Header

cita-cita ardas

STASI WALIKUKUN, GEREJA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.

DIRAYAKAN PADA BULAN JUNI

1 Juni, 
http://www.indocell.net/yesaya/1x1.gifS. Yustinus
St. Yustinus berasal dari Samaria. Ia hidup pada abad kedua. Ayahnya membesarkannya tanpa pengenalan akan Tuhan. Ketika masih kanak-kanak, Yustinus membaca puisi, sejarah dan ilmu pengetahuan. Sementara tumbuh dewasa, ia terus belajar. Tujuan utamanya dalam belajar adalah untuk menemukan kebenaran akan Tuhan.

Suatu hari, ketika sedang berjalan menyusuri tepi pantai, Yustinus bertemu dengan seorang tua. Mereka berbincang-bincang. Karena Yustinus kelihatan gelisah, orang tua itu bertanya apa yang menggelisahkan hatinya. Yustinus menjawab bahwa ia bersedih karena tidak menemukan kepastian tentang Tuhan dalam semua buku yang telah dibacanya. Orang tua itu bercerita kepadanya tentang Yesus, Sang Juruselamat. Ia mendorong Yustinus untuk berdoa agar dapat memahami kebenaran Tuhan.

St. Yustinus mulai berdoa dan membaca Sabda Tuhan, yaitu Kitab Suci. Ia jatuh cinta padanya. Ia juga amat terkesan mengetahui betapa beraninya umat Kristiani yang bersedia mati demi iman serta cinta mereka kepada Yesus. Setelah memperdalam pengenalannya tentang agama Kristen, Yustinus menjadi seorang Kristen pula. Kemudian, ia mempergunakan pengetahuannya yang luas itu untuk menjelaskan serta mempertahankan iman dengan banyak tulisannya.

Di kota Roma, St. Yustinus ditangkap karena menjadi seorang pengikut Kristus. Hakim bertanya padanya, “Apakah kamu pikir dengan mati, maka kamu akan masuk surga dan memperoleh ganjaranmu?” “Bukan saja aku berpikir demikian,” orang kudus itu menjawab, “tetapi aku yakin mengenainya!” dan ia pun wafat sebagai martir sekitar tahun 166.

Berapa seringkah aku membaca Kitab Suci? Marilah mohon pada Roh Kudus untuk membantu kita mencintai Sabda Tuhan dan memperteguh iman kita. Setiap saat, baiklah kita mengucapkan doa ini: “Allahku, aku percaya padamu.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Simeon, Pengaku Iman
Simeon menempuh pendidikan di Konstantinopel dan hidup bertapa di tepi sungai Yordan. Pria berdarah Yunani ini kemudian menjadi rahib di biara Betlehem dan Gunung Sinai. Ia lebih suka hidup menyendiri dan menetap di seputar Pantai Laut Merah dan di puncak gunung. Namun kemudian pemimpin biara mengutusnya ke Prancis. Setelah menjelajahi berbagai daerah, ia secara sukarela hidup terkunci di dalam sebuah bilik di suatu biara di Trier, Jerman sampai saat kematiannya.

Santo Johannes Storey, Martir
Yohanes Storey hidup diantara tahun 1510-1571. Ia adalah Anggota parlemen Inggris dan sama sekali menolak mengakui Ratu Elisabeth I sebagai kepala Gereja. Akibatnya ia dipenjarakan. Namun sempat lolos dan melarikan diri ke Belgia. Dengan tipu muslihat, ia dibawa kembali ke Inggris dan digantung hingga menghembuskan nafasnya di London. 

Santo Pamphilus dari Sasarea, Martir
Pamphilus lahir di Berytus, Pheonicia (sekarang: Beirut, Lebanon) pada tahun 240 dari sebuah keluarga terkemuka dan kaya. Pamphilus mempunyai minat dan bakat besar dalam masalah-masalah sekular di Berytus sambil meneruskan studi teologi di Sekolah Kateketik Aleksandria yang tersohor namanya di bawah bimbingan Pierius, pengganti Origenes. Dari Aleksandria dia pergi ke Sasarea, ibukota Palestina. Tak lama setelah ia tiba di Sasarea, ia ditabhiskan menjadi imam oleh Uskup Agapius. Ia menetap disana dan teguh membela iman Kristen selama masa penganiayaan orang-orang Kristen sampai hari kematiannya sebagai martir pada tahun 309/310. 
Pamphilus seorang imam, dosen, ekseget, dan pengumpul buku-buku yang bernilai tinggi. Dengan buku-buku yang berhasil dikumpulkannya, ia mengorganisir dan mengembangkan perpustakaan besar yang telah dirintis oleh Origenes. Perpustakaan ini berguna sekali bagi berbagai studi tentang Gereja. Dengan keahliannya di bidang teologi dan Kitab Suci, ia membimbing sekelompok pelajar dalam studi Kitab Suci. Eusebius, salah seorang muridnya - yang kemudian dijuluki " Bapa Sejarah Gereja " sangat akrab dengannya. Bersama dia, Pamphilus menulis sebuah biografi tentang gurunya (buku biografi ini telah hilang) sambil terus mengembangkan perpustakaan Sasarea di atas. Ia memusatkan perhatian pada pengumpulan teks-teks Alkitab beserta komentar-komentarnya sehingga koleksinya menjadi sumber informasi penting bagi penerbitan suatu versi penulisan Kitab Suci yang secara tektual lebih tinggi daripada versi-versi lainnya pada masa itu. Koleksi teks-teks Kitab Suci dan buku-buku lainnya di dalam perpustakaan ini merupakan sumbangannya yang utama bagi Gereja, karena memberikan data yang lengkap dan terpercaya tentang literatur-literatur Kristen perdana. Karya santo Hieronimus dan Eusebius di bidang sejarah Gereja dan Kitab Suci didasarkan pada informasi yang disediakan di dalam perpustakaan Pimphilus ini. Sayang sekali bahwa perpustakaan ini dan semua buku yang ada di dalamnya dirusak oleh orang- orang Arab pada abad ketujuh.
 
Kira-kira antara tahun 307-308, Pimphilus ditangkap, dipenjarakan, dan disiksa karena imannya. Sementara berada di penjara, ia bersama Eusebius - yang juga dipenjarakan - menulis sebuah apologi untuk membela Origenes; sebagian fragmen dari tulisan ini kini masih ada. Karena ia menolak untuk membawa kurban kepada dewa-dewa kafir selama aksi penganiayaan oleh Maximinus Daza, ia dipenggal kepalanya antara tahun 309 atau 310. 

Santo Ahmed, Martir
Ahmed adalah saudara Almansur, kepala negeri Lerida di Spanyol. Bersama dengan kedua adiknya Zaida dan Zoraida. Ahmed bertobat mengikuti Kristus dan dipermandikan menjadi Kristen. Masing- masing dengan nama permandian: Bernard, Maria dan Gracia. Setelah menjadi Kristen ketiga kaka – beradik ini berusaha mengKristenkan Almansur, kakak mereka. Namun tindakan mereka ini justru mengakibatkan kematian mereka sebagai martir. Mereka ditangkap dan diserahkan ke tangan algojo untuk di bunuh.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

2 Juni,
S. Marselinus & S. Petrus
Kedua orang kudus ini namanya dicantumkan dalam Doa Syukur Agung Pertama Misa Kudus. Mereka secara luas dihormati dan dimohon bantuan doanya oleh umat Kristiani perdana. Pesta kedua martir ini tertera dalam kalender para kudus Roma oleh Paus Vigilius pada tahun 555.

Marselinus adalah seorang imam dan Petrus melayani Marselinus dalam pelayanan sang imam. Keduanya amat gagah berani dalam mempraktekkan iman Kristiani mereka. Mereka melayani komunitas Kristiani dengan pengurbanan diri yang besar. Pada masa penganiayaan oleh Diocletian, banyak umat Kristiani dibunuh. Termasuk di antaranya adalah kedua orang ini; mereka dipenggal kepalanya. Tetapi, agaknya sebelum dibunuh mereka dipaksa untuk menggali liang kubur mereka sendiri. Mereka dibawa ke suatu lokasi rahasia untuk melaksanakan tugas berat tersebut. Lokasi itu adalah sebuah hutan yang disebut Silva Nigra. Beberapa waktu kemudian, kubur mereka ditemukan di tempat terpencil tersebut. Algojo yang membunuh mereka pada akhirnya bertobat dan menjadi seorang Kristiani. Ia menghantar umat Kristiani ke sisa-sisa jenazah kedua orang kudus itu, yang kemudian dimakamkan kembali dalam katakomba St Tiberius. Paus Gregorius IV mengirimkan sebagian dari relikui mereka ke Frankfurt, Jerman pada tahun 827. Sri Paus yakin bahwa relikui kedua orang martir ini akan mendatangkan berkat bagi Gereja di negeri itu.

Yesus menyerahkan hidup-Nya bagi kita. Kita pun sepatutnya menyerahkan hidup kita bagi Dia. Tuhan, adakah sesuatu yang dapat aku lakukan bagi-Mu pada hari ini?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Para Martir dari Lyon, Prancis
Pada tahun 177 sewaktu kekaisaran Romawi diperintah oleh Kaisar Markus Aurelius, terjadi penganiayaan besar terhadap orang-orang Kristen, baik di Roma maupun daerah-daerah jajahan Roma. 

Pada waktu itu, kota Lyon, Prancis Selatan, sudah terkenal sebagai pusat perdagangan dan pusat kehidupan orang-orang kafir. Disana juga ada banyak orang Kristen. Sebagaimana di Roma, orang-orang Kristen di Lyon juga dikejar-kejar, dipenjarakan bahkan dibunuh. Harta milik mereka disita. Dari surat-surat yang dikirim umat di Lyon dan Vienne kepada umat di Asia Kecil, diketahui ada 48 orang martir di sana dan sebagian besar berasal dari kota Lyon. 

Yang pantas dicatat adalah Uskup Lyon, Potinus, Blandina bersama saudaranya Pontikus, Maturus yang baru saja dibaptis dan Sanktus, yang dengan gagah berani mempertahankan imannya di hapadan para penganiaya mereka. Penganiayaan itu sungguh kejam. 

Potinus, terhadap pertanyaan hakim di pengadilan “Siapakah Allah orang Kristen?”, dengan tegas menjawab: “Jika tuan layak, tuan akan mengetahuinya nanti!” Jawaban ini menghantar Potinus kepada penganiyaan yang keras hingga mati dua hari kemudian. Blandina, gadis budak belian itu menguatkan hati saudaranya Pontikus yang kurang tahan terhadap beratnya penyiksaan atas mereka. Maturus yang baru dibaptis dan Sanktus, dengan gagah berani menahan derita sengsara yang dilakukan atas mereka, hingga para algojo kafir itu tercengang dan menanyai asal-usul mereka. Mereka mati demi mempertahankan imannya kepada Kristus. 

Santo Erasmus, Uskup dan Martir
Erasmus, yang juga dipanggil Elmo, dikenal sebagai Uskup kota Farmiae, Italia. Kemungkinan ia dihukum mati sekitar tahun 303 tatkala terjadi penganiyaan atas orang-orang Kristen di masa pemerintahan Kaisar Diokletianus. Kisah menyeluruh tentang masa hidupnya tidak banyak diketahui. Dari laporan Paus Gregorius I pada abad ke nam diketahui bahwa relikiunya disemayankan di Katedral Famiae. 

Banyak cerita yang beredar waktu itu sering menyamakan Elmo dengan Erasmus lain, orang kudus kebangsaan Syria yang menjadi Uskup Antiokia. Menurut cerita ini, Erasmus atau Elmo adalah uskup Antiokia yang dikejar-kejar oleh para musuh sampai akhirnya ditangkap dan dibunuh di Farmiae. 

Erasmus atau Elmo dihormati sebagai pelindung para pelaut Italia. Hal ini mungkin didasarkan pada cerita bahwa kemartirannya terjadi di atas sebuah kapal. Para pelaut Italia percaya bahwa cahaya biru yang sering dilihat di puncak tiang kapal sebelum dan sesudah kilatan halilintar, menandakan perlindungan Santo Erasmus. Oleh karena itu, cahaya ini dinamakan “Cahaya Santo Elmo”. Erasmus dihormati sebagai pelindung para pelaut. 

Santo Nicephorus dari Konstantinopel, Pengaku Iman
Nicephorus dikenal sebagai negarawan dan filsuf. Ia lahir di Konstantinopel kira-kira pada tahun 758. Putra sekretaris Konstantin V (741-775) ini bekerja sebagai komisaris kekaisaran. Ketika Konsili Nicea (787) berlangsung, ia diangkat sebagai sekretaris Konsili. 

Dari statusnya sebagai seorang awam, ia dipilih dan ditabhiskan menjadi Patriakh Konstantinopel pada tahun 806. Kemudian pada tahun 815, ia dibuang oleh Kaisar Leo, seorang Armenia karena melawan gerakan bidaah yang melarang penghormatan gambar-gambar Kudus (ikonklasme). Hari-hari terakhir hidupnya dihabiskan di dalam sebuah biara yang ia dirikan di Bosphorus
.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

3 Juni, 
S. Karolus Lwanga, dkk
Kekristenan masih merupakan hal baru di Uganda, Afrika, ketika suatu misi Katolik dimulai di sana pada tahun 1879. Para imam yang diutus adalah para imam Misionaris Afrika. Karena jubah mereka yang putih, mereka lebih dikenal dengan sebutan  “Imam-imam Putih”. Raja Mwanga tidak mengerti apa itu Kristen. Tetapi, ia menjadi amat marah ketika seorang Katolik, Yosef Mkasa, menasehatinya untuk memperbaiki cara hidupnya. Raja kemudian membunuh sekelompok orang Kristen dan Uskup Anglikan mereka. Raja Mwanga juga terlibat dalam kehidupan homoseksual. Ia terutama tertarik pada para pemuda pelayan istana. Murka raja Mwanga berubah menjadi rasa benci dan dendam terhadap Yosef Mkasa dan agamanya. Segelintir pejabat istana yang ambisius mengobarkan murka raja dengan dusta mereka. Yosef Mkasa dihukum penggal pada tanggal 18 November 1885. Penganiayaan pun dimulailah. Seratus orang terbunuh, dua puluh dua di antaranya kelak dinyatakan kudus.  

Dengan wafatnya Yosef Mkasa, Karolus Lwanga menjadi pemimpin guru agama dari para pelayan istana yang beragama Katolik. Pada tanggal 26 Mei 1886, raja mendapati bahwa sebagian dari para pelayannya telah menjadi Katolik. Ia memanggil Denis Sebuggwawo. Ia bertanya apakah Denis mengajarkan agama kepada pelayan-pelayan istana yang lain. Denis menjawab ya. Raja segera menyambar pedangnya lalu menusukkannya dengan keji ke tenggorokan pemuda itu. Kemudian, raja menyerukan bahwa tidak seorang pun diijinkan meninggalkan istana. Genderang perang ditabuh sepanjang malam. Dalam suatu ruangan tersembunyi, Karolus Lwanga secara sembunyi-sembunyi membaptis empat pelayan istana. Seorang di antaranya adalah St. Kizito, seorang remaja periang serta murah hati yang baru berumur tiga belas tahun. Dialah yang paling muda dalam kelompok mereka. St. Karolus Lwanga telah seringkali menyelamatkan Kizito dari nafsu jahat raja.

Sebagian besar dari keduapuluh dua martir Uganda yang telah dinyatakan kudus itu, wafat dimartir pada tanggal 3 Juni 1886. Mereka dipaksa berjalan tiga puluh tujuh mil jauhnya (± 60 km) ke tempat pelaksanaan hukuman mati. Setelah beberapa hari dipenjara, mereka dilemparkan ke dalam kobaran api. Tujuh belas dari para martir tersebut adalah para pelayan istana. Salah seorang dari remaja yang wafat dimartir adalah St. Mbaga. Ayahnya sendiri yang bertugas sebagai algojo pada hari itu. Seorang martir yang lain, St. Andreas Kagwa, wafat pada tanggal 27 Januari 1887. Ia termasuk salah seorang dari dua puluh dua martir yang dinyatakan kudus oleh Paus Paulus VI pada tahun 1964.

Semoga kita “tetap teguh dalam iman dan kasih” menghadapi situasi-situasi sulit dalam hidup kita. Semoga kesaksian hidup kita membawa semakin banyak orang kepada Tuhan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Klotilda, Pengaku Iman
Klotilda adalah puteri raja Burgundia, ia menuntut calon suaminya, Raja Klodwig dari Franken yang masih kafir, supaya tetap diperbolehkan melaksanakan kewajiban agamanya. Ketika anak sulung mereka meninggal sesudah pembaptisannya, Klodwig suaminya hampir membatalkan janjinya. Namun berkat kesabaran dan kelemah-lembutan Klotilda, Klodwig bertobat menjadi Kristen setelah memenangkan pertempuran atas musuhnya. Klotilda meninggal dunia pada tahun 545. 

Santo Kevin, Pengaku Iman
Puing-puing biara Glendalough di wilayah Wicklow, Irlandia, mengingatkan kita akan santo Kevin, seorang rahib abad keenam. Konon beliaulah yang mendirikan biara Glendalough yang terkenal itu. Umurnya kurang lebih 120 tahun (498-618). Ada berbagai versi cerita tentang santo Kevin, namun semuanya tidak memiliki nilai sejarah yang kokoh karena tidak ada suatu tanggal pasti tentang masa hidupnya sendiri. Kemungkinan Kevin dididik oleh rahib-rahib kemudian ditabhiskan menjadi imam. Ketika meninjak usia dewasanya, ia memilih hidup sebagai pertapa di Glendalough, salah satu tempat paling indah di Irlandia. Menurut tradisi, ia tinggal disebuah gua sempit di gunung lugduf. Gua itu, yang masih ada sampai sekarang, dapat dicapai dengan sebuah perahu menyusuri sebuah danau yang ada disitu. Kevin hidup akrab dengan alam, makan ikan dan hasil-hasil hutan dan bersahabat dengan binatang-binatang liar. 

Kehidupan Kevin yang keras sebagai pertapa berakhir ketika sekelompok orang mengetahui tentang keberadaannya dan mulai menyebarkan berita-berita tentang hidupnya di gua itu. Semenjak itu, banyak orang datang untuk berguru padanya dan hidup bersamanya. Akhirnya lahirlah sebuah komunitas pertapaan di tempat itu. Demi kehidupan yang lebih baik, Kevin bersama murid-muridnya pindah dari gua itu dan mendirikan sebuah biara di lembah gunung Lugduf. Setelah kematian Kevin, Glendalough tetap merupakan pusat keagamaan dan pendidikan yang terkenal selama berabad-abad. Semenjak itu seorang uskup di tempatkan di Glendalough sampai tahun 1214, ketika Glendalough disatukan dengan tahkta keuskupan Dublin. Dewasa ini banyak wisatawan datang ke Glendalough untuk melihat bekas biara Kevin berupa sebuah bekas bangunan biara, sebuah katedral dan beberapa buah gereja. Glendalough merupakan salah satu tempat ziarah ramai di Irlandia.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

4 Juni, 
S. Fransiskus Caracciolo
Fransiskus dilahirkan di daerah Abruzzi, Italia pada tanggal 13 Oktober 1563. Ayahnya seorang pangeran Neapolitan. Ibunya menyatakan memiliki hubungan dengan keluarga Aquinas darimana St. Thomas Aquinas, seorang kudus dari abad ketiga belas, berasal. Fransiskus menikmati masa kanak-kanak yang menyenangkan. Ia aktif dalam kegiatan olahraga. Kemudian, ketika usianya dua puluh dua tahun, suatu penyakit, sejenis penyakit kusta, menyerangnya hingga hampir membawa kematian. Pada waktu sakit itu, Fransiskus memikirkan hampanya kesenangan-kesenangan duniawi. Ia menjadi sadar bahwa kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan dalam sesuatu yang lebih mendalam. Fransiskus berjanji bahwa apabila kesehatannya membaik, ia akan mempersembahkan hidupnya bagi Tuhan. Penyakitnya tiba-tiba lenyap begitu saja bagaikan suatu mukjizat. Fransiskus menepati janjinya. Ia mulai belajar untuk menjadi seorang imam.

Sebagai seorang imam yang baru ditahbiskan, Pater Fransiskus bergabung dalam suatu kelompok yang membaktikan diri demi pewartaan bagi orang-orang di penjara. Mereka memberikan perhatian pada para narapidana serta mempersiapkan para hukuman agar dapat meninggal dengan baik. Ia, bersama Pater Yohanes Agustinus Adorno, membentuk suatu kongregasi religius. Ketika Pater Adorno wafat, Fransiskus dipilih menjadi pemimpin biara. Ia sama sekali tidak merasa nyaman dengan jabatan barunya itu. St. Fransiskus demikian rendah hati hingga ia menandatangani surat-suratnya dengan, “Fransiskus, orang berdosa”. Ia juga mendapatkan giliran, bersama dengan para imam yang lain, menyapu lantai membersihkan tempat tidur dan mencuci piring.

Pater Fransiskus acapkali melewatkan nyaris sepanjang malam dengan berdoa di gereja. Ia menghendaki agar semua imam melewatkan sekurang-kurangnya satu jam setiap hari di hadapan Sakramen Mahakudus. St. Fransiskus begitu sering dan begitu fasih berbicara tentang kasih Allah bagi kita, hingga ia dikenal sebagai “pewarta kasih Allah.”

St. Fransiskus tidak berumur panjang. Ia wafat pada tahun 1607 dalam usia empat puluh empat tahun. Menjelang wafatnya, tiba-tia ia berseru, “Mari kita pergi!” “Ke manakah engkau hendak pergi?” tanya imam yang berada di sisi pembaringannya. “Ke surga! Ke surga!” demikian jawabnya dengan suara tegas serta penuh sukacita. Beberapa saat kemudian ia pun wafat. St. Fransiskus Caracciolo dinyatakan kudus oleh Paus Pius VII pada tahun 1807.

Bagaimana kita dapat lebih bermurah hati dengan waktu dan tenaga kita? Dalam suratnya yang kedua kepada umat di Korintus, St. Paulus mengingatkan kita, “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” Semoga kasih kita pada Tuhan mendorong kita untuk senantiasa memberi dengan sukacita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”


Santo Kuirinus, Martir
Kuirinus adalah Uskup Siscia (kini: Sisak, Yugoslavia). Ia ditangkap dan dianiaya kerena menolak membawakan kurban kepada dewa-dewa kafir. Meskipun ia dibujuk dengan berbagai janji muluk, ia tidak sudi mengorbankan imannya. Kemudian, sebuah batu besar diikatkan pada tubuhnya dan ia ditenggelamkan di sungai Sabaria (kini: Szombathely, Hungaria). Peristiwa ini terjadi pada masa penganiayaan umat Kristen di bawah pemerintahan kaisar Diokletianus. 

Pada abad kelima, relikiunya dipindahkan ke Roma dan dimakamkan di katakombe Santo Sebastianus. Pada tahun 1140, relikiunya itu dipindahkan lagi ke Gereja santa Maria di Trastevere, Roma. 
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

5 Juni, 
S. Bonifasius
Rasul besar Jerman ini dilahirkan di Wessex, Inggris, antara tahun 672 dan 680. Ketika ia masih kecil, beberapa orang misionaris tinggal sementara waktu lamanya di rumahnya. Mereka menceritakan kepada Bonifasius segala sesuatu yang mereka lakukan. Para misionaris itu begitu gembira serta penuh semangat dalam mewartakan Kabar Gembira kepada orang banyak. Dalam hati Bonifasius memutuskan bahwa kelak, apabila telah dewasa, ia pun akan seperti mereka. Ketika masih muda, ia belajar di sebuah sekolah biara. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi seorang guru yang populer. Ketika ditahbiskan sebagai seorang imam, ia menjadi seorang pengkhotbah yang ulung sebab ia begitu penuh semangat.   

Bonifasius ingin agar semua orang mempunyai kesempatan untuk mengenal serta mengasihi Yesus dan Gereja-Nya. Ia menjadi seorang misionaris di bagian barat Jerman. Paus St. Gregorius II memberkatinya serta mengutusnya dalam misi tersebut. Bonifasius berkhotbah dan berhasil dengan gemilang. Ia seorang yang lemah lembut serta baik hati. Ia juga seorang yang amat pemberani. Suatu ketika, guna membuktikan bahwa berhala-berhala kafir itu tidak benar, ia melakukan sesuatu yang sangat berani. Adalah suatu pohon oak yang sangat besar yang disebut “Oak Thor”. Orang-orang kafir percaya bahwa pohon itu pohon keramat bagi para dewa mereka. Di hadapan orang banyak, Bonifasius menebas pohon itu beberapa kali dengan sebuah kampak. Pohon besar itu pun tumbang. Orang-orang kafir menjadi sadar bahwa dewa-dewa mereka itu tidak ada ketika tidak suatu pun terjadi atas Bonifasius.

Di mana saja Bonifasius berkhotbah, orang-orang bertobat diterima dalam pangkuan Gereja. Sepanjang hidupnya, ia mempertobatkan sejumlah besar orang. Sebagai ganti patung-patung berhala, Bonifasius mendirikan gereja-gereja dan biara-biara.

Pada tahun 732, Bapa Suci yang baru, St. Gregorius III mentahbiskan Bonifasius sebagai Uskup Agung dan memberinya daerah misi baru. Daerah itu adalah Bavaria, yang sekarang merupakan wilayah negara Jerman. Bersama rekan-rekannya, Bonifasius pergi untuk mengajarkan iman yang benar kepada penduduk di sana. Di Bavaria, uskup yang kudus ini berhasil dengan gemilang pula. Kemudian, suatu hari, Bonifasius sedang mempersiapkan penguatan bagi beberapa orang yang bertobat. Sekelompok prajurit yang ganas menyerang mereka. Bonifasius tidak mengijinkan para pengikutnya berkelahi melawan mereka. “Tuhan kita menghendaki agar kita membalas kejahatan dengan kebaikan,” katanya. “Telah tibalah hari yang telah lama kunanti-nantikan. Percayalah kepada Tuhan dan Ia akan menyelamatkan kita.” Orang-orang barbar itu pun menyerang dan Bonifasius adalah orang pertama yang terbunuh. Ia wafat sebagai martir pada tanggal 5 Juni 754. St. Bonifasius dimakamkan di sebuah biara terkenal yang didirikannya di Fulda, Jerman, seperti yang diinginkannya.

“Marilah kita berdiri tegak mempertahankan kebenaran dan mempersiapkan jiwa-jiwa kita menghadapi pengadilan… hendaknya kita tidak menjadi anjing yang tidak menggonggong atau penonton yang diam membisu atau pun gembala upahan yang melarikan diri menghadapi serigala.” ~ St. Bonifasius
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Ferdinandus Constante, Martir
Ferdinandus dijuluki ‘Pangeran Tabah’ (=El Pricipe Constante) ia ditangkap oleh tentara Maroko ketika bersama saudaranya, Henrikus Navigator, berperang di Ceuta. Ia menjadi sandera dan karena tak mampu membayar uang tebusan, Ferdinandus tidak dibebaskan. Lalu ia disiksa dengan keji sampai mati pada tahun 1443.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

6 Juni,
S. Norbertus
Norbertus dilahirkan di Jerman sekitar tahun 1080. Ia seorang anak yang baik semasa kanak-kanak dan remajanya. Kemudian, di istana Kaisar Henry V, Norbertus menghabiskan waktunya dengan bersenang-senang. Yang dipikirkannya hanyalah memperoleh kedudukan terhormat. Ia adalah orang pertama yang datang di pesta-pesta serta perayaan-perayaan. Ia sepenuhnya bahagia dengan “hidupnya yang mapan”. Akan tetapi, suatu hari, ia amat ketakutan ketika suatu kilat menyambar dahsyat. Kudanya lari kencang. Norbertus terpelanting ke tanah dan tak sadarkan diri. Ketika sadar, ia mulai memikirkan dengan sungguh-sungguh cara hidupnya selama ini. Tuhan terasa sangat dekat. Norbertus sadar bahwa Tuhan sedang menawarkan kepadanya rahmat untuk mengubah cara hidupnya. Perlahan-lahan ia mulai memikirkan kembali keinginan yang pernah ada dalam benaknya beberapa tahun yang silam. Ia berpikir untuk menjadi seorang imam. Sekarang ia akan memenuhi panggilannya. Norbertus ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1115.

Pater Norbertus bekerja keras untuk mengubah cara hidup orang banyak yang terpusat pada hal-hal duniawi. Ia memberikan teladan kepada mereka dengan menjual segala harta miliknya serta membagikan uangnya kepada mereka yang miskin. St. Norbertus mendirikan suatu kongregasi untuk menyebarluaskan iman. Kelompoknya terbentuk dengan tiga belas orang hidup bersama dalam suatu komunitas religius. Mereka tinggal di lembah Premontre. Oleh sebab itulah kongregasinya disebut Premon-stratensians. Mereka disebut juga Norbertines, sesuai nama pendirinya.

St. Norbertus ditahbiskan sebagai Uskup Magdeburg. Ia memasuki kota Magdeburg dengan mengenakan pakaian yang sangat sederhana serta tanpa sepatu. Penjaga pintu keuskupan tidak mengenalinya dan tidak mengijinkannya masuk. Ia malahan menyuruh St. Norbertus untuk bergabung dengan kawanan pengemis lainnya. “Tetapi, ia adalah Bapa Uskup kita yang baru!” teriak mereka yang mengenalinya. Penjaga pintu amat terperanjat dan sangat menyesal. “Tidak mengapa, saudaraku terkasih,” kata St. Norbertus dengan lembut. “Kamu menilaiku lebih tepat daripada mereka yang membawaku ke sini.”

St. Norbertus harus berperang melawan suatu bidaah yang menyangkal bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi Kudus. Ajarannya yang indah mengenai kehadiran nyata Kristus dalam Sakramen Mahakudus membawa umat kembali pada iman mereka yang kudus. Pada bulan Maret 1133, ia dan sahabatnya, St. Bernardus berjalan beriringan dalam suatu perarakan yang tidak lazim. Mereka bergabung dengan kaisar beserta bala tentaranya untuk mengawal paus yang sesungguhnya, Inosensius II, ke Vatikan dengan selamat.
St. Norbertus wafat pada tahun 1134. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1582.

Apakah aku dengan sungguh-sungguh memikirkan cara hidupku? Apakah perhatian utamaku adalah untuk memperoleh jabatan terhormat, menikmati hidup yang “mapan”, serta terpusat pada hal-hal duniawi? Apakah yang ditawarkan Tuhan kepadaku pada hari ini?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”


Santo Filipus, Diakon dan Penginjil
Filipus adalah salah seorang dari ketujuh diakon yang diangkat para rasul untuk melayani umat Kristen perdana. Ia berkarya sebagai diakon di Yerusalem (Kis6:5-6), kemudian mewartakan Injil di Samaria (Kisnl8:5-13), di daerah Gaza (Kis8:26-39), dan di Asdod. Oleh karena itu ia disebut “Filipus si Pemberita Injil”. Akhirnya ia tinggal menetap di Kaisarea. Disitu ia menerima Paulus (Kis21:8). Filipus ini sering di campuradukkan dengan ‘Filipus Murid Yesus’ yang berasal dari Betsaida (Mrk3:18 dst; Kis1:13).
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

7 Juni,
B. Anna dari St. Bartolomeus
Anna adalah puteri keluarga petani. Ia menggembalakan domba hingga usianya dua puluh tahun. Empat mil dari tempat tinggalnya adalah kota Avila, kota dimana St. Theresia dan para biarawati Karmelit tinggal. Anna diterima dalam ordo Karmelit sebagai biarawati biasa, bukan rubiah. Artinya, Sr. Anna dapat pergi ke luar biara untuk mengerjakan segala sesuatu sesuai kepentingan biara.

Tujuh tahun terakhir hidupnya, St. Theresia memilih B. Anna untuk menemaninya dalam perjalanannya. St. Theresia pergi berkeliling untuk mengunjungi komunitas-komunitas biarawati. Kadang-kadang, ia mendirikan biara-biara baru. Kadang-kadang, ia membantu para biarawati untuk lebih bersemangat dalam menjalani panggilan hidup yang mengagumkan yang telah mereka pilih. St. Theresia sangat menghargai B. Anna dan memujinya di hadapan para biarawati lainnya.   

Meskipun B. Anna tidak memperoleh kesempatan untuk bersekolah, ia bisa membaca dan menulis. Ia mencatat petualangan perjalanannya dengan St. Theresia yang termashyur itu. B. Anna jugalah yang ada di sampingnya ketika St. Theresia wafat.

Kehidupan B. Anna berlangsung biasa-biasa saja selama enam tahun sesudah St. Theresia wafat. Kemudian, pemimpin biara memutuskan untuk membuka sebuah biara baru di Paris, Perancis. Lima orang biarawati dipilih untuk diutus ke sana, B. Anna termasuk salah seorang di antara mereka. Sementara umat di Paris menyambut kedatangan para biarawati dengan hangat, B. Anna menyelinap masuk ke dapur untuk mempersiapkan hidangan bagi teman-temannya yang lapar. Pada akhirnya, empat dari kelima biarawati tersebut dipindahtugaskan ke Belanda. Anna harus tetap tinggal, sebab ia dipilih menjadi priorin (= pemimpin biara). Anna datang kepada Tuhan dan mengatakan kepada-Nya bahwa sebagian besar dari para wanita Perancis yang bergabung dalam komunitasnya berasal dari keluarga kaya serta keluarga bangsawan, sementara ia sendiri hanyalah seorang gadis penggembala. Dalam hatinya, B. Anna mendengar Tuhan menjawab: “Dengan jerami Aku akan menyalakan api-Ku.”

Anna diutus ke Belanda untuk mendirikan lebih banyak biara-biara baru. Pertama-tama ia pergi ke Mons dan kemudian ke Antwerp. Para wanita yang bergabung dalam Ordo Karmelit menganggap Anna sebagai seorang kudus. Anna wafat di Antwerp pada tahun 1626. Ia dinyatakan sebagai “Beata” oleh Paus Benediktus XV.

Beata Anna mendengar suara Tuhan dalam hatinya: “Dengan jerami Aku akan menyalakan api-Ku.” Semoga ungkapan ini mendatangkan inspirasi bagi kita di kala kita merasa tertekan karena ketidakmampuan atau pun kelemahan kita.   
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

8 Juni, 
S. William dari York
William Fitzherbert dilahirkan di Inggris pada abad keduabelas. Ia adalah kemenakan Raja Stefanus. Pemuda William seorang yang santai dan bahkan sedikit malas. Bagi sebagian orang, ia memberi kesan bahwa ia tidak serius dalam menghadapi tugas dan tanggung-jawab hidupnya. Namun demikian, William amat populer bagi penduduk kota York, kota tempat tinggalnya.

Beberapa tahun kemudian, ketika uskup agung York meninggal dunia, William ditunjuk untuk menduduki jabatan tersebut. Pada masa itu, para raja seringkali ikut campur dalam pemilihan para uskup. Oleh karena itu, banyak imam berpendapat bahwa William tidak ditunjuk secara sah. Sesungguhnya pamannyalah, yaitu raja, yang telah menunjuk William untuk jabatan itu. St. Bernardus membujuk paus agar mengangkat seorang lain sebagai uskup agung York. William diminta mundur karena mereka merasa bahwa pengangkatannya tidak sah. William meninggalkan kediamannya di keuskupan dengan hati terluka dan perasaan terhina. Ia kemudian tinggal bersama seorang pamannya yang lain, seorang uskup. Perlahan-lahan William menjadi seorang yang amat religius. Ia tidak mau menerima segala kenyamanan yang ditawarkan pamannya. Ia berdoa dan melakukan matiraga. Ia mulai menunjukkan perhatiannya yang besar akan iman dan akan Gereja.

Umat York marah mengetahui apa yang terjadi pada uskup agung mereka. Mereka tidak dapat mengerti bagaimana mungkin hal serupa itu dapat terjadi. Maka, terjadilah perkelahian antara mereka yang menghendaki William dan mereka yang tidak. Enam tahun berlalu. William hidup tenang dalam doa di rumah pamannya, sang Uskup. Ia berdoa kepada Tuhan mohon perdamaian bagi keuskupannya. Tidak lagi jadi masalah baginya bahwa ia telah diperlakukan tidak adil. Yang terpenting baginya adalah bahwa umatnya mendapat perhatian yang mereka butuhkan.

Pada akhirnya, doa-doa William terjawab. Ketika uskup agung yang lain itu wafat, paus meminta William kembali ke York. Ia tiba di keuskupannya pada bulan Mei tahun 1154. Umat sangat gembira menyambutnya. Tetapi William telah lanjut usia sekarang, dan kurang lebih sebulan kemudian ia pun wafat. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Honorius III pada tahun 1227.

Bagaimana kita dapat terus melangkah maju dalam hidup kita dan tidak menyia-nyiakan waktu dengan memikirkan luka-luka kita? Kita dapat berpaling kepada Yesus untuk membebaskan kita dari hal-hal yang menghalangi kita mencapai kepenuhan hidup.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Maria Droste zu Vishering, Biarawati
Maria Hidup antara tahun 1863-1899. Suster Gembala Baik ini terkenal saleh dan suci hidupnya. Ia senantiasa mendorong Sri Paus Leo XIII (1878-1903) untuk mempersembahkan dunia sejagat kepada perlindungan Hati Kudus Yesus. I.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

9 Juni, 
S. Efrem
Efrem dilahirkan di Mesopotamia sekitar tahun 306. Ia dibaptis ketika usianya delapan belas tahun. Beberapa waktu kemudian, Efrem pergi ke pegunungan dan menjadi seorang pertapa. Ia menemukan sebuah gua dekat kota Edessa di Siria. Bajunya compang-camping dan ia hanya makan makanan hasil bumi.

Efrem cepat sekali naik darah. Perlahan-lahan ia dapat menguasai dirinya. Orang-orang yang berjumpa dengannya menyangka bahwa sudah watak dasarnya ia seorang yang amat sabar. Efrem sering berkhotbah di Edessa. Apabila ia berbicara tentang pengadilan Tuhan, umat yang mendengarnya menangis tersedu-sedu. Ia akan mengatakan kepada mereka bahwa ia adalah seorang pendosa besar. Dan sungguh demikianlah maksudnya, sebab sekali pun ringan, dosa-dosa itu tampak berat baginya. Ketika St. Basilius berjumpa dengannya, ia bertanya, “Engkaukah Efrem, hamba Yesus yang termashyur itu?” Segera Efrem menjawab, “Akulah Efrem yang dengan tidak layak berjalan menuju keselamatan.” Kemudian ia memohon serta menerima nasehat dari St. Basilius mengenai bagaimana bertumbuh dalam hidup rohani.

Efrem menghabiskan waktunya dengan menulis buku-buku rohani. Ia menulis dalam beberapa bahasa: Siria, Yunani, Latin dan Armenia. Karya tulisnya sungguh sangatlah indah dan mendalam hingga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Hingga sekarang orang masih membacanya. Efrem juga menulis kidung-kidung pujian. Lagu-lagunya menjadi sangat populer. Sementara orang menyanyikannya, mereka belajar banyak tentang iman mereka. Itulah sebabnya St. Efrem dijuluki “harpa Roh Kudus”. Ia seorang guru yang hebat, yang mengajar lewat tulisan-tulisannya, karena itulah pada tahun 1920 ia digelari Pujangga Gereja. St. Efrem wafat pada bulan Juni tahun 373.

“Ya Yesus, melalui sakramen-Mu, kami setiap hari memeluk-Mu serta menerima-Mu dalam tubuh kami; jadikan kami layak menikmati kebangkitan yang kami rindukan. Kami telah menyimpan harta pusaka-Mu itu yang tersembunyi dalam diri kami sejak kami menerima rahmat Sakramen Pembaptisan; yang senantiasa diperkaya dengan Sakramen Perjamuan-Mu.” ~ St. Efrem
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Primus dan Felicianus, Martir 
Kedua bersaudara kandung ini berasal dari keluarga kafir di kota Roma. Meskipun mereka masih kafir, namun mereka dikenal sebagai orang baik-baik yang disenangi banyak orang. Semenjak kecil, Primus dan Felicianus hidup di lingkungan kafir dan dididik oleh kafir pula. 
Pengenalannya akan iman Kristen sampai menjadi martir, berawal dari perkenalan mereka dengan Paus Feliks I (269-274). Dari bimbingannya kedua bersaudara ini mengenal iman Katolik dan dipermandikan.

Setelah permandiannya, mereka rajin berdoa dan melakukan kegiatan-kegiatan amal kasih, mengunjungi orang-orang Kristen di penjara untuk menghibur dan meneguhkan hati mereka. Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada mereka dan melindungi mereka dari segala tindakan kejam para penguasa negara. Selama bertahun-tahun berkarya di tengah-tengah aksi penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh kaisar Diokletianus, Primus dan Felicianus selalu terhindar dari usaha penangkapan. 

Tetapi akhirnya mereka di tangkap juga pada tahun 297 dan dipenjarakan bersama orang-orang Kristen lainnya. Namun demikian iman mereka tidak goncang sedikitpun. Mereka saling menghibur dan dengan tekun saling meneguhkan sesamanya yang lain. Setelah beberapa waktu, mereka di bawa ke Nomentum, kota kecil yang berjarak 12 mil
dar Roma. Mereka diadili oleh Promotus. Dakwaan dan berbagai ancaman dikenakan pada mereka, namun iman mereka tidak goyah. Akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati penggal kepala. 
Jenazah mereka dimakamkan di Nomentum. Pada tahun 649, Sri Paus Theodorus I (642-649) menyuruh memindahkan jasad mereka ke kota San Stephanus Rotondo. Inilah peristiwa pertama, dimana tulang-belulang para martir boleh dibawa keluar kota dari kota Roma. 

Beata Diana, Sesilia dan Amata, Perawan 
Santo Dominikus memperluas karyanya ke Italia dan memilih kota Bologna sebagai pusat karyanya, karena buah-buah pikirannya diterima baik di Universitas Bologna.
Pada mulanya karya Dominikus di kota ini tidak terlalu berhasil. Banyak rintangan menghadang, terutama karena Tuan Andalo, seorang tuan tanah yang berkuasa di Bologna, tidak suka pada agama Kristen. Meski demikian, Dominikus tidak berputus asa. Tuhan tetap memberkati karyanya dan memberinya jalan keluar dari segala kesulitan. lewat Diana, puteri kesayangan Andalo, Dominikus mendapat jalan keluar untuk menanamkan pengaruhnya di Bologna. Diana menjadi sahabat baik Dominikus, dan sangat tertarik pada ajaran iman Katolik. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti pelajaran agama dan ingin menjadi seorang biarawati. Ia yakin bahwa ia dapat membujuk ayahnya dan keluarganya agar tidak bersikap antipati terhadap agama Katolik. Kecuali itu, ia merasa yakin sekali bahwa ayahnya akan bersikap lunak dan akan membantu mendirikan sebuah biara Dominikan di kota Bologna.
Tetapi apa yang diyakininya tidak terjadi dengan mulus. Tatkala ia memberitahukan dan seluruh anggota keluarganya tentang niat sucinya untuk menjadi seorang biarawati, ia dimarahi dan cita-citanya ditolak mentah-mentah. Menghadapi kemarahan dan penolakan keluarganya itu, Diana segera mengambil keputusan berani untuk meninggalkan rumah dan lari mencari perlindungan pada para imam Agustinian di Roxana. Keputusan ini dilaksanakannya secara diam-diam. Hal ini sangat mengejutkan keluarganya. Mereka segera mencari Diana. Akhirnya mereka menemukan dia di Biara Roxana dan membawanya pulang ke rumah. Disana ia dipukul dan dikurung dalam sel. Tetapi beberapa hari kemudian, Diana berhasil meloloskan diri dan kembali ke Roxana. Keluarganya tidak berusaha mencarinya lagi.
Beato Yordan dari Saxon turut berusaha menenangkan keluarganya dan melembutkan hati tuan Andalo bersama anak-anaknya yang lain. Usaha Yordan ini disambut dengan baik dan berhasil. Tuan Andalo bersama anak-anaknya dapat menerima panggilan Diana dan membantu mendirikan sebuah biara kecil bagi biara Dominikan. Biara kecil ini kemudian dihuni Diana bersama empat orang kawannya. Cara hidup mereka menarik banyak orang sehingga dalam waktu relatif singkat merka mendapat tambahan anggota baru. Dua orang dari anggota baru adalah Sisilia dan Amata, sahabat karib Diana. Bersama Diana, Sisilia dan Amata berkembang dalam hidup rohani dan dalam pengabdian tulus kepada Allah. Kemudian mereka digelari ‘beata’(yang berbahagia) oleh Gereja pada tahun 1891. 

Beata Anna Maria Taigi, Pengaku Iman
“Keluargaku seperti Firdaus tampaknya, dan hatiku sungguh bahagia”, demikian kata Dominiko Taigi waktu berlangsungnya proses pernyataan beata atas diri Anna Taigi, isterinya. Kegembiraan dan kebahagiaan yang sama meliputi anak-anaknya serta pembantu yang melayaninya. Mereka semua kagum akan kesucian hidup Anna Maria yang sangat mencintai mereka dengan perhatian dan kebaikannya yang luar biasa.
Anna Maria Taigi hidup antara 1769-1837 dan terlahir di Siena.Ketika berumur enam tahun, ia berada di Roma untuk mengikuti pendidikan disana. Ia kelihatan saleh dan sederhana. Ia gemar mengenakan pakaian yang indah-indah serta gemar akan kesenangan-kesenangan dunia yang pantas. Perkawinannya dengan Dominiko Taigi berlangsung pada usia 21 tahun. Tuhan menganugerahkan kepadanya tujuh orang anak. Hidup mereka sederhana namun bahagia. Untuk menambah pendapatan keluarga, ia menerima pesanan jahitan. Memang banyak sekali pengalaman pahit dialaminya, namun semuanya dipersembahkan kepada Tuhan. 
Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan tujuh orang anak bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. Beban tanggungannya semakin bertambah berat ketika Sophia anaknya menjadi janda dan kembali tinggal dengannya bersama enam orang anaknya yang lain.
Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya Ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasih orang lain.


Terdorong akan pengalaman akan Allah itu, Anna semakin yakin akan perlindungan Tuhan atas dirinya. Ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah sebagai kurban silih atas dosa-dosa dunia dan bagi keselamatan Gereja ditengah banyak masalah. Banyak sekali orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Banyak waktu dihabiskannya untuk melayani orang-orang itu. Kesucian hidupnya ternyata berpengaruh besar terhadap lingkungan disekitarnya. Meski banyak kali disibukkan untuk melayani orang lain, namun apa yang menjadi kewajibannya sebagai ibu rumah tangga tidak pernah dilalaikannya. Suami dan anak cucunya dilayani dengan penuh kasih sayang. Ia pun banyak membantu orang-orang susah dan menyembuhkan banyak orang sakit tanpa meminta bayaran. 

Anna Taigi diberi gelar ‘beata’ bukan karena penglihatan ajaib yang dilihatnya tetapi karena kebaikan hatinya, kemiskinannya, kerendahan hatinya serta kerelaannya untuk menderita bagi jiwa-jiwa.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

10 Juni B. Henry dari Treviso
Henry dilahirkan di Bolzano, Italia pada tahun 1250. Keluarganya amat miskin, sebab itu ia tidak beroleh kesempatan untuk belajar membaca dan menulis. Setelah remaja, Henry pindah ke Treviso untuk mendapatkan pekerjaan. Ia menjadi seorang buruh harian. Sedikit saja orang yang tahu bahwa Henry membagi-bagikan sebagian besar penghasilannya kepada kaum miskin. Ia ikut ambil bagian dalam Misa setiap hari dan menyambut Komuni Kudus sesering yang diijinkan. Henry mencintai Sakramen Tobat juga dan mendapati sakramen pengampunan Allah ini sungguh membesarkan hati. Orang mulai memperhatikan orang Kristen yang bagaimana Henry itu. Penitensinya adalah bekerja giat dalam pekerjaan. Ia melewatkan banyak waktu setiap harinya untuk masuk dalam doa pribadi, biasanya di gereja. Henry dikenal akan ketenangan dan kelemahlembutannya. Terkadang orang mengoloknya sebab ia begitu amat sederhana. Sementara semakin bertambah usianya, Henry mulai tampak kusut dan bongkok. Anak-anak melontarkan ejekan atas penampilannya yang aneh itu. Tetapi Henry tidak marah. Ia paham bahwa mereka tidak mengerti bahwa mereka dapat melukai hatinya.

Ketika Henry telah terlalu tua dan lemah untuk dapat bekerja, seorang sahabat bernama James Castagnolis membawanya masuk ke dalam rumahnya sendiri. Castagnolis memberinya sebuah kamar tempat tinggal dan makanan apabila Henry menghendakinya. Beato Henry bersikukuh hidup bergantung pada amal kasih penduduk Treviso. Mereka murah hati dalam amal kasih mereka berupa makanan, sebab mereka tahu Henry membagikan amal kasih mereka kepada banyak orang yang miskin dan tak memiliki tempat tinggal. Pada masa akhir hidupnya, Henry nyaris tak dapat berjalan. Orang memandang kagum sementara orangtua ini menyeret diri ke gereja untuk ikut ambil bagian dalam Misa pagi. Seringkali pula ia mengunjungi gereja-gereja setempat lainnya, dengan terseok-seok maju ke setiap tujuan.

Betapa misteri yang terkandung dalam diri orang saleh ini. Ketika ia wafat pada tanggal 10 Juni 1315, orang banyak memadati biliknya. Mereka menginginkan sebuah relikwi, sebuah kenangan. Dan mereka menemukan harta bendanya: pakaian kasar matiraga, sepotong balok kayu yang adalah bantalnya, dan setumpuk jerami yang adalah tempat pembaringannya. Jenazah Henry dipindahkan ke katedral agar semua orang dapat menyampaikan hormat mereka. Lebih dari duaratus mukjizat dilaporkan terjadi dalam beberapa hari sesudah wafatnya. Henry dari Treviso dimaklumkan sebagai “beato” oleh Paus Benediktus XIV.

Kesahajaan dan kemurahan hati menandai hidup orang kudus ini. Bagaimanakah aku mengamalkan hidupku sebagai seorang Kristiani?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”


Santo Henrikus Balzano, Pengaku Iman
Henrikus hidup antara tahun 1250-1315. Ia tinggal di Balzano, Italia dan sehari-harinya bekerja sebagai buruh. Hidupnya amat saleh dan ditandai dengan ketekunan doa dan banyak matiraga.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

11 Juni, http://www.indocell.net/yesaya/1x1.gif
S. Barnabas
Meskipun bukan salah seorang dari kedua belas rasul Kristus, Barnabas disebut juga sebagai rasul oleh St. Lukas dalam kitab Kisah para Rasul. Hal ini dikarenakan, sama seperti rasul Paulus, Barnabas menerima suatu tugas perutusan khusus dari Tuhan. Barnabas adalah seorang Yahudi kelahiran pulau Siprus. Namanya adalah Yusuf, tetapi para rasul memberinya nama Barnabas, yang artinya “anak penghiburan”.

Segera sesudah menjadi seorang Kristen, St. Barnabas menjual segala harta miliknya dan memberikan uangnya kepada para rasul. Ia seorang yang lembut serta baik hati. Ia penuh semangat dalam membagikan iman dan cintanya kepada Yesus. Barnabas diutus ke kota Antiokhia untuk mewartakan Injil. Antiokhia adalah kota terbesar ketiga dalam Kerajaan Romawi. Di Antiokhia-lah para pengikut Kristus untuk pertama kalinya disebut Kristen. Barnabas menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan. Ia berpikir tentang Paulus dari Tarsus. Ia yakin bahwa pertobatan Paulus tulus adanya. Barnabas-lah yang meyakinkan St. Petrus dan komunitas Kristen. Ia meminta Paulus bergabung dan berkarya bersamanya. Barnabas seorang yang rendah hati, ia tidak khawatir berbagi tugas dan tanggung jawab dengan orang lain. Ia tahu bahwa Paulus juga memperoleh karunia luar biasa untuk dibagikan dan ia ingin agar Paulus memperoleh kesempatan untuk itu.

Beberapa waktu kemudian, Roh Kudus memilih Paulus dan Barnabas untuk suatu tugas khusus. Tak lama sesudahnya, kedua rasul itu pun pergi melaksanakan suatu tugas perutusan yang berani. Mereka menanggung banyak penderitaan dan bahkan harus mempertaruhkan nyawa mereka. Meskipun demikian, pewartaan mereka berhasil memenangkan banyak jiwa bagi Yesus dan Gereja-Nya.

Kelak, St. Barnabas pergi dalam suatu tugas perutusan lain, kali ini bersama Yohanes Markus, sepupunya. Mereka pergi ke Siprus, daerah asal Barnabas. Begitu banyak orang menjadi percaya melalui pewartaannya, hingga Barnabas dijuluki Rasul dari Siprus. Menurut tradisi, orang kudus yang hebat ini dirajam sampai mati pada tahun 61.

Dalam doa hari ini, kita mohon rahmat untuk “menyalakan dalam diri kita api cinta yang telah mengobarkan St. Barnabas dalam membawa terang Injil kepada bangsa-bangsa.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

12 Juni, S. Yohanes dari Sahagun
St. Yohanes dilahirkan di Sahagun, Spanyol, pada abad kelima belas. Ia mendapatkan pendidikan dari para biarawan Benediktin di kotanya. Kemudian, Yohanes menjadi seorang imam paroki. Pater Yohanes dapat saja hidup nyaman di katedral atau di salah satu paroki yang mapan di keuskupannya. Tetapi, Pater Yohanes memilih hidup miskin dan sederhana seperti cara hidup Yesus sendiri. Ia memilih untuk bertanggung jawab atas sebuah kapel kecil saja. Di sana ia merayakan Misa, berkhotbah dan mengajar katekese.

Pater Yohanes merasa perlu mendalami teologi, maka ia belajar di Universitas Katolik Salamanca. Setelah empat tahun belajar dengan tekun, ia menjadi seorang pengkhotbah yang ulung. Sembilan tahun kemudian, ia bergabung dengan para biarawan Agustin. Mereka amat terkesan dengan cara Pater Yohanes mengamalkan keutamaan-keutamaan Kristiani. Ia taat kepada para atasannya dan rendah hati pula. St. Yohanes terus berkhotbah. Homili atau khotbahnya yang indah berhasil membawa perubahan dalam kehidupan penduduk Salamanca. Mereka saling berkelahi dengan sengit di antara mereka. Sering kali para pemuda bangsawan saling baku hantam untuk balas dendam. St. Yohanes berhasil mengakhiri banyak perkelahian-perkelahian sengit semacam ini. Ia bahkan membujuk mereka untuk saling memaafkan satu sama lain.

St. Yohanes tidak takut meluruskan perbuatan-perbuatan jahat, bahkan ketika pelakunya adalah orang-orang berkuasa yang dapat membalas dendam padanya. Suatu ketika, ia menegur seorang pangeran karena menyebabkan orang-orang miskin menderita. Memang benar apa yang dikatakan imam! Pangeran amat marah, ia mengirim dua orang utusannya untuk membunuh St. Yohanes. Kedua utusan itu pergi mendapatkan sang imam. Pater Yohanes begitu lemah lembut dan baik hati. Kedua utusan itu pun segera dipenuhi rasa sesal dan mohon pengampunan darinya. Kemudian sang pangeran sakit parah. Berkat doa-doa St. Yohanes, ia menyesali dosa-dosanya dan sembuh dari penyakitnya.        

Melalui doa dan Misa Kudus, St. Yohanes menerima rahmat yang memberinya karisma istimewa sebagai seorang pengkhotbah. Ia merayakan Misa Kudus dengan cinta bakti yang amat mendalam. Ia wafat pada tanggal 11 Juni 1479. St. Yohanes dari Sahagun dinyatakan kudus oleh Paus Alexander VIII pada tahun 1690.

Marilah mohon Roh Kudus membantu kita menjadi seorang Kristen sejati. Semoga segala tutur kata dan perbuatan kita membawa orang lain datang kepada Kristus.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

13 Juni, Santo Antonius dari Padua, Imam dan Pujangga Gereja
Sebelum masuk biara, Antonius bernama Ferdinand. Ia lahir di Lisabon, Portugal pada tahun 1195. Sejak masa mudanya, ia sangat tertarik pada doa, studi dan pekerjaan-pekerjaan rohani bagi kepentingan jiwa-jiwa. Ia masuk Ordo Santo Agustinus di Koimbra dan ditabhiskan menjadi imam. Setelah beberapa waktu berkarya, ia pindah ke Ordo Saudara-saudara Dina atau Fransiskan, terdorong oleh teladan para martir Fransiskan. Ia menerima Ordo Fransiskan dan mendapat nama baru Antonius. 

Sebagai seorang Fransiskan muda, Antonius di kirim ke Afrika. Tetapi karena kesehatannya yang terus terganggu, ia kemudian kembali lagi ke biara pusat. Di sana selain kegiatan doa dan belajar, ia dengan senang hati mengerjakan tugas-tugas rumah yang paling hina. 

Pada tahun 1221 ia juga mengikuti kapitel di Asisi yang dipimpin langsung oleh Santo Fransiskus sendiri. Pada kesempatan itu, ia diminta untuk berkhotbah. Semua saudaranya kagum akan khotbahnya yang menarik dan mendalam itu. Sejak itulah, Antonius mulai dikenal sebagai seorang ahli KeTuhanan dan pujangga yang pandai. Ia diutus untuk berkhotbah kepada umat di Prancis, Italia dan Sisilia.

 
Paus Gregorius yang pernah mendengarkan khotbahnya sangat kagum dan lalu memberinya gelar “ahli Kitab Suci” karena khotbah-khotbahnya yang bernafaskan ayat-ayat Kitab Suci yang mengena dan jitu. Pengajarannya yang penuh semangat cinta kepada Tuhan dan sesama membawa hasil yang luar biasa. Banyak penganut aliran sesat bertobat kembali oleh karena khotbah-khotbahnya. Pada tahun 1231 ia meninggal dunia di Padua dalam usia 36 tahun. Sejak wafatnya banyak orang beriman meminta bantuannya. Mukjizat-mukjizat yang terjadi oleh pengantaraannya terjadi dimana-mana. Ketika Sri Paus Pius XII (1939-1958) meresmikan penggelaran Antonius sebagai “Pujangga Gereja”, ia mengatakan bahwa semua ajaran yang disampaikan santo ini berjiwakan Injil Suci. Pengantaraannya amat berkuasa menemukan kembali barang yang hilang terutama untuk kembalinya rahmat pengudusan yang hilang karena dosa.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
14 Juni,
S. Metodius
St. Metodius hidup pada abad kesembilan. Ia lahir dan dibesarkan di Sisilia. Metodius mengenyam pendidikan tinggi dan ia menghendaki jabatan yang sesuai untuknya. Sebab itu, ia memutuskan untuk berlayar ke Konstantinopel agar dapat memperoleh kedudukan penting di istana kaisar. Dalam perjalanannya ke sana, ia bertemu dengan seorang biarawan kudus yang berbincang dengannya dalam suatu percakapan yang panjang serta mendalam. Segala pertanyaan tentang Tuhan dan kehidupan abadi bermunculan dalam benak Metodius. Biarawan itu membantunya sadar bahwa guna memperoleh sukacita sejati dalam hidup, ia perlu mempersembahkan dirinya kepada Tuhan dalam hidup religius. Jadi, ketika Metodius tiba di Konstantinopel, ia melewati istana dan menuju sebuah biara.

Umat Kristiani sedang menghadapi masa-masa sulit di Konstantinopel. Sebagian berpendapat bahwa adalah salah memiliki gambar-gambar atau pun ikon-ikon religius. Mereka menyangka bahwa orang berdoa kepada gambar atau patung, dan bukan kepada pribadi yang diwakilinya. Terjadi pertikaian sengit dan kaisar ikut campur di dalamnya. Ia sependapat dengan orang-orang yang beranggapan bahwa gambar dan patung adalah berhala. Sebaliknya, St. Metodius tidak sependapat dengan kaisar. Ia paham betul mengapa umat Kristiani membutuhkan gambar dan patung. Ia dipilih untuk pergi ke Roma dan mohon Bapa Suci untuk menyelesaikan persoalan. Ketika ia kembali, kaisar menjatuhkan hukuman penjara selama tujuh tahun kepadanya. Metodius menderita dalam sel penjara yang gelap serta pengap, namun demikian ia tidak patah semangat. Ia tahu bahwa Yesus akan mempergunakan penderitaannya untuk menyelamatkan Gereja. Akhirnya, pada tahun 842, kaisar wafat. Isterinya, Theodora, menggantikannya karena putera mereka masih bayi. Theodora mempunyai pendapat yang berbeda dari suaminya, sang kaisar. Ia berpendapat bahwa orang seharusnya bebas mempergunakan patung, ikon dan gambar-gambar kudus apabila mereka menghendakinya. Metodius dan mereka yang telah lama menderita menjadi amat gembira. Sekarang mereka telah bebas.

Salah seorang yang membuat St. Metodius paling menderita, dikirim ke pembuangan oleh sang ratu. Kemudian Metodius diangkat menjadi patriarcha (Uskup Gereja Timur) Konstantinopel. Ia amat dikasihi umatnya.

St. Metodius menulis karya-karya indah tentang teologi dan kehidupan rohani. Ia juga menuliskan riwayat hidup para kudus dan juga sajak. Metodius menjadi patriarcha selama empat tahun, lalu wafat pada tanggal 14 Juni 847.

Setiap hari dalam hidup, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan, baik yang menyangkut hal-hal besar, maupun hal-hal kecil. Dalam doa pada hari ini, marilah kita mohon karunia kebijaksanaan agar dapat memilih yang terbaik bagi kita bagi kehidupan sekarang dan terutama bagi kehidupan kekal kita kelak bersama Tuhan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

15 Juni, 
S. Germana dari Pibrac
Pibrac adalah sebuah dusun kecil di Perancis di mana Germana dilahirkan sekitar tahun 1579. Ia menghabiskan seluruh hidupnya di sana. Germana seorang gadis yang selalu sakit-sakitan. Ia tidak cantik. Tangan kanannya cacat dan tak dapat digunakan. Ayahnya kurang memperhatikannya. Ibu tirinya tidak suka ia berada dekat anak-anaknya yang sehat. Jadi, Germana tidur di kandang bersama domba-dombanya, bahkan pada musim dingin. Bajunya compang-camping dan ia menjadi bahan olok-olok anak-anak lain. Sepanjang hari Germana menjaga kawanan dombanya di padang. Apabila ia pulang ke rumah pada malam hari, ibu tirinya acap kali berteriak padanya dan memukulinya.

Namun demikian, gadis malang ini berbicara kepada Tuhan dan ia ingat bahwa Tuhan senantiasa bersamanya sepanjang waktu. Setiap hari ia selalu ambil bagian dalam Perayaan Misa. Ia meninggalkan kawanan dombanya dalam penjagaan malaikat pelindungnya. Tak pernah sekali pun domba-domba itu keluar melewati batas tongkat gembalanya yang ia tancapkan ke tanah.

Germana seringkali mengumpulkan anak-anak kecil dan mengajarkan iman kepada mereka. Ia ingin agar hati anak-anak itu dipenuhi cinta Tuhan. Semampunya, ia juga berusaha membantu mereka yang miskin. Ia membagi sedikit makanan yang diberikan kepadanya dengan para pengemis. Pada suatu hari di musim dingin, ibu tirinya menuduh Germana mencuri roti. Wanita itu mengejarnya dengan tongkat. Tetapi, yang jatuh dari celemek baju Germana bukanlah roti, melainkan bunga-bunga musim semi.

Sekarang, orang-orang tidak lagi memperoloknya. Malahan, mereka mengasihi dan mengaguminya. Ia boleh tinggal dalam rumah ayahnya, tetapi Germana memilih untuk tetap tidur di kandang. Hingga, suatu hari pada tahun 1601, ketika usianya dua puluh dua tahun, ia ditemukan wafat di atas tempat tidur jeraminya. Hidupnya yang sarat dengan penderitaan sudah berakhir. Tuhan mengadakan mukjizat-mukjizat untuk menunjukkan bahwa ia seorang kudus.

Dalam penderitaan, kita senantiasa dapat datang kepada Yesus dan mohon pertolongan-Nya. Mengijinkan-Nya tinggal dalam hati kita adalah hal paling mesra yang dapat kita lakukan dalam membina hubungan dengan Yesus, teristimewa ketika kita menerima-Nya dalam Komuni Kudus.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Vitus, Modestus dan Santa Kresensia, Martir
Vitus, Modestus dan Kresensia hidup pada awal abad ketiga pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus. Riwayat hidup mereka diketemukan dalam buku Hieronomianum, karangan Santo Hieronimus, yang mengisahkan riwayat para martir. Diceritakan bahwa Vitus, Modestus dan Kresensia adalah martir-martir dari propinsi Lucania, Italia Selatan. Kemungkinan mereka lahir di Sisilia. Relikiu mereka yang masih ada sampai sekarang pernah diserahkan kepada Santo Denis di Paris tahun 775. Dari sana relikiu mereka dibawa ke Corvey atau New Corbie di Saxony pada tahun 836. Di Jerman ada kebaktian khusus untuk menghormati mereka sebagai martir. Mereka dihormati sebagai pelindung para penderita saraf epilepsi dan gigitan binatang liar, serta pelindung para penari dan aktor. 
Vitus adalah putera tunggal Hylas, seorang senator dari Sisilia. Ia menjadi penganut agama Kristen sejak kecilnya. Permandiannya sebagai orang Kristen dilakukan tanpa sepengatahuan orang tuanya. Ia sudah menjadi orang suci dalam usianya yang muda itu. Dengan doa-doanya ia membuat banyak mukjizat dan mempertobatkan banyak orang kafir dan orang berdosa. 
Karena cara hidupnya dan segala yang terjadi melalui doa-doanya dianggap menambah keharuman nama orang-orang Kristen, maka Valerianus membujuk Hylas supaya memaksa anaknya untuk melepaskan imannya akan Kristus. Namun segala bentuk bujukan sang ayah tidak berhasil mematahkan keteguhan iman Vitus. Valerianus yang berkuasa terpaksa menempuh jalan berani tanpa memperhatikan lagi kedudukan Hylas sebagai senator. Pertama-tama Valerianus menempuh cara halus dengan membujuk Vitus. Ia memberikan janji-janji muluk kepada Vitus. Tetapi pendirian Vitus tidak tergoncangkan. Melihat sikap keras Vitus ini, Valerianus meningkatkan tindakannya dengan mengancam dan menakut-nakuti Vitus. Ancaman-ancaman ini pun tidak mempan. Akhirnya Vitus ditangkap dan disiksa dengan keji. Namun semua penyiksaan atas dirinya tidak mampu menggoyahkan pendirian dan keteguhan imannya. 

Oleh campur tangan Allah, Vitus berhasil meloloskan diri dari Sisilia bersama dua orang pengasuhnya: Modestus dan Kresensia. Seorang Malaikat menuntun perahu yang mereka tumpangi menuju Lucania. Di Lucania mereka mewartakan Injil kepada penduduk setempat. Kemudian mereka pergi ke Roma. Disana Vitus menyembuhkan putera Kaisar Diokletianus. Meski demikian, Diokletianus memaksanya untuk menyembah berhala

Pemaksaan ini ditolak Vitus dengan tegas. Oleh karena itu, bersama Modestus dan Kresensia, Vitus disiksa dengan berbagai cara. Mereka dimasukkan ke dalam bak air yang mendidih dan kemudian dilemparkan ke sarang singa. Tetapi Tuhan tetap melindungi hamba-hamba-Nya. Singa-singa ganas itu tidak berbuat apa-apa terhadap mereka., bahkan sebaliknya menjilat-jilat kaki mereka. Melihat semua kejadian ajaib itu, mereka segera diikat dan ditarik oleh kuda sepanjang jalan-jalan kota, hingga tubuh mereka terkoyak-koyak. Ketika itu terjadilah angin taufan yang menghancurkan kuil berhala serta menewaskan banyak orang di kota itu. Mereka kemudian diselamatkan oleh seorang malaikat Tuhan di Luciana. Akhirnya mereka terbunuh pada tahun 303. 

Beata Paola Gambara Costa, Pengaku Iman 
Paola lahir di Brescia, Italia pada tahun 1473 dari sebuah keluarga kaya-raya. Semenjak kecil ia sudah tertarik pada hal-hal kerohanian yang menjadi kewajiban imannya. Pada usia 12 tahun, ia menikah dengan Ludoviko Cantonio Costa, seorang pemuda bangsawan. Ia amat rajin berdoa, merayakan Ekaristi serta penuh cinta kepada suaminya. Tuhan menganugerahkan kepadanya kecukupan dalam kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari sebagaimana dialami oleh Nabi Eliza, dan semangat kedermawanan seperti Santa Elisabeth Hunggaria. Ia menjadi anggota Ordo Ketiga Santo Fransiskus dan banyak melakukan tanda-tanda heran. Paola wafat pada tanggal 31 Januari 1515 pada usia 42 tahun. 

Santo Vladimir, Pengaku Iman 
Raja Santo Vladimir I adalah Pangeran Kristen pertama dari negara Kiev, Rusia Selatan (Slavia Timur). Ia memerintah dari tahun 980 sampai 1015. Cucu Santa Olga (+969) ini dihormati sebagai santo pelindung Rusia. Ia lahir di Kiev kira-kira pada tahun 956. Semenjak masa kecilnya, ia dididik dan dibersarkan dalam lingkungan dan adat istiadat kafir. Olga neneknya terus menerus mempengaruhi dia agar menjadi Kristen. 

Sepeninggal ayahnya, Pangeran Sviatoslav dari Kiev (964-972), Vladimir terlibat dalam pertikaian hebat dengan kedua adiknya laki-laki untuk memperebutkan hak kepemimpinan atas negara Kiev. Pada tahun 980 ia mengambil ahli ibukota Kiev, dan memaksakan kekuasaannya pada kedua saudaranya. Pada waktu itu, ia tampil sebagai seorang penentang keras misionaris-misionaris Kristen pertama yang menyelusup masuk ke dalam wilayah Kiev dari Bulgaria, sebuah negara Kristen Slavia lainnya. Namun perlakuannya yang kejam terhadap para misionaris itu berakhir tatkala pada tahun 988 ia menikah dengan Anna yang beragama Kristen. Anna adalah puteri Raja Basilius II dari Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium. Atas tuntutan Anna, Vladimir bersedia dipermandikan menjadi Kristen. 

Semenjak itu, ia memusatkan perhatiannya pada usaha mengkristenkan seluruh rakyat dan mendirikan gereja-gereja, antara lain Katedral Tiches di Kiev. Untuk maksud luhur itu, ia mendatangkan banyak rahib dari Yunani. Di atas semuanya itu ia berusaha mempertemukan kebiasaaan-kebiasaan dan hukum-hukum negara Kiev, Rusia. Ia menciptakan kesatuan politis di seluruh negeri dengan mengangkat 12 puteranya menjadi gubernur di berbagai wilayah kerajaan. 

Vladimir meninggal dunia pada tanggal 15 Juli 1015 di Berestovoe, Rusia. Dua orang puteranya, yaitu Boris (atau Romanus) dan Gleb (atau David) dibunuh sebagai martir pada waktu terjadi pemberontakan dari orang-orang kafir.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

16 Juni, 
S. Yohanes Fransiskus Regis
Orang kudus Perancis ini dilahirkan pada tahun 1597. Ketika usianya delapanbelas tahun, ia bergabung dengan Ordo Jesuit. Di seminari, kasih Yohanes kepada Tuhan dan panggilannya ditunjukkannya dengan cara ia berdoa. Ia juga bersemangat mengajar katekese di paroki-paroki apabila ia dapat. Setelah ditahbiskan sebagai imam, St Yohanes Fransiskus memulai karyanya sebagai seorang misionaris pengkhotbah. Ia menyampaikan khotbah-khotbah sederhana yang berasal dari hatinya. Teristimewa ia berbicara kepada kaum miskin dan rakyat jelata. Mereka berduyun-duyun datang untuk mendengarkannya. Yohanes melewatkan pagi hari dalam doa, melayani Sakramen Tobat dan menyampaikan khotbah. Siang hari ia mengunjungi penjara-penjara dan rumah-rumah sakit. Kepada seorang yang mengatakan kepadanya bahwa para narapidana dan para perempuan tidak baik yang ia pertobatkan tidak akan bertahan lama menjadi orang baik, orang kudus ini menjawab, “Apabila usahaku dapat menghentikan hanya sekedar satu dosa saja, maka aku akan menganggapnya berguna.”

St Yohanes Fransiskus menjelajah hingga ke paroki-paroki di pegunungan liar bahkan di hari-hari yang dingin menggigit di musim dingin demi menyampaikan misinya, “Aku melihatnya berdiri sepanjang hari di atas tumpukan salju di puncak bukit sedang menyampaikan khotbah,” kata seorang imam, “dan kemudian ia melewatkan sepanjang malam dengan mendengarkan pengakuan dosa.” Terkadang ia bersiap berangkat ke suatu kota yang jauh pada pukul tiga dini hari dengan beberapa buah apel di kantongnya sebagai santapannya sepanjang hari itu.

Suatu ketika, dalam perjalanan ke suatu dusun, St Yohanes Fransiskus terjatuh dan kakinya patah. Tetapi ia tetap meneruskan perjalanannya dengan bertopang pada sebatang tongkat dan pada bahu seorang teman. Ketika tiba di dusun, ia langsung mendengarkan pengakuan dosa. Ia tidak memeriksakan kakinya. Di akhir hari itu, ketika dokter memeriksanya, kakinya telah sembuh sama sekali secara ajaib.

St Yohanes Fransiskus Regis wafat di salah satu misi khotbahnya. Ia jatuh sakit parah kala tersesat pada malam hari di hutan. Sesaat sebelum wafat ia berseru, “Aku melihat Tuhan kita dan BundaNya membukakan pintu gerbang surga bagiku.” Ia wafat pada tanggal 31 Desember 1640.

Pada tahun 1806, seorang peziarah menggabungkan diri dalam khalayak ramai yang berdoa di tempat ziarah St Yohanes Fransiskus Regis. Peziarah ini yakin sepanjang hidupnya bahwa dengan perantaraan santo inilah ia mendapatkan panggilannya menuju imamat. Nama pemuda ini adalah St Yohanes Maria Vianney, Imam dari Ars.

Berapa sering aku mengambil waktu untuk merefleksikan hidupku dan melihat betapa banyak rahmat dan berkat yang dianugerahkan Tuhan? Adakah hari-hariku berlalu tanpa mengucap syukur kepada-Nya atas segala rahmat dan berkat?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Yulita dan Santo Cyriacus, Martir 
Yulita dikenal sebagai seorang janda beragama Kristen yang kaya raya. Bersama Cyriacus, puteranya dan kedua orang pembantunya, Yulita tinggal di Ikonium. Ketika umat Kristen dikejar-kejar oleh kaki tangan Kaisar Diokletianus, Yulita bersama dengan Cyriacus dan kedua orang pembantunya itu melarikan diri ke Seleusia untuk mencari tempat berlindung yang aman dari ancaman. 

Tetapi malang bagi mereka karena Gubernur yang berkuasa disana pun adalah seorang kafir yang tidak senang dengan orang-orang Kristen. Mendengar berita bahwa ada pendatang baru yang beragama Kristen, ia segera memerintahkan penangkapan atas Yulita bersama puteranyadan memasukkan mereka ke dalam penjara. 

Yulita dikenal sebagai janda bangsawan yang kaya raya. Ketika ia ditanya tentang asal usul dan kekayaannya, ia tidak memberitahukannya. Ia hanya memberitahukan bahwa ia beragama Kristen. Karena itu ia disiksa dan disesah. Cyriacus puteranya dipisahkan darinya. Cyriacus yang manis dan tampan menarik perhatian gubernur Alesksander. Gubernur memangkunya dan membujuknya dengan janji muluk-muluk. Tetapi Cyriacus tidak tertarik pada segala janji itu. Ia malah terus menangisi ibunya yang disiksa dengan hebatnya oleh kaki tangan gubernur. Pada kesempatan itu, ia lalu berteriak: “Aku juga seorang Kristen.” Sambil mengamuk untuk melepaskan diri dari Aleksander, Cyriacus menampar dan mencakari muka Aleksander. Dengan gusarnya Aleksander membanting Cyriacus dan meremukkan kepalanya. 

Melihat ketabahan dan keteguhan hati anaknya, puaslah hati Yulita meskipun ia sendiri mengalami penyiksaan yang hebat. Aleksander semakin bertambah marah. Ia segera memerintahkan para serdadu untuk memenggal kepala Yulita dan Cyriacus. Jenazah mereka dikuburkan di luar kota.

Santa Ludgardis, Perawan 
Lutgardis lahir di Tongeren, Belgia pada tahun 1182. Ketika memasuki usia muda, orangtuanya ingin mengawinkan dia dengan seorang pemuda ksatria. Namun karena alasan tertentu rencana perkawinan itu tidak jadi terlaksana. 

Setelah peristiwa itu, orangtuanya memasukkan dia ke asrama suster-suster Benediktin, dengan maksud agar Lutgardis tertarik dengan kehidupan biara dan menjadi suster dikemudian hari. Tetapi Lutgardis yang cantik itu lebih suka bergaul dengan pemuda-pemuda. Pada suatu hari ia berbincang-bincang dengan seorang pemuda asing yang tidak dikenalnya. Ternyata pemuda itu adalah Tuhan Yesus sendiri. Setelah beberapa lama Tuhan membuka matanya dan segera ia mengenal siapa sebenarnya pemuda itu. Yesus berkata kepadanya: “Janganlah lagi kau cari bujukan-bujukan cinta yang sia-sia. Lihatlah apa yang harus kau cintai!” Lalu Yesus menunjukkan luka-lukaNya pada Lutgardis dan segera menghilang. 

Sejak saat itu Lutgardis dipenuhi rahmat Tuhan. Ia mulai membaharui cara hidup dan tingkah lakunya dengan banyak berdoa dan bertapa sesuai dengan permintaan Tuhan Yesus. Oleh karena ia menginginkan peraturan-peraturan yang keras, dan bermaksud menyembunyikan karunia luar biasa yang diberikan kepadanya, ia pindah ke Ordo Cistersian pada tahun 1206. Ia memohon dengan sangat kepada Tuhan agar dilupakan saja oleh sanak familinya dan kenalan-kenalannya. 

Di biara itu, bahasa pergaulan yang dipakai adalah bahasa Perancis, yang tidak dimengerti Lutgardis. Karena itu ia tidak bisa bergaul sebagaimana biasanya dengan kawan-kawannya. Ia lalu memusatkan perhatiannya kepada semadi dan meditasi serta doa untuk orang-orang berdosa dan para penganut ajaran sesat Albigensia. 

Tuhan menganugerahkan banyak karunia istimewa kepadanya. Diantaranya kemampuan untuk menyembuhkan orang-orang sakit secara ajaib. Tetapi kemudian ia meminta kepada Tuhan agar memberikan kepadanya kemampuan lain yang tidak berbahaya. Atas pertanyaan Yesus: “Apakah yang kaukehendaki dari padaKu?”, ia menjawab: “Berikan kepadaku hatiMu, ya Tuhan!”. Lalu Tuhan pun memberikan kepadanya kelembutan HatiNya yang MahaKudus penuh cinta kasih sehingga ia pun menjadi suster yang saleh dan suci. 

Empat puluh tahun lamanya Lutgardis hidup tersembunyi dalam biara. Ia hampir tidak bisa bicara dengan teman-temannya. Yesus-lah satu-satunya pendampingnya. Tujuh tahun terakhir hidupnya, ia hidup dalam kesepian yang mendalam karena matanya telah menjadi buta. Akhirnya pada hari Minggu 16 Juni 1246, sebagaimana telah dikatakannya sendiri lima tahun sebelumnya, ia meninggal dunia.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

17 Juni, 
S. Emilia de Vialar
Emilia de Vialar adalah anak tunggal. Ia dilahirkan di Perancis pada tahun 1797. Orangtuanya yang kaya mengirim gadis kecil ini untuk bersekolah di Paris. Ia pulang kembali ke kota kecilnya, Gaillac, ketika ibunya meninggal dunia. Emilia yang kala itu berusia limabelas tahun akan menjadi teman yang baik bagi ayahnya. Tuan de Vialar berusaha mencarikan seorang suami yang pantas bagi puterinya. Tetapi, ia menjadi marah ketika Emilia menolak mentah-mentah untuk menikah. Ayahnya kerap kali memulai perdebatan dan membentak-bentak Emilia dalam amarah. Emilia tahu bahwa ia rindu menjadi seorang biarawati religius dan mempersembahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan.

Ketika Emilia berusia duapuluh satu tahun, seorang imam baru tiba di Gaillac. Imam itu adalah Pater Mercier. Ia membimbing Emilia dalam panggilannya. Emilia berniat membantu orang-orang yang miskin dan sakit. P Mercier membantunya membuka sebuah pelayanan umum di serambi rumah de Vialar. Ayah Emilia tidak senang dengan segala gangguan ini. Saling bersitegang antara Emilia dan ayahnya berlangsung hingga limabelas tahun lamanya. Kemudian, kakek Emilia, Baron de Portal, meninggal dunia. Kakeknya meninggalkan warisan untuk Emilia dan pada akhirnya Emilia dapat memiliki kebebasan yang dibutuhkannya untuk memulai karya besar bagi Tuhan. Dengan bantuan P Mercier, Emilia membeli sebuah rumah besar di kota kediamannya. Ia dan tiga perempuan lain memulai suatu ordo religius. Mereka mendesain jubah dan memilih nama. Mereka menyebut diri sebagai Suster-suster St Yosef dari Penampakan. (Dalam Injil Matius, seorang malaikat menampakkan diri kepada Yosef untuk memberitahukan kepadanya bahwa anak dalam rahim Maria adalah dari Tuhan.) Uskup Agung memberkati kongregasi dan pelayanan mereka. Para biarawati ini membaktikan diri dalam pelayanan fakir miskin dan orang-orang sakit, pula dalam pendidikan anak-anak. Dalam waktu tiga bulan, duabelas perempuan muda menggabungkan diri. Sr Emilia mengucapkan kaul pada tahun 1835 bersama dengan tujuhbelas biarawati lainnya. Uskup Agung memberikan persetujuan atas regula para biarawati ini.    

Suster-suster St Yosef mulai membuka cabang-cabang biara. Pada tahun 1847, para biarawati pergi ke Birma dan pada tahun 1854 ke Australia. Dalam jangka waktu empatpuluh tahun, Moeder Emilia melihat kongregasinya berkembang dari serambi rumahnya di Gaillac, Perancis menjadi empatpuluh biara di segenap penjuru dunia.

Moeder Emilia menulis banyak surat yang mengungkapkan kasihnya yang luar biasa kepada Tuhan, kepada Gereja dan kepada sesama. Ia memberikan perhatian kepada semua orang. Ia melihat dalam hatinya orang-orang di mana saja yang membutuhkan kebenaran Injil dan kasih yang didatangkan oleh Kekristenan. Ia memohon kepada Yesus kekuatan yang ia butuhkan untuk terus maju. Kesehatan Moeder Emilia mulai memburuk sekitar tahun 1850. Ia wafat pada tanggal 24 Agustus 1856. Paus Pius XII menyatakannya sebagai santa pada tahun 1951.

Apakah aku cenderung untuk cepat menyerah ketika keadaan tampak sulit? Aku dapat berdoa ketika segalanya tampak berat dan memohon kepada Yesus untuk menganugerahiku kekuatan dan kesabaran.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Gregorius Barbarigo, Uskup dan Pengaku Iman 
Gregorius Barbarigo lahir pada tahun 1625 dari sebuah keluarga bangsawan di Venesia, Italia. Banyak kaum kerabatnya berjasa bagi Gereja dan tanah airnya. Semasa kecilnya, keluarganya mengungsi ke tempat lain untuk menghindari bahaya wabah pes yang berkecamuk pada waktu itu. Ibunya meninggal dunia ketika ia berusia tujuh tahun. Sepeninggal ibunya di pengungsian itu, Gregorius bersama ayah dan saudara-saudaranya kembali lagi ke Venesia. Di Venesia, ia memulai pendidikan dasarnya.

Tatkala berusia 18 tahun (1648), Gregorius melanjutkan studinya ke Jerman atas biaya pemerintah Venesia. Ia berada disana selama 5 tahun. Setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke Venesia dan mulai meniti kariernya. Selama berada di Jerman, Gregorius bertemu dan berkenalan dengan Kardinal Fabius Chigius, yang kemudian menjadi Paus Aleksander VII ( 1655-1667 ). Kardinal ini mengenal baik Gregorius sebagai anak asuhnya. Atas pengaruh kardinal, Gregorius kemudian melanjutkan studi lagi hingga ditabhiskan menjadi imam pada umur 30 tahun. 

Sebagai imam baru, ia ditempatkan di Roma. Ia melayani Sakramen-sakramen, mengajar agama untuk anak-anak, mengunjungi orang-orang sakit serta menolong dan menghibur orang-orang yang berkesusahan. Kecintaannya kepada umatnya sungguh luar biasa. Hal ini nyata-nyata ditunjukkan tatkala penyakit sampar menimpa banyak orang. Ia menolong dan merawat orang-orang sakit itu tanpa mempedulikan kesehatan dan hidupnya sendiri. 

Pada tahun 1657, dalam usia 32 tahun, ia diangkat menjadi uskup di Bergamo. Mulanya ia segan menerima jabatan mulia ini, sehingga dengan rendah hati ia meminta Sri Paus untuk membatalkan kembali penunjukkan ini. Tetapi atas peneguhan Sri Paus, Gregorius menerima juga jabatan Uskup ini. Tak lama kemudian, pada tahun 1660, ia diangkat menjadi Kardinal. Empat tahun kemudian, ia diangkat sebagai uskup di Padua hingga ia meninggal dunia. 

Sebagai Uskup, ia memilih Santo Carolus Borromeus sebagai tokoh pujaannya. Ia mengunjungi semua paroki untuk meneguhkan umat dan iman-imannya. Untuk meningkatkan semangat iman dan mutu hidup iman umatnya, terlebih dahulu ia membina imam-imamnya. Ia selalu menegaskan pentingnya menghayati imamat sebaik-baiknya. Katanya: “Untuk memperoleh umat yang saleh dan dewasa imannya, perlulah pertama-tama membina imam-imam yang saleh dan suci.” Untuk itu, ia menaruh perhatian istimewa pada pendidikan di seminari-seminari sebagai taman pendidikan imam.

Karena tenaga rohaniwan sangat kurang, maka ia melibatkan juga kaum awam dan guru-guru Katolik untuk mengajar agama, baik di sekolah-sekolah maupun di antara umat. Di seminari ia mewajibkan pelajaran bahasa-bahasa Timur, supaya kelak dapat memperoleh imam-imam yang cakap untuk berkarya di Konstantinopel (Istambul). 

Sebagai kardinal, beliau biasanya mengikuti konklaf. Dua kali menolak menjadi Paus, meskipun rekan-rekannya mendesak untuk menduduki Tahkta Santo Petrus. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Juni. Pada tanggal 26 Mei 1960, ia digelari “Santo" (Kudus) oleh Sri Paus Yohanes XXIII (1958-1963).Sumber : http://www.imankatolik.or.id

18 Juni, 
B. Gregorius Barbarigo
Beato Gregorius Barbarigo dilahirkan pada tahun 1625. Ia dibesarkan dan dididik di kota kelahirannya Venice, Italia. Pada usia duapuluhtahunan, ia dipilih oleh para pejabat Venice untuk mewakili mereka di Munster, Jerman, dalam suatu peristiwa penting. Para pemimpin mengadakan pertemuan guna menandatangani Pakta Westphalia pada tanggal 24 Oktober 1648. Pakta ini akan mengakhiri perang selama tigapuluh tahun. Perang ini, yang dimulai pada tahun 1618, terjadi di Jerman, melibatkan pasukan-pasukan lokal Swedia dan Perancis dan pada dasarnya dipicu oleh kesalahpahaman antara Katolik-Protestan.

Di Munster, Beato Gregorius bertemu dengan utusan paus. Utusan ini kelak menjadi Paus Alexander VII pada tahun 1655. Sang utusan mengenali kebaikan serta kualitas spiritual Pater Gregorius. Ia mentahbiskannya sebagai Uskup Bergamo, Italia. Pada tahun 1660, paus memanggilnya kembali ke Roma. Kali ini bapa suci mengangkat Uskup Gregorius sebagai kardinal dan menugaskannya ke Padua.

Beato Gregorius melewatkan sisa hidupnya di kota yang telah menjadi terkenal karena St Antonius ini. Orang sering mengatakan bahwa Kardinal Barbarigo adalah bagaikan Kardinal Borromeus yang kedua. Kardinal Barbarigo mengamalkan hidup sederhana penuh matiraga. Ia memberikan sejumlah besar uang untuk kepentingan-kepentingan amal kasih. Ia membiarkan pintu kediamannya terbuka dan senantiasa siap melayani orang yang datang dengan masalah. Ia mendirikan sebuah perguruan tinggi dan seminari yang unggul demi mendidik para pemuda untuk menjadi imam-imam yang baik. Ia memperlengkapi seminari dengan perpustakaan kelas satu dengan banyak karya tulis para Bapa Gereja Perdana dan buku-buku mengenai Kitab Suci. Ia bahkan memperlengkai seminari dengan sebuah percetakan.

Beato Gregorius Barbarigo wafat pada tanggal 15 June 1697 dalam usia tujuhpuluh dua tahun. Ia dimaklumkan sebagai “beato” pada tahun 1761 oleh Paus Klemens XIII.   

Bagaimanakah aku menyambut mereka yang datang kepadaku untuk meminta pertolongan? Aku dapat mohon kepada Tuhan untuk menjadi seorang yang murah hati dan berbelaskasih agar aku dapat membawa sebanyak mungkin orang semakin dekat pada-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Leontius, Hipatios dan Teodulus, Martir
Ketiga martir abad kedua ini adalah anggota pasukan khusus kekaisaran. Leontius yang berpangkat perwira, dibunuh karena mengkristenkan dua tentaranya, yaitu Hipatios dan Teodulus. Hipatios dan Teodulus pun dibunuh bersama Leontius di Tripolis.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

19 Juni, 
S. Romualdus
Romualdus, seorang bangsawan Italia, dilahirkan sekitar tahun 951 di Ravenna, Italia. Ketika berumur dua puluh tahun, ia terguncang melihat ayahnya membunuh orang dalam suatu duel. Romualdus pergi ke biara Benediktin. Ia ingin hidup benar. Ia juga ingin melakukan silih atas perbuatan ayahnya yang kejam. Alam dan kehidupan biara merupakan hal baru bagi Romualdus. Ia terbiasa hidup mewah dan santai. Pemuda bangsawan itu terkesan dengan teladan hidup para biarawan. Karenanya, ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawan pula. Ia mohon pada seorang pertapa yang baik bernama Marinus untuk mengajarkan kepadanya bagaimana menjadi kudus. Keduanya, Marinus dan Romualdus, melewatkan hari-hari mereka dengan memuji dan mencintai Tuhan. Sergius, ayah Romualdus, datang untuk melihat cara hidup baru yang ditempuh puteranya. Ayahnya terperanjat melihat kesederhanaan dan semangat pengangkalan diri. Ia sadar bahwa pastilah terdapat sukacita besar di sana karena puteranya dengan rela memilih untuk tinggal di sana. Itulah yang dikehendakinya. Ia meninggalkan harta kekayaannya lalu mengikuti jejak puteranya dan melewatkan sisa hidupnya sebagai seorang biarawan juga.

Di kemudian hari, Romualdus membentuk Kongregasi Benediktin Kamaldoli (OSB Cam). Ia menjelajah seluruh Italia untuk membentuk pertapaan-pertapaan dan biara-biara. Ke mana pun ia pergi, ia memberikan teladan penyangkalan diri yang mengagumkan bagi para biarawannya. Selama satu tahun penuh, yang menjadi makanannya setiap hari hanyalah sejumput kacang rebus. Kemudian selama tiga tahun, ia hanya makan dari sedikit hasil tanaman yang ia tanam sendiri. Melalui mati raga yang dilakukannya itu, Romualdus semakin dekat dengan Tuhan.

Romualdus wafat pada tanggal 19 Juni 1027 di biara Valdi-Castro. Ia berada sendirian di kamarnya dan wafat dengan tenang, tanpa diragukan lagi dengan membisikkan doa kesukaannya: “Oh, Yesus-ku yang manis! Tuhan hatiku! Sukacita bagi jiwa-jiwa murni! Tujuan dari segala yang aku dambakan!”

Bagaimana aku menghargai doa dalam hidupku? Apakah Yesus telah menjadi pusat hidupku? Kiranya Yesus menganugerahkan padaku rahmat untuk senantiasa mengarahkan pikiranku dan hatiku pada-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Gervasius dan Protasius, Martir
Gervasius dan Protasius adalah anak-anak dari Santo Vitalis yang dibunuh di Ravenna karena Kristus dan Santa Valeria yang mati sebagai martir di Milano. Kedua kakak beradik ini dibunuh di Milano pada tahun 170 karena imannya kepada Kristus. Mereka di kuburkan di Milano. Kerangka mereka ditemukan kembali oleh Santo Ambrosius berdasarkan suatu ilham pada tahun 386 di dekat makam Santo Nabot.

Santa Yuliana Falconieri, Biarawati
Yuliana lahir pada tahun 1270 dan meninggal dunia pada tahun 1341. Sebagai pendiri Tarekat Biarawati Servita, ia sangat dihormati. Semangatnya untuk meneladani pamannya Santo Aleksis, pendiri Ordo Servita, mendorongnya untuk melakukan hal yang sama bagi kaum wanita. Kiranya Tuhan sudah menanamkan benih-benih panggilan Ilahi dalam dirinya sejak masa kecilnya, sebab Yuliana kecil sudah menjadi anggota ketiga Ordo Servita, yang didirikan pamannya, sejak berumur 8 tahun. Keanggotaannya waktu itu dijalaninya dengan tetap tinggal bersama ibunya di rumah, sampai ibunya meninggal pada tahun 1304. 

Sepeninggal ibunya, ia tinggal bersama beberapa orang wanita lainnya di sebuah rumah yang kemudian menjadi pusat biara suster-suster Servita. Tarekat ini mengabdikan diri pada hidup komtemplatif dan hidup aktif dengan melakukan berbagai karya amal. Kemudian Yuliana diangkat menjadi pimpinan tertinggi tarekat itu. Kesalehan hidupnya dan kebijaksanaannya membuat ia mampu memimpin tarekat itu hingga berkembang pesat dan dikenal luas. Ketika ia meninggal dunia pada tahun 1341, ia menerima secara ajaib Bekal Suci Tubuh Kristus. Ia digelari “kudus” pada tahun 1737.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

20 Juni, http://www.indocell.net/yesaya/1x1.gifB. Michelina
Michelina dilahirkan pada tahun 1300 di Pesaro, Italia. Keluarganya kaya dan ia menikah dengan seorang kaya pula. Michelina punya pembawaan riang gembira. Ia senantiasa tampak seperti tidak punya masalah apa pun. Tetapi, ketika usianya baru dua puluh tahun, suaminya meninggal. Tiba-tiba saja, Michelina merasa sendirian di dunia ini dengan seorang putera kecil untuk dibesarkan.

Ibu muda ini tampak bersemangat menemukan kebahagiaan dari segala yang ada di sekelilingnya. Hidupnya menjadi serangkaian pesta pora, hura-hura dan santapan mewah. Rasanya ia tidak akan pernah puas menikmati segala kesenangan yang ditawarkan dunia. Setelah beberapa waktu berselang, ia sadar bahwa ia harus menyisihkan lebih banyak waktu untuk puteranya. Ia juga harus bertanggung jawab atas cara ia mempergunakan harta dan waktunya. Ia merasa jiwanya kosong. Akhirnya, Michelina mulai tenang dan menjadi seorang dewasa yang bertanggung jawab.

Di Pesaro, tinggallah seorang Fransiskan awam yang kudus bernama Syriaca. Ia tahu bahwa Michelina adalah seorang yang baik yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan agar lebih beriman. Syriaca dan Michelina menjadi sahabat. Syriaca memberikan pengaruh yang besar kepada sahabatnya itu. Michelina mulai rajin berdoa. Ia merawat anaknya dan mengurus rumahnya dengan penuh perhatian. Ia melewatkan waktu luangnya untuk melayani mereka yang miskin dan yang membutuhkan pertolongan. Ia mengunjungi mereka yang kesepian dan merawat mereka yang terlalu tua atau terlalu sakit untuk dapat mengurus dirinya sendiri. Pada akhirnya, ia menjadi seorang Fransiskan awam. Awalnya, para sanak saudara khawatir ketika ia meninggalkan baju-baju mewahnya dan mulai makan makanan sederhana. Tetapi kemudian, mereka yakin bahwa Michelina sungguh telah menjadi seorang beriman.

Michelina tinggal di rumah yang sama di Pesaro sepanjang hidupnya. Ia wafat pada tahun 1356 dalam usia lima puluh enam tahun. Untuk mengenangnya, penduduk kota Pesaro memasang sebuah lampu yang senantiasa menyala di rumahnya. Pada tahun 1590, rumah Beata Michelina dibangun menjadi gereja.

Adakah aku mengenal seseorang yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan agar lebih beriman?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Silverius, Paus dan Martir
Silverius dikenal sebagai seorang yang bersemangat, berani, jujur dan tidak takut melakukan kewajibannya. Tetapi justru karena sifat-sifat ini, ia mengalami banyak penderitaan.
Ia terpilih menjadi Paus pada tahun 536 menggantikan Paus Agapitus. Dalam kepemimpinannya ia memecat Batrik Anthimus di Konstantinopel karena ajaran bidaah yang disebarkannya. Tetapi Batrik Anthimus dilindungi oleh Teodosia, istri kaisar. Teodosia meminta kepada Paus Silverius agar Batrik Anthimus dimaafkan dan diangkat kembali sebagai Patriark Konstantinopel.

Tetapi karena Anthimus sendiri tidak bersedia mengubah sikapnya, maka permintaan Teodosia itu secara halus ditolak oleh Silverius. Silverius berani mengatakan penolakan itu meskipun ia tahu bahwa tindakannya itu akan mendatangkan malapetaka atas dirinya. Kepada seorang anak Teodosius, Silverius mengatakan: “Sudah jelas bagiku apa yang akan terjadi atas diri. Penolakanku terhadap permintaan Teodosia, ibumu, tentu menimbulkan kemarahan besar.” Akhirnya terjadi pula apa yang dirasakannya. Ia ditangkap oleh panglima Belisarius di Roma, dan dibuang sebagai tawanan di sebuah tempat sunyi di Asia Kecil. Kemudian atas usul kaisar Vigilius, Paus Silverius kembali ke tahktanya. Tetapi ia tetap tidak bersedia mengangkat seorang pengajar aliran sesat menjadi patriark. Ia sekali lagi ditangkap dan dibuang ke Palmaria, tempat ia meninggal dunia dalam keadaan serba kekurangan dan penderitaan besar pada tahun 538. Ia memimpin Gereja selama dua tahun dengan penuh penderitaan. ---------------------Sumber : http://www.imankatolik.or.id

21 Junihttp://www.indocell.net/yesaya/1x1.gif
S. Aloysius Gonzaga
Aloysius, santo pelindung pemuda pemudi Katolik, dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1568. Karena ia begitu penuh semangat hidup, ayahnya berangan-angan agar kelak ia menjadi seorang perwira yang hebat. Ketika Aloysius baru berumur lima tahun, ayahnya mengajaknya ke kemah tentara. Di sana, Aloysius kecil ikut berarak dalam barisan. Suatu hari, ia bahkan berhasil mengisi dan menembakkan senapan ketika pasukan tentara sedang beristirahat. Ia juga belajar umpatan dan kata-kata kasar dari para prajurit. Ketika mengetahui apa arti kata-kata tersebut, Aloysius merasa menyesal bahwa ia telah mengucapkannya.

Pemuda Aloysius dikirim ke istana-istana para raja dan pangeran. Kelicikan, kedengkian dan kecemaran merupakan hal biasa di sana. Tetapi, semuanya itu mempengaruhi St. Aloysius hanya dalam satu hal, yaitu lebih berhati-hati agar tetap hidup sesuai tanggung jawab Kristianinya. Aloysius jatuh sakit. Hal itu memberinya kesempatan untuk mempergunakan lebih banyak waktu untuk berdoa dan membaca buku-buku yang baik. Ketika Aloysius berumur enam belas tahun, ia memutuskan untuk menjadi seorang imam Yesuit. Ayahnya menentang keinginannya itu.

Tetapi, setelah tiga tahun, akhirnya ia mengijinkannya juga. Begitu bergabung dengan Yesuit, Aloysius wajib melakukan pekerjaan-pekerjaan berat dan kasar. Ia melayani di dapur dan mencuci piring-piring kotor. Ia biasa mengatakan, “Aku ini sepotong besi yang bengkok. Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan laku tobat.”

Ketika suatu wabah menyerang kota Roma, Aloysius mohon agar diijinkan merawat mereka yang sakit. Dia, yang biasa dilayani oleh pelayan-pelayan, dengan senang hati menyeka mereka yang sakit serta merapikan tempat tidur mereka. Ia melayani orang-orang sakit hingga akhirnya penyakit itu menyerangnya juga.

St. Aloysius baru berusia dua puluh tiga tahun ketika ia wafat pada malam tanggal 20 Juni 1591. Ia hanya mengatakan, “Aku akan pergi ke surga.” Jenazah St. Aloysius Gonzaga disemayamkan di Gereja St. Ignatius di Roma. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun 1726.

Bagaimana aku bersikap ketika aku merasa orang-orang lain memaksaku untuk mengatakan atau melakukan hal-hal yang tidak pantas? Aku harus berdoa mohon keberanian untuk melakukan apa yang benar.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

22 Juni,
S. Paulinus dari Nola
St. Paulinus dilahirkan sekitar tahun 353 di Bordeaux, Perancis. Ayahnya seorang gubernur dan seorang tuan tanah yang kaya-raya. Paulinus mendapat pendidikan yang baik. Ia menjadi seorang pengacara dan seorang penyair. Ia bepergian ke seluruh Perancis, Spanyol dan Italia, kemana saja pekerjaan atau kesenangan membawanya. Pada tahun 381, pada usia duapuluh delapan tahun, ia menjadi Gubernur Campania, Italia.

Ketika ia berumur tigapuluh enam tahun, Paulinus menjadi Katolik. Ia dan isterinya, Theresia, mempunyai seorang anak, seorang putera. Ketika putera mereka meninggal, mereka membagikan seluruh harta kekayaan mereka kepada orang-orang miskin. Mereka menyisakan hanya yang mereka perlukan untuk bertahan hidup. Paulinus dan Theresia sepakat bahwa mereka akan hidup sederhana. Pasangan tersebut berdoa dan bermatiraga. Mereka juga memilih untuk mengucapkan kaul kemurnian guna menyatakan cinta mereka kepada Yesus. Paulinus dan isterinya amat dihormati oleh masyarakat Kristen. Mereka sungguh gembira ketika akhirnya Paulinus memutuskan menjadi seorang imam pada tahun 394. Ia dan Theresia kemudian membentuk suatu komunitas kecil para biarawan di Nola, Italia. Mereka membuka tempat penampungan bagi mereka yang miskin dan para peziarah juga.

Paulinus dan Theresia memutuskan untuk tinggal di Nola. Paulinus ingin tinggal dekat tempat ziarah salah seorang santo favoritnya, St. Felix dari Nola. St. Felix adalah seorang imam dan uskup yang wafat pada tahun 260. Ia menjadi pembela umatnya semasa penganiayaan yang kejam oleh Kaisar Decius. Uskup Felix terkenal karena ketekunannya dalam doa, kasihnya bagi orang banyak, dan cara hidupnya yang miskin. Seabad kemudian, Paulinus mohon bantuan doanya dan menulis tentang dia. Paulinus merasakan keyakinannya bertambah dengan bantuan St. Felix. Kesamaan apa gerangan yang dimiliki mantan Gubernur Romawi ini dengan St. Felix? Lebih dari yang dapat diperkirakan St. Paulinus sendiri. Pada tahun 409, ia dipilih menjadi Uskup Nola. Umat merasa sangat gembira. Ia seorang yang bijaksana, seorang uskup yang lemah lembut, sama seperti St. Felix. St. Paulinus dipuji banyak orang kudus yang hidup pada jamannya, St. AmbrosiusSt. AgustinusSt. HieronimusSt. Martinus dari Tours dan lain-lain. Walaupun sebagian dari tulisannya yang berharga hilang, tigapuluh dua syair dan limapuluh satu suratnya masih dapat diselamatkan. St. Paulinus menjabat Uskup Nola hingga akhir hayatnya pada tahun 431.

“Dengan segenap hati aku berdoa demi harapan akan surga, karena harapan dan iman jauh lebih bernilai daripada segala kekayaan dunia ini.”
~ St. Paulinus dari Nola

S. Yohanes Fisher
Yohanes Fisher dilahirkan di Yorkshire, Inggris, pada tahun 1469. Ia belajar di Universitas Cambridge dan menjadi seorang imam. Pater Fisher mengajar di Cambridge juga. Ia seorang guru yang mengagumkan yang membantu para muridnya berkembang pula dalam pengetahuan iman. Ia seorang teolog. Pater Fisher teristimewa sangat membantu dalam menjelaskan kesalahan-kesalahan religius pada masa itu yang membingungkan sebagian orang.

Pada tahun 1504, Pater Fisher ditahbiskan sebagai Uskup Rochester, Inggris. Keuskupan Rochester adalah sebuah keuskupan yang miskin dan Uskup Fisher tinggal di sana sebagai gembala umat selama tigapuluh tahun. Jadi, Uskup Fisher menjalankan dua peran penting. Ia adalah bapa uskup dari keuskupan Rochester dan pimpinan Universitas Cambridge. Pada tahun 1514, ia ditunjuk sebagai pemimpin universitas seumur hidup. Uskup Fisher juga menjadi bapa pengakuan ibunda Raja Henry VIII. Nama ibu suri adalah Elizabeth dari York. Uskup Fisher mempunyai banyak teman, termasuk Erasmus, seorang sarjana terkenal, dan St. Thomas More. Tak seorang pun, baik Uskup Fisher maupun Thomas More, yang tahu bahwa mereka akan dirayakan pestanya bersama-sama dalam kalender orang kudus.

Tentu bukan suatu hal yang menyenangkan ketika Uskup Fisher dijebloskan ke dalam penjara pada tahun 1533. Ia dipenjarakan karena bersikukuh menyatakan bahwa perkawinan raja dan Ratu Katarina adalah sah. Kemudian Henry VIII menceraikan Katarina dan menikahi Anne Boleyn secara sipil. Raja menghendaki rakyat menyatakan sumpah setia kepadanya. Ia menjadikan dirinya pemimpin Gereja Inggris. Uskup Fisher tidak mau bersumpah setia. Karenanya ia dibuang ke Menara London. Menara tersebut pengap dan perlakuan di sana sungguh kasar. Uskup Fisher banyak menderita sengsara, tetapi ia tetap tidak mau mengingkari imannya. Meskipun pada masa itu tidak ada televisi dan radio, rakyat tahu apa yang dialami Uskup Fisher, Sir Thomas More dan yang lainnya. Mereka sungguh terpukul dan menjadi sedih. Pada tanggal 12 Juni 1535, Paus Paulus III mengangkat Uskup Fisher sebagai kardinal. Dengan berbuat demikian, Bapa Suci berharap agar Henry membebaskannya. Tetapi, hal tersebut malahan menjadikan raja semakin murka. Ia menginginkan kematian Kardinal Fisher. Yohanes Fisher wafat sebagai martir pada tanggal 22 Juni 1535. Bersama dengan sahabatnya, St. Thomas More, Kardinal Yohanes Fisher dinyatakan kudus oleh Paus Pius XI pada tahun 1935.

Orang kudus kita ini berpegang teguh pada kebenaran imannya, bahkan hingga harus mengurbankan nyawa. Sekarang, kita pun dapat mewartakan iman kita dengan kesaksian hidup kita.

S. Thomas More
Thomas More adalah seorang pengacara dan penulis yang terkenal. Ia dilahirkan di London pada tahun 1477. Ayahnya seorang pengacara dan juga hakim. Thomas amat berterima kasih kepada ayahnya oleh karena ia penuh kasih sayang, namun tidak memanjakannya.

Isteri pertama Thomas, Jane Colt, meninggal dalam usia muda. More ditinggal sendirian bersama keempat anak mereka yang masih kecil. Thomas menikah lagi dengan seorang janda, seorang wanita sederhana yang bahkan tidak dapat membaca dan menulis. Suaminya berusaha mengajarinya dengan sabar. Thomas menjadikan kehidupan rumah tangganya menyenangkan bagi seluruh anggota keluarga, sebab ia seorang yang amat menyenangkan. Pada waktu makan, salah seorang anak akan membacakan Kitab Suci. Kemudian mereka bercakap-cakap dan bersendau gurau. St. Thomas kerap mengundang para tetangga yang miskin untuk bersantap bersama mereka. Ia senantiasa membantu mereka yang miskin selama ia mampu. St. Thomas suka menggembirakan hati para tamunya dengan kejutan-kejutan menyenangkan. Ia bahkan memelihara beberapa ekor monyet lucu di rumahnya.

Sedikit saja yang dapat membayangkan betapa mendalam kehidupan rohaninya. St. Thomas berdoa beberapa jam lamanya tengah malam dan juga melakukan mati raga. Ia sungguh sadar bahwa menjadi seorang Kristen sejati membutuhkan rahmat serta pertolongan dari Tuhan.

Thomas menduduki berbagai jabatan penting dalam pemerintahan. Selama tiga tahun, ia menjabat sebagai penasehat negara, istilah lain bagi perdana menteri. Henry VIII biasa melingkarkan tangannya ke pundak Thomas sebagai tanda kasih kepadanya. Namun demikian, meskipun orang kudus kita ini seorang pejabat negara yang sangat setia, ia menempatkan kesetiaannya kepada Tuhan di atas segala-galanya. Ketika raja mencoba membuatnya melanggar hukum Tuhan, Thomas menolak. Henry ingin menceraikan isterinya agar dapat menikah dengan seorang wanita lain. Tetapi, Bapa Suci tidak dapat memberi ijin seperti itu, karena hal demikian melanggar hukum Tuhan. Raja Henry seorang yang keras kepala, akhirnya ia meninggalkan Gereja. Ia menghendaki semua orang menghormatinya sebagai kepala Gereja di Inggris. Thomas tidak dapat melakukan hal demikian. Ia memilih untuk tetap setia kepada iman Katolik dan kepada Tuhan. Karena itu, St. Thomas dijatuhi hukuman mati. St. Thomas mengampuni para hakim. Ia bahkan mengatakan berharap untuk berjumpa dengan mereka di surga. Dan ia sungguh bermaksud demikian.

Di tempat pelaksanaan hukuman mati, di mana ia akan digantung, St. Thomas mencium pipi algojo. Kemudian ia bergurau, mengatakan bahwa janggutnya janganlah sampai terpotong sebab janggutnya itu tidak bersalah. St. Thomas wafat sebagai martir pada hari Selasa, tanggal 6 Juli 1535, dalam usia lima puluh tujuh tahun. Bersama sahabatnya, Uskup Yohanes Fisher, Sir Thomas More dinyatakan kudus oleh Paus Pius XI pada tahun 1935.

“Tidak suatu pun terjadi apabila bukan kehendak Tuhan. Dan aku sungguh yakin bahwa segala yang terjadi, sungguh pun buruk tampaknya, adalah sungguh benar yang terbaik.” ~ St. Thomas More   

S. Yulia Billiart
Maria Rosa Yulia Billiart dilahirkan di Belgia pada tahun 1751. Pamannya, seorang guru desa, mengajarinya membaca dan menulis. Yulia terutama senang sekali belajar katekismus (pelajaran agama). Ketika usianya baru tujuh tahun, ia sudah menerangkan kebenaran iman kepada anak-anak kecil lainnya. Ketika orangtuanya jatuh miskin, Yulia bekerja keras untuk membantu menopang keluarganya. Ia bahkan ikut pergi menuai hasil panenan. Namun demikian, ia selalu menyisihkan waktu untuk berdoa, mengunjungi mereka yang sakit, dan mengajarkan katekese.

Ketika Yulia masih seorang wanita muda, ia menderita sakit parah yang menyebabkannya lumpuh total. St. Yulia tidak lagi dapat bekerja, tetapi ia mempersembahkan doa-doanya kepada Tuhan agar banyak orang dapat menemukan kebahagiaan sejati bersama-Nya. Yulia merasa jauh lebih akrab dengan Tuhan daripada sebelumnya. Ia tetap mengajarkan katekese dari pembaringannya.

Yulia seorang yang penuh dengan Roh Kudus. Banyak orang datang kepadanya untuk meminta nasehat sebab ia dapat membantu mereka mendekatkan diri kepada Yesus dan mengamalkan iman mereka dengan penuh cinta. Ia mendorong semua orang untuk menerima Komuni Kudus sesering mungkin. Kasih Yulia kepada Tuhan membangkitkan semangat banyak wanita muda. Mereka rela mengorbankan waktu serta kekayaan mereka untuk karya amal kasih. Dengan Yulia sebagai pemimpin, mereka membentuk Kongregasi Suster-suster dari Notre Dame de Namur.

Suatu ketika, seorang imam mengadakan misi di kota di mana Yulia tinggal. Ia meminta Yulia untuk melakukan novena bersamanya bagi suatu intensi yang dirahasiakan olehnya. Setelah lima hari, yaitu pada Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus, imam berkata: “Moeder, jika anda memiliki iman, majulah satu langkah demi menghormati Hati Yesus Yang Mahakudus.” Moeder Billiart, yang telah lumpuh selama duapuluh dua tahun, berdiri dan disembuhkan!

St. Yulia menghabiskan sisa hidupnya untuk mempersiapkan para gadis yang hendak menjadi biarawati. Ia mengurus kongregasinya. Ia banyak menderita oleh karena mereka yang tidak mengerti karyanya, namun St. Yulia senantiasa mengandalkan Tuhan. Kata-kata kesukaannya ialah: “Betapa baiknya Allah yang baik itu.” Tuhan meyakinkan Yulia bahwa suatu hari kelak, kongregasi religiusnya akan berkembang menjadi amat besar. Dan itulah yang terjadi. Meskipun St. Yulia telah wafat pada tanggal 8 April 1816, saat ini ada banyak suster dari kongregasi St. Yulia yang tersebar di seluruh dunia. Moeder Yulia dinyatakan kudus oleh Paus Paulus VI pada tahun 1969.

“Betapa baiknya Allah yang baik itu.” ~ St. Yulia Billiart
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Albanus, Martir
Riawayat hidup Albanus ditulis oleh Santo Beda kira-kira pada tahun 700. Albanus adalah orang Kristen pertama yang dibunuh di kepulauan Britania, dan martir Inggris pertama pada akhir abad ketiga. Sejak abad pertama, kepulauan Britania berada di bawah kekuasaan Romawi. Iman Kristen yang berkembang di sana dibawa oleh tentara-tentara Roma yang beragama Kristen. Pada masa penganiayaan umat Kristen di seluruh Kekaisaran Romawi sewaktu Diokletianus menjadi kaisar, ada seorang imam yang dikejar-kejar oleh tentara-tentara Romawi. Imam ini bersembunyi di rumah Albanus, seorang kafir. Selama persembunyiannya, Imam ini mengajari Albanus ajaran-ajaran iman Kristen.Pada suatu hari, Albanus mengenakan pakaian imam itu dan berjalan-jalan diluar rumahnya. Ia segera ditangkap dan diseret ke pengadilan. Dengan berani ia mengakui diri sebagai penganut agama Kristen. Karena itu pengadilan Romawi segera menjatuhkan hukuman pacung atas dirinya di atas sebuah bukit disebut Verulamium. Oleh orang Inggris, bukit ini disebut bukit Saint Albans.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

23 Juni, 
S. Yosephus Cafasso
Yosephus Cafasso dilahirkan pada tahun 1811 di Italia utara, dekat kota Turin. Empat tahun kemudian, pada tahun 1815, salah seorang muridnya yang paling terkenal, St. Yohanes Bosco, dilahirkan di kota yang sama. Yosephus berbahagia mempunyai orangtua yang sangat mengasihinya, yang rela berkurban demi pendidikannya. Ia pergi ke Turin agar dapat bersekolah di seminari. Yosephus bertemu Yohanes Bosco pada tahun 1827 ketika Bosco berumur dua belas tahun. Bosco berbicara kepada seminaris Cafasso di gereja dan kemudian lari sepanjang perjalanan pulang ke rumah. “Mama, mama,” teriak Yohanes, “aku bertemu dengannya, aku bertemu dengannya, mama!” “Dengan siapa?” tanya ibunya. “Yosephus Cafasso, mama. Ia seorang kudus, sungguh.” Ibu Bosco tersenyum dan mengangguk dengan lembut.

Pada tahun 1833, Yosephus ditahbiskan sebagai imam. Ia memulai tugas pelayanannya dan diutus belajar di sebuah sekolah teologi yang hebat bagi para imam. Setelah Pater Cafasso menamatkan pelajarannya, ia menjadi seorang profesor teologi. Ia mengajar banyak imam muda selama bertahun-tahun. Mereka mengatakan bahwa ia sangat mengasihi mereka. Pater Cafasso dikenal sebagai imam yang percaya akan kelemahlembutan dan belas kasih Allah. Karena ia sendiri begitu lembut hati, ia membangkitkan semangat dan pengharapan pada orang-orang lain juga. Ia membimbing banyak imam, kaum religius dan awam juga. Pater Cafasso membantu Yohanes Bosco memulai pelayanan kerasulannya yang mengagumkan di antara anak-anak. Ia juga yang membimbing Pater Bosco memulai ordo religiusnya yang dikenal sebagai Salesian. Pater Cafasso membimbing yang lain pula membentuk ordo atau kongregasi mereka.

Pada masa Pater Cafasso, ada begitu banyak kebutuhan sosial. Salah satunya yang paling mendesak adalah sistem penjara. Keadaan penjara amat menjijikkan. Tetapi, yang sungguh menggerakkan hati Pater Cafasso adalah kebiasaan melaksanakan hukuman gantung bagi para narapidana yang dihukum mati di hadapan masyarakat umum. Pater Cafasso datang kepada mereka dan menerima pengakuan dosa mereka. Ia mendampingi mereka, mengatakan betapa melimpahnya belas kasih dan kerahiman Tuhan bagi mereka hingga ajal menjemput mereka. Ia membimbing lebih dari enam puluh orang narapidana. Mereka semuanya bertobat dan meninggal dalam damai Kristus. Pater Cafasso menyebut mereka sebagai “para kudusnya yang digantung”.

Pater Cafasso juga menjadi pastor di Gereja St. Fransiskus pada tahun 1848. Tak seorang pun sanggup mengatakan betapa besar pengaruhnya bagi masyarakat dan karya-karya Gereja. Pater Cafasso wafat pada tanggal 23 Juni tahun 1860. Sahabat setianya, St. Yohanes Bosco, yang menyampaikan homili pada saat pemakamannya. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius XII pada tahun 1947.

Hidup St. Yosephus Cafasso ditandai oleh kelemahlembutan dan pengertian. Bagaimana aku memperlakukan sesama saudaraku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Etheldreda, Pengaku Iman
Santa Etheldreda yang disebut juga “Santa Audrey”, lahir di Exning, Suffolk, Inggris kira-kira pada tahun 630. Ia adalah puteri Raja Anna dari Anglia Timur dan saudara St. Sexburga, St. Ethelburga dan St. Withburga. 

Walaupun Santa Etheldreda menikah dua kali-keduanya karena alasan kenegaraan, ia tetap bersikeras menghayati kaul kemurnian hidup bagi Allah. Suaminya yang pertama setuju menjalankan pantang perkawinan demi tagaknya kaul kemurnian itu. Ketika suaminya meninggal, ia mengundurkan diri ke Pulau Ely, salah satu wilayah yang berada di bawah kekuasaan Inggris. Disini Etheldreda menyepi seorang diri dalam khlawat yang mendalam.

Di kemudian hari, dia memenuhi keinginan keluarganya, ia menikah lagi dengan Pangeran Muda Egfrid dari Northumbria. Mulanya, Etheldreda sanggup menjalankan kaul kemurnian tanpa ada gugatan dari Egfrid suaminya; namun ketika Egfrid menjadi Raja Northumbria, ia menuntut Etheldreda agar memenuhi kewajibannya sebagai isteri. Ia menuntut penghayatan hidup perkawianan yang sungguh-sungguh sebagaimana layaknya suami dan isteri. Dengan tegas Etheldreda menolak tuntutan Egfrid itu karena ia tidak sudi mengkhianati kaulnya. Ia meminta bantuan Santo Wilfrid, Uskup York, untuk mendukung pendiriannya dan memperkuat keputusannya. Dengan dukungan Winfrid, Etheldreda kembali ke Ely untuk bertapa dan berdoa. Disana ia mendirikan sebuah biara pada tahun 673. Sebagai abbas, ia memimpin biaranya dengan aturan hidup yang keras.

Etheldreda meninggal dunia pada tanggal 23 Juni 679 di Pulau Ely. Jenazahnya dikuburkan di Ely. Konon terjadi banyak sekali mukzijat di kuburnya.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

24 Juni, Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis
Ayah Yohanes ialah Zakarias, seorang imam di Yerusalem. Ibunya Elisabeth adalah seorang puteri keturunan kaum Harun. Kedua orang tua ini saleh tetapi tidak mempunyai anak sampai hari tuanya, sebab Elisabeth mandul. Mereka sungguh mengharapkan seorang anak, namun usia yang sudah lanjut sungguh menipiskan harapan itu. Meski demikian mereka tetap berharap pada Tuhan dan berkanjang dalam dosa. Doa-doa mereka kiranya dikabulkan Tuhan. Sekali peristiwa, ketika Zakarias mendapat giliran melayani Tuhan di Bait Allah, tampaklah kepadanya Malaikat Gabriel. “Jangan takut Zakarias, karena Allah mengabulkan permohonanmu; Elisabeth isterimu akan mengandung dan melahirkan bagimu seorang anak laki-laki dan haruslah kau namai dia Yohanes… Ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia untuk membuat hati-hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagiNya”, kata malaikat itu kepadanya (Luk1:5-25).Zakarias menjadi bisu dan tidak dapat berbicara karena ia ragu dan tidak percaya kepada khabar dari malaikat Allah itu. Ia baru dapat sembuh dan dapat berbicara lagi ketika Yohanes lahir, terutama ketika nama Yohanes diberikan kepada sang bayi itu. Ketika Yohanes lahir, banyak orang berkata: “Akan menjadi apakah anak ini kelak? Sebab tangan Tuhan menyertai dia.”Tugas Yohanes sebagaimana tertulis dalam Injil, ialah menjadi bentara Al-Masih, Yesus Kristus, Sang Penebus. Kuasa roh didalam dirinya telah terasa semenjak ada dalam kandungan ibunya. Hal ini dapat terlihat dalam peristiwa pertemuan Maria dan Elisabeth (Luk1:39-45). Hidup dan peranannya berkaitan dengan pribadi Yesus, Al-Masih. Ia adalah utusan Allah yang mendahului kedatangan Al-Masih. Yesus sendiri menyebut Yohanes ‘sang nabi’, bahkan lebih besar daripada para nabi. Karena itu kelahirannya sungguh menggembirakan banyak orang. Sebagaimana nabi-nabi lain ditolak dan dianiaya oleh umat, kepada siapa mereka di utus Allah, kematian Yohanes Pemandi pun sangat tragis. Atas perintah Herodes, raja wilayah Yudea, Yohanes Pemandi ditangkap dan dipenjarakan karena ia berani mengecam Herodes yang berani mengambil Herodias-isteri saudaranya, Filipus-menjadi isteri. Akhirnya, atas bujukan dan akal busuk Herodias, Herodes memerintahkan untuk memenggal kepala Yohanes Pemandi (Mat14:1-12; Luk9:9-7). Setelah kematiannya, selesailah tugas dan mulailah Yesus tampil di hadapan umum untuk mewartakan datangnya Kerajaan Allah. 
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

25 Juni,  
S. William dari Monte Vergine
William dilahirkan di Vercelli, Italia, pada tahun 1085. Kedua orangtuanya meninggal dunia ketika ia masih bayi. Sanak saudara yang membesarkannya. Ketika dewasa, William menjadi seorang pertapa. Ia mengadakan suatu mukjizat, mencelikkan mata seorang buta, dan sekonyong-konyong mendapati dirinya menjadi seorang terkenal. William terlalu rendah hati untuk dapat bergembira oleh kekaguman orang. Ia sungguh menghendaki tetap menjadi seorang pertapa agar dapat memusatkan diri pada Tuhan. Sebab itu, ia pergi untuk tinggal seorang diri di sebuah gunung yang tinggi dan liar. Tak seorang pun dapat mengusiknya sekarang. Tetapi, bahkan di sana ia tak dapat tinggal sendirian. Banyak orang berkumpul sekelilingnya dan mereka mendirikan sebuah biara yang dipersembahkan kepada Santa Perawan. Karena biara William ini, orang memberikan nama baru kepada gunung itu; mereka menyebutnya Gunung Perawan.

Tak lama kemudian, sebagian biarawan mulai mengeluh akan cara hidup yang terlalu keras. Mereka menghendaki makanan yang lebih baik dan jadwal harian yang lebih longgar. William tak hendak melonggarkan peraturan bagi dirinya sendiri. Ia memilih seorang pemimpin bagi para biarawan. Kemudian, ia dan lima orang pengikut yang setia pergi untuk mendirikan sebuah biara lain, seketat sebagaimana awalnya. Salah seorang rekannya adalah St Yohanes dari Mantua. Keduanya, William dan Yohanes dari Mantua, berjiwa pemimpin. Sementara waktu berlalu, mereka menyadari bahwa akan lebih baik apabila mereka memisahkan diri, masing-masing mendirikan sebuah biara. Mereka adalah sahabat-sahabat karib, tetapi mereka melihat hal-hal dengan cara pandang yang berbeda. Yohanes pergi ke timur sementara William pergi ke barat. Keduanya berkarya dengan amat baik. Sesungguhnya, mereka berdua dimaklumkan sebagai santo!

Di kemudian hari, Raja Roger dari Naples membantu St William. Pengaruh baik William atas raja mendongkolkan hati beberapa orang istana yang jahat. Mereka berusaha membuktikan kepada raja bahwa William adalah seorang yang sungguh jahat, bahwa ia adalah musang berbulu domba. Mereka mengutus seorang perempuan jahat untuk menggoda William, tetapi perempuan itu gagal, malahan bertobat dan meninggalkan hidup dosa. St William wafat pada tanggal 25 Juni 1142.

Terkadang kita mengalami kesulitan untuk bergaul atau menyukai seseorang. St William telah menginspirasi kita pada hari ini untuk melihat sisi baik orang lain. 
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Gulielmus, Abbas
Gulielmus lahir di Vercelli, Italia pada tahun 1805. Baru saja berumur 14 tahun, ia telah menampakkan sifat-sifat yang saleh, giat dan berani. Terdorong oleh semangat imannya, ia berziarah ke makam Santo Yakobus di Kompostella, Spanyol. Perjalanan yang sangat jauh itu ditempuhnya dengan kaki telanjang dan tanpa membawa bekal dan uang. Sekembalinya dari sana, ia merencanakan lagi untuk mengunjungi tempat-tempat suci di Palestina. Tetapi untuk rencana ini, selalu saja ia menemui berbagai hambatan. Hal ini dianggapnya sebagai petunjuk bahwa rencananya itu tidak dikehendaki oleh Tuhan. Sebagai gantinya, ia pergi ke sebuah tempat sunyi untuk melaksanakan latihan askese. Disana ia berusaha bermati raga, berpuasa, berdoa dan bertapa. Di sana ia merasakan eratnya hubungannya dengan Tuhan. Sesudah menjalani hidup asketis selama dua tahun, ia berhasil menyembuhkan seorang yang buta matanya secara ajaib. Mendengar itu, banyak orang berbondong-bondong datang menemui dia di pondoknya. ---Sementara itu, cita-citanya untuk mengunjungi Tanah Suci terus saja menggangunya. Tetapi kali inipun Tuhan tidak menyetujuinya. Ia sendiri pun tetap sabar dan pasrah pada kehendak Tuhan. Ia lalu mencari sebuah tempat suci di puncak Monte Virgina. Banyak orang terutama dari kalangan pemuda berbondong-bondong datang untuk menemui dia untuk meminta bimbingannya. Dari kunjungan orang banyak ini, timbullah keinginan hatinya untuk mendirikan sebuah rumah pertapaan. Di bawah pimpinannya, mereka bersama-sama mendirikan rumah pertapaan itu. Kehidupan bersama mereka di dalam pertapaan itu dibimbing oleh berbagai peraturan hidup yang dibuat oleh Gulielmus. Kemasyuran namanya dan banyaknya mukzijat yang dibuatnya menarik semakin banyak pemuda ke tempat pertapaannya. Setelah membimbing banyak pemuda untuk hidup bertapa, Gulielmus meninggal dunia pada tahun 1142. 

Santa Febronia, Pengaku Iman dan Martir
Konon pada abad ke-7 puteri cantik dari kota Nisibis, kawasan Mesopotamia, Irak ini akan dibebaskan dari penjara oleh kepala pengadilan Selenus, asal ia mutrad dan mau menikah dengan Lisimakus, keponakannya. Tetapi Febronia menolak dengan tegas. Akibatnya, ia disiksa dan dipukul dengan kayu sampai mati. Lalu Selenus menjadi gila dan bunuh diri, sedangkan keponakannya bertobat.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

26 Juni, 
S. Pelagius
Bocah martir dari Spanyol ini hidup pada masa ketika bangsa Moor berkuasa atas sebagian tanah airnya. Bangsa Moor memusuhi umat Kristiani Spanyol. Pelagius baru berusia sepuluh tahun ketika pamannya harus meninggalkannya sebagai tawanan bangsa Moor di kota Cordova. Ia tidak akan dibebaskan sebelum pamannya menyerahkan apa yang dikehendaki bangsa Moor.

Tiga tahun berlalu dan remaja belia Kristen ini masih seorang tawanan. Sekarang, ia telah menjadi seorang remaja tigabelas tahun yang tampan penuh semangat hidup. Walau banyak teman tawanan lainnya adalah orang-orang dewasa yang bertabiat buruk, Pelagius tidak meniru tabiat mereka. Meski muda, ia memiliki kehendak yang kuat dan tahu bagaimana memelihara diri sebagai seorang yang baik.

Penguasa bangsa Moor mendengar juga berita-berita baik mengenai Pelagius. Ia memanggil remaja itu. Pelagius memang tampan dan tahu sopan santun. Penguasa Moor jatuh hati dan hendak membebaskannya dari penjara. Bagaimanapun, ia hanyalah seorang anak. Kepada Pelagius ditawarkan kebebasan, juga pakaian-pakaian indah untuk dikenakannya. Dan bukan hanya itu saja, kepadanya juga akan dihadiahkan kuda-kuda gagah dan sejumlah uang. Semua itu akan menjadi miliknya jika ia bersedia mengingkari iman dan menjadi seorang Muslim seperti para penawannya.

“Semua yang kalian sebut itu tak ada artinya bagiku,” kata anak itu tegas. “Aku seorang Kristiani sejak dahulu. Aku seorang Kristiani sekarang. Aku akan tetap menjadi seorang Kristiani.” Penguasa itu terperanjat. Ia mengubah taktiknya. Bukannya janji-janji, sekarang ia melontarkan ancaman-ancaman, tetapi semuanya sia-sia belaka. Pelagius yang berusia tigabelas tahun wafat sebagai seorang martir pada tahun 925.

Dalam hidup sehari-hari, apakah arti komitmenku kepada Kristus? Apabila aku merasa seolah tak sanggup menanggung tekanan dan masalah yang menimpa hidupku, kiranya masa-masa ini menjadi saat pematangan iman dan bertumbuh dalam kasih Kristus.   
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Yohanes dan Paulus, Martir
Kedua orang kudus kakak-beradik ini berasal dari keluarga istana Konstansia, puteri Kaisar Konstantinus Agung. Mereka berdua adalah pegawai tinggi negara yang setia. Konstansia menghadiahkan kepada mereka banyak harta. Namun selanjutnya kekayaan ini dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. 

Ketika Yulianus Apostad menduduki tahkta Kekaisaran Romawi, banyak orang dari keluarga istana Konstansia ditarik ke istananya. Yohanes dan Paulus pun dipanggil ke sana dan diberikan kedudukan yang terhormat. Tetapi keduanya menolak undangan itu, karena mereka tidak mau mengabdi kepada Yulianus yang murtad dari iman Kristen yang benar. Kaisar Yulianus naik darah dan mengeluarkan ancaman kepada Yohanes dan Paulus. Ia memberi waktu 10 hari kepada Yohanes dan Paulus untuk mempertimbangkan hal berikut: “Mempersembahkan kurban kepada Yupiter atau mati!” 

Tanpa berpikir panjang, kedua kakak beradik itu memutuskan untuk tidak mengkhianati imannya akan Kristus. Kesempatan 10 hari yang diberikan kepada mereka untuk berpikir, dipergunakan untuk membagi-bagikan harta kekayaannya kepada para miskin. Mereka tahu pasti bahwa kaisar akan bertindak secara bengis atas diri mereka. Oleh karena itu, mereka membagikan hartanya dengan maksud membebaskan dirinya dari keterikatan batin pada barang-barang duniawi sekaligus menyilih dosa-dosanya. 

Ketika tiba hari terakhir, yakni hari kesepuluh, datanglah kepada mereka Prefek Terensius sambil membawa serta patung Yupiter. Mereka dipaksa untuk menyembah patung Yupiter itu. Dengan tegas mereka serentak menolak menyembah patung itu, dan menyatakan keteguhannya untuk tetap menyembah Kristus yang diimaninya.oleh karena itu, keduanya dipenggal kepalanya di rumah mereka sendiri. Peristiwa itu terjadi pada tahun 362. 

Santa Maria Magdalena Fontaine, Martir
Maria Magdalena Fontaine dikenal sebagai pemimpin biara Suster-suster Karitas di Arras, Perancis. Bersama tiga orang kawannya, yakni Suster Frances Lanel (49 tahun), Teresa Fantou (47 tahun) dan Yoan Gerard (42 tahun), ia dipenggal kepalanya di Cambrai, Perancis.

Pada masa itu Revolusi Perancis sedang berkecamuk. Negara mengeluarkan suatu undang-undang yang ditujukan kepada rohaniwan-rohaniwati. Isi undang-undang ini dinilai sangat bertentangan dengan ajaran agama. Para biarawan-wati diharuskan menaati dan mengucapkan sumpah setia kepada negara. Karena mereka menolaknya, maka banyak di antara mereka dibunuh. 

Suster Maria Magdalena Fontaine bersama tiga orang kawannya dipanggil oleh para pejabat untuk mengucapkan janji setia kepada negara sebagaimana diwajibkan undang-undang itu. Mereka bersedia pergi namun tidak bersedia mengucapkan sumpah setia itu, karena bertentangan dengan suara hati mereka. Karena itu mereka dituduh sebagai aktifis anti revolusi, ditangkap dan dipenjarakan pada tanggal 14 Februari 1794.

Tanpa banyak pertimbangan, keempat suster itu digiring ke tempat pembantaian. Mereka kelihatan tidak gentar sedikitpun terhadap bahaya maut yang segera tiba. Mereka bahkan menyambut gembira hukuman mati itu. Sepanjang jalan mereka menyanyikan lagu “Ave Maris Stella”. 

Di atas tempat pembantaian itu, kepala mereka satu per satu dipenggal dengan guilotine. Suster Magdalena mendapat giliran terakhir. Ketika mendekati guilotine, ia berpaling kepada orang banyak yang berkumpul dan berkata: “Dengarkanlah hai umat Kristen! Kami adalah korban terakhir. Penganiayaan akan segera berakhir, tiang gantungan akan segera roboh dan altar-altar Tuhan Yesus akan muncul lagi dengan semarak”. Ramalan ini ternyata benar-benar terjadi.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

27 Juni, 
S. Sirilus dari Alexandria
Sirilus dilahirkan di Alexandria, Mesir, pada tahun 370. Pamannya, Teofilus, adalah patriark atau uskup agung. Pamannya seorang yang baik, tetapi terkadang cepat marah dan keras kepala. Ia tidak tahu bahwa Yohanes Krisostomus yang terkenal itu akan menjadi seorang kudus di kemudian hari. Uskup Agung Teofilus bertanggungjawab atas dibuangnya Yohanes ke pengasingan pada tahun 403. Tetapi kaisar membawa Uskup Yohanes kembali ke keuskupan agungnya di Konstantinopel. Tampaknya Sirilus terpengaruh oleh prasangka buruk pamannya terhadap Yohanes, sebab itu Sirilus pun setuju bahwa Yohanes Krisostomus harus dibuang ke pengasingan.

Ketika pamannya wafat pada tahun 412, Sirilus menjadi uskup agung menggantikannya. Ia mempunyai cinta yang berkobar kepada Gereja dan kepada Yesus. Ia seorang yang gagah berani di masa-masa yang sulit dan mewartakan apa yang diajarkan Gereja. Ia seorang yang jujur dan terus-terang. Ia tidak mencari pujian orang ataupun kedudukan. Tetapi, juga Sirilus terkadang suka bertindak menurutkan kata hatinya dan keras kepala. Ia bermaksud menerangkan kebenaran-kebenaran Gereja dengan khotbah-khotbah dan tulisan-tulisannya, yang memang ia lakukan. Tetapi apabila Sirilus marah, apa yang dikatakannya sulit dipahami. Tentu saja, ia kurang ambil peduli untuk berkata-kata dengan cara yang lebih lembut, jadi sekali waktu ia meledak dalam amarah.

Perangainya ini pastilah membuatnya menderita. Walau demikian, umat Kristiani patut berterima kasih kepadanya atas banyak kecakapannya yang mengagumkan. Sebagai misal, ia dengan tidak gentar membela Gereja dan membela apa yang ia yakini sebagai benar.

St Sirilus adalah wakil Paus St Selestine I dalam Konsili Efesus pada tahun 431. Konsili ini merupakan sidang resmi Gereja yang melibatkan lebih dari duaratus uskup. Mereka memeriksa ajaran-ajaran seorang imam bernama Nestorius. Konsili menerangkan dengan jelas bahwa Nestorius salah dalam beberapa kebenaran penting yang kita yakini. Paus memberinya waktu sepuluh hari untuk berjanji bahwa ia tidak akan mewartakan ajaran-ajarannya sendiri yang salah. Tetapi Nestorius tidak mau. Konsili menjelaskan kepada umat Allah bahwa kita tidak dapat menerima ajaran-ajaran sesat. Para uskup begitu jelas menerangkan hingga ajaran-ajaran sesat ini tidak pernah lagi menjadi ancaman besar bagi Gereja.

Umat sangat berterima kasih kepada St Sirilus dari Alexandria yang telah memimpin jalannya Konsili. Pada akhirnya Nestorius dengan diam-diam pulang kembali ke biaranya dan tidak lagi membingungkan umat. Sirilus kembali juga ke keuskupan agungnya dan bekerja keras demi Gereja hingga ia wafat pada tahun 444. Paus Leo XIII memaklumkan St Sirilus sebagai Pujangga Gereja pada tahun 1883.

“Pastilah ia Bunda Allah jika Tuhan kita Yesus Kristus adalah Allah, dan ia melahirkan-Nya.” ~ St Sirilus
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Emma, Pengaku Iman
Emma, yang juga dipanggil Hemma, lahir pada tahun 980 dan meninggal pada tahun 1045. Wanita ningrat ini dikenal sebagai pendiri sebuah biara dan Gereja di desa Gurk, Austria Selatan. 

Keputusannya untuk menjalani hidup bakti kepada Tuhan ditempuhnya setelah suaminya meninggal dan kedua puteranya dibunuh. Diceritakan bahwa kedua puteranya dibunuh karena menggantung seorang karyawan yang bekerja di rumah mereka. Suaminya meninggal ketika dalam perjalanan ke Roma. Semenjak itu, Emma giat melakukan berbagai karya amal cinta kasih. Bukti yang paling mengagumkan dari niatnya yang suci ialah usahanya untuk mendirikan sebuah biara dan gereja di Gurk, Austria Selatan. Biara-yang kemudian dijadikan Biara Benediktin di Admont-ini dimulai pembangunannya pada tahun 1072 setelah kematiannya. Diceritakan bahwa Emma sendiri sebagai biarawati setelah kematian suami dan anak-anaknya itu. Oleh gereja ia digelari sebagai ‘Santa’.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

28 Juni, 
S. Ireneus
Ireneus adalah seorang Yunani yang dilahirkan antara tahun 120-140. Ia beroleh kesempatan istimewa menjadi murid St Polikarpus, yang adalah murid St Yohanes Rasul. Suatu ketika Ireneus mengatakan kepada seorang teman, “Aku mendengarkan pengajaran St Polikarpus dengan amat seksama. Aku menuliskan setiap tindakan maupun perkataannya, bukan di atas kertas, melainkan dalam hatiku.”

Setelah ditahbiskan menjadi seorang imam, Ireneus diutus ke Lyons di Perancis. Di kota inilah Uskup St Pothinius wafat sebagai martir bersama dengan banyak kudus lainnya. Ireneus tidak wafat sebagai martir pada waktu itu sebab ia diminta oleh rekan-rekan para imam untuk menyampaikan suatu pesan penting dari mereka kepada paus di Roma. Dalam surat itu, mereka menyebut Ireneus sebagai seorang yang penuh semangat iman.

Ketika Ireneus kembali untuk menjadi Uskup Lyons, masa penganiayaan telah berakhir. Namun demikian, muncul suatu bahaya lain, yaitu bidaah yang disebut Gnostisisme. Ajaran sesat ini memikat sebagian orang dengan janji-janji untuk mengajarkan misteri-misteri rahasia. Ireneus mempelajari dengan seksama segala hal mengenai ajaran sesat ini dan kemudian dalam lima jilid buku membuktikan betapa keliru ajaran tersebut. Ireneus menulis dengan santun, sebab ia ingin memenangkan sebanyak mungkin orang bagi Yesus. Walau begitu, terkadang kata-katanya keras, seperti kala ia mengatakan, “Begitu orang terpikat oleh Gnostik, ia menjadi besar kepala oleh kesombongan dan merasa diri penting. Ia memiliki kebanggaan seekor ayam jantan yang berkoar-koar.” Buku-buku St Ireneus dibaca banyak orang. Segera saja ajaran sesat itu pun mulai musnah. St Ireneus wafat sekitar tahun 202. Banyak orang percaya bahwa ia wafat sebagai martir.

“Adalah lebih baik serta jauh lebih berguna menjadi seorang yang sederhana dan kurang terpelajar namun akrab dengan Tuhan melalui tindakan belas kasih daripada tampak bijaksana dan cakap namun menghujat sang Tuan-nya.” ~ St Ireneus
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

29 Junihttp://www.indocell.net/yesaya/1x1.gif, S. Petrus & S. Paulus
S. Petrus
Petrus, paus pertama kita, adalah seorang nelayan dari Galilea. Yesus memanggilnya untuk mengikuti Dia, “Aku akan menjadikan engkau penjala manusia.” Petrus adalah seorang sederhana yang giat bekerja. Ia murah hati, jujur dan amat dekat dengan Yesus. Nama asli rasul besar ini adalah Simon, tetapi Yesus mengubahnya menjadi Petrus, yang artinya “batu karang”. “Engkaulah Petrus,” kata Yesus, “dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Gereja-Ku.” Petrus adalah pemimpin para rasul.

Ketika Yesus ditangkap, Petrus ketakutan. Saat itulah ia berbuat dosa dengan menyangkal Kristus sebanyak tiga kali. Rasa takut akan keselamatan diri sendiri menguasainya. Tetapi, Petrus menyesali perbuatannya dengan sepenuh hati. Ia mengangisi penyangkalannya sepanjang hidupnya. Yesus mengampuni Petrus. Sesudah kebangkitan-Nya, Ia bertanya tiga kali kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Sesungguhnya, Yesus memang tahu! Petrus benar. Dengan lembut Yesus berkata, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Yesus mengatakan kepada Petrus untuk mengurus Gereja-Nya, sebab Ia akan naik ke surga. Yesus menetapkan Petrus sebagai pemimpin para pengikut-Nya.

Di kemudian hari Petrus pergi dan tinggal di Roma. Roma adalah pusat seluruh Kerajaan Romawi. Di sana, Petrus mempertobatkan banyak orang. Ketika penganiayaan yang kejam terhadap orang-orang Kristen dimulai, umat memohon pada Petrus untuk meninggalkan Roma dan menyelamatkan diri. Menurut tradisi, ia memang sedang dalam perjalanan meninggalkan Roma ketika ia berjumpa dengan Yesus di tengah jalan. Petrus bertanya kepada-Nya, “Tuhan hendak ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus, “Aku datang untuk disalibkan yang kedua kalinya.” Kemudian St. Petrus berbalik dan kembali ke Roma. Ia mengerti bahwa penglihatannya berarti bahwa ia harus menderita dan wafat bagi Yesus. Segera Petrus ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Karena ia bukan warganegara Romawi, sama seperti Yesus, ia dapat disalibkan. Kali ini ia tidak menyangkal Kristus. Kali ini ia siap untuk wafat bagi-Nya. Petrus minta agar disalibkan dengan kepalanya di bawah, sebab ia merasa tidak layak menderita seperti Yesus. Para prajurit Romawi tidak merasa aneh akan permintaannya, sebab para budak disalibkan dengan cara demikian. St. Petrus wafat sebagai marrir di Bukit Vatikan sekitar tahun 67. Pada abad keempat, Kaisar Konstantin membangun sebuah gereja besar di atas tempat sakral tersebut. Penemuan-penemuan kepurbakalaan baru-baru ini menegaskan kisah sejarah tersebut.

S. Paulus
Paulus adalah rasul besar yang dulunya menganiaya umat Kristen. Kemudian ia bertobat. Kita merayakan pesta bertobatnya St. Paulus pada tanggal 25 Januari. Pada saat pertobatannya, Yesus mengatakan: “Aku akan menunjukkan kepadanya betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.” St. Paulus sungguh amat sangat mengasihi Yesus, buktinya, ia menjadi duplikat hidup Juruselamat kita. Sepanjang hidupnya, dalam sekian banyak perjalanan misinya, St. Paulus menghadapi berbagai macam tantangan dan bahaya. Ia didera, dilempari batu, kapalnya karam, tersesat di laut. Kerap kali dan berulang kali ia kelaparan, haus dan kedinginan. Namun demikian, ia senantiasa teguh percaya pada Tuhan. Tak pernah jera ia berkhotbah. “Cinta Yesus mendorong aku,” demikian katanya. Sebagai ganjaran, Tuhan memberinya penghiburan dan sukacita berlimpah dalam menanggung penderitaannya.

Kita dapat membaca kisah petualangannya yang mengagumkan demi Kristus dalam kitab Kisah Para Rasul yang ditulis oleh St. Lukas, dimulai pada bab sembilan. Tetapi, kisah yang ditulis St. Lukas berakhir ketika Paulus tiba di Roma. Ia berada dalam tahanan rumah, menunggu diadili oleh Kaisar Nero. Seorang penulis Kristen terkenal dari jaman Gereja Purba, Tertullian, mengisahkan bahwa Paulus dibebaskan setelah pengadilannya yang pertama. Tetapi kemudian, ia dijebloskan kembali dalam penjara. Kali ini, ia dijatuhi hukuman mati. Ia wafat sekitar tahun 67, pada masa penganiayaan yang dahsyat terhadap umat Kristen dalam pemerintahan Kaisar Nero.

Paulus menyebut dirinya sebagai rasul orang-orang non-Yahudi. Ia mewartakaan Injil kepada orang-orang bukan Yahudi. Hal tersebut menjadikannya terkenal di seluruh dunia. Oleh karena Paulus, kita juga, menerima iman Kristen.

Semoga hati kita dipenuhi sukacita sementara kita menghormati kedua rasul besar ini: Petrus, pemimpin kita dalam iman, dan Paulus, pewartanya yang gagah berani.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

30 Juni, 
Para Martir Pertama di Roma
Orang-orang yang kita hormati pada hari ini memiliki satu kesamaan: mereka menyerahkan nyawa mereka bagi Kristus. Mereka semua wafat dimartir karena mereka adalah pengikut Tuhan Yesus. Pada tahun 64, pelanggaran hak-hak azasi manusia oleh Kaisar Nero telah melampaui batas. Ketika timbul kebakaran hebat di Roma pada tanggal 16 Juli, banyak yang meyakini bahwa kaisar sendirilah yang sesungguhnya bertanggung jawab atas kejadian itu. Dua pertiga kota Roma tinggal puing-puing belaka; maka bangkitlah murka rakyat. Nero ketakutan. Ia mencari kambing hitam dan mempersalahkan umat Kristiani sebagai yang bertanggung jawab atas kebakaran tersebut.

Tacitus, seorang ahli sejarah yang terkenal, mencatat bahwa umat Kristiani menderita kematian yang keji. Sebagian dijadikan mangsa binatang-binatang buas. Yang lainnya diikatkan pada tiang-tiang dan dijadikan suluh-suluh manusia yang menerangi jalanan-jalanan Roma. Tidak diketahui berapa tepatnya jumlah para martir yang gagah berani ini, tetapi kesaksian dan hidup mereka mendatangkan dampak yang terus hidup dalam diri banyak orang. Penganiayaan oleh Nero adalah penganiayaan pertama oleh seorang kaisar Roma, tetapi bukan yang terakhir. Dan semakin Gereja dianiaya, semakin Gereja bertumbuh kembang. Para martir telah membayar dengan nyawa mereka agar semua yang datang sesudah mereka beroleh kesempatan untuk memeluk iman.

Dalam doa kita pada hari ini, kita menghaturkan syukur kepada Bapa atas para martir Roma sebab mereka telah membayar dengan nyawa mereka agar semua yang datang sesudah mereka beroleh kesempatan untuk memeluk iman.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Bertrandus, Uskup dan Pengaku Iman
Bertrandus adalah seorang imam abad ke enam. Ia lahir pada tahun 553. Keluarganya tergolong kaya raya. Ia dikenal sebagai seorang imam yang pemurah: ia menghadiahkan beberapa bidang tanah warisannya kepada Gereja dan kepada orang-orang miskin.

Ia ditabhiskan imam di Paris dan kemudian dipilih menjadi pemimpin sebuah sekolah. Pada tahun 587, ia dipilih menjadi uskup di Le Mans, sebuah kota kecil yang dihuni orang-orang Perancis. 

Ketika pertentangan politik antara kaum Neustria (Perancis Barat) dan kaum Austrasia (Perancis Timur) terjadi, Bertrandus diusir dari takhta keuskupannya selama beberapa tahun. Kemudian raja Clotaire II dari kelompok Neustria memanggilnya kembali untuk memimpin keuskupan. 

Dari tuan-tuan tanah yang kaya, Bertrandus menerima sejumlah besar tanah untuk kepentingan Gereja. Tanah-tanah itu dimanfaatkannya untuk membangun gereja dan biara, dan sebuah rumah penginapan untuk para peziarah. Bertrandus meninggal dunia pada tahun 625, pada usia 70 tahun. 

Santo Theobaldus, Pertapa
Theobaldus lahir pada tahun 1017 di Provins, Prancis, dari sebuah keluarga bangsawan. Semasa mudanya, ia banyak membaca buku-buku tentang kehidupan Santo Yohanes Pemandi dan riwayat hidup orang-orang kudus lainnya. Bacaan-bacaan ini menimbulkan dalam hatinya benih panggilan Allah untuk menjalani hidup seperti orang-orang kudus itu. Ia sungguh mengagumi cara hidup dan perjuangan para kudus untuk meraih kesempurnaan hidup Kristiani. 

Terdorong hasrat besar untuk meniru cara hidup para kudus itu,ia meninggalkan rumah mereka pada tahun 1054 tanpa sepengetahuan orang-tuanya. Ia pergi ke Luxemburg. Disana ia bekerja sepanjang hari di hutan Petingen sebagai pembakar arang bagi tetangga-tetangganya yang bekerja sebagai tukang besi. Sementara itu, ia terus menjalani hidup tapa dan doa secara diam-diam. 

Ketika semua orang tahu akan kesucian hidup Theobaldus, banyak orang datang untuk menjadi muridnya. Ia lalu mengasingkan diri ke Salanigo untuk menjalani hidup tapa. Teteapi ia diikuti oleh orang-orang yang tertarik untuk mendapat bimbingannya. Ia kemudian ditabhiskan menjadi imam agar lebih pantas menjalankan tugas-tugas misioner.

Pada tanggal 30 Juni 1066, Theobaldus meninggal dunia karena terserang penyakit yang berbahaya. Ia digelari ‘kudus’ oleh Paus Alexander II pada tahun 1073. 

Santa Giacinta Marescotti, Pengaku Iman
Giacinta lahir di Vignarello, Italia pada tahun 1585 dari sebuah keluarga bangsawan. Ia dididik di biara suster-suster Fransiskan. Seorang kakaknya sudah menjadi suster di biara itu. Semasa kecilnyaGiacinta dikenal sebagai anak yang baik namun ia kemudian bertingkah laku jelek ketika adik bungsunya lebih cepat menikah (dengan Marquis Cassizuchi). Dia tersinggung karena merasa dilangkahi oleh adik-adiknya. Sifat baiknya merosot, sebaliknya ia menjadi seorang pendendam di dalam keluarganya.

Ia memutuskan masuk biara sekedar iseng-iseng. Ia masuk Ordo Ketiga Santo Fransiskus di Viterbo dengan mengambil nama Giacinta. Sekalipun sudah menjadi seorang suster, namun ia tidak melepaskan cara hidup foyanya dengan harta keluarganya; selama 10 tahun ia benar-benar menjadi batu sandungan bagi rekan-rekannya yang lain. 

Pada suatu hari ia jatuh sakit keras. Seorang imam Fransiskan datang mendengarkan pengakuannya dan memberikan peringatan keras tentang cara hidupnya yang tidak sesuai dengan semangat ordonya. Ia bertobat, namun jatuh lagi ke dalam cara hidup seperti sedia kala. Tuhan mencobainya lagi dengan sakit lebih berat. Semenjak itu ia mulai tekun berdoa, bermatiraga dan merobah tingkah laku hidupnya. Lama kelamaan ia berubah menjadi seorang suster yang saleh dan menjadi pembimbing rohani rekan-rekannya. Nasehat-nasehatnya sangat praktis berdasarkan pengalaman rohaninya sendiri.

Ia menekankan pentingnya mengahayati kerendahan hati, menghilangkan sifat-sifat cinta diri, kesabaran memikul salib penderitaan sehari-hari. Cinta dan perhatiannya sangat besar, bukan saja terhadap rekan-rekan susternya tetapi juga terhadap komunitas biara suster lainnya. Ia turut serta mendirikan dua biara di Viterbo yang mengabdikan diri pada bidang pelayanan orang-orang sakit, orang-orang jompo, dan miskin di Viterbo. Ia sendiri mencari dana dengan minta-minta. Giacinta wafat pada tanggal 30 Januari 1640 pada usia 55 tahun. Ia dinyatakan sebagai ‘santa’ pada tahun 1807.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id