itu.
Rencara raja Wenseslaus ini ditentang oleh uskup Agung Yohanes Genzenstein dan Yohanes Nepomuk, karena rencana itu tidak sah secara hukum. Ketika pemimpin biara Kladrau meninggal dunia, kedua petinggi keuskupan itu segera memerintahkan para biarawan untuk segera memilih pemimpin yang baru. Semuanya ini tidak diberitahukan kepada raja Wenseslaus hingga pemimpin baru terpilih. Karena itu, ketika mendengar berita pengangkatan itu Wenseslaus marah dan segera memerintahkan penangkapan atas Nepomuk dan beberapa pejabat Gereja lainnya.
Setelah beberapa lama mendekam di dalam penjara dengan berbagai siksaan berat, para pejabat Gereja itu dilepaskan, dengan syarat bahwa mereka harus tutup mulut tentang semua perlakuan kasar atas diri mereka. Sedangkan Yohanes Nepomuk dibunuh dan mayatnya ditenggelamkan di sungai Moldau dalam keadaan terikat erat. Pada keesokan harinya, jenazahnya ditemukan kembali, lalu disemayankan di katedral Santo Vitus hingga sekarang. Berbagai cerita tentang pembunuhan Yohanes berkembang di kalangan umat. Salah satu cerita itu ialah ia tidak bersedia menyingkap rahasia pengakuan permasiuri raja Wenseslaus sesuai permintaan raja.
Yohanes Nepomuk dinyatakan sebagai Beato pada tahun 1721 dan kemudian pada tahun 1729 dinyatakan sebagai Santo. Kecuali itu, ia diangkat sebagai pelindung kota Bohemia, pelindung para pendosa dan pelindung orang-orang yang terancam hanyut dalam sungai.
[Santo] Simon Stock, Biarawan
Simon Stock dikenal sebagai pemimpin biara-baira Karmelit dari
tahun 1274 sampai 1265 dalam kedudukan sebagai Superior Jenderal. Kisah
kelahiran dan masa kecilnya tidak banyak diketahui. Yang diketahui pasti ialah
bahwa ia meninggal dunia pada tahun 1265 diBordeaux, Perancis. Kecuali itu
diberitakan bahwa setelah menjalani hidup sebagai pertapa di Inggris, tanah
kelahirannya, ia pergi ke Tanah Suci Yerusalem. Disana ia bergabung dengan
sekelompok biarawan Karmelit yang sudah lama menjalani hidup pertapaan di sana.
Setelah beberapa lama tinggal di tanah Suci, ia rupanya kembali ke Inggris
ketika terjadi serangan dari orang-orang Saracen (suku bangsa nomaden di padang
gurun antara Syria dan Arab Saudi) atas komunitas-komunitas religius di Tanah
Suci.
Sekembalinya ke Inggris, ia diangkat menjadi Superior Jenderal Ordo Karmelit, bertempat di Aylesford, Inggris. Dalam masa kepemimpinannya ia melakukan banyak hal bagi perkembangan biara Karmelit. Antara lain, penyesuaian aturan-aturan Ordo dengan kebutuhan jaman. Dalam rangka itu, Simon mewajibkan para biarawannya terjun ke dalam masyarakat untuk mewartakan Injil dan melaksanakan berbagai karya pastoral. Dengan kebijkasanaan ini, para biarawan Karmelit tidak lagi semata-mata menjalani kehidupan sebagai pertapa yang hanya mengusahakan dan memperhatikan kekudusan dan keselamatan diri pribadi. Kecuali itu, dengan kebijaksanaan baru ini, Ordo Karmelit tampil sebagai ordo yang menggabungkan secara seimbang kegiatan kontemplatif dengan kegiatan pewartaan Sabda di luar tembok biara.
Sekembalinya ke Inggris, ia diangkat menjadi Superior Jenderal Ordo Karmelit, bertempat di Aylesford, Inggris. Dalam masa kepemimpinannya ia melakukan banyak hal bagi perkembangan biara Karmelit. Antara lain, penyesuaian aturan-aturan Ordo dengan kebutuhan jaman. Dalam rangka itu, Simon mewajibkan para biarawannya terjun ke dalam masyarakat untuk mewartakan Injil dan melaksanakan berbagai karya pastoral. Dengan kebijkasanaan ini, para biarawan Karmelit tidak lagi semata-mata menjalani kehidupan sebagai pertapa yang hanya mengusahakan dan memperhatikan kekudusan dan keselamatan diri pribadi. Kecuali itu, dengan kebijaksanaan baru ini, Ordo Karmelit tampil sebagai ordo yang menggabungkan secara seimbang kegiatan kontemplatif dengan kegiatan pewartaan Sabda di luar tembok biara.
Perubahan aturan ini sangat direstui oleh Sri Paus Innocentius IV (1243-1254) pada tahun 1247. Akibat selanjutnya dari kebijaksanaan itu, biara-biara Karmelit mulai ditempatkan juga di kota-kota Universitas seperti Oxford, Cambridge, Paris dan Bologna, juga di Irlandia, Skotlandia dan Spanyol. Disini para biarawan memberi sumbangan besar pada kehidupan Universitas. Tentang pengalaman Simon diberitakan pula bahwa Bunda Maria pernah menampakkan diri padanya di Aylesford pada tanggal 16 Juli 1251. Kepadanya Bunda Maria menyerahkan sebuah skapular berwarna coklat sambil berkata: “Skapular ini akan menjadi keselamatan bagimu dan bagi semua biarawan Karmelit lainnya. Orang yang mati dalam kebiasaan berdoa dengan skapular ini akan diselamatkan”.
Meskipun Simon tidak resmi digelari Santo oleh Gereja, namun para biarawan Karmelit menganggap dia sebagai orang Kudus. Atas ijinan khusus dari Tahkta Suci, mereka merayakan pestanya pada tanggal 16 Mei.
Santo Andreas Bobola SJ, Martir.
Andreas Bobola lahir di Sandomir pada tahun 1591 dalam sebuah
keluarga aristokrat di Polandia. Pada usianya 19 tahun, Andreas masuk novisiat
Serikat Yesus di Vilna, Lithuania. Pada tahun 1622 ia ditabhiskan menjadi imam.
Sebagai imam baru, Andreas bekerja di Paroki Santo Kasimir di
Vilna sampai tahun 1630. Ia dikenal sebagai seorang pengkhotbah ulung yang
mempertobatkan banyak orang dengan ajaran-ajaran dan cara hidupnya. Ia juga
memimpin Kongregasi Maria di Polandia. Setelah enam tahun menjadi pemimpin
biara Yesuit di Bobrinsk, ia kembali melanjutkan karya misionernya.
Pada waktu itu, Polandia dan Lithuania dilanda suatu skisma besar. Banyak orang Gereja Katolik bergabung dengan Gereja Orthodoks yang memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma. Skisma ini terus berkembang luas karena didukung oleh kekuatan militer Rusia. Menghadapi skisma ini, Andreas meningkatkan usaha-usahanya untuk mempertobatkan banyak orang dan mempersatukan kembali gereja Polandia dan Lithuania di bawah naungan Gereja Katolik Roma. Karena usaha-usahanya ini, para serdadu menangkap dia, menyiksa dan membunuhnya dengan kejam. Mereka menanamkan Andreas ‘Duszochivat’, yang berarti pemburu jiwa-jiwa, Andreas mati sebagai martir Kristus di Janow pada tanggal 26 Mei 1657. Bangsa Slavia menghormatinya sebagai pelindung semua orang yang menderita penganiayaan karena kesetiaan pada satu gereja universal. Andreas di gelari ‘Beato’ pada tahun 1853 dan kemudian dinyatakan sebagai ‘Santo’ pada tahun 1938.
Santo Yulianus Demoustier, Pengaku Iman
Yulianus lahir di kota Redom, Perancis pada tanggal 17 Juli 1728.
Ia dikenal sebagai seorang imam biarawan di keuskupan Vannes yang sangat besar
pengabdiannya di bidang pendidikan dan pembangunan bangsanya. Ia memberikan
teladan hidup baik, penuh kebijaksanaan dan kemiskinan. Pengabdiannya
dilandasinya dengan kerendahan hati dan hidup rohani yang mendalam. Di tengah
kesibukannya ia senantiasa menyisihkan waktu untuk menyepi dalam keheningan doa
bagi kekudusan dirinya dan bagi perkembangan Gereja. Kekayaan pribadinya
dipergunakan untuk membangun gereja, rumah biara dan rumah sakit bagi
keuskupannya. Dalam ketenangan dan kesucian hidupnya itu ia wafat pada tanggal
16 Mei 1781.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Paskalis, seorang kudus dari Spanyol, dilahirkan pada tahun 1540. Sejak
usia tujuh tahun, ia bekerja sebagai gembala. Ia tidak pernah punya kesempatan
untuk bersekolah. Namun demikian, ia belajar sendiri membaca dan menulis. Ia
bertanya kepada siapa saja yang ia jumpai untuk membantunya belajar. Ia belajar
dengan giat, agar supaya ia dapat membaca buku-buku rohani. Ia membisikkan
doa-doa sepanjang hari sementara ia menggembalakan dombanya.
Ketika berusia dua puluh empat tahun, bocah gembala itu menjadi seorang
broeder Fransiskan. Teman-temannya suka padanya. Paskalis seorang yang mudah
bergaul dan juga seorang yang lembut hati. Rekan biarawan memperhatikan bahwa
seringkali ia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang paling berat dan tidak
menyenangkan. Paskalis melakukan mati raga, bahkan lebih keras dari yang
ditetapkan dalam peraturan biara. Namun demikian, ia seorang yang senantiasa
penuh sukacita. Dulu, ketika masih seorang gembala, ia merindukan berada di
gereja untuk berdoa kepada Yesus; tetapi, tidak bisa. Sekarang, ia bisa. Jadi,
ia sangat senang menemani Kristus dalam Sakramen Mahakudus. Ia juga diijinkan
menjadi pelayan Misa.
Dua hal yang amat dicintai Paskalis adalah: Ekaristi Kudus dan Bunda
Maria. Setiap hari Paskalis berdoa rosario dengan cinta yang amat besar. Ia
juga menuliskan doa-doa yang indah kepada Bunda Surgawi kita.
St. Paskalis membuat sebuah buku kecil dari kertas-kertas buram. Dalam
buku catatannya, ia menuliskan pemikiran-pemikirannya dan doa-doanya yang
indah. Setelah ia wafat, pemimpin biaranya menunjukkan buku catatan Paskalis
pada uskup agung setempat. Bapa Uskup membacanya dan berkata, “Jiwa-jiwa
bersahaja ini telah mencuri surga dari kita!”
Paskalis wafat pada tahun 1592 dalam usia lima puluh dua tahun. Ia
dinyatakan kudus oleh Paus Alexander VIII pada tahun 1690.
Bagaimana mempererat hubungan kita
dengan Yesus dalam Ekaristi dan dengan Bunda Maria? Jawabannya mungkin
merupakan ajakan bagi kita untuk mengunjungi Yesus dalam Sakramen Mahakudus
secara istimewa dan mohon Bunda Maria membantu kita agar setia pada Putra-nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Yohanes I adalah seorang imam dari Roma. Ia menjadi paus setelah wafatnya
Paus St Hormisdas pada tahun 523. Pada masa itu, penguasa Italia adalah
Theodoric si Gothic, seorang Arian. (Orang-orang Arian tidak percaya bahwa
Yesus adalah Tuhan.) Pada awal kekuasaannya Theodoric tidak mengusik orang-orang
Katolik. Tetapi, kemudian ia berubah dan menjadi sombong serta penuh curiga
terhadap setiap orang. Ia membayangkan adanya suatu persekongkolan melawan
dirinya. Tak lama berselang, ia percaya bahwa seluruh dunia sedang berusaha
merebut tahta dan kekuasaannya. Satu-satunya orang yang hampir pasti tak
menginginkan tahta maupun kekuasaannya adalah paus.
Theodoric berusaha melibatkan Paus Yohanes dalam masalah-masalah
politiknya. Sang kaisar sedang menghadapi masalah dengan Kaisar Justin I dari
Konstantinopel. Terdapat laporan bahwa Justin bersikap amat keras terhadap
orang-orang Arian di timur. Theodoric mengutus suatu delegasi untuk berunding
dengan Justin. Delegasi ini dipimpin oleh Paus Yohanes I. Kaisar Justin
menyambut paus berserta pengikutnya dengan gembira. Justin dengan senang hati
bersedia mengubah kebijakannya yang keras. Misi Paus Yohanes berhasil gemilang.
Namun demikian, Kaisar Theodoric tidak senang. Ia membayangkan bahwa Paus
Yohanes dan Kaisar Justin I pastilah bersekongkol melawannya. Paus kembali ke
Roma dan tiba di Ravenna, ibukota Theodoric. Paus Yohanes diculik dan
dilemparkan ke dalam penjara oleh para prajurit Theodoric. Di sana paus wafat
akibat kehausan dan kelaparan pada tahun 526.
Marilah kita senantiasa memohon terang
dan bimbingan Roh Kudus agar kita dapat melihat kebajikan dalam diri
orang-orang lain.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Venantius, Martir
Menurut cerita, Santo Venantius adalah seorang pemuda yang disiksa
karena imannya akan Kristus. Peristiwa ini terjadi kira-kira pada pertengahan
abad ketiga. Dikatakan, Venantius dianiaya dan dipenggal kepalanya. Cerita
mengenai dirinya beredar di kalangan orang-orang Kristen dalam hubungannya
dengan Santo Venantius yang lain, Uskup dari Salona di Dalmatia, yang disiksa
pada masa yang sama.
Santo Feliks OFMCap, Pengaku Iman
Santo Feliks OFMCap, Pengaku Iman
Feliks adalah seorang Bruder dari Ordo saudara-saudara Dina
Kapusin. Ia dijuluki Bruder Deo Gratias, karena selalu mengucapkan ‘Syukur
kepada Allah’ atas segala perlakuan yang diterimanya dari orang lain. Hidupnya
sangat sederhana, banyak berdoa dan selalu sopan sehingga ia disenangi rakyat
kecil.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Petrus di Morone adalah anak kesebelas dari duabelas bersaudara. Ia
dilahirkan sekitar tahun 1210 di Isernia, Italia. Ayahnya meninggal ketika ia
masih kecil. Keluarganya miskin, tetapi ibunya membesarkan putera-puterinya
dengan cinta yang besar. Ibunya menyekolahkan Petrus karena anak itu
menunjukkan niat dan minat yang besar untuk belajar. Suatu ketika, seperti
biasa ibunya bertanya, “Siapakah di antara kalian yang akan menjadi seorang
santo atau santa?” Petrus kecil, yang kelak menjadi Paus Selestine V, menjawab
dengan segenap hati, “Aku, mama! Aku akan menjadi seorang santo!” Dan memang
demikian. Tetapi, hal itu tidaklah mudah.
Ketika usianya dua puluh tahun, Petrus menjadi seorang rahib. Ia
menghabiskan hari-harinya dengan berdoa, membaca Kitab Suci dan mengerjakan
tugas-tugasnya. Para rahib yang lain biasa datang kepadanya untuk meminta
nasehat dan bimbingannya. Lama-kelamaan, Petrus membentuk suatu ordo baru bagi
para rahib.
Ketika Petrus berusia delapan puluh empat tahun, ia ditahbiskan sebagai
paus. Penobatannya melalui seuatu cara yang amat tidak lazim. Selama dua tahun
lebih Gereja tidak memiliki paus. Hal ini terjadi karena para kardinal saling
tidak sependapat akan calon yang hendak dipilih. Petrus mengirimkan pesan kepada
mereka. Ia mengingatkan mereka untuk segera mengambil keputusan, sebab Tuhan
tidak akan senang dengan penundaan yang terlalu lama. Para kardinal melakukan
nasehatnya. Seketika itu juga mereka memutuskan Petrus sang rahib untuk menjadi
paus! Orang tua yang malang itu menangis ketika mendengar keputusan itu. Dengan
sedih ia menerimanya dan memilih nama Selestine V. Ia hanya memangku jabatan
Paus selama lima bulan saja. Oleh sebab ia begitu rendah hati dan sederhana,
banyak orang memanfaatkannya. Ia tidak dapat mengatakan “tidak” kepada siapa
pun. Segera saja terjadilah kekacauan. Paus Selestine merasa bertanggung jawab
atas semua masalah yang timbul. Ia memutuskan bahwa hal terbaik yang dapat
dilakukannya bagi Gereja adalah menyerahkan kembali jabatannya. Dan ia
melakukannya. Ia minta maaf karena tidak dapat memimpin Gereja dengan baik.
Hal yang didambakan Selestine hanyalah tinggal di salah satu biaranya
dengan tenang dan damai. Tetapi paus yang baru, Paus Bonifasius VIII,
beranggapan bahwa akan lebih aman apabila Selestine tinggal di sebuah kamar
kecil di salah satu istana Romawi. St. Selestine menghabiskan sepuluh bulan
terakhir hidupnya di sebuah sel sederhana. Tetapi, ia membuat dirinya sendiri
bergembira. “Yang engkau inginkan hanyalah sebuah sel, Petrus,” demikian
katanya berulang kali kepada dirinya sendiri. “Nah, sekarang kau telah
mendapatkannya.” St. Selestine wafat pada tanggal 19 Mei 1296. Ia dinyatakan
kudus oleh Paus Klemens VI pada tahun 1313.
Apabila kita merasa putus asa oleh
karena tidak melihat hasil dari jerih payah kita, mungkin hal itu adalah suatu
ajakan dari Tuhan untuk sekedar memberikan yang terbaik dan menyerahkan
hasilnya pada-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Dunstan, Uskup dan Pengaku Iman
Dunstan lahir di Glastonbury pada tahun 910. Ia terhitung sebagai
salah seorang ‘peletak dasar bagi negeri Inggris’ yang berperanan penting dan
berpengaruh besar dalam kehidupan politik dan kehidupan agama selama abad
ke-10.
Putera bangsawan ini dididik oleh rahib-rahib Irlandia di Glastonsbury. Setelah itu, ia tinggal beberapa tahun di istana Raja Athelstan sebelum menerima tabhisan-tabhisan suci. Penggantai Athelstan, Raja Edmund, mengangkat dia sebagai penasehatnya dan pada tahun 943 sebagai Abbas biara Glastonbury. Pada waktu itu biara Glastonbury, yang porak poranda karena serangan bangsa Denmark, mengalami suatu kemerosotan luar biasa seperti halnya banyak biara lainnya di Inggris. Namun di bawah bimbingan abbas muda Dunstan, Glastonbury bangkit, dengan semarak kembali. Dunstan dengan sekuat tenaga berusaha memperbaiki bangunan-bangunan biara Glastonbury, menghidupkan kembali disiplin hidup monastik, dan menjadikannya sebagai suatu pusat belajar dan pusat monastik di Inggris pada masa itu. Usaha-usaha diikuti oleh biara-biara lainnya.
Setelah terbununhnya Raja Edmund pada tahun 946, Dunstan menjadi ketua dewan penasehat raja Ederd. Dalam kedudukan ini, ia memprakarsai manuver-manuver politik untuk memperkuat kekuasaan kerajaan, mempersatukan kembali negeri Inggris, dan mendamaikan semua orang Denmark yang menetap di Inggris. Ia juga berusaha memberantas praktek kekafiran dan berhasil membaharui kehidupan moral bangsa Inggris dan Imam-imam di seluruh keuskupan. Ketika Edred diangkat oleh raja Edwy pada tahun 955, Dunstan terlibat dalam perselisihan besar dengan penguasa baru itu. Ia mengkritik sikap kepala batu Edred yang tidak pantas bagi seorang raja pada waktu pesta pemahkotaannya. Akibatnya Dunstan dikucilkan dari Inggris. Dunstan mengasingkan diri ke Flanders. Di Flanders ia mendapat kesempatan untuk membaharui biara-biara yang ada disana. Dikemudian hari semua pengalamannya di Flanders mempunyai pengaruh besar terhadap seluruh gagasannya tentang pembaharuan hidup monastik.
Namun pengungsian Dunstan tidak berlangsung lama. Pada tahun 957 suatu pertempuran melawan Edwy pecahlah pertempuran antara orang-orang Mercian dan Northumbria di wilayah-wilayah Utara dan timur Inggris. Edwy dipaksa turun tahkta dan Edgar, saudara Edwy, dipilih sebagai raja. Dalam kedudukannya sebagai raja, Edgar memanggil kembali Dunstan ke Inggris dan mengangkat dia menjadi Uskup Worcester dan Uskup London. Sepeninggal Edwy pada tahun 959, Edgar berhasil mempersatukan kembali seluruh Inggris. Pada waktu Dunstan dingkat menjadi Uskup Agung Canterbury. Ketika ia pergi ke Roma untuk menerima pakaian kebesaran jabatannya, ia diangkat sebagai utusan oleh Paus Yohanes XII (955-964). Dipersenjatai dengan kekuasaan besar ini, ia kembali ke Inggris dan dengan penuh semangat membaharui disiplin Gereja di seluruh negeri. Di bawah kepemimpinannya, banyak biara di Inggris dibaharui dan banyak lagi biara baru didirikan.
Putera bangsawan ini dididik oleh rahib-rahib Irlandia di Glastonsbury. Setelah itu, ia tinggal beberapa tahun di istana Raja Athelstan sebelum menerima tabhisan-tabhisan suci. Penggantai Athelstan, Raja Edmund, mengangkat dia sebagai penasehatnya dan pada tahun 943 sebagai Abbas biara Glastonbury. Pada waktu itu biara Glastonbury, yang porak poranda karena serangan bangsa Denmark, mengalami suatu kemerosotan luar biasa seperti halnya banyak biara lainnya di Inggris. Namun di bawah bimbingan abbas muda Dunstan, Glastonbury bangkit, dengan semarak kembali. Dunstan dengan sekuat tenaga berusaha memperbaiki bangunan-bangunan biara Glastonbury, menghidupkan kembali disiplin hidup monastik, dan menjadikannya sebagai suatu pusat belajar dan pusat monastik di Inggris pada masa itu. Usaha-usaha diikuti oleh biara-biara lainnya.
Setelah terbununhnya Raja Edmund pada tahun 946, Dunstan menjadi ketua dewan penasehat raja Ederd. Dalam kedudukan ini, ia memprakarsai manuver-manuver politik untuk memperkuat kekuasaan kerajaan, mempersatukan kembali negeri Inggris, dan mendamaikan semua orang Denmark yang menetap di Inggris. Ia juga berusaha memberantas praktek kekafiran dan berhasil membaharui kehidupan moral bangsa Inggris dan Imam-imam di seluruh keuskupan. Ketika Edred diangkat oleh raja Edwy pada tahun 955, Dunstan terlibat dalam perselisihan besar dengan penguasa baru itu. Ia mengkritik sikap kepala batu Edred yang tidak pantas bagi seorang raja pada waktu pesta pemahkotaannya. Akibatnya Dunstan dikucilkan dari Inggris. Dunstan mengasingkan diri ke Flanders. Di Flanders ia mendapat kesempatan untuk membaharui biara-biara yang ada disana. Dikemudian hari semua pengalamannya di Flanders mempunyai pengaruh besar terhadap seluruh gagasannya tentang pembaharuan hidup monastik.
Namun pengungsian Dunstan tidak berlangsung lama. Pada tahun 957 suatu pertempuran melawan Edwy pecahlah pertempuran antara orang-orang Mercian dan Northumbria di wilayah-wilayah Utara dan timur Inggris. Edwy dipaksa turun tahkta dan Edgar, saudara Edwy, dipilih sebagai raja. Dalam kedudukannya sebagai raja, Edgar memanggil kembali Dunstan ke Inggris dan mengangkat dia menjadi Uskup Worcester dan Uskup London. Sepeninggal Edwy pada tahun 959, Edgar berhasil mempersatukan kembali seluruh Inggris. Pada waktu Dunstan dingkat menjadi Uskup Agung Canterbury. Ketika ia pergi ke Roma untuk menerima pakaian kebesaran jabatannya, ia diangkat sebagai utusan oleh Paus Yohanes XII (955-964). Dipersenjatai dengan kekuasaan besar ini, ia kembali ke Inggris dan dengan penuh semangat membaharui disiplin Gereja di seluruh negeri. Di bawah kepemimpinannya, banyak biara di Inggris dibaharui dan banyak lagi biara baru didirikan.
Dunstan terus menjadi penasehat raja selama kepemimpinan raja
Edgar, dan kemudian menjadi juga penasehat raja Edward Martir. Namun ia tidak
mengambil bagian dalam pemerintahan setelah Ethelred dimahkotai pada tahun 970.
Ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya di Canterbury sampai meninggal dunia pada
tanggal 19 Mei 988. Jenazahnya di kuburkan di Katedral Canterbury.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
St. Bernardinus dilahirkan pada tahun 1380 di sebuah kota dekat Siena,
Italia. Ia putera seorang gubernur Italia. Kedua orangtuanya meninggal dunia
ketika usianya baru tujuh tahun. Kerabatnya mengasihi dia seperti puteranya
sendiri. Mereka juga memberikan pendidikan yang baik baginya. Bernardinus
tumbuh menjadi seorang pemuda yang tinggi dan tampan. Ia seorang yang
menyenangkan, teman-temannya suka padanya. Apabila sedang bersamanya,
teman-temannya itu tidak akan berani mengucapkan kata-kata yang tidak pantas,
sebab Bernardinus tidak akan tahan mendengarnya. Dua kali seorang teman
berusaha membujuknya berbuat dosa, Bernardinus langsung meninju serta
mengusirnya pergi.
Orang kudus kita ini mempunyai cinta yang istimewa pada Bunda Maria.
Bunda Maria-lah yang senantiasa menjaganya agar tetap murni. Semenjak ia
remaja, Bernardinus berdoa kepadanya seperti seorang anak berbicara kepada
ibunya.
Bernardinus seorang yang lembut hati. Ia penuh belas kasihan pada mereka
yang miskin. Suatu ketika, bibinya tidak mempunyai makanan lebih untuk
diberikan kepada pengemis. Bernardinus kecil menangis, “Aku lebih suka tidak
makan daripada membiarkan orang miskin itu pergi dengan tangan kosong.” Ketika
suatu wabah menyerang daerahnya pada tahun 1400, Bernardinus dan teman-temannya
bekerja sebagai sukarelawan di rumah sakit. Mereka merawat orang-orang yang
sakit dan yang menjelang ajal mulai pagi hingga petang, selama enam minggu
lamanya hingga wabah berakhir.
Bernardinus bergabung dengan Ordo Fransiskan ketika ia berusia dua puluh
dua tahun. Kemudian ia ditahbiskan sebagai imam. Beberapa tahun kemudian, ia
ditugaskan pergi ke kota-kota dan desa-desa untuk mewartakan Injil. Umat pelu
diingatkan kembali akan cinta Yesus. Pada masa itu, kebiasaan-kebiasaan buruk
merusak baik kaum muda maupun tua. “Bagaimana aku dapat menyelamatkan
orang-orang ini sendirian?” Bernardinus bertanya pada Tuhan dalam doa. “Dengan
senjata apakah aku dapat melawan kejahatan?” Dan Tuhan menjawab, “Nama-Ku yang
Tersuci sudah cukup bagimu.” Maka, Bernardinus menyebarluaskan devosi kepada
Nama Yesus yang Tersuci. Berulang kali ia menggunakan Nama-Nya di setiap
khotbah. Ia meminta umat untuk menuliskan Nama Yesus di gerbang-gerbang kota,
di pintu keluar-masuk, di mana saja. Melalui devosi kepada Nama Yesus yang
Tersuci dan melalui devosi kepada Bunda Maria, Bernardinus berhasil membawa
ribuan orang dari seluruh penjuru Italia kembali ke pangkuan Gereja.
St. Bernardinus melewatkan empat puluh dua tahun dari masa hidupnya
sebagai seorang imam Fransiskan. Ia wafat dalam usia enam puluh empat tahun di
Aquila, Italia, pada tanggal 20 Mei 1444. Ia dinyatakan kudus hanya enam tahun
kemudian, yaitu pada tahun 1450, oleh Paus Nikolas V.
“Apabila engkau berbicara tentang
Tuhan, berbicaralah dengan cinta. Apabila engkau berbicara tentang dirimu
sendiri, berbicaralah dengan cinta. Berhati-hatilah agar tidak ada yang lain
dalam dirimu selain cinta, cinta, dan cinta.” ~ St. Bernardinus dari Siena.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Ivo, Uskup
Ivo lahir di Beauvais pada tahun 1040. Ia belajar Teologi di biara
Bec dan dikenal sebagai orang pandai. Ia kemudian bekerja di Nestle, Picardy,
Perancis Utara, lalu berpindah ke biara Santo Quentin. Di biara ini, Ivo
mengajar Teologi, Hukum Gereja dan Kitab Suci. Kemudian ia diangkat sebagai
pemimpin tertinggi selama 14 tahun lamanya. Sebagai pemimpin tertinggi biara,
Ivo berusaha meningkatkan disiplin hidup dan kegiatan belajar untuk para
biarawan, serta berusaha membaharui banyak aturan yang lama.
Karena kesalehan hidupnya, kepandaian serta kepribadiannya yang
menarik, Ivo diajukan oleh umat dan segenap imam pada tahun 1091 untuk
menggantikan Goffrey sebagai Uskup Chartres. Setelah didesak oleh Paus Urbanus II (1088-1099), Ivo
menerima jabatan itu dan ditabhiskan menjadi Uskup Chartres.
Dalam kepemimpinannya sebagai Uskup Chartres, Ivo dengan tegas menentang raja Philip I yang menceraikan istrinya Bertha dan mengawini Bertrada, istri Fulk, seorang hakim dari Anjou. Oleh raja Philip I, Ivo ditangkap dan dipenjarakan. Seluruh kekayaan dan penghasilannya disita oleh Philip. Tetapi atas desakan Paus Urbanus II dan seluruh umat, Ivo dilepaskan kembali dan menjalankan tugasnya seperti biasa. Selanjutnya, Ivo juga tetap setia kepada raja Philip I dan berusaha mendamaikan raja dengan Tahkta Suci pada kesempatan Konsili Beaugency pada tahun 1104. Ivo meninggal dunia pada tahun 1116.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Eugene dilahirkan di Perancis pada tahun 1782. Ia ditahbiskan menjadi
imam pada tahun 1811. Pater Eugene seorang yang peka terhadap kebutuhan mereka
yang miskin dan berkekurangan dan ia melayani mereka. Ia senantiasa antusias
mencari cara-cara baru untuk menjangkau kaum muda. Ia rindu membawa mereka
kepada kasih dan mengamalkan iman mereka. Ia percaya akan nilai perutusan
paroki. Ia sadar bahwa para imam misionaris di suatu paroki dapat melakukan
banyak hal guna membangunkan kembali dedikasi umat terhadap iman mereka.
Pater de Mazenod memulai suatu ordo religius baru bagi para imam dan
broeder awam pada tahun 1826. Mereka adalah para misionaris yang disebut Oblata
Maria Immaculata (Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa). Pelayanan mereka
yang teristimewa adalah pergi kepada orang-orang yang belum pernah mendengar
mengenai Yesus dan Gereja-Nya. Pater de Mazenod dan ordonya sungguh gagah
berani dalam menjawab permintaan-permintaan dari para uskup yang membutuhkan
bantuan mereka. Para uskup dari Amerika Utara dengan anusias menanti Oblata.
Uskup Ignace Bourget dari Montreal khususnya nyaris tak sabar. Dalam waktu
sepuluh tahun, Oblata telah berkembang pesat. Mereka menjangkau seluruh Canada
dan memulai pelayanan di Amerika Serikat juga.
Pada tahun 1837, Pater de Mazenod ditahbiskan sebagai Uskup Marseilles,
Perancis. Ia dikenal karena kesetiaan dan kasihnya kepada paus. Ia juga seorang
organisator dan pendidik yang berbakat. Uskup de Mazenod tetap menjadi Superior
Oblata hingga wafatnya pada tahun 1861. Karya besar yang dirintis Uskup de
Mazenod terus berlanjut hingga kini melalui para misionaris Oblata di seluruh
dunia. Mereka ada di daerah-daerah misi, paroki-paroki dan
universitas-universitas.
Hidup Uskup Eugene de Mazenod ditandai
dengan kegagahberanian dalam menjawab kebutuhan-kebutuhan umat Allah
sebagaimana dilihatnya. Bagaimanakah aku dapat terlebih peka terhadap
kebutuhan-kebutuhan mereka yang ada di sekitarku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Beato Krispinus dari Viterbo, Biarawan
Krispinus-nama biara dari Petrus Fioretti-lahir di Viterbo, Italia
pada tanggal 13 November 1668. Semenjak kecil, ibunya yang saleh itu telah
mendidiknya dalam iman Katolik yang benar. Ia dengan setia dan tekun meneladani
ibunya yang menaruh devosi khusus kepada Bunda Maria. Devosi ini terus
dilakukannya hingga akhir hayatnya dan benar-benar mewarnai seluruh hidupnya.
Pendidikan formal ditempuhnya di sebuah Sekolah Rakyat yang dikelola oleh imam-imam Yesuit di Viterbo. Ketika menanjak remaja, ia bekerja pada pamannya, seorang pengusaha sepatu. Oleh pamannya ia dilatih untuk trampil membuat sepatu sekaligus menjualnya. Devosi kepada Bunda Maria senantiasa dilakukannya di sela-sela kesibukannya setiap hari. Kecuali itu, dalam kehidupan biasa di tengah masyarakat, ia dikenal sebagai seorang anak yang berkepribadian menarik. Sikap hidupnya yang baik dan terpuji ini sangat menarik perhatian para biarawan Fransiskan dari Ordo Kapusin di tempat kelahirannya. Para biarawan itu membujuknya agar mau mengikuti jejak mereka sebagai anggota Ordo Kapusin. Karena merasa tertarik dengan cara hidup para biarawan Kapusin itu, maka ia segera menyambut baik ajakan itu dan masuk biara Kapusin pada usia 25 tahun. Ia memilih nama Krispinus sebagai namanya yang baru.
Di rumah novisiat Paranzana, pemimpin novisiatnya sangat senang padanya karena sifat yang baik dan perilakunya yang sungguh-sungguh untuk hidup sebagai biarawan Kapusin. Sebaliknya Provinsial Ordo Kapusin sangat menentang penerimaan Krispinus di biara itu. Karena itu, Krispinus dicobai dengan berbagai tugas berat. Kecuali itu, ia diharuskan menyebut dirinya sebagai ‘Keledai Kapusin’, dan menganggap dirinya sebagai anggota biara yang ‘tidak layak dipandang’ lebih daripada seekor kuda beban. Di biara Viterbo, ia bekerja sebagai tukang kebun dan di Tolfa sebagai juru masak. Perlakuan-perlakuan terhadap dirinya memang tampak aneh tetapi semuanya diterimanya dengan tabah dan dipersembahkan kepada Bunda Maria dalam doa-doanya. Dalam perjalanan waktu selanjutnya, semua perlakuan orang terhadap dirinya berubah drastis, ketika ia secara ajaib berhasil menyembuhkan begitu banyak orang yang terserang penyakit menular di kota itu.
Kemampuannya menyembuhkan orang-orang sakit ini secara ajaib ini tidak hanya terjadi di Viterbo, tetapi juga di Roma, Albano dan Bracciano ketika ia tinggal disana untuk beberapa tahun. Ketika ditugaskan di Orvieto, ia dibebani tugas mencari derma demi kepentingan biaranya. Tugas ini dilaksanakannya dengan sangat berhasil. Cara hidupnya di Orvieto membuat umat disana sangat mencintainya. Cinta umat Orvieto ini terbukti tatkala Krispinus hendak dipindahkan oleh pemimpin biaranya ke tempat lain. Umat Orvieto, terutama ibu-ibu rumah tangga segera mengajukan protes keras kepada pemimpin ordo Kapusin dan dengan tegas menolak kehadiran pengganti Krispinus. Mengingat bahwa Ordonya sangat tergantung pada kemurahan hati umat, maka pemimpin Ordo terpaksa menempatkan kembali Krispinus di Orvieto.
Masa-masa terakhir hidupnya dihabiskan di Roma. Disana ia dikenal
luas oleh umat karena ramalan-ramalannya, mukjizat penggandaan roti yang
dilakukannya dan kebijaksanaan hidupnya. Ia meninggal dengan tenang pada
tanggal 19 Mei 1750 dalam usia 82 tahun. Pada tahun 1806 ia dinyatakan secara
resmi sebagai ‘Beato’. Relikiunya tersimpan abadi di bawah altar Gereja Santa
Maria Tak Bernoda di Roma. Hingga sekarang, orang-orang Roma memberi
penghormatan dan kebaktian khusus kepada Beato Krispinus dari Viterbo.
Santo Godrikus,
Pengaku Iman
Grodikus yang berarti ‘penuh dengan Tuhan’ lahir pada tahun 1065.
Semula ia adalah seorang tukang catut dan pembuat pedang. Namun akhirnya ia
dikenal sebagai seorang peziarah yang mengunjungi berbagai tempat. Ia
menjelajahi Skotlandia, Spanyol, Roma dan Kota SuciYerusalem. Dengan kaki telanjang
ia mengelilingi Eropa bersama ibunya yang sudah lanjut usia. Godrikus kemudian
bertapa di Walpole untuk menebus dosa-dosanya. Ia dikarunia Tuhan kemampuan
meramal masa depan, menjinakkan binatang buas dan ular berbisa. Godrikus
meninggal dunia pada tahun 1170.
Beato Herman Yosef, Pengaku Iman
Herman Yosef lahir di Cologna pada tahun 1150. Tabiarnya yang baik
dan hidupnya yang saleh diwarisi dari orangtuanya. Semenjak kecilnya, ia
menaruh cinta yang luar biasa kepada Bunda Maria dan Yesus. Di kalangan
kawan-kawannya, Herman dikenal sebagai anak periang, rajin dan ramah. Selain
rajin bergaul dengan kawan-kawannya, ia selalu menyempatkan dirinya untuk
bercakap-cakap dengan Bunda Maria dan Yesus di dalam Gereja. Suatu kali ketika
ia berangkat ke sekolah, ia menyempatkan diri berdoa kepada Bunda Maria dan
Yesus di dalam Gereja. Kepada Bunda Maria dan Yesus, ia mempersembahkan sebutir
apel yang diberikan oleh ayahnya sebagai bekal ke sekolah. Ia mengulurkan apel
itu kepada Yesus. Tetapi ia tidak cukup tinggi untuk bisa mencapai tangan
Yesus. Ia mau memanjat patung itu tetapi rasanya tidak sopan. Dengan sungguh
ajaib bahwa tiba-tiba Bunda Maria tersenyum lalu membungkuk menerima pemberian Herman.
Herman tertawa ceria. Sesudah berpamitan ia keluar dari gereja karena takut
terlambat.
Ia menganggap Bunda Maria dan Yesus sebagai teman akrabnya. Setiap kali ia singgah di gereja untuk membisikkan isi hati dan menceritakan pengalamannya. Pernah ia datang tanpa bersepatu, padahal pagi itu udara sangat dingin. Bunda Maria menunjuk ke sebuah ubin yang terlepas. Herman membalik ubin itu dan mendapati sejumlah uang buat membeli sepatu. Setelah itu, setiap kali Herman memerlukan sesuatu, di tempat itulah selalu tersedia apa yang diperlukannya. Ketika berumur 12 tahun, tiba-tiba Bunda Maria minta agar ia masuk biara. Herman merasa heran: “Bukankah saya masih terlalu kecil?” Ternyata ia diterima juga sebagai postulan dan kemudian novis dalam Ordo Santo Norbertus di Steinfeld. Atas permintaan Bunda Maria, ia menambah namanya menjadi ‘Herman Yosef”. Sebagai seorang biarawan, Herman Yosef rajin membina dirinya dengan berbagai latihan rohani setiap pagi, selain sibuk dengan pekerjaan rumah tangga biara. Cintanya kepada Bunda Maria dan Yesus dan hormatnya akan Sakramen MahaKudus makin meluap. Setiap pagi ia merayakan Ekaristi dan selalu melelehkan linangan air matanya.
Jikalau ia mengalami kekacauan batin, Bunda Maria datang menghiburnya. Kepadanya Bunda Maria selalu berkata: “Tidak ada yang lebih berkenan kepada Allah daripada melayani saudara-saudara karena cinta kepada Allah.” Herman kemudian menjadi Sakrista / Koster. Pekerjaan ini sangat disukainya, karena dengan itu ia dapat leluasa mengunjungi Sakramen MahaKudus. Setelah ditabhiskan menjadi imam, ia sering mengalami ekstase pada waktu mempersembahkan Kurban Misa. Karena kesuciaan hidup dan kesederhanaannya, Herman sangat disukai oleh banyak orang teristimewa rekan-rekannya sebiara. Ia juga dikenal sebagai seorang penyair yang pandai. Syairnya yang pertama dikarang untuk meluhurkan Sakramen MahaKudus. Ia juga mengarang banyak lagu, terutama untuk menghormati Bunda Maria. Selain karya-karya yang membutuhkan kehalusan budi itu, Herman juga dikenal sebagai seorang teknisi. Ia bisa memperbaiki arloji. Karena itu ia sering diminta untuk memperbaiki jam biara ataupun arloji besar yang terletak di menara gereja. Bahkan ia tidak saja bisa memperbaiki arloji, ia juga bisa membuatnya. Menurut beberapa ahli sejarah, besar kemungkinan bahwa Herman-lah orang pertama yang membuat arloji. Ia meninggal dunia pada tahun 1241 dalam usia 90 tahun ketika sedang merayakan upacara sengsara dan wafat Tuhan disebuah biara Suster.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Ia menganggap Bunda Maria dan Yesus sebagai teman akrabnya. Setiap kali ia singgah di gereja untuk membisikkan isi hati dan menceritakan pengalamannya. Pernah ia datang tanpa bersepatu, padahal pagi itu udara sangat dingin. Bunda Maria menunjuk ke sebuah ubin yang terlepas. Herman membalik ubin itu dan mendapati sejumlah uang buat membeli sepatu. Setelah itu, setiap kali Herman memerlukan sesuatu, di tempat itulah selalu tersedia apa yang diperlukannya. Ketika berumur 12 tahun, tiba-tiba Bunda Maria minta agar ia masuk biara. Herman merasa heran: “Bukankah saya masih terlalu kecil?” Ternyata ia diterima juga sebagai postulan dan kemudian novis dalam Ordo Santo Norbertus di Steinfeld. Atas permintaan Bunda Maria, ia menambah namanya menjadi ‘Herman Yosef”. Sebagai seorang biarawan, Herman Yosef rajin membina dirinya dengan berbagai latihan rohani setiap pagi, selain sibuk dengan pekerjaan rumah tangga biara. Cintanya kepada Bunda Maria dan Yesus dan hormatnya akan Sakramen MahaKudus makin meluap. Setiap pagi ia merayakan Ekaristi dan selalu melelehkan linangan air matanya.
Jikalau ia mengalami kekacauan batin, Bunda Maria datang menghiburnya. Kepadanya Bunda Maria selalu berkata: “Tidak ada yang lebih berkenan kepada Allah daripada melayani saudara-saudara karena cinta kepada Allah.” Herman kemudian menjadi Sakrista / Koster. Pekerjaan ini sangat disukainya, karena dengan itu ia dapat leluasa mengunjungi Sakramen MahaKudus. Setelah ditabhiskan menjadi imam, ia sering mengalami ekstase pada waktu mempersembahkan Kurban Misa. Karena kesuciaan hidup dan kesederhanaannya, Herman sangat disukai oleh banyak orang teristimewa rekan-rekannya sebiara. Ia juga dikenal sebagai seorang penyair yang pandai. Syairnya yang pertama dikarang untuk meluhurkan Sakramen MahaKudus. Ia juga mengarang banyak lagu, terutama untuk menghormati Bunda Maria. Selain karya-karya yang membutuhkan kehalusan budi itu, Herman juga dikenal sebagai seorang teknisi. Ia bisa memperbaiki arloji. Karena itu ia sering diminta untuk memperbaiki jam biara ataupun arloji besar yang terletak di menara gereja. Bahkan ia tidak saja bisa memperbaiki arloji, ia juga bisa membuatnya. Menurut beberapa ahli sejarah, besar kemungkinan bahwa Herman-lah orang pertama yang membuat arloji. Ia meninggal dunia pada tahun 1241 dalam usia 90 tahun ketika sedang merayakan upacara sengsara dan wafat Tuhan disebuah biara Suster.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Rita dilahirkan pada tahun 1381 di sebuah dusun kecil di Italia. Kedua
orangtuanya sudah tua. Telah lama mereka mohon pada Tuhan agar dikaruniai
seorang anak. Ketika Rita lahir, mereka membesarkan Rita dengan kasih sayang.
Ketika usianya lima belas tahun, Rita ingin masuk biara, tetapi orangtuanya
menetapkan bahwa ia harus berumah tangga. Pria yang mereka pilih menjadi suami
Rita ternyata seorang yang kejam serta tidak setia. Perangainya yang kasar
membuat semua tetangga takut padanya. Namun demikian, selama delapan belas
tahun lamanya, isterinya dengan sabar menanggung segala makian. Berkat
doa-doanya, kelembutan serta kebaikan hatinya, pada akhirnya ia dapat
melunakkan hati suaminya. Suaminya minta maaf pada Rita atas segala
perlakuannya dan bersedia kembali ke jalan Tuhan.
Kebahagiaan Rita atas pertobatan suaminya tidak berlangsung lama. Suatu
hari, tak lama kemudian, suaminya dibunuh. Rita terpukul dan putus asa. Ia
mengampuni para pembunuhnya dan berusaha agar kedua puteranya juga mau mengampuni
mereka. Tetapi, ia melihat tekad kedua puteranya untuk balas dendam atas
kematian ayah mereka. Rita berdoa agar kedua puteranya itu lebih baik mati saja
daripada membunuh. Dalam beberapa bulan, kedua puteranya sakit parah. Rita
merawat mereka dengan kasih sayang. Selama mereka sakit, ia membujuk mereka
untuk mengampuni orang lain serta mohon pengampunan Tuhan bagi diri mereka
sendiri. Mereka mematuhi nasehat ibunya dan meninggal dalam damai.
Sekarang, suami maupun anak-anaknya telah meninggal dunia. Sebatang kara
di dunia, tiga kali Rita berusaha agar dapat diterima di biara di Cascia.
Peraturan biara di sana tidak mengijinkan seorang wanita yang telah menikah
bergabung bersama mereka, meskipun suaminya telah meninggal dunia. Rita pantang
menyerah. Pada akhirnya, para biarawati membuat suatu perkecualian baginya. Di
biara, Rita amat menonjol dalam ketaatan dan belas kasihan. Ia memiliki devosi
yang amat mendalam kepada Yesus tersalib. Satu ketika, pada saat berdoa, ia
mohon pada Yesus agar diijinkan ikut merasakan kepedihan luka-luka-Nya. Suatu
duri dari mahkota duri-Nya menusuk keningnya dan menimbulkan luka yang tak
pernah dapat disembuhkan. Malahan, luka itu semakin buruk keadaannya dan
mengeluarkan bau tak sedap, sehingga St. Rita harus menjauh dari para biarawati
lainnya. Ia bahagia dapat menderita sebagai bukti cintanya kepada Yesus.
St. Rita wafat pada tanggal 22 Mei 1457 dalam usia tujuh puluh enam
tahun. Sama seperti St. Yudas Tadeus, St. Rita sering
dijuluki “Santa atas Hal-hal yang Mustahil.”
Pada hari ini, marilah berdoa bagi
mereka yang hidup tidak dekat dengan Tuhan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Rosa(na), Abbas
Rosa lahir pada tahun 1226. Ketika berusia 15 tahun, ia dikawinkan
dengan seorang pemuda yang bejat moralnya dan jahat. Setelah suaminya yang
sakit keras itu sembuh berkat usaha dan doa Rosa, maka ia diijinkan untuk
menjalani hidup bertapa. Rosa dipilih menjadi Abbas sebuah biara suster. Ia
meninggal pada tahun 1310.
Santa Yoakima de Vedruna, Pengaku Iman
Yoakima de Vedruna lahir pada tahun 1783. Ia seorang ibu rumah
tangga dengan beberapa orang anak. Setelah suaminya meninggal dunia dan
anak-anaknya dewasa, ia menggunakan seluruh waktunya untuk melakukan
kegiatan-kegiatan amal. Doa dan pertobatan menjadi dasar batiniah yang kokoh
baginya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan itu. Akhirnya, ia pun mendirikan
sebuah Kongregasi Suster yang mengabdikan diri pada pemeliharaan gadis-gadis
miskin dan orang-orang sakit yang terlantar. Yoakima de Vedruna meninggal dunia
pada tahun 1853.
Santa Renate, Pengaku Iman
Renate lahir pada tahun 1544. Ratu Bavaria ini mendidik sendiri 10
orang anaknya supaya hidup sederhana dan jujur. Ia mempunyai perhatian yang
besar kepada para pengemis dan orang-orang miskin. Kepada mereka, Renate
membagi-bagikan makanan dan dengan tangannya sendiri ia menjahit pakaian untuk
orang-orang malang itu dan untuk keperluan ibadat Gereja. Ia juga mendirikan
sebuah rumah sakit dan bersama suaminya hidup seperti di dalam biara. Cara
hidup mereka ini terus dijalankan dengan setia meskipun banyak orang yang
mencemooh mereka. Renate meninggal dunia pada tahun 1602.
Beato Yohanes Baptista Makado, Leo Tanaka dkk,
Martir
Beato Yohanes Baptista Makado lahir di kepulauan Azores, dari
sebuah keluarga bangsawan. Pemuda kesatria itu bercita-cita menjadi rasul
Kristus, jika mungkin di Jepang. Ia memang tahu akan rawannya tanah misi
Jepang, namun rupanya ia ingin menjadi saksi iman disana.
Pada waktu itu (abad ke-16) karya misi di Jepang ditangani antara lain oleh imam-imam Yesuit. Oleh karena itu Makado masuk ordo Yesuit. Setelah ditabhiskan menjadi imam ia diutus pergi ke negeri Sakura ini. Makado ternyata seorang imam sekaligus rasul yang rajin. Mula-mula ia bekerja di Fuxima dan Nagasaki. Sewaktu berada di pulau Goto, ia ditangkap dan dibawa ke Omura bersama beberapa kawannya. Disanalah mereka dipenggal kepalanya pada tanggal 22 Mei 1617 karena imannya kepada Kristus dan semua perjuangannya untuk menyebarkan Injil Kristus.
Diantara imam-imam itu ada Leo Tanaka, seorang imam agama yang sangat giat membantu imam-imam dalam mengajar agama kepada umat. Oleh seorang pengawal yang mengenal baik dia, ia diberi kesempatan untuk melarikan diri. Tetapi setelah merenungkan hal itu secara mendalam, ia memutuskan untuk tidak lari agar tidak menimbulkan skandal kepada umat sebagai pengkhianat iman. Sewaktu teman-temannya dibunuh, ia dibawa kesana untuk menyaksikan penderitaan yang ditimpakan kepada mereka. Ia merasa sedih karena hukuman mati yang sama belum juga dijatuhkan padanya ketika itu juga. Ia terus menanti mahkota martir itu dengan doa. Akhirnya sepuluh hari kemudian ia juga memperoleh mahkota saksi iman yang dirindukannya itu d suatu pulau dekat Omura. Disana ia dipenggal kepalanya dan menemui ajalnya sebagai martir Kristus.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Yohanes Baptis Rossi dilahirkan pada tahun 1698 di sebuah desa dekat
Genoa, Italia. Keluarganya amat mengasihinya. Mereka bangga ketika sepasang
suami isteri kaya yang mengunjungi desa mereka menawarkan pendidikan bagi
Yohanes. Orangtuanya mengenal pasangan tersebut serta percaya kepada mereka.
Yohanes amat senang boleh tinggal di rumah mereka di Genoa karena dengan
demikian ia dapat bersekolah. Segala sesuatu berjalan lancar. Ia menjadi
seorang seminaris di sebuah perguruan tinggi Roma. Pelajarannya dianggapnya
mudah dan ia mulai belajar dan belajar lebih banyak lagi.
Yohanes kemudian sakit parah dan harus berhenti belajar untuk beberapa
waktu lamanya. Setelah keadaannya cukup baik, ia menyelesaikan segala
persiapannya dan ditahbiskan sebagai imam. Meskipun kesehatannya tidak pernah
prima, Pastor Rossi melakukan begitu banyak kebajikan bagi umat Roma. Ia tahu
bagaimana rasanya tidak sehat, maka Pastor Rossi memberikan perhatian khusus
kepada mereka yang sakit. Ia menjadi pengunjung tetap rumah-rumah sakit Roma.
Terutama, ia suka menghabiskan waktunya bersama orang-orang miskin di Wisma St.
Galla, yaitu tempat penampungan bagi mereka yang miskin dan tak memiliki tempat
tinggal. Pastor Rossi menyadari bahwa tidak ada seorang pun yang memenuhi
kebutuhan rohani orang-orang miskin itu. Ia memperhatikan mereka yang membawa
kawanan ternak serta dombanya untuk di jual di pasar Roma. Betapa berat hidup
mereka. Mereka biasa datang pagi hari dengan kawanan ternaknya. Pastor Rossi
akan berjalan bersama mereka dan berhenti serta bercakap-cakap dengan mereka.
Apabila memungkinkan, ia akan memberikan pelajaran agama kepada mereka serta
menawarkan Sakramen Rekonsiliasi. Pelayanan imamat Pastor Rossi membawa
perubahan besar dalam hidup mereka.
Pastor kudus ini juga merasakan belas kasih mendalam kepada para wanita
dan gadis-gadis tunawisma. Mereka menyusuri jalan-jalan sepanjang siang dan
malam untuk mengemis. Hal ini sangat membahayakan dan juga sangat menyedihkan.
Bapa Suci memberikan sejumlah dana kepada Pastor Rossi untuk mendirikan tempat
penampungan bagi para wanita tunawisma ini. Tempat penampungan itu terletak
dekat Wisma St. Galla. Pastor Rossi menyerahkan tempat penampungannya itu dalam
perlindungan salah seorang santo favoritnya, St. Alyosius Gonzaga. Pastor Rossi
terkenal oleh karena kebaikan dan kelembutan hatinya, terutama dalam pengakuan
dosa. Umat antri dekat kamar pengakuannya serta menunggu giliran mereka dengan
sabar. Suatu ketika Pastor Rossi mengatakan kepada seorang temannya bahwa cara
terbaik bagi seoang iman untuk mencapai surga adalah dengan menolong umat melalui
Sakramen Rekonsiliasi. Tugas favorit lain yang diterimanya dari Paus Benediktus
XIV adalah memberikan pelajaran rohani kepada para petugas penjara dan pegawai
negeri.
Pastor Rossi terserang stroke pada tahun 1763. Ia tidak pernah sembuh
kembali. Ia masih dapat merakayan Misa tetapi dengan penderitaan yang amat
sangat. Imam yang mengagumkan ini wafat dalam usia enam puluh enam tahun, pada
tanggal 23 Mei 1764. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Leo XIII pada tahun 1881.
Bagaimana kita dapat membantu para
imam kita? Kiranya kita senantiasa berdoa bagi mereka serta mohon Yesus
menghibur mereka.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Desiderius, Uskup
Desiderius adalah Uskup Vienne, Prancis. Ia difitnah melakukan
skandal dengan seorang wanita, supaya ia dapat dipecat oleh raja dan diasingkan
selama beberapa tahun. Sekembalinya dari pembuangan, ia memperingatkan raja
yang bejat itu akan tindakannya yang tidak bijaksana itu. Akibatnya, ia dibunuh
oleh tentara kerajaan.
Santa Eufrosiana, Pertapa
Eufrosiana bertapa di Polotsk, Polandia. Perhatiannya kepada kaum
papa sangat besar. Untuk mendapatkan dana bagi orang-orang miskin, ia berusaha
menyalin buku-buku. Hasil penjualan dari buku-buku ini digunakan untuk membantu
para miskin malang itu. Ia meninggal dunia ketika sedang berziarah ke Tanah
Suci Yerusalem.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
24 Mei,
S. David I dari Skotlandia
David dilahirkan pada tahun 1080. Ia adalah putera bungsu St. Margareta, ratu Skotlandia, dan
suaminya yang baik, Raja Malcolm. David sendiri diangkat menjadi raja ketika
usianya empat puluh tahun. Mereka yang mengenalnya dengan baik tahu betapa
sedikit minatnya dalam menerima mahkota kerajaan. Tetapi, begitu ia menjadi
raja, ia menjadi seorang raja yang sangat baik bagi rakyatnya.
St. David memerintah kerajaannya dengan adil dan bijaksana. Ia amat murah
hati pada kaum miskin. Semua rakyatnya diijinkan menemuinya kapan saja mereka
kehendaki. Ia memberikan teladan baik pada semua orang dengan teladan cintanya
akan doa. Di bawah pemerintahan raja kudus ini, rakyat Skotlandia semakin
bersatu padu sebagai suatu bangsa. Mereka menjadi orang-orang Kristen yang
lebih baik. Raja David membentuk keuskupan-keuskupan baru. Ia mendirikan banyak
biara-biara baru. Ia menyumbangkan banyak dana bagi Gereja selama dua puluh
tahun masa pemerintahannya.
Dua hari sebelum raja mangkat, ia menerima Sakramen Terakhir. Ia
menghabiskan saat-saat terakhirnya dengan berdoa bersama mereka yang
menemaninya. Keesokan harinya, mereka mendesak raja untuk beristirahat. Raja
David menjawab, “Lebih baik aku memikirkan perkara-perkara Tuhan, agar jiwaku
diperkuat dalam perjalanan pulangnya dari pembuangan ke rumah.” Rumah yang
dimaksud raja adalah rumah surgawi kita. “Apabila aku berada di hadapan
pengadilan Tuhan, kalian tidak akan dapat membelaku,” katanya. “Tak seorang pun
akan dapat membebaskanku dari tangan-Nya.” Jadi, ia tetap terus berdoa hingga
ajal menjemputnya. St. David wafat pada tanggal 24 Mei 1153.
“Lebih baik aku memikirkan
perkara-perkara Tuhan, agar jiwaku diperkuat dalam perjalanan pulangnya dari
pembuangan ke rumah.” ~ St. David dari Skotlandia
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Yoana, Pendamping Rasul-rasul
Istri pegawai Kerejaan Herodes ini kerapkali mendampingi para
Rasul dan murid Yesus dalam tugasnya mewartakan Injil. Pada hari Paskah pagi,
ia pergi ke makam Yesus. Namun makam itu tampak kosong dan ditinggalkan oleh
Yang Bangkit diantara orang mati. (Luk 8:1-3 dst; 24:10).
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Imam Inggris ini terkenal sebagai seorang kudus, imam, biarawan, guru,
sekaligus penulis sejarah. Ia dilahirkan di Inggris pada tahun 673. Orangtuanya
mengirimkannya ke biara Benediktin setempat agar ia memperoleh pendidikan yang
baik. Beda begitu mencintai kehidupan biara hingga ia sendiri kelak menjadi
seorang biarawan. Ia tinggal di biara yang sama sepanjang hidupnya.
St. Beda amat mencintai Kitab Suci. Ia mengatakan bahwa mempelajari Kitab
Suci merupakan sukacita baginya. Ia senang mengajar serta menulis tentangnya.
Ketika ia semakin tua, penyakit yang menyerangnya memaksa St. Beda tinggal di
tempat tidur. Para murid datang berkumpul di sisi pembaringannya untuk belajar
Kitab Suci. Ia tetap mengajar mereka dan juga mengerjakan terjemahan Injil St.
Yohanes dari bahasa Latin ke bahasa Inggris. Banyak orang tidak mengerti bahasa
Latin. St. Beda ingin agar orang banyak dapat membaca Sabda Yesus dalam bahasa
mereka sendiri.
Ketika penyakitnya bertambah parah, St. Beda tahu bahwa ia akan segera
pulang kepada Tuhan. Para biarawannya akan sangat kehilangan dia. Ia tetap
terus bekerja walaupun sakitnya payah. Akhirnya, anak muda yang menuliskan
segala yang didiktekannya berkata kepadanya, “Bapa terkasih, masih ada satu
kalimat lagi yang belum diselesaikan.” “Tulislah segera.” jawab Beda. Ketika
kemudian pemuda itu berkata, “Sudah selesai”, orang kudus itu menjawab, “Bagus!
Kamu benar - sekarang sudah selesai. Sekarang tolong bantu aku bangun. Aku
ingin duduk memandang tempat di mana aku biasa berdoa. Aku ingin memanggil Bapa
Surgawi-ku.”
St. Beda wafat tak lama kemudian, yaitu pada tanggal 25 Mei 735. Bukunya
yang paling terkenal, Sejarah Gereja Inggris, merupakan satu-satunya sumber
terlengkap sejarah Inggris di masa lampau. Orang menyebut Beda dengan gelar
kehormatan “Venerabilis” (Yang Pantas Dihormati). Ia juga diangkat sebagai
Pujangga Gereja.
Kata-kata St Venerabilis Beda sendiri
juga merupakan sumber inspirasi bagi kita: “Senantiasa merupakan suatu sukacita
bagiku untuk belajar, mengajar, dan menulis.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Nama asli paus kita ini adalah Hildebrand. Ia dilahirkan di Italia
sekitar tahun 1023. Pamannya seorang biarawan di Roma, Hildebrand pergi ke
biara di mana pamannya berada untuk memperoleh pendidikan. Kelak, Hildebrand
menjadi seorang biarawan Benediktin di Perancis. Tetapi, sebentar saja di sana,
ia sudah dipanggil kembali ke Roma. Di Roma ia diserahi kedudukan yang amat
penting di bawah beberapa paus hingga ia sendiri akhirnya diangkat sebagai
paus.
Selama dua puluh lima tahun, ia menolak untuk dipilih. Tetapi, ketika
Paus Alexander II wafat, para kardinal telah bersepakat untuk memilih
Hildebrand sebagai paus yang baru. Dengan suara bulat mereka memutuskan:
“Hildebrand ditetapkan sebagai penerus St. Petrus!” “Mereka membawaku ke tahta
suci,” demikian ditulisnya kelak. “Protes-protesku tidak mereka hiraukan.
Kegentaran memenuhi hatiku dan kegelapan sepenuhnya melingkupi aku.” Sebagai
paus, Hildebrand memilih nama Gregorius VII.
Masa itu sungguh merupakan masa gelap bagi Gereja Katolik. Para raja dan
kaisar ikut campur dalam urusan-urusan gereja. Mereka menetapkan orang-orang
yang mereka inginkan menjadi para uskup, kardinal dan bahkan paus. Banyak dari
antara mereka yang ditetapkan itu bukanlah orang-orang yang baik. Mereka
memberikan teladan yang buruk bagi umat.
Hal pertama yang dilakukan St. Gregorius adalah melewatkan beberapa hari
lamanya dalam doa. Ia juga meminta yang lain untuk berdoa baginya. Ia sadar
bahwa tanpa doa tak ada sesuatu pun yang dapat diselesaikan dengan baik bagi
Tuhan. Sesudah itu, ia mulai bertindak dengan memperbaiki pelayan-pelayan
gereja. Ia juga mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menghindari campur
tangan negara dalam masalah Gereja. Hal ini amatlah sulit mengingat para
penguasa semuanya menentang perubahan itu. Namun demikian, beberapa di antara
mereka mulai mau bekerjasama.
Seorang penguasa, Kaisar Henri IV dari Jerman, menyebabkan Paus Gregorius
banyak menderita. Kaisar muda itu seorang berdosa dan amat rakus terhadap
harta. Ia tidak mau berhenti mencampuri urusan gereja. Ia bahkan mengirimkan
orang-orangnya untuk menangkap Bapa Suci. Tetapi, penduduk Roma menyelamatkan
paus dari penjara. Paus Gregorius mengekskomunikasikan kaisar. Hal itu tidak
menghentikan Henry IV. Ia menetapkan pausnya sendiri. Tentu saja orang yang
ditetapkannya itu bukanlah paus sesungguhnya. Tetapi Henry berusaha meyakinkan
rakyat bahwa paus yang ditetapkannya itulah paus yang benar. Kemudian, sekali
lagi, kaisar mengirimkan pasukannya untuk menangkap paus. Bapa Suci dipaksa
meninggalkan Roma. St. Gregorius tiba dengan selamat di Salerno di mana
akhirnya ia wafat pada tahun 1085. Pesannya yang terakhir adalah, “Aku cinta
keadilan dan benci kejahatan. Oleh sebab itulah sekarang aku mati dalam
pengasingan.” Paus Gregorius VII dinyatakan kudus oleh Paus Paulus V pada tahun
1606.
Paus Gregorius VII (Hildebrand) dikenal karena keberaniannya yang luar
biasa. Ia berdiri tegak membela Yesus dan Gereja-Nya.
Kata Tomas kepada-Nya: "Tuhan,
kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke
situ?" Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup.”
(Yoh 14:5-6)
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Katarina de'Pazzi dilahirkan di Florence, Italia, pada tahun 1566. Ia
adalah puteri satu-satunya dari sebuah keluarga kaya raya. Ketika usianya empat
belas tahun, Katarina tinggal di asrama sekolah suatu biara. Di sanalah ia
mulai mencintai kehidupan religius. Tetapi, setahun kemudian ayahnya
menjemputnya pulang. Ayahnya mulai berpikir untuk memilihkan seorang suami kaya
baginya. Tetapi, Katarina sudah bertekad untuk menjadi seorang biarawati. Kedua
orangtuanya amat terkejut ketika ia mengatakan kepada mereka bahwa ia telah
mengucapkan kaul kemurnian. Mereka tidak percaya. Akhirnya, mereka mengijinkan
Katarina masuk biara Karmelit. Namun, hanya lima belas hari kemudian, mereka
datang menjemputnya pulang. Mereka berharap dapat mengubah pikirannya. Setelah
tiga bulan berusaha membujuknya tanpa hasil, mereka akhirnya menyerah. Mereka
membiarkannya pergi untuk selamanya dengan restu mereka. Hal itu terjadi pada
tahun 1582, tahun wafatnya St. Theresia Avila di Spanyol.
Ketika masih novis, St. Maria Magdalena sakit parah. Para biarawati
khawatir kalau-kalau ia meninggal. Sebab itu, ia diijinkan segera mengucapkan
kaul religiusnya. Melihat bagimana ia menderita begitu hebat, salah seorang
biarawati bertanya kepadanya bagaimana ia dapat menahan rasa sakit tanpa
mengeluh sama sekali. Maria Magdalena menunjuk ke arah salib, katanya,
“Lihatlah, betapa kasih Tuhan yang demikian besar itu telah menderita bagi
keselamatanku. Kasih yang sama melihat segala kelemahanku dan memberiku
kekuatan.”
St. Maria Magdalena harus mengalami banyak penderitaan hebat sepanjang
hidupnya. Ia juga harus mengalami pencobaan-pencobaan berat akan ketidakmurnian
dan keserakahan akan makanan. Ia dapat mengatasi segala pencobaan itu dengan
cintanya yang besar kepada Yesus dalam Ekaristi Kudus dan kepada Bunda Maria.
Seringkali ia hanya makan roti dan minum air putih saja. Ia juga melakukan
latihan-latihan penyangkalan diri yang lain. Cintanya kepada Yesus begitu
mendalam hingga ia akan berkata, “Kasih tidak dikasihi, Kasih tidak dikenali
oleh makhluk ciptaan-Nya Sendiri.” Dengan bercucuran air mata, ia akan berdoa
serta mempersembahkan segala penderitaannya demi silih bagi para pendosa dan
orang-orang yang tidak percaya, hingga akhir hayatnya. Suatu ketika ia
mengatakan, “O Yesus-ku, andai saja aku mempunyai suara yang cukup kuat dan
lantang hingga terdengar ke seluruh penjuru dunia, aku akan berseru-seru agar
Engkau dikenal dan dikasihi oleh semua orang!”
St. Maria Magdalena de Pazzi wafat pada tanggal 25 Mei 1607 dalam usia
empat puluh satu tahun. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Klemens IX pada tahun
1669.
“Inilah kasih itu: Bukan kita yang
telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah
mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.” (1Yoh 4:10)
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Magdalena Sofia
Barat, Pengaku Iman
Magdalena Sofia Barat (Madeleine Sophiebarat) lahir di Joigny,
Burgundy, Perancis pada tanggal 12 Desember 1779. Di bawah bimbingan seorang
kakaknya yang sudah menjadi imam, Magdalena dididik secara ketat dengan
disiplin dan latihan-latihan matiraga. Pendidikan ini terasa sangat berat untuk
seorang wanita yang masih muda belia. Namun itulah yang kiranya menjadi
persiapan baik bagi Magdalena menuju keberhasilannya di masa depan.
Pada waktu itu, Varin, Pastor Paroki setempat memulai pembangunan sebuah perkumpulan yang mengabdikan diri secara khusus kepada karya pendidikan bagi para putri-putri. Perkumpulan ini menjadi bagian dari Serikat Yesus, dan dipersembahkan kepada perlindungan Hati Yesus yang MahaKudus. Ketika perkumpulan ini mulai berjalan, Magdalena bersama tiga orang kawannya mendaftarkan diri sebagai anggota pertama. Pada tahun berikutnya,keempat putri ini memulai kehidupannya di dalam perkumpulan itu sebagai postulan.
Setelah mendapat pendidikan intensif, Magdalena di utus ke kota Amiens untuk mengajar di sebuah sekolah yang ada disana. Tugasnya sebagai guru dijalankannya dengan sangat baik. Dalam waktu singkat, ia mendirikan sebuah biara di kota itu. Ia sendiri menjadi pemimpin biara itu, meskipun usianya tergolong masih sangat muda sekali, yaitu 23 tahun. Kepribadiannya yang menarik, kesalehan dan kebijaksanaannya membuat dia mampu membina biara ini dengan sukses. Magdalena memang seorang pemimpin yang penuh semangat dalam karya pengabdiannya. Pada usia 26 tahun, ia mengumpulkan dan membina sekelompok guru yang bercita-cita membangun kembali Pendidikan Katolik bagi putri-putri, yang sudah tidak berjalan karena revolusi Prancis.
Dalam waktu singkat kelompok guru baru yang tergabung di dalam Kongregasi Suster Hati Kudus (Sacre Coeur) ini menyebar ke seluruh Prancis untuk menjalankan misinya di bidang pendidikan bagi putri-putri. Magdalena sebagai pemimpin mendampingi suster-susternya dengan bijaksana dan penuh keberanian. Ia membimbing mereka sebagai pemimpin selama 63 tahun dengan hasil yang sangat memuaskan. Banyak sekolah dibukanya di banyak tempat. Di antara sekolah-sekolah itu, ada satu sekolah yang dikhususkan untuk menampung anak-anak dari biara Visitasi yang ada di Grenonle. Dari antaranya terdapat orang-orang seperti: Bl. Philippine Duchesne yang kemudian menyebarkan biara itu ke Amerika pada tahun 1818.
Kongregasi Hati Kudus ini kemudian mendapat pengakuan dan pengesahan dari Sri Paus Leo XII (1878-1903) pada tahun 1826. Pada tahun 1830, novisiatnya di Piters ditutup karena revolusi yang terjadi di negeri itu. Sebagai gantinya Magdalena mendirikan sebuah novisiat di Swiss.
Dalam kepemimpinannya, Magdalena senantiasa menyemangati para susternya untuk mencari kemuliaan Tuhan Yesus dengan bekerja keras menyucikan jiwa-jiwa. Semboyannya ialah: “Memikul penderitaan untuk diri sendiri dan tidak membuat orang lain menderita”. Kebaktiannya yang mendalam kepada Hati Yesus yang MahaKudus membuat hatinya sendiri tetap tenang sampai hari kematiannya di Paris pada tanggal 21 Mei 1865. Sampai wafatnya, ia telah mendirikan lebih dari 100 biara dan sekolah di 12 negara.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
26 Mei, Santo Philipus Neri, Pengaku Iman.
Riwayat hidup Philipus Neri ini menggembirakan karena sifat dan kepribadiannya yang menarik. Pippo Buono, yang berarti Pippo yang baik adalah nama panggilan Philipus semasa kecilnya. Ia lahir di Florence dari sebuah keluarga Notaris. Ia mendapat pendidikan yang baik terutama dalam sastra latin.
Pada tahun 1534 ia tiba di Roma. Ia bermaksud melanjutkan perjalanannya ke India tetapi Allah memilihnya menjadi Rasul di kota Abadi itu. Philipus yang pada saat itu masih berstatus awam memberikan pengajaran kepada beberapa orang anak untuk memperoleh sedikit biaya hidup. Karyanya ini membuat banyak orang mengenal dia terutama di kalangan para pemuda. Banyak pemuda diundangnya ke rumahnya. Disana mereka berdiskusi, menyanyi, berdoa, dan kadang-kadang berlatih pidato singkat mengenai sesuatu pokok masalah tertentu. Pada mulanya tidak terlintas keinginan untuk membentuk suatu perkumpulan tetap. Tetapi kemudian mereka berkeputusan untuk membentuk suatu perkumpulan di bawah perlindungan Suci Bunda Maria. Mereka hidup bersama dalam satu rumah tanpa mengikrarkan kaul-kaul.
Setelah Philipus Neri ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1551, perkumpulan ini berkembang meluas ke seluruh Roma. Philipus terus meningkatkan perlayanan kepada pemuda-pemuda itu. Kini ia menuntut agar para muridnya benar-benar menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Ia tidak mengharapkan banyak dari para muridnya, kecuali kerendahan hatinya kepada Tuhan saja. Meskipun demikian perkumpulannya tidak terlalu keras.
Philipus Neri bukanlah seorang pemulih ketertiban, bukan juga seorang Teolog kenamaan atau seorang politikus. Ia, orang biasa, tetapi hidupnya merupakan rentetan mukzijat yang tidak henti-hentinya. Tidaklah jarang ia mengalami ekstase. Ia dapat membaca suasana batin orang lain dan mengenal rahasia-rahasia pribadi orang. Ia dapat meramalkan masa depan seseorang dan apa yang akan terjadi atas dirinya. Untuk menyembuhkan orang dari sakitnya, cukuplah ia menyentuh orang itu. Demikian juga semua orang yang gelisah dan susah hatinya karena berbagai masalah.
Beliau tetap riang-gembira, jujur, ramah kepada setiap orang. Ia memberi semangat dan harapan kepada orang-orang di sekelilingnya dengan kepercayaan, cinta kasih dan kegembiraannya, sehingga banyak orang terhibur karenanya. Setiap hari di tempat pengakuannya dikerumuni oleh orang banyak, bahkan kardinal-kardinal pun datang meminta nasehat dan bimbingan.
Ia dijuluki ‘Pelopor Anti Reformasi’. Pada tanggal 26 Mei 1595 Philipus Neri meninggal dunia dalam usia 80 tahun. Ia dihormati gereja sebagai Rasul kota Roma.
Santa Mariana dari Quito, Pengaku Iman.
Mariana de Paredes Y. Flores yang dijuluki “Bunga lily dari Quito” lahir di Quito, Ekuador pada tahun 1618. Ayahnya seorang bangsawan kaya raya Spanyol. Tetapi sayang sekali bahwa semenjak kecilnya, Mariana sudah ditinggal mati kedua orangtuanya. Hidupnya ditanggung oleh seorang kakaknya perempuan yang sudah berumah tangga.
Meski hidup sebagai anak yatim-piatu, Mariana memiliki suatu keistimewaan adikodrati. Semenjak kecilnya, ia sudah menaruh minat besar pada hal-hal kerohanian dan kehidupan bakti kepada Tuhan. Ia rajin sekali berdoa dan mengikuti perayaan Misa Kudus. Sebelum batas waktu untuk menerima Komuni Suci seperti yang ditentukan aturan Gereja, ia sudah diperkenankan oleh pastor paroki untuk menerima Komuni Suci. Ketika berusia 12 tahun, ia mengatakan kepada kakaknya niatnya untuk membentuk sebuah perkumpulan untuk mempertobatkan bangsa Jepang yang masih kafir. Niat luhur ini gagal. Sebagai gantinya, ia berniat lagi menjalani hidup bertapa di daerah pegunungan dekat Quito. Niat ini pun gagal lagi. Kawan-kawannya mendesak ia masuk biara. Namun semuanya ini selalu saja menemui jalan buntu.
Menyaksikan semua kegagalan ini, ia mulai menyadari bahwa Tuhan mempunyai suatu rencana lain atas dirinya. Tuhan lebih menghendaki agar dia tetap tinggal di rumah kakaknya sambil menjalani hidup menyendiri dalam kemiskinan, matiraga dan doa-doa. Untuk itu dengan bantuan kakaknya, ia membangun sebuah gubuk sederhana guna melaksanakan rencana Tuhan itu di bawah bimbingan seorang Yesuit sebagai pembimbing rohani dan bapa pengakuan. Dia tidak pergi kemana-mana kecuali ke Gereja untuk berdoa dan merayakan Misa Kudus.
Matiraganya sangat luar biasa. Hal ini mengkhawatirkan banyak orang di sekitarnya, bahkan membuat mereka bertanya-tanya “Mengapa Bapa Pengakuannya membiarkan gadis remaja ini menjalani hidup sekeras itu?” Setiap hari Jumat malam, ia berbaring di dalam sebuah peti mayat seperti layaknya seorang yang benar-benar mati. Tangan dan kakinya diikat dengan rantai. Sementara itu, waktu tidurnya dalam sehari hanya tiga jam saja. Sisa waktunya dipakai untuk melakukan latihan rohani. Cara hidup ini memang aneh di mata kakaknya. Tetapi justru itulah kehendak dan rencana Allah atas dirinya. Sebagai pahalanya, Tuhan mengaruniakan kepadanya kemampuan meramal dan membuat mukjizat.
Pada tahun 1645, kota Quito digetarkan oleh gempa bumi yang dahsyat disertai wabah penyakit menular yang ganas. Menghadapi bencana ini, timbullah tekad dalam dirinya untuk mengorbankan diri sebagai tebusan bagi dosa-dosa penduduk kota Quito. Tekad ini disampaikannya secara tegas kepada Tuhan. Gempa dasyat itu berhenti, demikian pula wabah penyakit menular itu. Sebagai gantinya, Mariana sendiri jatuh sakit dengan komplikasi berat sampai akhirnya meninggal dunia pada tanggal 26 Mei 1645 dalam usianya 25 tahun. Segenap penduduk kota Quito yang selamat dari bahaya maut itu sangat sedih karena kematian Mariana. Mereka menyebut dia ‘Bunga Lili dari Quito’ karena kesalehan hidupnya di tengah-tengah penduduk kota yang buruk kelakukannya. Ia digelari ‘Kudus’ pada tahun 1950.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Riwayat hidup Philipus Neri ini menggembirakan karena sifat dan kepribadiannya yang menarik. Pippo Buono, yang berarti Pippo yang baik adalah nama panggilan Philipus semasa kecilnya. Ia lahir di Florence dari sebuah keluarga Notaris. Ia mendapat pendidikan yang baik terutama dalam sastra latin.
Pada tahun 1534 ia tiba di Roma. Ia bermaksud melanjutkan perjalanannya ke India tetapi Allah memilihnya menjadi Rasul di kota Abadi itu. Philipus yang pada saat itu masih berstatus awam memberikan pengajaran kepada beberapa orang anak untuk memperoleh sedikit biaya hidup. Karyanya ini membuat banyak orang mengenal dia terutama di kalangan para pemuda. Banyak pemuda diundangnya ke rumahnya. Disana mereka berdiskusi, menyanyi, berdoa, dan kadang-kadang berlatih pidato singkat mengenai sesuatu pokok masalah tertentu. Pada mulanya tidak terlintas keinginan untuk membentuk suatu perkumpulan tetap. Tetapi kemudian mereka berkeputusan untuk membentuk suatu perkumpulan di bawah perlindungan Suci Bunda Maria. Mereka hidup bersama dalam satu rumah tanpa mengikrarkan kaul-kaul.
Setelah Philipus Neri ditabhiskan menjadi imam pada tahun 1551, perkumpulan ini berkembang meluas ke seluruh Roma. Philipus terus meningkatkan perlayanan kepada pemuda-pemuda itu. Kini ia menuntut agar para muridnya benar-benar menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan. Ia tidak mengharapkan banyak dari para muridnya, kecuali kerendahan hatinya kepada Tuhan saja. Meskipun demikian perkumpulannya tidak terlalu keras.
Philipus Neri bukanlah seorang pemulih ketertiban, bukan juga seorang Teolog kenamaan atau seorang politikus. Ia, orang biasa, tetapi hidupnya merupakan rentetan mukzijat yang tidak henti-hentinya. Tidaklah jarang ia mengalami ekstase. Ia dapat membaca suasana batin orang lain dan mengenal rahasia-rahasia pribadi orang. Ia dapat meramalkan masa depan seseorang dan apa yang akan terjadi atas dirinya. Untuk menyembuhkan orang dari sakitnya, cukuplah ia menyentuh orang itu. Demikian juga semua orang yang gelisah dan susah hatinya karena berbagai masalah.
Beliau tetap riang-gembira, jujur, ramah kepada setiap orang. Ia memberi semangat dan harapan kepada orang-orang di sekelilingnya dengan kepercayaan, cinta kasih dan kegembiraannya, sehingga banyak orang terhibur karenanya. Setiap hari di tempat pengakuannya dikerumuni oleh orang banyak, bahkan kardinal-kardinal pun datang meminta nasehat dan bimbingan.
Ia dijuluki ‘Pelopor Anti Reformasi’. Pada tanggal 26 Mei 1595 Philipus Neri meninggal dunia dalam usia 80 tahun. Ia dihormati gereja sebagai Rasul kota Roma.
Santa Mariana dari Quito, Pengaku Iman.
Mariana de Paredes Y. Flores yang dijuluki “Bunga lily dari Quito” lahir di Quito, Ekuador pada tahun 1618. Ayahnya seorang bangsawan kaya raya Spanyol. Tetapi sayang sekali bahwa semenjak kecilnya, Mariana sudah ditinggal mati kedua orangtuanya. Hidupnya ditanggung oleh seorang kakaknya perempuan yang sudah berumah tangga.
Meski hidup sebagai anak yatim-piatu, Mariana memiliki suatu keistimewaan adikodrati. Semenjak kecilnya, ia sudah menaruh minat besar pada hal-hal kerohanian dan kehidupan bakti kepada Tuhan. Ia rajin sekali berdoa dan mengikuti perayaan Misa Kudus. Sebelum batas waktu untuk menerima Komuni Suci seperti yang ditentukan aturan Gereja, ia sudah diperkenankan oleh pastor paroki untuk menerima Komuni Suci. Ketika berusia 12 tahun, ia mengatakan kepada kakaknya niatnya untuk membentuk sebuah perkumpulan untuk mempertobatkan bangsa Jepang yang masih kafir. Niat luhur ini gagal. Sebagai gantinya, ia berniat lagi menjalani hidup bertapa di daerah pegunungan dekat Quito. Niat ini pun gagal lagi. Kawan-kawannya mendesak ia masuk biara. Namun semuanya ini selalu saja menemui jalan buntu.
Menyaksikan semua kegagalan ini, ia mulai menyadari bahwa Tuhan mempunyai suatu rencana lain atas dirinya. Tuhan lebih menghendaki agar dia tetap tinggal di rumah kakaknya sambil menjalani hidup menyendiri dalam kemiskinan, matiraga dan doa-doa. Untuk itu dengan bantuan kakaknya, ia membangun sebuah gubuk sederhana guna melaksanakan rencana Tuhan itu di bawah bimbingan seorang Yesuit sebagai pembimbing rohani dan bapa pengakuan. Dia tidak pergi kemana-mana kecuali ke Gereja untuk berdoa dan merayakan Misa Kudus.
Matiraganya sangat luar biasa. Hal ini mengkhawatirkan banyak orang di sekitarnya, bahkan membuat mereka bertanya-tanya “Mengapa Bapa Pengakuannya membiarkan gadis remaja ini menjalani hidup sekeras itu?” Setiap hari Jumat malam, ia berbaring di dalam sebuah peti mayat seperti layaknya seorang yang benar-benar mati. Tangan dan kakinya diikat dengan rantai. Sementara itu, waktu tidurnya dalam sehari hanya tiga jam saja. Sisa waktunya dipakai untuk melakukan latihan rohani. Cara hidup ini memang aneh di mata kakaknya. Tetapi justru itulah kehendak dan rencana Allah atas dirinya. Sebagai pahalanya, Tuhan mengaruniakan kepadanya kemampuan meramal dan membuat mukjizat.
Pada tahun 1645, kota Quito digetarkan oleh gempa bumi yang dahsyat disertai wabah penyakit menular yang ganas. Menghadapi bencana ini, timbullah tekad dalam dirinya untuk mengorbankan diri sebagai tebusan bagi dosa-dosa penduduk kota Quito. Tekad ini disampaikannya secara tegas kepada Tuhan. Gempa dasyat itu berhenti, demikian pula wabah penyakit menular itu. Sebagai gantinya, Mariana sendiri jatuh sakit dengan komplikasi berat sampai akhirnya meninggal dunia pada tanggal 26 Mei 1645 dalam usianya 25 tahun. Segenap penduduk kota Quito yang selamat dari bahaya maut itu sangat sedih karena kematian Mariana. Mereka menyebut dia ‘Bunga Lili dari Quito’ karena kesalehan hidupnya di tengah-tengah penduduk kota yang buruk kelakukannya. Ia digelari ‘Kudus’ pada tahun 1950.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
St Agustinus adalah Kepala Biara St Andreas di Roma. Paus St Gregorius Agung memilihnya bersama empat puluh
biarawan lain untuk suatu misi yang dirindukannya. Mereka diutus untuk
mewartakan Injil kepada rakyat Inggris. Agustinus dan para biarawan pun memulai
perjalanan mereka. Ketika tiba di Perancis selatan, mereka diperingatkan akan
kebengisan orang-orang Inggris. Para biarawan menjadi patah semangat. Mereka
mendesak Agustinus agar bersama-sama kembali dan mendapatkan ijin paus untuk
membatalkan seluruh rencana itu. Mereka memang melakukannya, tetapi paus tetap
bersikeras mengutus mereka ke Inggris. Beliau mengatakan bahwa orang-orang
Inggris rindu menerima iman Kristiani. Para biarawan pun berangkat ke Inggris.
Mereka tiba pada tahun 596.
Para misionaris disambut baik oleh Raja Ethelbert, yang isterinya adalah
seorang puteri Kristiani dari Perancis. Para biarawan membuat suatu arak-arakan
ketika mereka mendarat. Mereka berjalan beriringan sembari memadahkan mazmur.
Mereka membawa sebuah salib dan sebuah gambar Tuhan kita. Banyak orang menerima
kabar gembira dari para biarawan. Raja Ethelbert sendiri juga dibaptis pada
Hari Raya Pentakosta tahun 597. St Agustinus ditahbiskan menjadi uskup pada
tahun yang sama.
St Agustinus kerap menulis surat untuk memohon nasehat paus. Dan Paus St
Gregorius pun banyak memberinya nasehat-nasehat kudus pula. Berbicara mengenai
banyaknya mukjizat yang diadakan St Agustinus, paus mengatakan, “Engkau
sepatutnya bersukacita dengan gemetar dan gemetar dengan sukacita atas karunia
itu.” Maksud beliau adalah agar Agustinus hendaknya bersukacita bahwa melalui
mukjizat-mukjizat itu orang-orang Inggris dipertobatkan. Tetapi, hendaknya ia
berhati-hati pula untuk tidak menjadi sombong.
Di Canterbury, St Agustinus mendirikan sebuah gereja dan sebuah biara,
yang di kemudian hari menjadi yang terpenting di Inggris. Di sanalah kelak St
Agustinus dimakamkan. St Agustinus wafat pada tanggal 26 Mei 605, tujuh tahun
setelah kedatangannya di Inggris.
Kita memohon dengan bantuan doa St
Agustinus dari Canterbury agar kiranya buah-buah karyanya terus berlanjut dalam
Gereja kita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Yulius, Martir
Veteran Romawi ini menjalani dinas militer selama 27 tahun. Ia
ditangkap karena memeluk agama Kristen. Bersama dengan Santo Valensio dan Santo
Hesikius, ia dipenjarakan di Silistria, Rumania sampai dijatuhi hukuman pancung
karena tidak mau menyembah berhala.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Beata Margareta Pole dilahirkan pada tahun 1471. Ia adalah kemenakan dua
orang raja Inggris, Edward IV dan Richard III. Henry VII mengatur pernikahannya
dengan Sir Reginald Pole. Sir Pole adalah seorang prajurit gagah, sahabat
keluarga kerajaan. Pada saat Raja Henry VIII naik tahta, Margareta telah
menjadi janda dengan lima orang anak. Raja Henry VIII masih muda dan belum
berpengalaman dalam hal mengendalikan kerajaan dan kekuasaan. Ia menyebut
Margareta sebagai wanita paling kudus di seluruh Inggris. Ia begitu terkesan
pada Margareta hingga ia mengembalikan sebagian harta keluarganya yang hilang
di masa lampau. Raja juga memberinya gelar kerajaan.
Raja Henry amat mempercayainya hingga Margareta diberi kepercayaan untuk
mendidik Puteri Maria, putri raja dan Ratu Katarina. Tetapi kemudian, Henry
berusaha menikahi Anne Boleyn, meskipun ia sudah beristeri. Margareta tidak
menyetujui perilaku raja. Karena itu, raja mengusirnya dari istana. Raja
menunjukkan bagaimana ia sangat tidak suka kepadanya. Raja bertambah murka
ketika seorang putera Margareta, seorang imam, menulis sebuah artikel panjang
menentang tuntutan Henry untuk menjadi kepala gereja Inggris (Putera Margareta
itu kelak menjadi Kardinal Reginald Pole yang terkenal). Henry tidak dapat
mengendalikan diri lagi. Ia menjadi seorang yang kejam serta penuh rasa dengki.
Ia mengancam akan membinasakan seluruh keluarga Margareta.
Henry mengutus orang-orangnya untuk menginterogasi Margareta. Mereka
harus dapat membuktikan bahwa Margareta adalah seorang pengkhianat. Mereka
menginterogasinya mulai pagi hingga petang. Tetapi, tidak pernah sekali pun
Margareta berbuat kesalahan. Tidak ada yang disembunyikan olehnya. Kemudian
Margareta dikenai tahanan rumah di sebuah kastil seorang bangsawan. Lalu, ia
dipindahkan ke sebuah menara besar di London. Ia bahkan tidak diadili sebelum
dipenjarakan. Selama musim dingin yang panjang, Margareta menderita kedinginan
yang hebat. Tidak ada api dan tidak cukup pakaian hangat baginya.
Akhirnya, pada tanggal 28 Mei 1541, Beata Margereta dihantar keluar dari
menara menuju tempat pelaksanaan hukuman mati. Ia lelah dan sakit, tetapi ia
berdiri tegak dan gagah untuk mati demi imannya. “Aku bukan seorang
pengkhianat,” demikian katanya dengan berani. Margareta dipenggal kepalanya.
Usianya tujuhpuluh tahun.
Bersediakah aku mengambil resiko
kehilangan penghargaan orang terhadapku oleh karena imanku kepada Kristus?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Wilhelmus, Biarawan
Wilhelmus adalah seorang jendral dari kaisar Karokus Agung yang
berhasil menundukkan suku Bask da merebut Barcelona dari tangan orang Arab.
Setelah kemenangan ini ia menjadi biarawan. Ia mendirikan sebuah biara di
Gellone, Perancis. Anehnya ialah bahwa dalam biara yang didirikannya itu, ia
sendiri bekerja sebagai tukang roti dan koki. Ia meninggal dunia pada tahun
812.
Santo Bernardus dari Montjoux, Imam
Bernardus dari Montjoux dikenal sebagai pelindung para pencinta
pegunungan Alpen dan para pendaki gunung. Untuk membantu para wisatawan,
Bernardus bersama pembantu-pembantunya mendirikan dua buah rumah penginapan.
Dari nenek moyangnya, ia diketahui berketurunan Italia. Tanggal kelahirannya
tidak diketahui dengan pasti, tetapi hari kematiannya diketahui terjadi pada
tanggal 28 Mei 1081 di biara santo Laurensius, Novara, Italia.
Kisah masa kecilnya dan masa mudanya telah banyak dikaburkan oleh berbagai legenda. Meski demikian, suatu hal yang pasti tentang dirinya ialah tentang pendidikan imamatnya. Pendidikan imamatnya dijalaninya bersama Petrus Val d’ Isere, seorang Diakon Agung di Keuskupan Aosta. Aosta adalah sebuah kota di Italia yang terletak di pegunungan Alpen dan berjarak 50 mil dari perbatasan Prancis dan Swiss.
Karena semangat kerasulannya yang tinggi, ia diangkat menjadi Vikaris Jendral Kesukupan Aosta. Dalam jabatan ini, Bernardus membawa angin pembaharuan di antara rekan-rekannya, biarawan-biarawan Kluni di Burgundia. Ia berusaha mendorong mereka merombak aturan-aturan biara yang terlalu klerikal dan keras. Ia mendirikan sekolah-sekolah dan rajin mengelilingi seluruh wilayah diosesnya.
Pada abad pertengahan, peziarah-peziarah dari Perancis dan Jerman rajin datang ke Italia melalui dua jalur jalan di pegunungan Alpen. Banyak dari mereka mati kedinginan karena badai salju, atau karena ditangkap oleh perampok di jalan. Melihat kejadian-kejadian itu, maka pada abad kesembilan Bernardus berusaha mendirikan dua buah rumah penginapan di antara dua jalur jalan it, tepatnya di gunung Jovis (Mentjoux), yang sekarang dikenal nama gunung Blanc. Dua rumah penginapan ini sungguh membantu para peziarah itu. Tetapi kemudian pada abad keduabelas, rumah-rumah itu runtuh diterpa badai salju. Sebagai gantinya mendirikan lagi dua buah rumah penginapan baru, masing-masing terletak di dua jalur jalan itu dengan sebuah biara berdiri di dekatnya. Kedua jalan ini sekarang dikenal dengan nama Jalan Besar dan Jalan Kecil Santo Bernardus. Untuk membina ahklak para petugas rumah penginapan dan anggota-anggota biarawan yang menghuni biara itu, Bernardus menetapkan aturan-aturan biara santo Agustinus. Ia menerima pengakuan dan ijin khusus dari Sri Paus untuk membimbing para novisinya dalam bidang karya perlayanan para wisatawan.
Karya mereka ini berkembang pesat dari hari ke hari didukung oleh seekor anjing pembantu. Tugas utama mereka ialah berusaha membantu para wisatawan dalam semua kesulitannya dengan makanan dan rumah penginapan, serta menguburkan orang-orang yang mati. Ketenaran karya pelayanan mereka ini kemudian berkembang dalam berbagai bentuk legenda. Kemurahan hati dan keramah-tamahan mereka menarik perhatian banyak orang, terutama keluarga-keluarga kaya. Keluarga-keluarga kaya ini menyumbangkan sejumlah besar dana demi kemajuan karya pelayanan santo Bernardus dan kawan-kawannya. Legenda tentang anjing pembantu Santo Bernardus masih berkembang hingga sekarang. Setelah berkarya selama 40 tahun lamanya sebagai Vikaris Jendral Bernardus meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1081 di biara Santo Laurensius, Novara, Italia. Sri Paus Innocentius XI (1676-1689) menggelari dia ‘Kudus’ pada tahun 1681. Dan pada tahun 1923 oleh Sri Paus Pius XI (1922-1939), Bernardus diangkat sebagai pelindung para pencinta pegunungan Alpen dan para pendaki gunung.
Santo Germanus dari Paris, Pengaku Iman
Germanus atau Germain dikenal luas karena cinta kasihnya yang
besar kepada orang-orang miskin dan gelandangan, karena kesederhanaan hidupnya.
Ia lahir di Autun, Perancis pada tahun 496.
Setelah menjadi imam, ia
diangkat menjadi Abbas biara Santo Symphorianus, yang terletak tak jauh dari
Autun. Disini ia menjalani suatu kehidupan asketik yang keras dan giat membantu
orang-orang miskin; kadang-kadang ia mengundang pengemis-pengemis untuk makan
bersamanya di biara. Ketika raja Prancis. Childebert I (511-558), menunjuk dia
sebagai Uskup Paris, ia tidak mengubah kebiasaan hidupnya yang keras dan
perhatiannya kepada orang-orang miskin dan gelandangan. Menyaksikan teladan
hidup Germanus, raja Childebert sendiri akhrinya menjadi dermawan: senang
membantu orang miskin, membangun biara-biara dan gereja-gereja. Salah satu
gereja yang terkenal adalah gereja santo Germanus yang didirikannya sesudah
kematian santo Germanus.
Salah satu usaha utama Germanus ialah mendesak penghayatan cara
hidup Kristen yang lebih baik di kalangan kaum bangsawan Prancis. Ia tidak
henti-hentinya mengutuk orang-orang yang bejat cara hidupnya dan tidak
tanggung-tanggung mengekskomunikasikan Charibert, raja Frank yang hidupnya
penuh dosa. Germanus meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 576.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
29 Mei,
S. Maximinius
Maximinius adalah seorang uskup yang hidup pada abad keempat. Konon ia
dilahirkan di Poitiers, Perancis. Sebagai seorang pemuda, ia mendengar mengenai
seorang uskup yang kudus di Trier, di Gaul. Ia pergi ke kota Trier dan menjadi
murid St Agritius. Uskup yang kudus ini memastikan bahwa Maximinius mendapatkan
pendidikan yang seksama. Setelah beberapa tahun masa belajar dan persiapan, Maximinius
ditahbiskan menjadi iman dan kemudian ditahbiskan menjadi uskup. Ia diserahi
Keuskupan Trier. Uskup Agritius amat bersukacita. Ia tahu bahwa umatnya akan
memiliki seorang uskup yang mengagumkan.
Maximinius hidup pada masa-masa heboh. Ketika St Atanasius dari Alexandria, Mesir, dibuang ke pengasingan di
Trier, St Maximinius yang menyambutnya. Ia melakukan segala yang dapat
dilakukan demi menolong Atanasius dan menjadikan masa pengasingannya
sedikit lebih ringan. Seorang uskup lain yang gagah berani pada masa itu, St
Paulus, Uskup Konstantinopel, juga dilindungi oleh St Maximinius dari murka
Kaisar Konstantius. St Atanasius menulis bahwa Uskup Maximinius
seorang yang gagah berani dan kudus. Ia mengatakan bahwa Maximinius bahkan
terkenal sebagai seorang pekerja ajaib. Meski diyakini bahwa Uskup Maximinius
banyak menulis, namun karya-karyanya telah hilang. Yang tinggal adalah kenangan
akan dedikasinya kepada Yesus dan kepada Gereja. Sebab ia seorang yang agung,
ia siap sedia berdiri teguh melawan mereka yang menganiaya Gereja. Ia siap
sedia pula melindungi para uskup yang gagah berani yang mengalami penganiayaan
akibat intrik-intrik politik. Maximinius tak gentar membahayakan diri, meski
itu berarti kehilangan kedudukan atau bahkan nyawa, jika perlu. Ia wafat
sekitar tahun 347.
Bagaimanakah aku dapat menolong
seseorang yang diusik atau dikucilkan? Mungkin aku dapat menolongnya merasa
dikasihi dengan menawarkan semangat dan dukungan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Teodosia dari Konstantinopel,
Martir
Sebagai martir dari Konstantinopel, Teodosia adalah salah seorang
martir dari gereja Katolik Timur. Ia menderita penganiayaan hebat dari para
musuh Gereja pada abad kedelapan (745) pada masa pemerintahan kaisar Konstantin
V.
Pada tahun 726, kaisar Byzantium Leo III mengeluarkan sebuah
dekrit yang melarang pemujaan terhadap gambar-gambar kudus. Putranya Konstantin,
yang menggantikan dia terus melanjutkan politiknya dalam memberantas praktek
pemujaan terhadap gambar-gambar kudus. Ia memerintahkan pengrusakan atas sebuah
lukisan Yesus yang termasyur di biara santo Anastasius di Konstantinopel.
Teodosia sebagai seorang biarawati di biara itu mencoba menyembunyikan lukisan
itu. Karena itu ia ditangkap dan dianiayan hingga mati.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
30 Mei, Santo Feliks I, Paus, Martir dan Pengaku
Iman
Feliks dikenal
sebagai putra kaisar Konstantianus. Ia lahir di Roma kira-kira pada awal abad
ketiga. Kehidupan masa mudanya dan usahanya menghayati iman Kristen tidak
banyak diketahui. Adanya banyak cerita beredar di kalangan orang-orang Kristen
tentang dirinya, namun kebenaran cerita itu diragukan. Oleh karena itu, para
ahli mengadakan penelitian tentang kehidupan Feliks.
Feliks menduduki Taktha Santo Petrus sebagai Paus pada tahun 269 dan memimpin Gereja Kristus sampai tahun 274. Ia dibunuh pada masa pemerintahan kaisar Aurelianus ketika ada penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Ia dikuburkan pada pemakaman para Paus di kuburan Santo Kallistus di Jalan Apia, Roma.
Santo Baptista Varani OSC Cap, Abbas
Baptista lahir pada tahun 1458. Ia seorang biarawan yang pandai
dan dikarunia banyak rahmat mistik. Pengalaman-pengalaman rohaninya yang dalam
diabadikan dalam beberapa buku yang sangat penting bagi peningkatan iman,
terutama bagi peningkatan kebaktian terhadap Hati Kudus Yesus. Pemimpin biara
suster-suster Claris di Chiara, Italia ini meninggal dunia pada tahun
1524.
Santo Ferdinandus dari Kastilia, Pengaku Iman
Ferdinandus adalah putra Raja Alfonso dari kerajaan Leon, dan ratu
Berengaria dari Kastilia. Ia lahir di sebuah kota dekat Salamanca, Spanyol pada
tahun 1199. Ketika berumur 18 tahun, ia diangkat menjadi raja Kastilia.
Kemudian ketika ayahnya Alfonso meninggal dunia pada tahun 1230, Ferdinandus
diangkat lagi menjadi raja Leon. Dengan demikian ia menjadi raja yang baik di
kerajaan Kastilia maupun di kerajaan Leon. Dia memerintah kedua kerajaan ini
sampai hari kematiannya pada tanggal 30 Mei 1252.
Sebagai raja, Ferdinandus membuktikan dirinya sebagai seorang penguasa yang adil dan bijaksana. Dimasa kepemimpinannya, dua kerajaan yang diwariskan kepadanya oleh kedua orangtuanya digabungkan menjadi satu kerajaan. Masa pemerintahannya mempunyai arti yang sangat penting bagi sejarah Spanyol. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menyebarkan agama Kristen di seluruh kerajaannya. Ia berhasil mengusir pergi orang-orang Moor dari seluruh wilayah Spanyol, termasuk kota-kota penting seperti Kordova (1236) dan Seville (1248). Sampai pada saat kematiannya, hanyalah Granada dan Alicante masih berada di bawah pendudukan orang Moor.
Sebagai raja, Ferdinandus membuktikan dirinya sebagai seorang penguasa yang adil dan bijaksana. Dimasa kepemimpinannya, dua kerajaan yang diwariskan kepadanya oleh kedua orangtuanya digabungkan menjadi satu kerajaan. Masa pemerintahannya mempunyai arti yang sangat penting bagi sejarah Spanyol. Ia berusaha sekuat tenaga untuk menyebarkan agama Kristen di seluruh kerajaannya. Ia berhasil mengusir pergi orang-orang Moor dari seluruh wilayah Spanyol, termasuk kota-kota penting seperti Kordova (1236) dan Seville (1248). Sampai pada saat kematiannya, hanyalah Granada dan Alicante masih berada di bawah pendudukan orang Moor.
Selain usaha-usaha diatas, ia terus berjuang mempertahankan tegaknya ajaran iman yang benar terhadap rongrongan bidaah Albigensia.
Ferdinandus tergolong seorang raja yang beriman teguh. Ia berusaha
memajukan perkembangan agama Kristen. Ia mendirikan banyak biara, merobah
mesjid-mesjid menjadi Katedral-katedral dan membantu rumah-rumah sakit dengan
berbagai pemberian. Pada tahun 1242 ia mendirikan Universitas Salamanca sebagai
pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Ketika ia meninggal dunia, ia dikuburkan di Katedral Seville dalam pakaian ordo ketiga Santo Fransiskus. Pada kuburnya terjadi banyak mukzijat. Banyak orang menganggap dia sebagai orang Kudus. Kekudusannya baru diakui Gereja 419 tahun setelah kematiannya oleh Sri Paus Klemens X (1670-1676) pada tahun 1671.
Santa Jeanne d’Arc, Pengaku Iman
Jean-nama panggilan Jeanne d’Arc-lahir pada tahun 1412 di Domreni,
Prancis. Ayahnya Yakobus Arc dan ibunya Elisabeth mendidik dan membesarkannya
menjadi seorang wanita petani yang rajin, peramah dan periang. Tetapi
sebagaimana keadaan wanita desa lainnya, Jean tidak tahu membaca dan
menulis.
Ketika berusia 13 tahun, Jean merasakan adanya suatu dorongan batin yang kuat untuk melibatkan diri dalam perjuangan menyelamatkan negerinya Perancis dari pendudukan tentara-tentara Inggris. Setahun kemudian tatkala ia sedang menjaga domba-domba di padang, Jean mengalami suatu penglihatan ajaib. Dari dalam cahaya itu terdengar olehnya suatu cahaya ajaib yang terang benderang. Dari dalam cahaya itu terdengar olehnya suara orang berkata: “Jean, anakku! Jadilah anak yang baik-baik! Tuhan akan melindungi dan menaungi engkau dengan kekuatan Roh Kudus. Ingatlah, pada suatu saat, engkau akan menolong raja untuk menyelamatkan Perancis dari bahaya peperangan dan dari pendudukan tentara Inggris.” Dengan gentar Jean berlutut dan berkata: “Ah, Tuhan, aku hanya seorang wanita petani yang miskin dan tak berdaya. Bagaimana mungkin aku dapat menolong seorang raja. Aku tak tahu bagaimana harus berperang”. Suara itu menjawab: “Jangan takut Jean! Tuhan akan menolong engkau asal engkau percaya kepadaNya.”
Waktu terus beredar. Ketika Jean berusia 16 tahun, suara ajaib itu didengarnya lagi. Kali ini lebih tegas dan mendesak: “Waktunya sudah tiba. Dauphin, putra mahkota itu membutuhkan engkau. Pergilah ke istana dan mohonlah kepada panglima Robert agar mengijinkan engkau pergi menemui Dauphin.”
Situasi Perancis saat itu kacau oleh amukan perang dan pendudukan tentara Inggris. Sementara itu, putra mahkota belum dinobatkan menjadi raja. Jean, dengan iman yang kuat kepada Tuhan segera melaksanakan perintah ajaib itu. Ia pergi keistana untuk menemui Robert. “Aku membawa berita kepada Dauphin dari Tuhanku”, katanya kepada Robert.
“Siapakah Tuhanmu itu?”, tanya Robert. “Raja alam semesta”, jawab Jean dengan tegas. Mendengar jawaban itu, para serdadu menetawai dia. Tetapi Jean dengan tegas berkata: “Bawalah aku segera kepada Dauphin karena aku akan membantunya meraih kemenangan atas tentara Inggris”. Panglima Robert mengabulkan permohonannya. Ia memberikan sepucuk surat pengantar kepada Jean agar bisa bertemu dengan Dauphin. Dengan kawalan enam orang serdadu, Jean berangkat ke Chinon, tempat Dauphin berada. Perjalanan mereka ke Chinon harus melewati suatu daerah yang dikuasai musuh. Namun Jean tidak gentar karena dia yakin bahwa Tuhan akan melindungi dia.
Ketika bertemu dengan Dauphin, Jean berkata: “Aku, Jeanne d’Arc. Raja semesta alam mengutus aku kepadamu untuk menyampaikan pesan ini: ‘bahwa dalam waktu singkat tuan dinobatkan menjadi Raja Prancis di Rheims’. Aku diutusnya untuk membantumu dalam peperangan melawan tentara Inggris”. Dauphin bersama pengawalnya percaya. Lalu mereka mulai merencanakan siasat peperangan.
Jean diperlengkapi dengan pakaian perang dan seekor kuda putih. Jean sendiri memendekkan rambutnya agar terlihat seperti seorang pria. Ia maju berperang dengan menunggangi seekor kuda putih sambil memegang bendera yang bertuliskan semboyan: Yesus-Maria. Bersama para serdadu Prancis, Jean berhasil memporakporandakan pasukan Inggris di Orleans. Kemenangan ini memberikan peluang emas untuk menyelenggarakan pesta penobatan Dauphin menjadi Raja. Di Katedral Rheims, Dauphin dinobatkan sebagai raja Prancis dengan gelar Charles VII. Setelah penobatan itu, Jean memimpin lagi sepasukan tentara Prancis untuk merebut Paris dari tangan tentara Inggris. Tetapi mereka dipukul mundur dan menderita kekalahan besar. Jean sendiri ditangkap dan dibawa ke Inggris. Disana ia dipenjarakan di istana Rouen selama sembilan bulan. Kemudian ia dihadapkan ke pengadilan Uskup Beauvis dengan tuduhan melakukan praktek sihir dan takhyul. Dalam persidangan yang berlangsung sebanyak 15 kali, Jean dengan teguh membela diri dan dengan cermelang membantah tuduhan palsu yang dikatakan tentang dirinya. Ia menolak tuntutan untuk mengungkapkan “suara-suara ajaib dari surga” yang didengarnya dahulu. Kepada para hakim, ia dengan tegas berkata “Aku bukan tukang sihir. Panggilanku sungguh berasal Tuhan. Dalam semua tindakanku, aku selalu mengikuti perintah Tuhan dan petunjuk-petunjukNya. Aku bersedia mati demi nama Tuhanku.” Mendengar kata-kata itu, para hakim semakin marah dan memerintahkan para serdadu untuk menjalankan hukuman bakar hidup-hidup atas diri Jean dihadapan umum. Jean menemui ajalnya karena keputusan tidak adil dari pengadilan pada tahun 14313 di Rouen. Ia digelari kudus oleh gereja bukan karena patriotismenya atau keberanian berperang, melainkan karena kesalehan hidupnya dan kesetiannya dalam memenuhi kehendak Tuhan atas dirinya. Ia dihormati sebagai pelindung negeri Prancis.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
31 Mei, Santa Perawan Maria mengunjungi Elisabeth
Ketika malaekat Gabriel membawa khabar gembira kepada Maria, ia
menyampaikan juga kepada Maria peristiwa ilahi perkandungan Elisabeth. Malaikat
Gabriel mengatakan bahwa Elisabeth sedang mengandung seorang anak laki-laki
pada usia tuanya. Bayi laki-laki itu adalah Yohanes Pemandi, yang akan menjadi
perintis jalan bagi Yesus, Juru Selamat yang dijanjikan oleh Allah.
Maria segera bergegas ke pegunungan Yudea, ke kota Karem, tempat
tinggal Elisabeth dan Zakarias. Maria berangkat kesana untuk melayani
Elisabeth. Sebagaimana kata Injil,pertemuan itu merupakan suatu peristiwa
kegembiraan baik bagi Elisabeth maupun anak yang dikandungnya. Dari mulut
Elisabeth.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sumber : http://www.imankatolik.or.id