1 Juni,
St. Yustinus berasal dari Samaria. Ia
hidup pada abad kedua. Ayahnya membesarkannya tanpa pengenalan akan Tuhan.
Ketika masih kanak-kanak, Yustinus membaca puisi, sejarah dan ilmu pengetahuan.
Sementara tumbuh dewasa, ia terus belajar. Tujuan utamanya dalam belajar adalah
untuk menemukan kebenaran akan Tuhan.
Suatu hari, ketika sedang berjalan
menyusuri tepi pantai, Yustinus bertemu dengan seorang tua. Mereka
berbincang-bincang. Karena Yustinus kelihatan gelisah, orang tua itu bertanya
apa yang menggelisahkan hatinya. Yustinus menjawab bahwa ia bersedih karena
tidak menemukan kepastian tentang Tuhan dalam semua buku yang telah dibacanya.
Orang tua itu bercerita kepadanya tentang Yesus, Sang Juruselamat. Ia mendorong
Yustinus untuk berdoa agar dapat memahami kebenaran Tuhan.
St. Yustinus mulai berdoa dan membaca
Sabda Tuhan, yaitu Kitab Suci. Ia jatuh cinta padanya. Ia juga amat terkesan
mengetahui betapa beraninya umat Kristiani yang bersedia mati demi iman serta
cinta mereka kepada Yesus. Setelah memperdalam pengenalannya tentang agama
Kristen, Yustinus menjadi seorang Kristen pula. Kemudian, ia mempergunakan
pengetahuannya yang luas itu untuk menjelaskan serta mempertahankan iman dengan
banyak tulisannya.
Di kota Roma, St. Yustinus
ditangkap karena menjadi seorang pengikut Kristus. Hakim bertanya padanya,
“Apakah kamu pikir dengan mati, maka kamu akan masuk surga dan memperoleh
ganjaranmu?” “Bukan saja aku berpikir demikian,” orang kudus itu menjawab,
“tetapi aku yakin mengenainya!” dan ia pun wafat sebagai martir sekitar tahun
166.
Berapa seringkah aku membaca Kitab
Suci? Marilah mohon pada Roh Kudus untuk membantu kita mencintai Sabda Tuhan
dan memperteguh iman kita. Setiap saat, baiklah kita mengucapkan doa ini:
“Allahku, aku percaya padamu.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Santo Simeon, Pengaku Iman
Simeon menempuh pendidikan di Konstantinopel dan hidup bertapa di
tepi sungai Yordan. Pria berdarah Yunani ini kemudian menjadi rahib di biara
Betlehem dan Gunung Sinai. Ia lebih suka hidup menyendiri dan menetap di
seputar Pantai Laut Merah dan di puncak gunung. Namun kemudian pemimpin biara
mengutusnya ke Prancis. Setelah menjelajahi berbagai daerah, ia secara sukarela
hidup terkunci di dalam sebuah bilik di suatu biara di Trier, Jerman sampai
saat kematiannya.
Santo Johannes Storey, Martir
Yohanes Storey hidup diantara tahun 1510-1571. Ia adalah Anggota
parlemen Inggris dan sama sekali menolak mengakui Ratu Elisabeth I sebagai
kepala Gereja. Akibatnya ia dipenjarakan. Namun sempat lolos dan melarikan diri
ke Belgia. Dengan tipu muslihat, ia dibawa kembali ke Inggris dan digantung
hingga menghembuskan nafasnya di London.
Santo Pamphilus dari Sasarea, Martir
Pamphilus lahir di Berytus, Pheonicia (sekarang: Beirut, Lebanon)
pada tahun 240 dari sebuah keluarga terkemuka dan kaya. Pamphilus mempunyai
minat dan bakat besar dalam masalah-masalah sekular di Berytus sambil
meneruskan studi teologi di Sekolah Kateketik Aleksandria yang tersohor namanya
di bawah bimbingan Pierius, pengganti Origenes. Dari Aleksandria dia pergi ke
Sasarea, ibukota Palestina. Tak lama setelah ia tiba di Sasarea, ia ditabhiskan
menjadi imam oleh Uskup Agapius. Ia menetap disana dan teguh membela iman
Kristen selama masa penganiayaan orang-orang Kristen sampai hari kematiannya
sebagai martir pada tahun 309/310.
Pamphilus seorang imam, dosen, ekseget, dan pengumpul buku-buku
yang bernilai tinggi. Dengan buku-buku yang berhasil dikumpulkannya, ia
mengorganisir dan mengembangkan perpustakaan besar yang telah dirintis oleh
Origenes. Perpustakaan ini berguna sekali bagi berbagai studi tentang Gereja.
Dengan keahliannya di bidang teologi dan Kitab Suci, ia membimbing sekelompok
pelajar dalam studi Kitab Suci. Eusebius, salah seorang muridnya - yang
kemudian dijuluki " Bapa Sejarah Gereja " sangat akrab dengannya.
Bersama dia, Pamphilus menulis sebuah biografi tentang gurunya (buku biografi
ini telah hilang) sambil terus mengembangkan perpustakaan Sasarea di atas. Ia
memusatkan perhatian pada pengumpulan teks-teks Alkitab beserta
komentar-komentarnya sehingga koleksinya menjadi sumber informasi penting bagi
penerbitan suatu versi penulisan Kitab Suci yang secara tektual lebih tinggi
daripada versi-versi lainnya pada masa itu. Koleksi teks-teks Kitab Suci dan
buku-buku lainnya di dalam perpustakaan ini merupakan sumbangannya yang utama
bagi Gereja, karena memberikan data yang lengkap dan terpercaya tentang
literatur-literatur Kristen perdana. Karya santo Hieronimus dan Eusebius di
bidang sejarah Gereja dan Kitab Suci didasarkan pada informasi yang disediakan
di dalam perpustakaan Pimphilus ini. Sayang sekali bahwa perpustakaan ini dan
semua buku yang ada di dalamnya dirusak oleh orang- orang Arab pada abad
ketujuh.
Kira-kira antara tahun 307-308, Pimphilus ditangkap, dipenjarakan, dan disiksa karena imannya. Sementara berada di penjara, ia bersama Eusebius - yang juga dipenjarakan - menulis sebuah apologi untuk membela Origenes; sebagian fragmen dari tulisan ini kini masih ada. Karena ia menolak untuk membawa kurban kepada dewa-dewa kafir selama aksi penganiayaan oleh Maximinus Daza, ia dipenggal kepalanya antara tahun 309 atau 310.
Santo Ahmed, Martir
Ahmed adalah saudara Almansur, kepala negeri Lerida di Spanyol.
Bersama dengan kedua adiknya Zaida dan Zoraida. Ahmed bertobat mengikuti
Kristus dan dipermandikan menjadi Kristen. Masing- masing dengan nama
permandian: Bernard, Maria dan Gracia. Setelah menjadi Kristen ketiga kaka –
beradik ini berusaha mengKristenkan Almansur, kakak mereka. Namun tindakan
mereka ini justru mengakibatkan kematian mereka sebagai martir. Mereka
ditangkap dan diserahkan ke tangan algojo untuk di bunuh.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Kedua orang kudus ini namanya dicantumkan dalam Doa Syukur Agung Pertama
Misa Kudus. Mereka secara luas dihormati dan dimohon bantuan doanya oleh umat
Kristiani perdana. Pesta kedua martir ini tertera dalam kalender para kudus
Roma oleh Paus Vigilius pada tahun 555.
Marselinus adalah seorang imam dan Petrus melayani Marselinus dalam
pelayanan sang imam. Keduanya amat gagah berani dalam mempraktekkan iman
Kristiani mereka. Mereka melayani komunitas Kristiani dengan pengurbanan diri
yang besar. Pada masa penganiayaan oleh Diocletian, banyak umat Kristiani
dibunuh. Termasuk di antaranya adalah kedua orang ini; mereka dipenggal
kepalanya. Tetapi, agaknya sebelum dibunuh mereka dipaksa untuk menggali liang
kubur mereka sendiri. Mereka dibawa ke suatu lokasi rahasia untuk melaksanakan
tugas berat tersebut. Lokasi itu adalah sebuah hutan yang disebut Silva Nigra.
Beberapa waktu kemudian, kubur mereka ditemukan di tempat terpencil tersebut.
Algojo yang membunuh mereka pada akhirnya bertobat dan menjadi seorang
Kristiani. Ia menghantar umat Kristiani ke sisa-sisa jenazah kedua orang kudus
itu, yang kemudian dimakamkan kembali dalam katakomba St Tiberius. Paus
Gregorius IV mengirimkan sebagian dari relikui mereka ke Frankfurt, Jerman pada
tahun 827. Sri Paus yakin bahwa relikui kedua orang martir ini akan
mendatangkan berkat bagi Gereja di negeri itu.
Yesus menyerahkan hidup-Nya bagi kita.
Kita pun sepatutnya menyerahkan hidup kita bagi Dia. Tuhan, adakah sesuatu yang
dapat aku lakukan bagi-Mu pada hari ini?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Para Martir dari Lyon, Prancis
Pada tahun 177 sewaktu kekaisaran Romawi diperintah oleh Kaisar
Markus Aurelius, terjadi penganiayaan besar terhadap orang-orang Kristen, baik
di Roma maupun daerah-daerah jajahan Roma.
Pada waktu itu, kota Lyon, Prancis Selatan, sudah terkenal sebagai pusat perdagangan dan pusat kehidupan orang-orang kafir. Disana juga ada banyak orang Kristen. Sebagaimana di Roma, orang-orang Kristen di Lyon juga dikejar-kejar, dipenjarakan bahkan dibunuh. Harta milik mereka disita. Dari surat-surat yang dikirim umat di Lyon dan Vienne kepada umat di Asia Kecil, diketahui ada 48 orang martir di sana dan sebagian besar berasal dari kota Lyon.
Yang pantas dicatat adalah Uskup Lyon, Potinus, Blandina bersama saudaranya Pontikus, Maturus yang baru saja dibaptis dan Sanktus, yang dengan gagah berani mempertahankan imannya di hapadan para penganiaya mereka. Penganiayaan itu sungguh kejam.
Potinus, terhadap pertanyaan hakim di pengadilan “Siapakah Allah orang Kristen?”, dengan tegas menjawab: “Jika tuan layak, tuan akan mengetahuinya nanti!” Jawaban ini menghantar Potinus kepada penganiyaan yang keras hingga mati dua hari kemudian. Blandina, gadis budak belian itu menguatkan hati saudaranya Pontikus yang kurang tahan terhadap beratnya penyiksaan atas mereka. Maturus yang baru dibaptis dan Sanktus, dengan gagah berani menahan derita sengsara yang dilakukan atas mereka, hingga para algojo kafir itu tercengang dan menanyai asal-usul mereka. Mereka mati demi mempertahankan imannya kepada Kristus.
Santo Erasmus, Uskup dan Martir
Erasmus, yang juga dipanggil Elmo, dikenal sebagai Uskup kota
Farmiae, Italia. Kemungkinan ia dihukum mati sekitar tahun 303 tatkala terjadi
penganiyaan atas orang-orang Kristen di masa pemerintahan Kaisar Diokletianus.
Kisah menyeluruh tentang masa hidupnya tidak banyak diketahui. Dari laporan
Paus Gregorius I pada abad ke nam diketahui bahwa relikiunya disemayankan di
Katedral Famiae.
Banyak cerita yang beredar waktu itu sering menyamakan Elmo dengan Erasmus lain, orang kudus kebangsaan Syria yang menjadi Uskup Antiokia. Menurut cerita ini, Erasmus atau Elmo adalah uskup Antiokia yang dikejar-kejar oleh para musuh sampai akhirnya ditangkap dan dibunuh di Farmiae.
Erasmus atau Elmo dihormati sebagai pelindung para pelaut Italia. Hal ini mungkin didasarkan pada cerita bahwa kemartirannya terjadi di atas sebuah kapal. Para pelaut Italia percaya bahwa cahaya biru yang sering dilihat di puncak tiang kapal sebelum dan sesudah kilatan halilintar, menandakan perlindungan Santo Erasmus. Oleh karena itu, cahaya ini dinamakan “Cahaya Santo Elmo”. Erasmus dihormati sebagai pelindung para pelaut.
Santo
Nicephorus dari Konstantinopel, Pengaku Iman
Nicephorus dikenal sebagai negarawan dan filsuf. Ia lahir di
Konstantinopel kira-kira pada tahun 758. Putra sekretaris Konstantin V
(741-775) ini bekerja sebagai komisaris kekaisaran. Ketika Konsili Nicea (787)
berlangsung, ia diangkat sebagai sekretaris Konsili.
Dari statusnya sebagai seorang awam, ia dipilih dan ditabhiskan menjadi Patriakh Konstantinopel pada tahun 806. Kemudian pada tahun 815, ia dibuang oleh Kaisar Leo, seorang Armenia karena melawan gerakan bidaah yang melarang penghormatan gambar-gambar Kudus (ikonklasme). Hari-hari terakhir hidupnya dihabiskan di dalam sebuah biara yang ia dirikan di Bosphorus.
Dari statusnya sebagai seorang awam, ia dipilih dan ditabhiskan menjadi Patriakh Konstantinopel pada tahun 806. Kemudian pada tahun 815, ia dibuang oleh Kaisar Leo, seorang Armenia karena melawan gerakan bidaah yang melarang penghormatan gambar-gambar Kudus (ikonklasme). Hari-hari terakhir hidupnya dihabiskan di dalam sebuah biara yang ia dirikan di Bosphorus.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Kekristenan masih merupakan hal baru di
Uganda, Afrika, ketika suatu misi Katolik dimulai di sana pada tahun 1879. Para
imam yang diutus adalah para imam Misionaris Afrika. Karena jubah mereka yang putih,
mereka lebih dikenal dengan sebutan “Imam-imam Putih”. Raja Mwanga tidak
mengerti apa itu Kristen. Tetapi, ia menjadi amat marah ketika seorang Katolik,
Yosef Mkasa, menasehatinya untuk memperbaiki cara hidupnya. Raja kemudian
membunuh sekelompok orang Kristen dan Uskup Anglikan mereka.
Raja Mwanga juga terlibat dalam kehidupan homoseksual. Ia terutama
tertarik pada para pemuda pelayan istana. Murka raja Mwanga berubah menjadi
rasa benci dan dendam terhadap Yosef Mkasa dan agamanya. Segelintir pejabat
istana yang ambisius mengobarkan murka raja dengan dusta mereka. Yosef Mkasa
dihukum penggal pada tanggal 18 November 1885. Penganiayaan pun dimulailah.
Seratus orang terbunuh, dua puluh dua di antaranya kelak dinyatakan kudus.
Dengan wafatnya Yosef Mkasa, Karolus
Lwanga menjadi pemimpin guru agama dari para pelayan istana yang beragama
Katolik. Pada tanggal 26 Mei 1886, raja mendapati bahwa sebagian dari para
pelayannya telah menjadi Katolik. Ia memanggil Denis Sebuggwawo. Ia bertanya
apakah Denis mengajarkan agama kepada pelayan-pelayan istana yang lain. Denis
menjawab ya. Raja segera menyambar pedangnya lalu menusukkannya dengan keji ke
tenggorokan pemuda itu. Kemudian, raja menyerukan bahwa tidak seorang pun
diijinkan meninggalkan istana. Genderang perang ditabuh sepanjang malam. Dalam
suatu ruangan tersembunyi, Karolus Lwanga secara sembunyi-sembunyi membaptis
empat pelayan istana. Seorang di antaranya adalah St. Kizito, seorang remaja
periang serta murah hati yang baru berumur tiga belas tahun. Dialah yang paling
muda dalam kelompok mereka. St. Karolus Lwanga telah seringkali menyelamatkan
Kizito dari nafsu jahat raja.
Sebagian besar dari keduapuluh dua
martir Uganda yang telah dinyatakan kudus itu, wafat dimartir pada tanggal 3
Juni 1886. Mereka dipaksa berjalan tiga puluh tujuh mil jauhnya (± 60 km) ke
tempat pelaksanaan hukuman mati. Setelah beberapa hari dipenjara, mereka
dilemparkan ke dalam kobaran api. Tujuh belas dari para martir tersebut adalah
para pelayan istana. Salah seorang dari remaja yang wafat dimartir adalah St.
Mbaga. Ayahnya sendiri yang bertugas sebagai algojo pada hari itu. Seorang
martir yang lain, St. Andreas Kagwa, wafat pada tanggal 27 Januari 1887. Ia
termasuk salah seorang dari dua puluh dua martir yang dinyatakan kudus oleh
Paus Paulus VI pada tahun 1964.
Semoga kita “tetap teguh dalam iman
dan kasih” menghadapi situasi-situasi sulit dalam hidup kita. Semoga kesaksian
hidup kita membawa semakin banyak orang kepada Tuhan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santa Klotilda, Pengaku Iman
Klotilda adalah puteri raja Burgundia, ia menuntut calon suaminya,
Raja Klodwig dari Franken yang masih kafir, supaya tetap diperbolehkan
melaksanakan kewajiban agamanya. Ketika anak sulung mereka meninggal sesudah
pembaptisannya, Klodwig suaminya hampir membatalkan janjinya. Namun berkat
kesabaran dan kelemah-lembutan Klotilda, Klodwig bertobat menjadi Kristen
setelah memenangkan pertempuran atas musuhnya. Klotilda meninggal dunia pada
tahun 545.
Santo Kevin, Pengaku Iman
Puing-puing biara Glendalough di wilayah Wicklow, Irlandia,
mengingatkan kita akan santo Kevin, seorang rahib abad keenam. Konon beliaulah
yang mendirikan biara Glendalough yang terkenal itu. Umurnya kurang lebih 120
tahun (498-618). Ada berbagai versi cerita tentang santo Kevin, namun semuanya
tidak memiliki nilai sejarah yang kokoh karena tidak ada suatu tanggal pasti
tentang masa hidupnya sendiri. Kemungkinan Kevin dididik oleh rahib-rahib
kemudian ditabhiskan menjadi imam. Ketika meninjak usia dewasanya, ia memilih
hidup sebagai pertapa di Glendalough, salah satu tempat paling indah di
Irlandia. Menurut tradisi, ia tinggal disebuah gua sempit di gunung lugduf. Gua
itu, yang masih ada sampai sekarang, dapat dicapai dengan sebuah perahu
menyusuri sebuah danau yang ada disitu. Kevin hidup akrab dengan alam, makan
ikan dan hasil-hasil hutan dan bersahabat dengan binatang-binatang liar.
Kehidupan Kevin yang keras sebagai pertapa berakhir ketika sekelompok orang mengetahui tentang keberadaannya dan mulai menyebarkan berita-berita tentang hidupnya di gua itu. Semenjak itu, banyak orang datang untuk berguru padanya dan hidup bersamanya. Akhirnya lahirlah sebuah komunitas pertapaan di tempat itu. Demi kehidupan yang lebih baik, Kevin bersama murid-muridnya pindah dari gua itu dan mendirikan sebuah biara di lembah gunung Lugduf. Setelah kematian Kevin, Glendalough tetap merupakan pusat keagamaan dan pendidikan yang terkenal selama berabad-abad. Semenjak itu seorang uskup di tempatkan di Glendalough sampai tahun 1214, ketika Glendalough disatukan dengan tahkta keuskupan Dublin. Dewasa ini banyak wisatawan datang ke Glendalough untuk melihat bekas biara Kevin berupa sebuah bekas bangunan biara, sebuah katedral dan beberapa buah gereja. Glendalough merupakan salah satu tempat ziarah ramai di Irlandia.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Fransiskus dilahirkan di daerah Abruzzi,
Italia pada tanggal 13 Oktober 1563. Ayahnya seorang pangeran Neapolitan. Ibunya
menyatakan memiliki hubungan dengan keluarga Aquinas darimana St. Thomas Aquinas, seorang
kudus dari abad ketiga belas, berasal. Fransiskus menikmati masa kanak-kanak
yang menyenangkan. Ia aktif dalam kegiatan olahraga. Kemudian, ketika usianya
dua puluh dua tahun, suatu penyakit, sejenis penyakit kusta, menyerangnya
hingga hampir membawa kematian. Pada waktu sakit itu, Fransiskus memikirkan
hampanya kesenangan-kesenangan duniawi. Ia menjadi sadar bahwa kebahagiaan
sejati hanya dapat ditemukan dalam sesuatu yang lebih mendalam. Fransiskus
berjanji bahwa apabila kesehatannya membaik, ia akan mempersembahkan hidupnya
bagi Tuhan. Penyakitnya tiba-tiba lenyap begitu saja bagaikan suatu mukjizat.
Fransiskus menepati janjinya. Ia mulai belajar untuk menjadi seorang imam.
Sebagai seorang imam yang baru
ditahbiskan, Pater Fransiskus bergabung dalam suatu kelompok yang membaktikan
diri demi pewartaan bagi orang-orang di penjara. Mereka memberikan perhatian
pada para narapidana serta mempersiapkan para hukuman agar dapat meninggal
dengan baik. Ia, bersama Pater Yohanes Agustinus Adorno, membentuk suatu
kongregasi religius. Ketika Pater Adorno wafat, Fransiskus dipilih menjadi
pemimpin biara. Ia sama sekali tidak merasa nyaman dengan jabatan barunya itu.
St. Fransiskus demikian rendah hati hingga ia menandatangani surat-suratnya
dengan, “Fransiskus, orang berdosa”. Ia juga mendapatkan giliran, bersama
dengan para imam yang lain, menyapu lantai membersihkan tempat tidur dan
mencuci piring.
Pater Fransiskus acapkali melewatkan
nyaris sepanjang malam dengan berdoa di gereja. Ia menghendaki agar semua imam
melewatkan sekurang-kurangnya satu jam setiap hari di hadapan Sakramen
Mahakudus. St. Fransiskus begitu sering dan begitu fasih berbicara tentang
kasih Allah bagi kita, hingga ia dikenal sebagai “pewarta kasih Allah.”
St. Fransiskus tidak berumur panjang. Ia
wafat pada tahun 1607 dalam usia empat puluh empat tahun. Menjelang wafatnya,
tiba-tia ia berseru, “Mari kita pergi!” “Ke manakah engkau hendak pergi?” tanya
imam yang berada di sisi pembaringannya. “Ke surga! Ke surga!” demikian
jawabnya dengan suara tegas serta penuh sukacita. Beberapa saat kemudian ia pun
wafat. St. Fransiskus Caracciolo dinyatakan kudus oleh Paus Pius VII pada tahun
1807.
Bagaimana kita dapat lebih bermurah
hati dengan waktu dan tenaga kita? Dalam suratnya yang kedua kepada umat di
Korintus, St. Paulus mengingatkan kita, “Allah mengasihi orang yang memberi
dengan sukacita.” Semoga kasih kita pada Tuhan mendorong kita untuk senantiasa
memberi dengan sukacita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santo Kuirinus, Martir
Kuirinus adalah Uskup Siscia (kini: Sisak, Yugoslavia). Ia
ditangkap dan dianiaya kerena menolak membawakan kurban kepada dewa-dewa kafir.
Meskipun ia dibujuk dengan berbagai janji muluk, ia tidak sudi mengorbankan
imannya. Kemudian, sebuah batu besar diikatkan pada tubuhnya dan ia
ditenggelamkan di sungai Sabaria (kini: Szombathely, Hungaria). Peristiwa ini
terjadi pada masa penganiayaan umat Kristen di bawah pemerintahan kaisar
Diokletianus.
Pada abad kelima, relikiunya dipindahkan ke Roma dan dimakamkan di katakombe Santo Sebastianus. Pada tahun 1140, relikiunya itu dipindahkan lagi ke Gereja santa Maria di Trastevere, Roma.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Rasul besar Jerman ini dilahirkan di
Wessex, Inggris, antara tahun 672 dan 680. Ketika ia masih kecil, beberapa
orang misionaris tinggal sementara waktu lamanya di rumahnya. Mereka
menceritakan kepada Bonifasius segala sesuatu yang mereka lakukan. Para
misionaris itu begitu gembira serta penuh semangat dalam mewartakan Kabar
Gembira kepada orang banyak. Dalam hati Bonifasius memutuskan bahwa kelak,
apabila telah dewasa, ia pun akan seperti mereka. Ketika masih muda, ia belajar
di sebuah sekolah biara. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi seorang guru yang
populer. Ketika ditahbiskan sebagai seorang imam, ia menjadi seorang
pengkhotbah yang ulung sebab ia begitu penuh semangat.
Bonifasius ingin agar semua orang
mempunyai kesempatan untuk mengenal serta mengasihi Yesus dan Gereja-Nya. Ia
menjadi seorang misionaris di bagian barat Jerman. Paus St. Gregorius II
memberkatinya serta mengutusnya dalam misi tersebut. Bonifasius berkhotbah dan
berhasil dengan gemilang. Ia seorang yang lemah lembut serta baik hati. Ia juga
seorang yang amat pemberani. Suatu ketika, guna membuktikan bahwa
berhala-berhala kafir itu tidak benar, ia melakukan sesuatu yang sangat berani.
Adalah suatu pohon oak yang sangat besar yang disebut “Oak Thor”. Orang-orang
kafir percaya bahwa pohon itu pohon keramat bagi para dewa mereka. Di hadapan
orang banyak, Bonifasius menebas pohon itu beberapa kali dengan sebuah kampak.
Pohon besar itu pun tumbang. Orang-orang kafir menjadi sadar bahwa dewa-dewa
mereka itu tidak ada ketika tidak suatu pun terjadi atas Bonifasius.
Di mana saja Bonifasius berkhotbah,
orang-orang bertobat diterima dalam pangkuan Gereja. Sepanjang hidupnya, ia
mempertobatkan sejumlah besar orang. Sebagai ganti patung-patung berhala,
Bonifasius mendirikan gereja-gereja dan biara-biara.
Pada tahun 732, Bapa Suci yang baru, St.
Gregorius III mentahbiskan Bonifasius sebagai Uskup Agung dan memberinya daerah
misi baru. Daerah itu adalah Bavaria, yang sekarang merupakan wilayah negara
Jerman. Bersama rekan-rekannya, Bonifasius pergi untuk mengajarkan iman yang
benar kepada penduduk di sana. Di Bavaria, uskup yang kudus ini berhasil dengan
gemilang pula. Kemudian, suatu hari, Bonifasius sedang mempersiapkan penguatan
bagi beberapa orang yang bertobat. Sekelompok prajurit yang ganas menyerang
mereka. Bonifasius tidak mengijinkan para pengikutnya berkelahi melawan mereka.
“Tuhan kita menghendaki agar kita membalas kejahatan dengan kebaikan,” katanya.
“Telah tibalah hari yang telah lama kunanti-nantikan. Percayalah kepada Tuhan
dan Ia akan menyelamatkan kita.” Orang-orang barbar itu pun menyerang dan Bonifasius
adalah orang pertama yang terbunuh. Ia wafat sebagai martir pada tanggal 5 Juni
754. St. Bonifasius dimakamkan di sebuah biara terkenal yang didirikannya di
Fulda, Jerman, seperti yang diinginkannya.
“Marilah kita berdiri tegak
mempertahankan kebenaran dan mempersiapkan jiwa-jiwa kita menghadapi
pengadilan… hendaknya kita tidak menjadi anjing yang tidak menggonggong atau
penonton yang diam membisu atau pun gembala upahan yang melarikan diri
menghadapi serigala.” ~ St. Bonifasius
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santo Ferdinandus Constante, Martir
Ferdinandus dijuluki ‘Pangeran Tabah’ (=El Pricipe Constante) ia
ditangkap oleh tentara Maroko ketika bersama saudaranya, Henrikus Navigator,
berperang di Ceuta. Ia menjadi sandera dan karena tak mampu membayar uang
tebusan, Ferdinandus tidak dibebaskan. Lalu ia disiksa dengan keji sampai mati
pada tahun 1443.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Norbertus dilahirkan di Jerman sekitar
tahun 1080. Ia seorang anak yang baik semasa kanak-kanak dan remajanya.
Kemudian, di istana Kaisar Henry V, Norbertus menghabiskan waktunya dengan
bersenang-senang. Yang dipikirkannya hanyalah memperoleh kedudukan terhormat.
Ia adalah orang pertama yang datang di pesta-pesta serta perayaan-perayaan. Ia
sepenuhnya bahagia dengan “hidupnya yang mapan”. Akan tetapi, suatu hari, ia
amat ketakutan ketika suatu kilat menyambar dahsyat. Kudanya lari kencang. Norbertus
terpelanting ke tanah dan tak sadarkan diri. Ketika sadar, ia mulai memikirkan
dengan sungguh-sungguh cara hidupnya selama ini. Tuhan terasa sangat dekat.
Norbertus sadar bahwa Tuhan sedang menawarkan kepadanya rahmat untuk mengubah
cara hidupnya. Perlahan-lahan ia mulai memikirkan kembali keinginan yang pernah
ada dalam benaknya beberapa tahun yang silam. Ia berpikir untuk menjadi seorang
imam. Sekarang ia akan memenuhi panggilannya. Norbertus ditahbiskan sebagai
imam pada tahun 1115.
Pater Norbertus bekerja keras untuk
mengubah cara hidup orang banyak yang terpusat pada hal-hal duniawi. Ia
memberikan teladan kepada mereka dengan menjual segala harta miliknya serta
membagikan uangnya kepada mereka yang miskin. St. Norbertus mendirikan suatu kongregasi
untuk menyebarluaskan iman. Kelompoknya terbentuk dengan tiga belas orang hidup
bersama dalam suatu komunitas religius. Mereka tinggal di lembah Premontre.
Oleh sebab itulah kongregasinya disebut Premon-stratensians. Mereka disebut
juga Norbertines, sesuai nama pendirinya.
St. Norbertus ditahbiskan sebagai Uskup
Magdeburg. Ia memasuki kota Magdeburg dengan mengenakan pakaian yang sangat
sederhana serta tanpa sepatu. Penjaga pintu keuskupan tidak mengenalinya dan
tidak mengijinkannya masuk. Ia malahan menyuruh St. Norbertus untuk bergabung
dengan kawanan pengemis lainnya. “Tetapi, ia adalah Bapa Uskup kita yang baru!”
teriak mereka yang mengenalinya. Penjaga pintu amat terperanjat dan sangat
menyesal. “Tidak mengapa, saudaraku terkasih,” kata St. Norbertus dengan
lembut. “Kamu menilaiku lebih tepat daripada mereka yang membawaku ke sini.”
St. Norbertus harus berperang melawan
suatu bidaah yang menyangkal bahwa Yesus sungguh hadir dalam Ekaristi Kudus.
Ajarannya yang indah mengenai kehadiran nyata Kristus dalam Sakramen Mahakudus
membawa umat kembali pada iman mereka yang kudus. Pada bulan Maret 1133, ia dan
sahabatnya, St. Bernardus berjalan
beriringan dalam suatu perarakan yang tidak lazim. Mereka bergabung dengan
kaisar beserta bala tentaranya untuk mengawal paus yang sesungguhnya,
Inosensius II, ke Vatikan dengan selamat.
St. Norbertus wafat pada tahun 1134. Ia
dinyatakan kudus oleh Paus Gregorius XIII pada tahun 1582.
Apakah aku dengan
sungguh-sungguh memikirkan cara hidupku? Apakah perhatian utamaku adalah
untuk memperoleh jabatan terhormat, menikmati hidup yang “mapan”, serta
terpusat pada hal-hal duniawi? Apakah yang ditawarkan Tuhan kepadaku pada hari
ini?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santo Filipus, Diakon dan Penginjil
Filipus adalah salah seorang dari ketujuh diakon yang diangkat
para rasul untuk melayani umat Kristen perdana. Ia berkarya sebagai diakon di
Yerusalem (Kis6:5-6), kemudian mewartakan Injil di Samaria (Kisnl8:5-13), di
daerah Gaza (Kis8:26-39), dan di Asdod. Oleh karena itu ia disebut “Filipus si
Pemberita Injil”. Akhirnya ia tinggal menetap di Kaisarea. Disitu ia menerima
Paulus (Kis21:8). Filipus ini sering di campuradukkan dengan ‘Filipus Murid
Yesus’ yang berasal dari Betsaida (Mrk3:18 dst; Kis1:13).
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Anna adalah puteri keluarga petani. Ia
menggembalakan domba hingga usianya dua puluh tahun. Empat mil dari tempat
tinggalnya adalah kota Avila, kota dimana St. Theresia dan
para biarawati Karmelit tinggal. Anna diterima dalam ordo Karmelit sebagai
biarawati biasa, bukan rubiah. Artinya, Sr. Anna dapat pergi ke luar biara
untuk mengerjakan segala sesuatu sesuai kepentingan biara.
Tujuh tahun terakhir hidupnya, St.
Theresia memilih B. Anna untuk menemaninya dalam perjalanannya. St. Theresia
pergi berkeliling untuk mengunjungi komunitas-komunitas biarawati.
Kadang-kadang, ia mendirikan biara-biara baru. Kadang-kadang, ia membantu para
biarawati untuk lebih bersemangat dalam menjalani panggilan hidup yang
mengagumkan yang telah mereka pilih. St. Theresia sangat menghargai B. Anna dan
memujinya di hadapan para biarawati lainnya.
Meskipun B. Anna tidak memperoleh
kesempatan untuk bersekolah, ia bisa membaca dan menulis. Ia mencatat
petualangan perjalanannya dengan St. Theresia yang termashyur itu. B. Anna
jugalah yang ada di sampingnya ketika St. Theresia wafat.
Kehidupan B. Anna berlangsung
biasa-biasa saja selama enam tahun sesudah St. Theresia wafat. Kemudian,
pemimpin biara memutuskan untuk membuka sebuah biara baru di Paris, Perancis.
Lima orang biarawati dipilih untuk diutus ke sana, B. Anna termasuk salah
seorang di antara mereka. Sementara umat di Paris menyambut kedatangan para
biarawati dengan hangat, B. Anna menyelinap masuk ke dapur untuk mempersiapkan
hidangan bagi teman-temannya yang lapar. Pada akhirnya, empat dari kelima
biarawati tersebut dipindahtugaskan ke Belanda. Anna harus tetap tinggal, sebab
ia dipilih menjadi priorin (= pemimpin biara). Anna datang kepada Tuhan dan
mengatakan kepada-Nya bahwa sebagian besar dari para wanita Perancis yang
bergabung dalam komunitasnya berasal dari keluarga kaya serta keluarga
bangsawan, sementara ia sendiri hanyalah seorang gadis penggembala. Dalam
hatinya, B. Anna mendengar Tuhan menjawab: “Dengan jerami Aku akan menyalakan
api-Ku.”
Anna diutus ke Belanda untuk mendirikan
lebih banyak biara-biara baru. Pertama-tama ia pergi ke Mons dan kemudian ke
Antwerp. Para wanita yang bergabung dalam Ordo Karmelit menganggap Anna sebagai
seorang kudus. Anna wafat di Antwerp pada tahun 1626. Ia dinyatakan sebagai
“Beata” oleh Paus Benediktus XV.
Beata Anna mendengar suara Tuhan dalam
hatinya: “Dengan jerami Aku akan menyalakan api-Ku.” Semoga ungkapan ini
mendatangkan inspirasi bagi kita di kala kita merasa tertekan karena
ketidakmampuan atau pun kelemahan kita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
William Fitzherbert dilahirkan di
Inggris pada abad keduabelas. Ia adalah kemenakan Raja Stefanus. Pemuda William
seorang yang santai dan bahkan sedikit malas. Bagi sebagian orang, ia memberi
kesan bahwa ia tidak serius dalam menghadapi tugas dan tanggung-jawab hidupnya.
Namun demikian, William amat populer bagi penduduk kota York, kota tempat
tinggalnya.
Beberapa tahun kemudian, ketika uskup
agung York meninggal dunia, William ditunjuk untuk menduduki jabatan tersebut.
Pada masa itu, para raja seringkali ikut campur dalam pemilihan para uskup.
Oleh karena itu, banyak imam berpendapat bahwa William tidak ditunjuk secara
sah. Sesungguhnya pamannyalah, yaitu raja, yang telah menunjuk William untuk
jabatan itu. St. Bernardus membujuk
paus agar mengangkat seorang lain sebagai uskup agung York. William diminta
mundur karena mereka merasa bahwa pengangkatannya tidak sah. William
meninggalkan kediamannya di keuskupan dengan hati terluka dan perasaan terhina.
Ia kemudian tinggal bersama seorang pamannya yang lain, seorang uskup.
Perlahan-lahan William menjadi seorang yang amat religius. Ia tidak mau
menerima segala kenyamanan yang ditawarkan pamannya. Ia berdoa dan melakukan
matiraga. Ia mulai menunjukkan perhatiannya yang besar akan iman dan akan
Gereja.
Umat York marah mengetahui apa yang
terjadi pada uskup agung mereka. Mereka tidak dapat mengerti bagaimana mungkin
hal serupa itu dapat terjadi. Maka, terjadilah perkelahian antara mereka yang
menghendaki William dan mereka yang tidak. Enam tahun berlalu. William hidup
tenang dalam doa di rumah pamannya, sang Uskup. Ia berdoa kepada Tuhan mohon
perdamaian bagi keuskupannya. Tidak lagi jadi masalah baginya bahwa ia telah
diperlakukan tidak adil. Yang terpenting baginya adalah bahwa umatnya mendapat
perhatian yang mereka butuhkan.
Pada akhirnya, doa-doa William terjawab.
Ketika uskup agung yang lain itu wafat, paus meminta William kembali ke York.
Ia tiba di keuskupannya pada bulan Mei tahun 1154. Umat sangat gembira
menyambutnya. Tetapi William telah lanjut usia sekarang, dan kurang lebih
sebulan kemudian ia pun wafat. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Honorius III pada
tahun 1227.
Bagaimana kita dapat terus melangkah
maju dalam hidup kita dan tidak menyia-nyiakan waktu dengan memikirkan
luka-luka kita? Kita dapat berpaling kepada Yesus untuk membebaskan kita dari
hal-hal yang menghalangi kita mencapai kepenuhan hidup.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santa Maria Droste zu Vishering, Biarawati
Maria Hidup antara tahun 1863-1899. Suster Gembala Baik ini
terkenal saleh dan suci hidupnya. Ia senantiasa mendorong Sri Paus Leo XIII
(1878-1903) untuk mempersembahkan dunia sejagat kepada perlindungan Hati Kudus
Yesus. I.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Efrem dilahirkan di Mesopotamia sekitar
tahun 306. Ia dibaptis ketika usianya delapan belas tahun. Beberapa waktu
kemudian, Efrem pergi ke pegunungan dan menjadi seorang pertapa. Ia menemukan
sebuah gua dekat kota Edessa di Siria. Bajunya compang-camping dan ia hanya
makan makanan hasil bumi.
Efrem cepat sekali naik darah.
Perlahan-lahan ia dapat menguasai dirinya. Orang-orang yang berjumpa dengannya
menyangka bahwa sudah watak dasarnya ia seorang yang amat sabar. Efrem sering
berkhotbah di Edessa. Apabila ia berbicara tentang pengadilan Tuhan, umat yang
mendengarnya menangis tersedu-sedu. Ia akan mengatakan kepada mereka bahwa ia
adalah seorang pendosa besar. Dan sungguh demikianlah maksudnya, sebab sekali
pun ringan, dosa-dosa itu tampak berat baginya. Ketika St. Basilius berjumpa
dengannya, ia bertanya, “Engkaukah Efrem, hamba Yesus yang termashyur itu?”
Segera Efrem menjawab, “Akulah Efrem yang dengan tidak layak berjalan menuju
keselamatan.” Kemudian ia memohon serta menerima nasehat dari St. Basilius
mengenai bagaimana bertumbuh dalam hidup rohani.
Efrem menghabiskan waktunya dengan
menulis buku-buku rohani. Ia menulis dalam beberapa bahasa: Siria, Yunani,
Latin dan Armenia. Karya tulisnya sungguh sangatlah indah dan mendalam hingga
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Hingga sekarang orang masih membacanya.
Efrem juga menulis kidung-kidung pujian. Lagu-lagunya menjadi sangat populer.
Sementara orang menyanyikannya, mereka belajar banyak tentang iman mereka.
Itulah sebabnya St. Efrem dijuluki “harpa Roh Kudus”. Ia seorang guru yang
hebat, yang mengajar lewat tulisan-tulisannya, karena itulah pada tahun 1920 ia
digelari Pujangga Gereja. St. Efrem wafat pada bulan Juni tahun 373.
“Ya Yesus, melalui sakramen-Mu, kami
setiap hari memeluk-Mu serta menerima-Mu dalam tubuh kami; jadikan kami layak
menikmati kebangkitan yang kami rindukan. Kami telah menyimpan harta pusaka-Mu
itu yang tersembunyi dalam diri kami sejak kami menerima rahmat Sakramen
Pembaptisan; yang senantiasa diperkaya dengan Sakramen Perjamuan-Mu.” ~ St. Efrem
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santo Primus dan Felicianus, Martir
Kedua bersaudara kandung ini
berasal dari keluarga kafir di kota Roma. Meskipun mereka masih kafir, namun
mereka dikenal sebagai orang baik-baik yang disenangi banyak orang. Semenjak
kecil, Primus dan Felicianus hidup di lingkungan kafir dan dididik oleh kafir
pula.
Pengenalannya akan iman Kristen
sampai menjadi martir, berawal dari perkenalan mereka dengan Paus Feliks I (269-274). Dari bimbingannya kedua bersaudara ini mengenal
iman Katolik dan dipermandikan.
Setelah permandiannya, mereka rajin berdoa dan melakukan kegiatan-kegiatan amal kasih, mengunjungi orang-orang Kristen di penjara untuk menghibur dan meneguhkan hati mereka. Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada mereka dan melindungi mereka dari segala tindakan kejam para penguasa negara. Selama bertahun-tahun berkarya di tengah-tengah aksi penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh kaisar Diokletianus, Primus dan Felicianus selalu terhindar dari usaha penangkapan.
Tetapi akhirnya mereka di tangkap juga pada tahun 297 dan dipenjarakan bersama orang-orang Kristen lainnya. Namun demikian iman mereka tidak goncang sedikitpun. Mereka saling menghibur dan dengan tekun saling meneguhkan sesamanya yang lain. Setelah beberapa waktu, mereka di bawa ke Nomentum, kota kecil yang berjarak 12 mil dar Roma. Mereka diadili oleh Promotus. Dakwaan dan berbagai ancaman dikenakan pada mereka, namun iman mereka tidak goyah. Akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati penggal kepala.
Jenazah mereka dimakamkan di
Nomentum. Pada tahun 649, Sri Paus Theodorus I (642-649)
menyuruh memindahkan jasad mereka ke kota San Stephanus Rotondo. Inilah
peristiwa pertama, dimana tulang-belulang para martir boleh dibawa keluar kota
dari kota Roma.
Beata Diana, Sesilia dan Amata, Perawan
Santo
Dominikus memperluas karyanya ke Italia dan memilih kota Bologna sebagai pusat
karyanya, karena buah-buah pikirannya diterima baik di Universitas
Bologna.
Pada mulanya karya Dominikus di kota ini tidak terlalu berhasil. Banyak rintangan menghadang, terutama karena Tuan Andalo, seorang tuan tanah yang berkuasa di Bologna, tidak suka pada agama Kristen. Meski demikian, Dominikus tidak berputus asa. Tuhan tetap memberkati karyanya dan memberinya jalan keluar dari segala kesulitan. lewat Diana, puteri kesayangan Andalo, Dominikus mendapat jalan keluar untuk menanamkan pengaruhnya di Bologna. Diana menjadi sahabat baik Dominikus, dan sangat tertarik pada ajaran iman Katolik. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti pelajaran agama dan ingin menjadi seorang biarawati. Ia yakin bahwa ia dapat membujuk ayahnya dan keluarganya agar tidak bersikap antipati terhadap agama Katolik. Kecuali itu, ia merasa yakin sekali bahwa ayahnya akan bersikap lunak dan akan membantu mendirikan sebuah biara Dominikan di kota Bologna.
Pada mulanya karya Dominikus di kota ini tidak terlalu berhasil. Banyak rintangan menghadang, terutama karena Tuan Andalo, seorang tuan tanah yang berkuasa di Bologna, tidak suka pada agama Kristen. Meski demikian, Dominikus tidak berputus asa. Tuhan tetap memberkati karyanya dan memberinya jalan keluar dari segala kesulitan. lewat Diana, puteri kesayangan Andalo, Dominikus mendapat jalan keluar untuk menanamkan pengaruhnya di Bologna. Diana menjadi sahabat baik Dominikus, dan sangat tertarik pada ajaran iman Katolik. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti pelajaran agama dan ingin menjadi seorang biarawati. Ia yakin bahwa ia dapat membujuk ayahnya dan keluarganya agar tidak bersikap antipati terhadap agama Katolik. Kecuali itu, ia merasa yakin sekali bahwa ayahnya akan bersikap lunak dan akan membantu mendirikan sebuah biara Dominikan di kota Bologna.
Tetapi apa yang diyakininya
tidak terjadi dengan mulus. Tatkala ia memberitahukan dan seluruh anggota
keluarganya tentang niat sucinya untuk menjadi seorang biarawati, ia dimarahi
dan cita-citanya ditolak mentah-mentah. Menghadapi kemarahan dan penolakan
keluarganya itu, Diana segera mengambil keputusan berani untuk meninggalkan
rumah dan lari mencari perlindungan pada para imam Agustinian di Roxana.
Keputusan ini dilaksanakannya secara diam-diam. Hal ini sangat mengejutkan
keluarganya. Mereka segera mencari Diana. Akhirnya mereka menemukan dia di
Biara Roxana dan membawanya pulang ke rumah. Disana ia dipukul dan dikurung
dalam sel. Tetapi beberapa hari kemudian, Diana berhasil meloloskan diri dan
kembali ke Roxana. Keluarganya tidak berusaha mencarinya lagi.
Beato Yordan dari Saxon
turut berusaha menenangkan keluarganya dan melembutkan hati tuan Andalo bersama
anak-anaknya yang lain. Usaha Yordan ini disambut dengan baik dan berhasil.
Tuan Andalo bersama anak-anaknya dapat menerima panggilan Diana dan membantu
mendirikan sebuah biara kecil bagi biara Dominikan. Biara kecil ini kemudian
dihuni Diana bersama empat orang kawannya. Cara hidup mereka menarik banyak
orang sehingga dalam waktu relatif singkat merka mendapat tambahan anggota baru.
Dua orang dari anggota baru adalah Sisilia dan Amata, sahabat karib Diana.
Bersama Diana, Sisilia dan Amata berkembang dalam hidup rohani dan dalam
pengabdian tulus kepada Allah. Kemudian mereka digelari ‘beata’(yang
berbahagia) oleh Gereja pada tahun 1891.
Beata Anna Maria Taigi, Pengaku Iman
“Keluargaku seperti Firdaus tampaknya, dan hatiku sungguh
bahagia”, demikian kata Dominiko Taigi waktu berlangsungnya proses pernyataan
beata atas diri Anna Taigi, isterinya. Kegembiraan dan kebahagiaan yang sama
meliputi anak-anaknya serta pembantu yang melayaninya. Mereka semua kagum akan
kesucian hidup Anna Maria yang sangat mencintai mereka dengan perhatian dan
kebaikannya yang luar biasa.
Anna Maria Taigi hidup
antara 1769-1837 dan terlahir di Siena.Ketika berumur enam tahun, ia berada di
Roma untuk mengikuti pendidikan disana. Ia kelihatan saleh dan sederhana. Ia
gemar mengenakan pakaian yang indah-indah serta gemar akan
kesenangan-kesenangan dunia yang pantas. Perkawinannya dengan Dominiko Taigi
berlangsung pada usia 21 tahun. Tuhan menganugerahkan kepadanya tujuh orang
anak. Hidup mereka sederhana namun bahagia. Untuk menambah pendapatan keluarga,
ia menerima pesanan jahitan. Memang banyak sekali pengalaman pahit dialaminya,
namun semuanya dipersembahkan kepada Tuhan.
Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan tujuh orang anak bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. Beban tanggungannya semakin bertambah berat ketika Sophia anaknya menjadi janda dan kembali tinggal dengannya bersama enam orang anaknya yang lain.
Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya Ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasih orang lain.
Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan tujuh orang anak bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. Beban tanggungannya semakin bertambah berat ketika Sophia anaknya menjadi janda dan kembali tinggal dengannya bersama enam orang anaknya yang lain.
Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya Ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasih orang lain.
Terdorong akan pengalaman akan Allah itu, Anna semakin yakin akan
perlindungan Tuhan atas dirinya. Ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah
sebagai kurban silih atas dosa-dosa dunia dan bagi keselamatan Gereja ditengah
banyak masalah. Banyak sekali orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan.
Banyak waktu dihabiskannya untuk melayani orang-orang itu. Kesucian hidupnya
ternyata berpengaruh besar terhadap lingkungan disekitarnya. Meski banyak kali
disibukkan untuk melayani orang lain, namun apa yang menjadi kewajibannya
sebagai ibu rumah tangga tidak pernah dilalaikannya. Suami dan anak cucunya
dilayani dengan penuh kasih sayang. Ia pun banyak membantu orang-orang susah
dan menyembuhkan banyak orang sakit tanpa meminta bayaran.
Anna Taigi diberi gelar ‘beata’ bukan karena penglihatan ajaib
yang dilihatnya tetapi karena kebaikan hatinya, kemiskinannya, kerendahan
hatinya serta kerelaannya untuk menderita bagi jiwa-jiwa.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
10 Juni B. Henry dari Treviso
Henry dilahirkan di Bolzano, Italia pada
tahun 1250. Keluarganya amat miskin, sebab itu ia tidak beroleh kesempatan
untuk belajar membaca dan menulis. Setelah remaja, Henry pindah ke Treviso
untuk mendapatkan pekerjaan. Ia menjadi seorang buruh harian. Sedikit saja
orang yang tahu bahwa Henry membagi-bagikan sebagian besar penghasilannya
kepada kaum miskin. Ia ikut ambil bagian dalam Misa setiap hari dan menyambut
Komuni Kudus sesering yang diijinkan. Henry mencintai Sakramen Tobat juga dan
mendapati sakramen pengampunan Allah ini sungguh membesarkan hati. Orang mulai
memperhatikan orang Kristen yang bagaimana Henry itu. Penitensinya adalah
bekerja giat dalam pekerjaan. Ia melewatkan banyak waktu setiap harinya untuk
masuk dalam doa pribadi, biasanya di gereja. Henry dikenal akan ketenangan dan
kelemahlembutannya. Terkadang orang mengoloknya sebab ia begitu amat sederhana.
Sementara semakin bertambah usianya, Henry mulai tampak kusut dan bongkok. Anak-anak
melontarkan ejekan atas penampilannya yang aneh itu. Tetapi Henry tidak marah.
Ia paham bahwa mereka tidak mengerti bahwa mereka dapat melukai hatinya.
Ketika Henry telah terlalu tua dan lemah
untuk dapat bekerja, seorang sahabat bernama James Castagnolis membawanya masuk
ke dalam rumahnya sendiri. Castagnolis memberinya sebuah kamar tempat tinggal
dan makanan apabila Henry menghendakinya. Beato Henry bersikukuh hidup
bergantung pada amal kasih penduduk Treviso. Mereka murah hati dalam amal kasih
mereka berupa makanan, sebab mereka tahu Henry membagikan amal kasih mereka
kepada banyak orang yang miskin dan tak memiliki tempat tinggal. Pada masa
akhir hidupnya, Henry nyaris tak dapat berjalan. Orang memandang kagum
sementara orangtua ini menyeret diri ke gereja untuk ikut ambil bagian dalam
Misa pagi. Seringkali pula ia mengunjungi gereja-gereja setempat lainnya,
dengan terseok-seok maju ke setiap tujuan.
Betapa misteri yang terkandung dalam
diri orang saleh ini. Ketika ia wafat pada tanggal 10 Juni 1315, orang banyak
memadati biliknya. Mereka menginginkan sebuah relikwi, sebuah kenangan. Dan
mereka menemukan harta bendanya: pakaian kasar matiraga, sepotong balok kayu
yang adalah bantalnya, dan setumpuk jerami yang adalah tempat pembaringannya.
Jenazah Henry dipindahkan ke katedral agar semua orang dapat menyampaikan
hormat mereka. Lebih dari duaratus mukjizat dilaporkan terjadi dalam beberapa
hari sesudah wafatnya. Henry dari Treviso dimaklumkan sebagai “beato” oleh Paus
Benediktus XIV.
Kesahajaan dan kemurahan hati menandai
hidup orang kudus ini. Bagaimanakah aku mengamalkan hidupku sebagai seorang
Kristiani?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santo Henrikus Balzano, Pengaku Iman
Henrikus hidup antara tahun 1250-1315. Ia tinggal di Balzano,
Italia dan sehari-harinya bekerja sebagai buruh. Hidupnya amat saleh dan
ditandai dengan ketekunan doa dan banyak matiraga.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Meskipun bukan salah seorang dari kedua
belas rasul Kristus, Barnabas disebut juga sebagai rasul oleh St. Lukas dalam
kitab Kisah para Rasul. Hal ini dikarenakan, sama seperti rasul Paulus,
Barnabas menerima suatu tugas perutusan khusus dari Tuhan. Barnabas adalah
seorang Yahudi kelahiran pulau Siprus. Namanya adalah Yusuf, tetapi para rasul
memberinya nama Barnabas, yang artinya “anak penghiburan”.
Segera sesudah menjadi seorang Kristen,
St. Barnabas menjual segala harta miliknya dan memberikan uangnya kepada para
rasul. Ia seorang yang lembut serta baik hati. Ia penuh semangat dalam
membagikan iman dan cintanya kepada Yesus. Barnabas diutus ke kota Antiokhia
untuk mewartakan Injil. Antiokhia adalah kota terbesar ketiga dalam Kerajaan
Romawi. Di Antiokhia-lah para pengikut Kristus untuk pertama kalinya disebut
Kristen. Barnabas menyadari bahwa ia membutuhkan bantuan. Ia berpikir tentang
Paulus dari Tarsus. Ia yakin bahwa pertobatan Paulus tulus adanya. Barnabas-lah
yang meyakinkan St. Petrus dan komunitas Kristen. Ia meminta Paulus bergabung
dan berkarya bersamanya. Barnabas seorang yang rendah hati, ia tidak khawatir
berbagi tugas dan tanggung jawab dengan orang lain. Ia tahu bahwa Paulus juga
memperoleh karunia luar biasa untuk dibagikan dan ia ingin agar Paulus
memperoleh kesempatan untuk itu.
Beberapa waktu kemudian, Roh Kudus
memilih Paulus dan Barnabas untuk suatu tugas khusus. Tak lama sesudahnya,
kedua rasul itu pun pergi melaksanakan suatu tugas perutusan yang berani.
Mereka menanggung banyak penderitaan dan bahkan harus mempertaruhkan nyawa
mereka. Meskipun demikian, pewartaan mereka berhasil memenangkan banyak jiwa
bagi Yesus dan Gereja-Nya.
Kelak, St. Barnabas pergi dalam suatu
tugas perutusan lain, kali ini bersama Yohanes Markus, sepupunya. Mereka pergi
ke Siprus, daerah asal Barnabas. Begitu banyak orang menjadi percaya melalui
pewartaannya, hingga Barnabas dijuluki Rasul dari Siprus. Menurut tradisi,
orang kudus yang hebat ini dirajam sampai mati pada tahun 61.
Dalam doa hari ini, kita mohon rahmat
untuk “menyalakan dalam diri kita api cinta yang telah mengobarkan St. Barnabas
dalam membawa terang Injil kepada bangsa-bangsa.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
St. Yohanes dilahirkan di Sahagun,
Spanyol, pada abad kelima belas. Ia mendapatkan pendidikan dari para biarawan
Benediktin di kotanya. Kemudian, Yohanes menjadi seorang imam paroki. Pater
Yohanes dapat saja hidup nyaman di katedral atau di salah satu paroki yang mapan
di keuskupannya. Tetapi, Pater Yohanes memilih hidup miskin dan sederhana
seperti cara hidup Yesus sendiri. Ia memilih untuk bertanggung jawab atas
sebuah kapel kecil saja. Di sana ia merayakan Misa, berkhotbah dan mengajar
katekese.
Pater Yohanes merasa perlu mendalami
teologi, maka ia belajar di Universitas Katolik Salamanca. Setelah empat tahun
belajar dengan tekun, ia menjadi seorang pengkhotbah yang ulung. Sembilan tahun
kemudian, ia bergabung dengan para biarawan Agustin. Mereka amat terkesan dengan
cara Pater Yohanes mengamalkan keutamaan-keutamaan Kristiani. Ia taat kepada
para atasannya dan rendah hati pula. St. Yohanes terus berkhotbah. Homili atau
khotbahnya yang indah berhasil membawa perubahan dalam kehidupan penduduk
Salamanca. Mereka saling berkelahi dengan sengit di antara mereka. Sering kali
para pemuda bangsawan saling baku hantam untuk balas dendam. St. Yohanes
berhasil mengakhiri banyak perkelahian-perkelahian sengit semacam ini. Ia
bahkan membujuk mereka untuk saling memaafkan satu sama lain.
St. Yohanes tidak takut meluruskan
perbuatan-perbuatan jahat, bahkan ketika pelakunya adalah orang-orang berkuasa
yang dapat membalas dendam padanya. Suatu ketika, ia menegur seorang pangeran
karena menyebabkan orang-orang miskin menderita. Memang benar apa yang
dikatakan imam! Pangeran amat marah, ia mengirim dua orang utusannya untuk
membunuh St. Yohanes. Kedua utusan itu pergi mendapatkan sang imam. Pater
Yohanes begitu lemah lembut dan baik hati. Kedua utusan itu pun segera dipenuhi
rasa sesal dan mohon pengampunan darinya. Kemudian sang pangeran sakit parah.
Berkat doa-doa St. Yohanes, ia menyesali dosa-dosanya dan sembuh dari
penyakitnya.
Melalui doa dan Misa Kudus, St. Yohanes
menerima rahmat yang memberinya karisma istimewa sebagai seorang pengkhotbah.
Ia merayakan Misa Kudus dengan cinta bakti yang amat mendalam. Ia wafat pada
tanggal 11 Juni 1479. St. Yohanes dari Sahagun dinyatakan kudus oleh Paus
Alexander VIII pada tahun 1690.
Marilah mohon Roh Kudus membantu kita
menjadi seorang Kristen sejati. Semoga segala tutur kata dan perbuatan kita
membawa orang lain datang kepada Kristus.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
13 Juni, Santo Antonius dari Padua, Imam
dan Pujangga Gereja
Sebelum masuk biara, Antonius
bernama Ferdinand. Ia lahir di Lisabon, Portugal pada tahun 1195. Sejak masa
mudanya, ia sangat tertarik pada doa, studi dan pekerjaan-pekerjaan rohani bagi
kepentingan jiwa-jiwa. Ia masuk Ordo Santo Agustinus di Koimbra dan ditabhiskan
menjadi imam. Setelah beberapa waktu berkarya, ia pindah ke Ordo
Saudara-saudara Dina atau Fransiskan, terdorong oleh teladan para martir
Fransiskan. Ia menerima Ordo Fransiskan dan mendapat nama baru Antonius.
Sebagai seorang Fransiskan muda, Antonius di kirim ke Afrika. Tetapi karena kesehatannya yang terus terganggu, ia kemudian kembali lagi ke biara pusat. Di sana selain kegiatan doa dan belajar, ia dengan senang hati mengerjakan tugas-tugas rumah yang paling hina.
Pada tahun 1221 ia juga mengikuti kapitel di Asisi yang dipimpin langsung oleh Santo Fransiskus sendiri. Pada kesempatan itu, ia diminta untuk berkhotbah. Semua saudaranya kagum akan khotbahnya yang menarik dan mendalam itu. Sejak itulah, Antonius mulai dikenal sebagai seorang ahli KeTuhanan dan pujangga yang pandai. Ia diutus untuk berkhotbah kepada umat di Prancis, Italia dan Sisilia.
Paus Gregorius yang pernah mendengarkan khotbahnya sangat kagum dan lalu memberinya gelar “ahli Kitab Suci” karena khotbah-khotbahnya yang bernafaskan ayat-ayat Kitab Suci yang mengena dan jitu. Pengajarannya yang penuh semangat cinta kepada Tuhan dan sesama membawa hasil yang luar biasa. Banyak penganut aliran sesat bertobat kembali oleh karena khotbah-khotbahnya. Pada tahun 1231 ia meninggal dunia di Padua dalam usia 36 tahun. Sejak wafatnya banyak orang beriman meminta bantuannya. Mukjizat-mukjizat yang terjadi oleh pengantaraannya terjadi dimana-mana. Ketika Sri Paus Pius XII (1939-1958) meresmikan penggelaran Antonius sebagai “Pujangga Gereja”, ia mengatakan bahwa semua ajaran yang disampaikan santo ini berjiwakan Injil Suci. Pengantaraannya amat berkuasa menemukan kembali barang yang hilang terutama untuk kembalinya rahmat pengudusan yang hilang karena dosa. Sumber : http://www.imankatolik.or.id
St. Metodius hidup pada abad kesembilan.
Ia lahir dan dibesarkan di Sisilia. Metodius mengenyam pendidikan tinggi dan ia
menghendaki jabatan yang sesuai untuknya. Sebab itu, ia memutuskan untuk
berlayar ke Konstantinopel agar dapat memperoleh kedudukan penting di istana
kaisar. Dalam perjalanannya ke sana, ia bertemu dengan seorang biarawan kudus
yang berbincang dengannya dalam suatu percakapan yang panjang serta mendalam.
Segala pertanyaan tentang Tuhan dan kehidupan abadi bermunculan dalam benak
Metodius. Biarawan itu membantunya sadar bahwa guna memperoleh sukacita sejati
dalam hidup, ia perlu mempersembahkan dirinya kepada Tuhan dalam hidup
religius. Jadi, ketika Metodius tiba di Konstantinopel, ia melewati istana dan
menuju sebuah biara.
Umat Kristiani sedang menghadapi
masa-masa sulit di Konstantinopel. Sebagian berpendapat bahwa adalah salah
memiliki gambar-gambar atau pun ikon-ikon religius. Mereka menyangka bahwa
orang berdoa kepada gambar atau patung, dan bukan kepada pribadi yang
diwakilinya. Terjadi pertikaian sengit dan kaisar ikut campur di dalamnya. Ia
sependapat dengan orang-orang yang beranggapan bahwa gambar dan patung adalah
berhala. Sebaliknya, St. Metodius tidak sependapat dengan kaisar. Ia paham
betul mengapa umat Kristiani membutuhkan gambar dan patung. Ia dipilih untuk
pergi ke Roma dan mohon Bapa Suci untuk menyelesaikan persoalan. Ketika ia
kembali, kaisar menjatuhkan hukuman penjara selama tujuh tahun kepadanya.
Metodius menderita dalam sel penjara yang gelap serta pengap, namun demikian ia
tidak patah semangat. Ia tahu bahwa Yesus akan mempergunakan penderitaannya
untuk menyelamatkan Gereja. Akhirnya, pada tahun 842, kaisar wafat. Isterinya,
Theodora, menggantikannya karena putera mereka masih bayi. Theodora mempunyai
pendapat yang berbeda dari suaminya, sang kaisar. Ia berpendapat bahwa orang
seharusnya bebas mempergunakan patung, ikon dan gambar-gambar kudus apabila
mereka menghendakinya. Metodius dan mereka yang telah lama menderita menjadi
amat gembira. Sekarang mereka telah bebas.
Salah seorang yang membuat St. Metodius
paling menderita, dikirim ke pembuangan oleh sang ratu. Kemudian Metodius
diangkat menjadi patriarcha (Uskup Gereja Timur) Konstantinopel. Ia amat
dikasihi umatnya.
St. Metodius menulis karya-karya indah
tentang teologi dan kehidupan rohani. Ia juga menuliskan riwayat hidup para
kudus dan juga sajak. Metodius menjadi patriarcha selama empat tahun, lalu
wafat pada tanggal 14 Juni 847.
Setiap hari dalam hidup, kita
dihadapkan pada pilihan-pilihan, baik yang menyangkut hal-hal besar, maupun
hal-hal kecil. Dalam doa pada hari ini, marilah kita mohon karunia
kebijaksanaan agar dapat memilih yang terbaik bagi kita bagi kehidupan sekarang
dan terutama bagi kehidupan kekal kita kelak bersama Tuhan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Pibrac adalah sebuah dusun kecil di
Perancis di mana Germana dilahirkan sekitar tahun 1579. Ia menghabiskan seluruh
hidupnya di sana. Germana seorang gadis yang selalu sakit-sakitan. Ia tidak
cantik. Tangan kanannya cacat dan tak dapat digunakan. Ayahnya kurang
memperhatikannya. Ibu tirinya tidak suka ia berada dekat anak-anaknya yang
sehat. Jadi, Germana tidur di kandang bersama domba-dombanya, bahkan pada musim
dingin. Bajunya compang-camping dan ia menjadi bahan olok-olok anak-anak lain.
Sepanjang hari Germana menjaga kawanan dombanya di padang. Apabila ia pulang ke
rumah pada malam hari, ibu tirinya acap kali berteriak padanya dan memukulinya.
Namun demikian, gadis malang ini
berbicara kepada Tuhan dan ia ingat bahwa Tuhan senantiasa bersamanya sepanjang
waktu. Setiap hari ia selalu ambil bagian dalam Perayaan Misa. Ia meninggalkan
kawanan dombanya dalam penjagaan malaikat pelindungnya. Tak pernah sekali pun
domba-domba itu keluar melewati batas tongkat gembalanya yang ia tancapkan ke
tanah.
Germana seringkali mengumpulkan
anak-anak kecil dan mengajarkan iman kepada mereka. Ia ingin agar hati
anak-anak itu dipenuhi cinta Tuhan. Semampunya, ia juga berusaha membantu
mereka yang miskin. Ia membagi sedikit makanan yang diberikan kepadanya dengan
para pengemis. Pada suatu hari di musim dingin, ibu tirinya menuduh Germana
mencuri roti. Wanita itu mengejarnya dengan tongkat. Tetapi, yang jatuh dari
celemek baju Germana bukanlah roti, melainkan bunga-bunga musim semi.
Sekarang, orang-orang tidak lagi
memperoloknya. Malahan, mereka mengasihi dan mengaguminya. Ia boleh tinggal
dalam rumah ayahnya, tetapi Germana memilih untuk tetap tidur di kandang.
Hingga, suatu hari pada tahun 1601, ketika usianya dua puluh dua tahun, ia
ditemukan wafat di atas tempat tidur jeraminya. Hidupnya yang sarat dengan
penderitaan sudah berakhir. Tuhan mengadakan mukjizat-mukjizat untuk
menunjukkan bahwa ia seorang kudus.
Dalam penderitaan, kita senantiasa
dapat datang kepada Yesus dan mohon pertolongan-Nya. Mengijinkan-Nya tinggal
dalam hati kita adalah hal paling mesra yang dapat kita lakukan dalam membina
hubungan dengan Yesus, teristimewa ketika kita menerima-Nya dalam Komuni Kudus.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santo Vitus, Modestus dan Santa Kresensia, Martir
Vitus, Modestus dan Kresensia hidup pada awal abad ketiga pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus. Riwayat hidup mereka diketemukan dalam buku Hieronomianum, karangan Santo Hieronimus, yang mengisahkan riwayat para martir. Diceritakan bahwa Vitus, Modestus dan Kresensia adalah martir-martir dari propinsi Lucania, Italia Selatan. Kemungkinan mereka lahir di Sisilia. Relikiu mereka yang masih ada sampai sekarang pernah diserahkan kepada Santo Denis di Paris tahun 775. Dari sana relikiu mereka dibawa ke Corvey atau New Corbie di Saxony pada tahun 836. Di Jerman ada kebaktian khusus untuk menghormati mereka sebagai martir. Mereka dihormati sebagai pelindung para penderita saraf epilepsi dan gigitan binatang liar, serta pelindung para penari dan aktor.
Vitus adalah putera tunggal Hylas, seorang senator dari Sisilia. Ia menjadi penganut agama Kristen sejak kecilnya. Permandiannya sebagai orang Kristen dilakukan tanpa sepengatahuan orang tuanya. Ia sudah menjadi orang suci dalam usianya yang muda itu. Dengan doa-doanya ia membuat banyak mukjizat dan mempertobatkan banyak orang kafir dan orang berdosa.
Karena cara hidupnya dan segala yang terjadi melalui doa-doanya dianggap menambah keharuman nama orang-orang Kristen, maka Valerianus membujuk Hylas supaya memaksa anaknya untuk melepaskan imannya akan Kristus. Namun segala bentuk bujukan sang ayah tidak berhasil mematahkan keteguhan iman Vitus. Valerianus yang berkuasa terpaksa menempuh jalan berani tanpa memperhatikan lagi kedudukan Hylas sebagai senator. Pertama-tama Valerianus menempuh cara halus dengan membujuk Vitus. Ia memberikan janji-janji muluk kepada Vitus. Tetapi pendirian Vitus tidak tergoncangkan. Melihat sikap keras Vitus ini, Valerianus meningkatkan tindakannya dengan mengancam dan menakut-nakuti Vitus. Ancaman-ancaman ini pun tidak mempan. Akhirnya Vitus ditangkap dan disiksa dengan keji. Namun semua penyiksaan atas dirinya tidak mampu menggoyahkan pendirian dan keteguhan imannya.
Oleh campur tangan Allah, Vitus berhasil meloloskan diri dari Sisilia bersama dua orang pengasuhnya: Modestus dan Kresensia. Seorang Malaikat menuntun perahu yang mereka tumpangi menuju Lucania. Di Lucania mereka mewartakan Injil kepada penduduk setempat. Kemudian mereka pergi ke Roma. Disana Vitus menyembuhkan putera Kaisar Diokletianus. Meski demikian, Diokletianus memaksanya untuk menyembah berhala
Pemaksaan ini ditolak Vitus dengan tegas. Oleh karena itu, bersama Modestus dan Kresensia, Vitus disiksa dengan berbagai cara. Mereka dimasukkan ke dalam bak air yang mendidih dan kemudian dilemparkan ke sarang singa. Tetapi Tuhan tetap melindungi hamba-hamba-Nya. Singa-singa ganas itu tidak berbuat apa-apa terhadap mereka., bahkan sebaliknya menjilat-jilat kaki mereka. Melihat semua kejadian ajaib itu, mereka segera diikat dan ditarik oleh kuda sepanjang jalan-jalan kota, hingga tubuh mereka terkoyak-koyak. Ketika itu terjadilah angin taufan yang menghancurkan kuil berhala serta menewaskan banyak orang di kota itu. Mereka kemudian diselamatkan oleh seorang malaikat Tuhan di Luciana. Akhirnya mereka terbunuh pada tahun 303.
Beata Paola Gambara Costa, Pengaku Iman
Paola lahir di Brescia, Italia pada tahun 1473 dari sebuah keluarga kaya-raya. Semenjak kecil ia sudah tertarik pada hal-hal kerohanian yang menjadi kewajiban imannya. Pada usia 12 tahun, ia menikah dengan Ludoviko Cantonio Costa, seorang pemuda bangsawan. Ia amat rajin berdoa, merayakan Ekaristi serta penuh cinta kepada suaminya. Tuhan menganugerahkan kepadanya kecukupan dalam kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari sebagaimana dialami oleh Nabi Eliza, dan semangat kedermawanan seperti Santa Elisabeth Hunggaria. Ia menjadi anggota Ordo Ketiga Santo Fransiskus dan banyak melakukan tanda-tanda heran. Paola wafat pada tanggal 31 Januari 1515 pada usia 42 tahun.
Santo Vladimir, Pengaku Iman
Raja Santo Vladimir I adalah Pangeran Kristen pertama dari negara Kiev, Rusia Selatan (Slavia Timur). Ia memerintah dari tahun 980 sampai 1015. Cucu Santa Olga (+969) ini dihormati sebagai santo pelindung Rusia. Ia lahir di Kiev kira-kira pada tahun 956. Semenjak masa kecilnya, ia dididik dan dibersarkan dalam lingkungan dan adat istiadat kafir. Olga neneknya terus menerus mempengaruhi dia agar menjadi Kristen.
Sepeninggal ayahnya, Pangeran Sviatoslav dari Kiev (964-972), Vladimir terlibat dalam pertikaian hebat dengan kedua adiknya laki-laki untuk memperebutkan hak kepemimpinan atas negara Kiev. Pada tahun 980 ia mengambil ahli ibukota Kiev, dan memaksakan kekuasaannya pada kedua saudaranya. Pada waktu itu, ia tampil sebagai seorang penentang keras misionaris-misionaris Kristen pertama yang menyelusup masuk ke dalam wilayah Kiev dari Bulgaria, sebuah negara Kristen Slavia lainnya. Namun perlakuannya yang kejam terhadap para misionaris itu berakhir tatkala pada tahun 988 ia menikah dengan Anna yang beragama Kristen. Anna adalah puteri Raja Basilius II dari Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium. Atas tuntutan Anna, Vladimir bersedia dipermandikan menjadi Kristen.
Semenjak itu, ia memusatkan perhatiannya pada usaha mengkristenkan seluruh rakyat dan mendirikan gereja-gereja, antara lain Katedral Tiches di Kiev. Untuk maksud luhur itu, ia mendatangkan banyak rahib dari Yunani. Di atas semuanya itu ia berusaha mempertemukan kebiasaaan-kebiasaan dan hukum-hukum negara Kiev, Rusia. Ia menciptakan kesatuan politis di seluruh negeri dengan mengangkat 12 puteranya menjadi gubernur di berbagai wilayah kerajaan.
Vladimir meninggal dunia pada tanggal 15 Juli 1015 di Berestovoe, Rusia. Dua orang puteranya, yaitu Boris (atau Romanus) dan Gleb (atau David) dibunuh sebagai martir pada waktu terjadi pemberontakan dari orang-orang kafir.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Vitus, Modestus dan Kresensia hidup pada awal abad ketiga pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus. Riwayat hidup mereka diketemukan dalam buku Hieronomianum, karangan Santo Hieronimus, yang mengisahkan riwayat para martir. Diceritakan bahwa Vitus, Modestus dan Kresensia adalah martir-martir dari propinsi Lucania, Italia Selatan. Kemungkinan mereka lahir di Sisilia. Relikiu mereka yang masih ada sampai sekarang pernah diserahkan kepada Santo Denis di Paris tahun 775. Dari sana relikiu mereka dibawa ke Corvey atau New Corbie di Saxony pada tahun 836. Di Jerman ada kebaktian khusus untuk menghormati mereka sebagai martir. Mereka dihormati sebagai pelindung para penderita saraf epilepsi dan gigitan binatang liar, serta pelindung para penari dan aktor.
Vitus adalah putera tunggal Hylas, seorang senator dari Sisilia. Ia menjadi penganut agama Kristen sejak kecilnya. Permandiannya sebagai orang Kristen dilakukan tanpa sepengatahuan orang tuanya. Ia sudah menjadi orang suci dalam usianya yang muda itu. Dengan doa-doanya ia membuat banyak mukjizat dan mempertobatkan banyak orang kafir dan orang berdosa.
Karena cara hidupnya dan segala yang terjadi melalui doa-doanya dianggap menambah keharuman nama orang-orang Kristen, maka Valerianus membujuk Hylas supaya memaksa anaknya untuk melepaskan imannya akan Kristus. Namun segala bentuk bujukan sang ayah tidak berhasil mematahkan keteguhan iman Vitus. Valerianus yang berkuasa terpaksa menempuh jalan berani tanpa memperhatikan lagi kedudukan Hylas sebagai senator. Pertama-tama Valerianus menempuh cara halus dengan membujuk Vitus. Ia memberikan janji-janji muluk kepada Vitus. Tetapi pendirian Vitus tidak tergoncangkan. Melihat sikap keras Vitus ini, Valerianus meningkatkan tindakannya dengan mengancam dan menakut-nakuti Vitus. Ancaman-ancaman ini pun tidak mempan. Akhirnya Vitus ditangkap dan disiksa dengan keji. Namun semua penyiksaan atas dirinya tidak mampu menggoyahkan pendirian dan keteguhan imannya.
Oleh campur tangan Allah, Vitus berhasil meloloskan diri dari Sisilia bersama dua orang pengasuhnya: Modestus dan Kresensia. Seorang Malaikat menuntun perahu yang mereka tumpangi menuju Lucania. Di Lucania mereka mewartakan Injil kepada penduduk setempat. Kemudian mereka pergi ke Roma. Disana Vitus menyembuhkan putera Kaisar Diokletianus. Meski demikian, Diokletianus memaksanya untuk menyembah berhala
Pemaksaan ini ditolak Vitus dengan tegas. Oleh karena itu, bersama Modestus dan Kresensia, Vitus disiksa dengan berbagai cara. Mereka dimasukkan ke dalam bak air yang mendidih dan kemudian dilemparkan ke sarang singa. Tetapi Tuhan tetap melindungi hamba-hamba-Nya. Singa-singa ganas itu tidak berbuat apa-apa terhadap mereka., bahkan sebaliknya menjilat-jilat kaki mereka. Melihat semua kejadian ajaib itu, mereka segera diikat dan ditarik oleh kuda sepanjang jalan-jalan kota, hingga tubuh mereka terkoyak-koyak. Ketika itu terjadilah angin taufan yang menghancurkan kuil berhala serta menewaskan banyak orang di kota itu. Mereka kemudian diselamatkan oleh seorang malaikat Tuhan di Luciana. Akhirnya mereka terbunuh pada tahun 303.
Beata Paola Gambara Costa, Pengaku Iman
Paola lahir di Brescia, Italia pada tahun 1473 dari sebuah keluarga kaya-raya. Semenjak kecil ia sudah tertarik pada hal-hal kerohanian yang menjadi kewajiban imannya. Pada usia 12 tahun, ia menikah dengan Ludoviko Cantonio Costa, seorang pemuda bangsawan. Ia amat rajin berdoa, merayakan Ekaristi serta penuh cinta kepada suaminya. Tuhan menganugerahkan kepadanya kecukupan dalam kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari sebagaimana dialami oleh Nabi Eliza, dan semangat kedermawanan seperti Santa Elisabeth Hunggaria. Ia menjadi anggota Ordo Ketiga Santo Fransiskus dan banyak melakukan tanda-tanda heran. Paola wafat pada tanggal 31 Januari 1515 pada usia 42 tahun.
Santo Vladimir, Pengaku Iman
Raja Santo Vladimir I adalah Pangeran Kristen pertama dari negara Kiev, Rusia Selatan (Slavia Timur). Ia memerintah dari tahun 980 sampai 1015. Cucu Santa Olga (+969) ini dihormati sebagai santo pelindung Rusia. Ia lahir di Kiev kira-kira pada tahun 956. Semenjak masa kecilnya, ia dididik dan dibersarkan dalam lingkungan dan adat istiadat kafir. Olga neneknya terus menerus mempengaruhi dia agar menjadi Kristen.
Sepeninggal ayahnya, Pangeran Sviatoslav dari Kiev (964-972), Vladimir terlibat dalam pertikaian hebat dengan kedua adiknya laki-laki untuk memperebutkan hak kepemimpinan atas negara Kiev. Pada tahun 980 ia mengambil ahli ibukota Kiev, dan memaksakan kekuasaannya pada kedua saudaranya. Pada waktu itu, ia tampil sebagai seorang penentang keras misionaris-misionaris Kristen pertama yang menyelusup masuk ke dalam wilayah Kiev dari Bulgaria, sebuah negara Kristen Slavia lainnya. Namun perlakuannya yang kejam terhadap para misionaris itu berakhir tatkala pada tahun 988 ia menikah dengan Anna yang beragama Kristen. Anna adalah puteri Raja Basilius II dari Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium. Atas tuntutan Anna, Vladimir bersedia dipermandikan menjadi Kristen.
Semenjak itu, ia memusatkan perhatiannya pada usaha mengkristenkan seluruh rakyat dan mendirikan gereja-gereja, antara lain Katedral Tiches di Kiev. Untuk maksud luhur itu, ia mendatangkan banyak rahib dari Yunani. Di atas semuanya itu ia berusaha mempertemukan kebiasaaan-kebiasaan dan hukum-hukum negara Kiev, Rusia. Ia menciptakan kesatuan politis di seluruh negeri dengan mengangkat 12 puteranya menjadi gubernur di berbagai wilayah kerajaan.
Vladimir meninggal dunia pada tanggal 15 Juli 1015 di Berestovoe, Rusia. Dua orang puteranya, yaitu Boris (atau Romanus) dan Gleb (atau David) dibunuh sebagai martir pada waktu terjadi pemberontakan dari orang-orang kafir.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Orang kudus Perancis ini dilahirkan pada
tahun 1597. Ketika usianya delapanbelas tahun, ia bergabung dengan Ordo Jesuit.
Di seminari, kasih Yohanes kepada Tuhan dan panggilannya ditunjukkannya dengan
cara ia berdoa. Ia juga bersemangat mengajar katekese di paroki-paroki apabila
ia dapat. Setelah ditahbiskan sebagai imam, St Yohanes Fransiskus memulai
karyanya sebagai seorang misionaris pengkhotbah. Ia menyampaikan khotbah-khotbah
sederhana yang berasal dari hatinya. Teristimewa ia berbicara kepada kaum
miskin dan rakyat jelata. Mereka berduyun-duyun datang untuk mendengarkannya.
Yohanes melewatkan pagi hari dalam doa, melayani Sakramen Tobat dan
menyampaikan khotbah. Siang hari ia mengunjungi penjara-penjara dan rumah-rumah
sakit. Kepada seorang yang mengatakan kepadanya bahwa para narapidana dan para
perempuan tidak baik yang ia pertobatkan tidak akan bertahan lama menjadi orang
baik, orang kudus ini menjawab, “Apabila usahaku dapat menghentikan hanya
sekedar satu dosa saja, maka aku akan menganggapnya berguna.”
St Yohanes Fransiskus menjelajah hingga
ke paroki-paroki di pegunungan liar bahkan di hari-hari yang dingin menggigit
di musim dingin demi menyampaikan misinya, “Aku melihatnya berdiri sepanjang
hari di atas tumpukan salju di puncak bukit sedang menyampaikan khotbah,” kata
seorang imam, “dan kemudian ia melewatkan sepanjang malam dengan mendengarkan
pengakuan dosa.” Terkadang ia bersiap berangkat ke suatu kota yang jauh pada
pukul tiga dini hari dengan beberapa buah apel di kantongnya sebagai
santapannya sepanjang hari itu.
Suatu ketika, dalam perjalanan ke suatu
dusun, St Yohanes Fransiskus terjatuh dan kakinya patah. Tetapi ia tetap
meneruskan perjalanannya dengan bertopang pada sebatang tongkat dan pada bahu
seorang teman. Ketika tiba di dusun, ia langsung mendengarkan pengakuan dosa.
Ia tidak memeriksakan kakinya. Di akhir hari itu, ketika dokter memeriksanya,
kakinya telah sembuh sama sekali secara ajaib.
St Yohanes Fransiskus Regis wafat di
salah satu misi khotbahnya. Ia jatuh sakit parah kala tersesat pada malam hari
di hutan. Sesaat sebelum wafat ia berseru, “Aku melihat Tuhan kita dan BundaNya
membukakan pintu gerbang surga bagiku.” Ia wafat pada tanggal 31 Desember 1640.
Pada tahun 1806, seorang peziarah
menggabungkan diri dalam khalayak ramai yang berdoa di tempat ziarah St Yohanes
Fransiskus Regis. Peziarah ini yakin sepanjang hidupnya bahwa dengan
perantaraan santo inilah ia mendapatkan panggilannya menuju imamat. Nama pemuda
ini adalah St Yohanes
Maria Vianney, Imam dari Ars.
Berapa sering aku mengambil waktu
untuk merefleksikan hidupku dan melihat betapa banyak rahmat dan berkat yang
dianugerahkan Tuhan? Adakah hari-hariku berlalu tanpa mengucap syukur
kepada-Nya atas segala rahmat dan berkat?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santa
Yulita dan Santo Cyriacus, Martir
Yulita
dikenal sebagai seorang janda beragama Kristen yang kaya raya. Bersama
Cyriacus, puteranya dan kedua orang pembantunya, Yulita tinggal di Ikonium.
Ketika umat Kristen dikejar-kejar oleh kaki tangan Kaisar Diokletianus, Yulita
bersama dengan Cyriacus dan kedua orang pembantunya itu melarikan diri ke
Seleusia untuk mencari tempat berlindung yang aman dari ancaman.
Tetapi malang bagi mereka karena Gubernur yang berkuasa disana pun adalah
seorang kafir yang tidak senang dengan orang-orang Kristen. Mendengar berita
bahwa ada pendatang baru yang beragama Kristen, ia segera memerintahkan
penangkapan atas Yulita bersama puteranyadan memasukkan mereka ke dalam
penjara.
Yulita dikenal sebagai janda bangsawan yang kaya raya. Ketika ia ditanya
tentang asal usul dan kekayaannya, ia tidak memberitahukannya. Ia hanya
memberitahukan bahwa ia beragama Kristen. Karena itu ia disiksa dan disesah.
Cyriacus puteranya dipisahkan darinya. Cyriacus yang manis dan tampan menarik
perhatian gubernur Alesksander. Gubernur memangkunya dan membujuknya dengan
janji muluk-muluk. Tetapi Cyriacus tidak tertarik pada segala janji itu. Ia
malah terus menangisi ibunya yang disiksa dengan hebatnya oleh kaki tangan
gubernur. Pada kesempatan itu, ia lalu berteriak: “Aku juga seorang Kristen.”
Sambil mengamuk untuk melepaskan diri dari Aleksander, Cyriacus menampar dan
mencakari muka Aleksander. Dengan gusarnya Aleksander membanting Cyriacus dan
meremukkan kepalanya.
Melihat ketabahan dan keteguhan hati anaknya, puaslah hati Yulita meskipun ia
sendiri mengalami penyiksaan yang hebat. Aleksander semakin bertambah marah. Ia
segera memerintahkan para serdadu untuk memenggal kepala Yulita dan Cyriacus.
Jenazah mereka dikuburkan di luar kota.
Santa Ludgardis, Perawan
Lutgardis
lahir di Tongeren, Belgia pada tahun 1182. Ketika memasuki usia muda,
orangtuanya ingin mengawinkan dia dengan seorang pemuda ksatria. Namun karena
alasan tertentu rencana perkawinan itu tidak jadi terlaksana.
Setelah peristiwa itu, orangtuanya memasukkan dia ke asrama suster-suster
Benediktin, dengan maksud agar Lutgardis tertarik dengan kehidupan biara dan
menjadi suster dikemudian hari. Tetapi Lutgardis yang cantik itu lebih suka
bergaul dengan pemuda-pemuda. Pada suatu hari ia berbincang-bincang dengan
seorang pemuda asing yang tidak dikenalnya. Ternyata pemuda itu adalah Tuhan
Yesus sendiri. Setelah beberapa lama Tuhan membuka matanya dan segera ia
mengenal siapa sebenarnya pemuda itu. Yesus berkata kepadanya: “Janganlah lagi
kau cari bujukan-bujukan cinta yang sia-sia. Lihatlah apa yang harus kau
cintai!” Lalu Yesus menunjukkan luka-lukaNya pada Lutgardis dan segera
menghilang.
Sejak saat itu Lutgardis dipenuhi rahmat Tuhan. Ia mulai membaharui cara hidup dan
tingkah lakunya dengan banyak berdoa dan bertapa sesuai dengan permintaan Tuhan
Yesus. Oleh karena ia menginginkan peraturan-peraturan yang keras, dan
bermaksud menyembunyikan karunia luar biasa yang diberikan kepadanya, ia pindah
ke Ordo Cistersian pada tahun 1206. Ia memohon dengan sangat kepada Tuhan agar
dilupakan saja oleh sanak familinya dan kenalan-kenalannya.
Di biara itu, bahasa pergaulan yang dipakai adalah bahasa Perancis, yang tidak
dimengerti Lutgardis. Karena itu ia tidak bisa bergaul sebagaimana biasanya
dengan kawan-kawannya. Ia lalu memusatkan perhatiannya kepada semadi dan
meditasi serta doa untuk orang-orang berdosa dan para penganut ajaran sesat
Albigensia.
Tuhan menganugerahkan banyak karunia istimewa kepadanya. Diantaranya kemampuan
untuk menyembuhkan orang-orang sakit secara ajaib. Tetapi kemudian ia meminta
kepada Tuhan agar memberikan kepadanya kemampuan lain yang tidak berbahaya.
Atas pertanyaan Yesus: “Apakah yang kaukehendaki dari padaKu?”, ia menjawab:
“Berikan kepadaku hatiMu, ya Tuhan!”. Lalu Tuhan pun memberikan kepadanya
kelembutan HatiNya yang MahaKudus penuh cinta kasih sehingga ia pun menjadi
suster yang saleh dan suci.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Emilia de Vialar adalah anak tunggal. Ia dilahirkan di Perancis pada
tahun 1797. Orangtuanya yang kaya mengirim gadis kecil ini untuk bersekolah di
Paris. Ia pulang kembali ke kota kecilnya, Gaillac, ketika ibunya meninggal
dunia. Emilia yang kala itu berusia limabelas tahun akan menjadi teman yang
baik bagi ayahnya. Tuan de Vialar berusaha mencarikan seorang suami yang pantas
bagi puterinya. Tetapi, ia menjadi marah ketika Emilia menolak mentah-mentah
untuk menikah. Ayahnya kerap kali memulai perdebatan dan membentak-bentak
Emilia dalam amarah. Emilia tahu bahwa ia rindu menjadi seorang biarawati
religius dan mempersembahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan.
Ketika Emilia berusia duapuluh satu tahun, seorang imam baru tiba di
Gaillac. Imam itu adalah Pater Mercier. Ia membimbing Emilia dalam
panggilannya. Emilia berniat membantu orang-orang yang miskin dan sakit. P
Mercier membantunya membuka sebuah pelayanan umum di serambi rumah de Vialar.
Ayah Emilia tidak senang dengan segala gangguan ini. Saling bersitegang antara
Emilia dan ayahnya berlangsung hingga limabelas tahun lamanya. Kemudian, kakek
Emilia, Baron de Portal, meninggal dunia. Kakeknya meninggalkan warisan untuk
Emilia dan pada akhirnya Emilia dapat memiliki kebebasan yang dibutuhkannya
untuk memulai karya besar bagi Tuhan. Dengan bantuan P Mercier, Emilia membeli
sebuah rumah besar di kota kediamannya. Ia dan tiga perempuan lain memulai
suatu ordo religius. Mereka mendesain jubah dan memilih nama. Mereka menyebut
diri sebagai Suster-suster St Yosef dari Penampakan. (Dalam Injil Matius,
seorang malaikat menampakkan diri kepada Yosef untuk memberitahukan kepadanya
bahwa anak dalam rahim Maria adalah dari Tuhan.) Uskup Agung memberkati
kongregasi dan pelayanan mereka. Para biarawati ini membaktikan diri dalam
pelayanan fakir miskin dan orang-orang sakit, pula dalam pendidikan anak-anak.
Dalam waktu tiga bulan, duabelas perempuan muda menggabungkan diri. Sr Emilia
mengucapkan kaul pada tahun 1835 bersama dengan tujuhbelas biarawati lainnya.
Uskup Agung memberikan persetujuan atas regula para biarawati ini.
Suster-suster St Yosef mulai membuka cabang-cabang biara. Pada tahun
1847, para biarawati pergi ke Birma dan pada tahun 1854 ke Australia. Dalam
jangka waktu empatpuluh tahun, Moeder Emilia melihat kongregasinya berkembang
dari serambi rumahnya di Gaillac, Perancis menjadi empatpuluh biara di segenap
penjuru dunia.
Moeder Emilia menulis banyak surat yang mengungkapkan kasihnya yang luar
biasa kepada Tuhan, kepada Gereja dan kepada sesama. Ia memberikan perhatian
kepada semua orang. Ia melihat dalam hatinya orang-orang di mana saja yang
membutuhkan kebenaran Injil dan kasih yang didatangkan oleh Kekristenan. Ia
memohon kepada Yesus kekuatan yang ia butuhkan untuk terus maju. Kesehatan
Moeder Emilia mulai memburuk sekitar tahun 1850. Ia wafat pada tanggal 24
Agustus 1856. Paus Pius XII menyatakannya sebagai santa pada tahun 1951.
Apakah aku cenderung untuk cepat
menyerah ketika keadaan tampak sulit? Aku dapat berdoa ketika segalanya tampak
berat dan memohon kepada Yesus untuk menganugerahiku kekuatan dan kesabaran.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline
Books & Media.”
Santo Gregorius Barbarigo, Uskup dan Pengaku
Iman
Gregorius Barbarigo lahir pada tahun 1625 dari sebuah keluarga bangsawan di Venesia, Italia. Banyak kaum kerabatnya berjasa bagi Gereja dan tanah airnya. Semasa kecilnya, keluarganya mengungsi ke tempat lain untuk menghindari bahaya wabah pes yang berkecamuk pada waktu itu. Ibunya meninggal dunia ketika ia berusia tujuh tahun. Sepeninggal ibunya di pengungsian itu, Gregorius bersama ayah dan saudara-saudaranya kembali lagi ke Venesia. Di Venesia, ia memulai pendidikan dasarnya.
Tatkala berusia 18 tahun (1648), Gregorius melanjutkan studinya ke Jerman atas biaya pemerintah Venesia. Ia berada disana selama 5 tahun. Setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke Venesia dan mulai meniti kariernya. Selama berada di Jerman, Gregorius bertemu dan berkenalan dengan Kardinal Fabius Chigius, yang kemudian menjadi Paus Aleksander VII ( 1655-1667 ). Kardinal ini mengenal baik Gregorius sebagai anak asuhnya. Atas pengaruh kardinal, Gregorius kemudian melanjutkan studi lagi hingga ditabhiskan menjadi imam pada umur 30 tahun.
Sebagai imam baru, ia ditempatkan di Roma. Ia melayani Sakramen-sakramen, mengajar agama untuk anak-anak, mengunjungi orang-orang sakit serta menolong dan menghibur orang-orang yang berkesusahan. Kecintaannya kepada umatnya sungguh luar biasa. Hal ini nyata-nyata ditunjukkan tatkala penyakit sampar menimpa banyak orang. Ia menolong dan merawat orang-orang sakit itu tanpa mempedulikan kesehatan dan hidupnya sendiri.
Pada tahun 1657, dalam usia 32 tahun, ia diangkat menjadi uskup di Bergamo. Mulanya ia segan menerima jabatan mulia ini, sehingga dengan rendah hati ia meminta Sri Paus untuk membatalkan kembali penunjukkan ini. Tetapi atas peneguhan Sri Paus, Gregorius menerima juga jabatan Uskup ini. Tak lama kemudian, pada tahun 1660, ia diangkat menjadi Kardinal. Empat tahun kemudian, ia diangkat sebagai uskup di Padua hingga ia meninggal dunia.
Sebagai Uskup, ia memilih Santo Carolus Borromeus sebagai tokoh pujaannya. Ia mengunjungi semua paroki untuk meneguhkan umat dan iman-imannya. Untuk meningkatkan semangat iman dan mutu hidup iman umatnya, terlebih dahulu ia membina imam-imamnya. Ia selalu menegaskan pentingnya menghayati imamat sebaik-baiknya. Katanya: “Untuk memperoleh umat yang saleh dan dewasa imannya, perlulah pertama-tama membina imam-imam yang saleh dan suci.” Untuk itu, ia menaruh perhatian istimewa pada pendidikan di seminari-seminari sebagai taman pendidikan imam.
Karena tenaga rohaniwan sangat kurang, maka ia melibatkan juga kaum awam dan guru-guru Katolik untuk mengajar agama, baik di sekolah-sekolah maupun di antara umat. Di seminari ia mewajibkan pelajaran bahasa-bahasa Timur, supaya kelak dapat memperoleh imam-imam yang cakap untuk berkarya di Konstantinopel (Istambul).
Sebagai kardinal, beliau biasanya mengikuti konklaf. Dua kali menolak menjadi Paus, meskipun rekan-rekannya mendesak untuk menduduki Tahkta Santo Petrus. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Juni. Pada tanggal 26 Mei 1960, ia digelari “Santo" (Kudus) oleh Sri Paus Yohanes XXIII (1958-1963).Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Gregorius Barbarigo lahir pada tahun 1625 dari sebuah keluarga bangsawan di Venesia, Italia. Banyak kaum kerabatnya berjasa bagi Gereja dan tanah airnya. Semasa kecilnya, keluarganya mengungsi ke tempat lain untuk menghindari bahaya wabah pes yang berkecamuk pada waktu itu. Ibunya meninggal dunia ketika ia berusia tujuh tahun. Sepeninggal ibunya di pengungsian itu, Gregorius bersama ayah dan saudara-saudaranya kembali lagi ke Venesia. Di Venesia, ia memulai pendidikan dasarnya.
Tatkala berusia 18 tahun (1648), Gregorius melanjutkan studinya ke Jerman atas biaya pemerintah Venesia. Ia berada disana selama 5 tahun. Setelah menyelesaikan studinya, ia kembali ke Venesia dan mulai meniti kariernya. Selama berada di Jerman, Gregorius bertemu dan berkenalan dengan Kardinal Fabius Chigius, yang kemudian menjadi Paus Aleksander VII ( 1655-1667 ). Kardinal ini mengenal baik Gregorius sebagai anak asuhnya. Atas pengaruh kardinal, Gregorius kemudian melanjutkan studi lagi hingga ditabhiskan menjadi imam pada umur 30 tahun.
Sebagai imam baru, ia ditempatkan di Roma. Ia melayani Sakramen-sakramen, mengajar agama untuk anak-anak, mengunjungi orang-orang sakit serta menolong dan menghibur orang-orang yang berkesusahan. Kecintaannya kepada umatnya sungguh luar biasa. Hal ini nyata-nyata ditunjukkan tatkala penyakit sampar menimpa banyak orang. Ia menolong dan merawat orang-orang sakit itu tanpa mempedulikan kesehatan dan hidupnya sendiri.
Pada tahun 1657, dalam usia 32 tahun, ia diangkat menjadi uskup di Bergamo. Mulanya ia segan menerima jabatan mulia ini, sehingga dengan rendah hati ia meminta Sri Paus untuk membatalkan kembali penunjukkan ini. Tetapi atas peneguhan Sri Paus, Gregorius menerima juga jabatan Uskup ini. Tak lama kemudian, pada tahun 1660, ia diangkat menjadi Kardinal. Empat tahun kemudian, ia diangkat sebagai uskup di Padua hingga ia meninggal dunia.
Sebagai Uskup, ia memilih Santo Carolus Borromeus sebagai tokoh pujaannya. Ia mengunjungi semua paroki untuk meneguhkan umat dan iman-imannya. Untuk meningkatkan semangat iman dan mutu hidup iman umatnya, terlebih dahulu ia membina imam-imamnya. Ia selalu menegaskan pentingnya menghayati imamat sebaik-baiknya. Katanya: “Untuk memperoleh umat yang saleh dan dewasa imannya, perlulah pertama-tama membina imam-imam yang saleh dan suci.” Untuk itu, ia menaruh perhatian istimewa pada pendidikan di seminari-seminari sebagai taman pendidikan imam.
Karena tenaga rohaniwan sangat kurang, maka ia melibatkan juga kaum awam dan guru-guru Katolik untuk mengajar agama, baik di sekolah-sekolah maupun di antara umat. Di seminari ia mewajibkan pelajaran bahasa-bahasa Timur, supaya kelak dapat memperoleh imam-imam yang cakap untuk berkarya di Konstantinopel (Istambul).
Sebagai kardinal, beliau biasanya mengikuti konklaf. Dua kali menolak menjadi Paus, meskipun rekan-rekannya mendesak untuk menduduki Tahkta Santo Petrus. Ia meninggal dunia pada tanggal 15 Juni. Pada tanggal 26 Mei 1960, ia digelari “Santo" (Kudus) oleh Sri Paus Yohanes XXIII (1958-1963).Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Beato Gregorius Barbarigo dilahirkan pada tahun 1625. Ia dibesarkan dan
dididik di kota kelahirannya Venice, Italia. Pada usia duapuluhtahunan, ia
dipilih oleh para pejabat Venice untuk mewakili mereka di Munster, Jerman,
dalam suatu peristiwa penting. Para pemimpin mengadakan pertemuan guna
menandatangani Pakta Westphalia pada tanggal 24 Oktober 1648. Pakta ini akan
mengakhiri perang selama tigapuluh tahun. Perang ini, yang dimulai pada tahun
1618, terjadi di Jerman, melibatkan pasukan-pasukan lokal Swedia dan Perancis
dan pada dasarnya dipicu oleh kesalahpahaman antara Katolik-Protestan.
Di Munster, Beato Gregorius bertemu dengan utusan paus. Utusan ini kelak
menjadi Paus Alexander VII pada tahun 1655. Sang utusan mengenali kebaikan
serta kualitas spiritual Pater Gregorius. Ia mentahbiskannya sebagai Uskup
Bergamo, Italia. Pada tahun 1660, paus memanggilnya kembali ke Roma. Kali ini
bapa suci mengangkat Uskup Gregorius sebagai kardinal dan menugaskannya ke
Padua.
Beato Gregorius melewatkan sisa hidupnya di kota yang telah menjadi
terkenal karena St Antonius ini. Orang
sering mengatakan bahwa Kardinal Barbarigo adalah bagaikan Kardinal Borromeus yang kedua.
Kardinal Barbarigo mengamalkan hidup sederhana penuh matiraga. Ia memberikan
sejumlah besar uang untuk kepentingan-kepentingan amal kasih. Ia membiarkan
pintu kediamannya terbuka dan senantiasa siap melayani orang yang datang dengan
masalah. Ia mendirikan sebuah perguruan tinggi dan seminari yang unggul demi
mendidik para pemuda untuk menjadi imam-imam yang baik. Ia memperlengkapi
seminari dengan perpustakaan kelas satu dengan banyak karya tulis para Bapa
Gereja Perdana dan buku-buku mengenai Kitab Suci. Ia bahkan memperlengkai
seminari dengan sebuah percetakan.
Beato Gregorius Barbarigo wafat pada tanggal 15 June 1697 dalam usia
tujuhpuluh dua tahun. Ia dimaklumkan sebagai “beato” pada tahun 1761 oleh Paus
Klemens XIII.
Bagaimanakah aku menyambut mereka yang
datang kepadaku untuk meminta pertolongan? Aku dapat mohon kepada Tuhan untuk
menjadi seorang yang murah hati dan berbelaskasih agar aku dapat membawa
sebanyak mungkin orang semakin dekat pada-Nya.
“diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Leontius, Hipatios dan Teodulus, Martir
Ketiga martir abad kedua ini adalah anggota pasukan khusus kekaisaran. Leontius yang berpangkat perwira, dibunuh karena mengkristenkan dua tentaranya, yaitu Hipatios dan Teodulus. Hipatios dan Teodulus pun dibunuh bersama Leontius di Tripolis.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Ketiga martir abad kedua ini adalah anggota pasukan khusus kekaisaran. Leontius yang berpangkat perwira, dibunuh karena mengkristenkan dua tentaranya, yaitu Hipatios dan Teodulus. Hipatios dan Teodulus pun dibunuh bersama Leontius di Tripolis.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Romualdus, seorang bangsawan Italia, dilahirkan sekitar tahun 951 di
Ravenna, Italia. Ketika berumur dua puluh tahun, ia terguncang melihat ayahnya
membunuh orang dalam suatu duel. Romualdus pergi ke biara Benediktin. Ia ingin
hidup benar. Ia juga ingin melakukan silih atas perbuatan ayahnya yang kejam.
Alam dan kehidupan biara merupakan hal baru bagi Romualdus. Ia terbiasa hidup
mewah dan santai. Pemuda bangsawan itu terkesan dengan teladan hidup para
biarawan. Karenanya, ia memutuskan untuk menjadi seorang biarawan pula. Ia
mohon pada seorang pertapa yang baik bernama Marinus untuk mengajarkan
kepadanya bagaimana menjadi kudus. Keduanya, Marinus dan Romualdus, melewatkan
hari-hari mereka dengan memuji dan mencintai Tuhan. Sergius, ayah Romualdus,
datang untuk melihat cara hidup baru yang ditempuh puteranya. Ayahnya
terperanjat melihat kesederhanaan dan semangat pengangkalan diri. Ia sadar
bahwa pastilah terdapat sukacita besar di sana karena puteranya dengan rela
memilih untuk tinggal di sana. Itulah yang dikehendakinya. Ia meninggalkan
harta kekayaannya lalu mengikuti jejak puteranya dan melewatkan sisa hidupnya
sebagai seorang biarawan juga.
Di kemudian hari, Romualdus membentuk Kongregasi Benediktin Kamaldoli
(OSB Cam). Ia menjelajah seluruh Italia untuk membentuk pertapaan-pertapaan dan
biara-biara. Ke mana pun ia pergi, ia memberikan teladan penyangkalan diri yang
mengagumkan bagi para biarawannya. Selama satu tahun penuh, yang menjadi
makanannya setiap hari hanyalah sejumput kacang rebus. Kemudian selama tiga
tahun, ia hanya makan dari sedikit hasil tanaman yang ia tanam sendiri. Melalui
mati raga yang dilakukannya itu, Romualdus semakin dekat dengan Tuhan.
Romualdus wafat pada tanggal 19 Juni 1027 di biara Valdi-Castro. Ia
berada sendirian di kamarnya dan wafat dengan tenang, tanpa diragukan lagi
dengan membisikkan doa kesukaannya: “Oh, Yesus-ku yang manis! Tuhan hatiku!
Sukacita bagi jiwa-jiwa murni! Tujuan dari segala yang aku dambakan!”
Bagaimana aku menghargai doa dalam
hidupku? Apakah Yesus telah menjadi pusat hidupku? Kiranya Yesus
menganugerahkan padaku rahmat untuk senantiasa mengarahkan pikiranku dan hatiku
pada-Nya.
“diterjemahkan oleh YESAYA:
www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Gervasius dan Protasius, Martir
Gervasius dan Protasius adalah anak-anak dari Santo Vitalis yang
dibunuh di Ravenna karena Kristus dan Santa Valeria yang mati sebagai martir di
Milano. Kedua kakak beradik ini dibunuh di Milano pada tahun 170 karena imannya
kepada Kristus. Mereka di kuburkan di Milano. Kerangka mereka ditemukan kembali
oleh Santo Ambrosius berdasarkan suatu ilham pada tahun 386 di dekat makam
Santo Nabot.
Santa Yuliana Falconieri, Biarawati
Yuliana lahir pada tahun 1270 dan meninggal dunia pada tahun 1341. Sebagai pendiri Tarekat Biarawati Servita, ia sangat dihormati. Semangatnya untuk meneladani pamannya Santo Aleksis, pendiri Ordo Servita, mendorongnya untuk melakukan hal yang sama bagi kaum wanita. Kiranya Tuhan sudah menanamkan benih-benih panggilan Ilahi dalam dirinya sejak masa kecilnya, sebab Yuliana kecil sudah menjadi anggota ketiga Ordo Servita, yang didirikan pamannya, sejak berumur 8 tahun. Keanggotaannya waktu itu dijalaninya dengan tetap tinggal bersama ibunya di rumah, sampai ibunya meninggal pada tahun 1304.
Sepeninggal ibunya, ia tinggal bersama beberapa orang wanita lainnya di sebuah rumah yang kemudian menjadi pusat biara suster-suster Servita. Tarekat ini mengabdikan diri pada hidup komtemplatif dan hidup aktif dengan melakukan berbagai karya amal. Kemudian Yuliana diangkat menjadi pimpinan tertinggi tarekat itu. Kesalehan hidupnya dan kebijaksanaannya membuat ia mampu memimpin tarekat itu hingga berkembang pesat dan dikenal luas. Ketika ia meninggal dunia pada tahun 1341, ia menerima secara ajaib Bekal Suci Tubuh Kristus. Ia digelari “kudus” pada tahun 1737.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Yuliana lahir pada tahun 1270 dan meninggal dunia pada tahun 1341. Sebagai pendiri Tarekat Biarawati Servita, ia sangat dihormati. Semangatnya untuk meneladani pamannya Santo Aleksis, pendiri Ordo Servita, mendorongnya untuk melakukan hal yang sama bagi kaum wanita. Kiranya Tuhan sudah menanamkan benih-benih panggilan Ilahi dalam dirinya sejak masa kecilnya, sebab Yuliana kecil sudah menjadi anggota ketiga Ordo Servita, yang didirikan pamannya, sejak berumur 8 tahun. Keanggotaannya waktu itu dijalaninya dengan tetap tinggal bersama ibunya di rumah, sampai ibunya meninggal pada tahun 1304.
Sepeninggal ibunya, ia tinggal bersama beberapa orang wanita lainnya di sebuah rumah yang kemudian menjadi pusat biara suster-suster Servita. Tarekat ini mengabdikan diri pada hidup komtemplatif dan hidup aktif dengan melakukan berbagai karya amal. Kemudian Yuliana diangkat menjadi pimpinan tertinggi tarekat itu. Kesalehan hidupnya dan kebijaksanaannya membuat ia mampu memimpin tarekat itu hingga berkembang pesat dan dikenal luas. Ketika ia meninggal dunia pada tahun 1341, ia menerima secara ajaib Bekal Suci Tubuh Kristus. Ia digelari “kudus” pada tahun 1737.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
20 Juni, B.
Michelina
Michelina dilahirkan pada tahun 1300 di
Pesaro, Italia. Keluarganya kaya dan ia menikah dengan seorang kaya pula.
Michelina punya pembawaan riang gembira. Ia senantiasa tampak seperti tidak
punya masalah apa pun. Tetapi, ketika usianya baru dua puluh tahun, suaminya
meninggal. Tiba-tiba saja, Michelina merasa sendirian di dunia ini dengan
seorang putera kecil untuk dibesarkan.
Ibu muda ini tampak bersemangat
menemukan kebahagiaan dari segala yang ada di sekelilingnya. Hidupnya menjadi
serangkaian pesta pora, hura-hura dan santapan mewah. Rasanya ia tidak akan
pernah puas menikmati segala kesenangan yang ditawarkan dunia. Setelah beberapa
waktu berselang, ia sadar bahwa ia harus menyisihkan lebih banyak waktu untuk
puteranya. Ia juga harus bertanggung jawab atas cara ia mempergunakan harta dan
waktunya. Ia merasa jiwanya kosong. Akhirnya, Michelina mulai tenang dan
menjadi seorang dewasa yang bertanggung jawab.
Di Pesaro, tinggallah seorang Fransiskan
awam yang kudus bernama Syriaca. Ia tahu bahwa Michelina adalah seorang yang
baik yang membutuhkan pertolongan serta bimbingan agar lebih beriman. Syriaca
dan Michelina menjadi sahabat. Syriaca memberikan pengaruh yang besar kepada
sahabatnya itu. Michelina mulai rajin berdoa. Ia merawat anaknya dan mengurus
rumahnya dengan penuh perhatian. Ia melewatkan waktu luangnya untuk melayani
mereka yang miskin dan yang membutuhkan pertolongan. Ia mengunjungi mereka yang
kesepian dan merawat mereka yang terlalu tua atau terlalu sakit untuk dapat
mengurus dirinya sendiri. Pada akhirnya, ia menjadi seorang Fransiskan awam. Awalnya,
para sanak saudara khawatir ketika ia meninggalkan baju-baju mewahnya dan mulai
makan makanan sederhana. Tetapi kemudian, mereka yakin bahwa Michelina sungguh
telah menjadi seorang beriman.
Michelina tinggal di rumah yang sama di
Pesaro sepanjang hidupnya. Ia wafat pada tahun 1356 dalam usia lima puluh enam
tahun. Untuk mengenangnya, penduduk kota Pesaro memasang sebuah lampu yang
senantiasa menyala di rumahnya. Pada tahun 1590, rumah Beata Michelina dibangun
menjadi gereja.
Adakah aku mengenal seseorang yang
membutuhkan pertolongan serta bimbingan agar lebih beriman?
“diterjemahkan oleh YESAYA:
www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Silverius, Paus dan Martir
Silverius dikenal sebagai seorang yang bersemangat, berani, jujur
dan tidak takut melakukan kewajibannya. Tetapi justru karena sifat-sifat ini,
ia mengalami banyak penderitaan.
Ia terpilih menjadi Paus pada tahun 536 menggantikan Paus Agapitus. Dalam kepemimpinannya ia memecat Batrik Anthimus di Konstantinopel karena ajaran bidaah yang disebarkannya. Tetapi Batrik Anthimus dilindungi oleh Teodosia, istri kaisar. Teodosia meminta kepada Paus Silverius agar Batrik Anthimus dimaafkan dan diangkat kembali sebagai Patriark Konstantinopel.
Ia terpilih menjadi Paus pada tahun 536 menggantikan Paus Agapitus. Dalam kepemimpinannya ia memecat Batrik Anthimus di Konstantinopel karena ajaran bidaah yang disebarkannya. Tetapi Batrik Anthimus dilindungi oleh Teodosia, istri kaisar. Teodosia meminta kepada Paus Silverius agar Batrik Anthimus dimaafkan dan diangkat kembali sebagai Patriark Konstantinopel.
Tetapi karena Anthimus sendiri tidak bersedia mengubah sikapnya,
maka permintaan Teodosia itu secara halus ditolak oleh Silverius. Silverius
berani mengatakan penolakan itu meskipun ia tahu bahwa tindakannya itu akan
mendatangkan malapetaka atas dirinya. Kepada seorang anak Teodosius, Silverius
mengatakan: “Sudah jelas bagiku apa yang akan terjadi atas diri. Penolakanku
terhadap permintaan Teodosia, ibumu, tentu menimbulkan kemarahan besar.” Akhirnya
terjadi pula apa yang dirasakannya. Ia ditangkap oleh panglima Belisarius di
Roma, dan dibuang sebagai tawanan di sebuah tempat sunyi di Asia Kecil.
Kemudian atas usul kaisar Vigilius, Paus Silverius kembali ke tahktanya. Tetapi
ia tetap tidak bersedia mengangkat seorang pengajar aliran sesat menjadi
patriark. Ia sekali lagi ditangkap dan dibuang ke Palmaria, tempat ia meninggal
dunia dalam keadaan serba kekurangan dan penderitaan besar pada tahun 538. Ia
memimpin Gereja selama dua tahun dengan penuh penderitaan. ---------------------Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Aloysius, santo pelindung pemuda pemudi
Katolik, dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1568. Karena ia begitu penuh semangat
hidup, ayahnya berangan-angan agar kelak ia menjadi seorang perwira yang hebat.
Ketika Aloysius baru berumur lima tahun, ayahnya mengajaknya ke kemah tentara.
Di sana, Aloysius kecil ikut berarak dalam barisan. Suatu hari, ia bahkan
berhasil mengisi dan menembakkan senapan ketika pasukan tentara sedang
beristirahat. Ia juga belajar umpatan dan kata-kata kasar dari para prajurit.
Ketika mengetahui apa arti kata-kata tersebut, Aloysius merasa menyesal bahwa
ia telah mengucapkannya.
Pemuda Aloysius dikirim ke istana-istana
para raja dan pangeran. Kelicikan, kedengkian dan kecemaran merupakan hal biasa
di sana. Tetapi, semuanya itu mempengaruhi St. Aloysius hanya dalam satu hal,
yaitu lebih berhati-hati agar tetap hidup sesuai tanggung jawab Kristianinya.
Aloysius jatuh sakit. Hal itu memberinya kesempatan untuk mempergunakan lebih
banyak waktu untuk berdoa dan membaca buku-buku yang baik. Ketika Aloysius berumur
enam belas tahun, ia memutuskan untuk menjadi seorang imam Yesuit. Ayahnya
menentang keinginannya itu.
Tetapi, setelah tiga tahun, akhirnya ia
mengijinkannya juga. Begitu bergabung dengan Yesuit, Aloysius wajib melakukan
pekerjaan-pekerjaan berat dan kasar. Ia melayani di dapur dan mencuci
piring-piring kotor. Ia biasa mengatakan, “Aku ini sepotong besi yang bengkok.
Aku datang kepada agama agar dijadikan lurus oleh palu penyangkalan diri dan
laku tobat.”
Ketika suatu wabah menyerang kota Roma,
Aloysius mohon agar diijinkan merawat mereka yang sakit. Dia, yang biasa
dilayani oleh pelayan-pelayan, dengan senang hati menyeka mereka yang sakit
serta merapikan tempat tidur mereka. Ia melayani orang-orang sakit hingga
akhirnya penyakit itu menyerangnya juga.
St. Aloysius baru berusia dua puluh tiga
tahun ketika ia wafat pada malam tanggal 20 Juni 1591. Ia hanya mengatakan,
“Aku akan pergi ke surga.” Jenazah St. Aloysius Gonzaga disemayamkan di Gereja
St. Ignatius di Roma. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Benediktus XIII pada tahun
1726.
Bagaimana aku bersikap ketika aku
merasa orang-orang lain memaksaku untuk mengatakan atau melakukan hal-hal yang
tidak pantas? Aku harus berdoa mohon keberanian untuk melakukan apa yang benar.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya
atas ijin Pauline Books & Media.”
S. Paulinus dari Nola
St. Paulinus dilahirkan sekitar tahun
353 di Bordeaux, Perancis. Ayahnya seorang gubernur dan seorang tuan tanah yang
kaya-raya. Paulinus mendapat pendidikan yang baik. Ia menjadi seorang pengacara
dan seorang penyair. Ia bepergian ke seluruh Perancis, Spanyol dan Italia,
kemana saja pekerjaan atau kesenangan membawanya. Pada tahun 381, pada usia
duapuluh delapan tahun, ia menjadi Gubernur Campania, Italia.
Ketika ia berumur tigapuluh enam tahun,
Paulinus menjadi Katolik. Ia dan isterinya, Theresia, mempunyai seorang anak,
seorang putera. Ketika putera mereka meninggal, mereka membagikan seluruh harta
kekayaan mereka kepada orang-orang miskin. Mereka menyisakan hanya yang mereka
perlukan untuk bertahan hidup. Paulinus dan Theresia sepakat bahwa mereka akan
hidup sederhana. Pasangan tersebut berdoa dan bermatiraga. Mereka juga memilih
untuk mengucapkan kaul kemurnian guna menyatakan cinta mereka kepada Yesus.
Paulinus dan isterinya amat dihormati oleh masyarakat Kristen. Mereka sungguh
gembira ketika akhirnya Paulinus memutuskan menjadi seorang imam pada tahun
394. Ia dan Theresia kemudian membentuk suatu komunitas kecil para biarawan di
Nola, Italia. Mereka membuka tempat penampungan bagi mereka yang miskin dan
para peziarah juga.
Paulinus dan Theresia memutuskan untuk
tinggal di Nola. Paulinus ingin tinggal dekat tempat ziarah salah seorang santo
favoritnya, St. Felix dari Nola. St. Felix adalah seorang imam dan uskup yang wafat
pada tahun 260. Ia menjadi pembela umatnya semasa penganiayaan yang kejam oleh
Kaisar Decius. Uskup Felix terkenal karena ketekunannya dalam doa, kasihnya
bagi orang banyak, dan cara hidupnya yang miskin. Seabad kemudian, Paulinus
mohon bantuan doanya dan menulis tentang dia. Paulinus merasakan keyakinannya
bertambah dengan bantuan St. Felix. Kesamaan apa gerangan yang dimiliki mantan
Gubernur Romawi ini dengan St. Felix? Lebih dari yang dapat diperkirakan St.
Paulinus sendiri. Pada tahun 409, ia dipilih menjadi Uskup Nola. Umat merasa
sangat gembira. Ia seorang yang bijaksana, seorang uskup yang lemah lembut,
sama seperti St. Felix. St. Paulinus dipuji banyak orang kudus yang hidup pada
jamannya, St. Ambrosius, St. Agustinus, St. Hieronimus, St. Martinus dari Tours dan
lain-lain. Walaupun sebagian dari tulisannya yang berharga hilang, tigapuluh
dua syair dan limapuluh satu suratnya masih dapat diselamatkan. St. Paulinus
menjabat Uskup Nola hingga akhir hayatnya pada tahun 431.
“Dengan segenap hati aku berdoa demi
harapan akan surga, karena harapan dan iman jauh lebih bernilai daripada segala
kekayaan dunia ini.”
~ St. Paulinus dari Nola
Yohanes Fisher dilahirkan di Yorkshire,
Inggris, pada tahun 1469. Ia belajar di Universitas Cambridge dan menjadi
seorang imam. Pater Fisher mengajar di Cambridge juga. Ia seorang guru yang mengagumkan
yang membantu para muridnya berkembang pula dalam pengetahuan iman. Ia seorang
teolog. Pater Fisher teristimewa sangat membantu dalam menjelaskan
kesalahan-kesalahan religius pada masa itu yang membingungkan sebagian orang.
Pada tahun 1504, Pater Fisher
ditahbiskan sebagai Uskup Rochester, Inggris. Keuskupan Rochester adalah sebuah
keuskupan yang miskin dan Uskup Fisher tinggal di sana sebagai gembala umat
selama tigapuluh tahun. Jadi, Uskup Fisher menjalankan dua peran penting. Ia
adalah bapa uskup dari keuskupan Rochester dan pimpinan Universitas Cambridge.
Pada tahun 1514, ia ditunjuk sebagai pemimpin universitas seumur hidup. Uskup
Fisher juga menjadi bapa pengakuan ibunda Raja Henry VIII. Nama ibu suri adalah
Elizabeth dari York. Uskup Fisher mempunyai banyak teman, termasuk Erasmus,
seorang sarjana terkenal, dan St. Thomas More. Tak seorang
pun, baik Uskup Fisher maupun Thomas More, yang tahu bahwa mereka akan
dirayakan pestanya bersama-sama dalam kalender orang kudus.
Tentu bukan suatu hal yang menyenangkan
ketika Uskup Fisher dijebloskan ke dalam penjara pada tahun 1533. Ia
dipenjarakan karena bersikukuh menyatakan bahwa perkawinan raja dan Ratu
Katarina adalah sah. Kemudian Henry VIII menceraikan Katarina dan menikahi Anne
Boleyn secara sipil. Raja menghendaki rakyat menyatakan sumpah setia kepadanya.
Ia menjadikan dirinya pemimpin Gereja Inggris. Uskup Fisher tidak mau bersumpah
setia. Karenanya ia dibuang ke Menara London. Menara tersebut pengap dan
perlakuan di sana sungguh kasar. Uskup Fisher banyak menderita sengsara, tetapi
ia tetap tidak mau mengingkari imannya. Meskipun pada masa itu tidak ada
televisi dan radio, rakyat tahu apa yang dialami Uskup Fisher, Sir Thomas More
dan yang lainnya. Mereka sungguh terpukul dan menjadi sedih. Pada tanggal 12
Juni 1535, Paus Paulus III mengangkat Uskup Fisher sebagai kardinal. Dengan
berbuat demikian, Bapa Suci berharap agar Henry membebaskannya. Tetapi, hal
tersebut malahan menjadikan raja semakin murka. Ia menginginkan kematian
Kardinal Fisher. Yohanes Fisher wafat sebagai martir pada tanggal 22 Juni 1535.
Bersama dengan sahabatnya, St. Thomas More, Kardinal Yohanes Fisher dinyatakan
kudus oleh Paus Pius XI pada tahun 1935.
Orang kudus kita ini berpegang teguh
pada kebenaran imannya, bahkan hingga harus mengurbankan nyawa. Sekarang, kita
pun dapat mewartakan iman kita dengan kesaksian hidup kita.
Thomas More adalah seorang pengacara dan
penulis yang terkenal. Ia dilahirkan di London pada tahun 1477. Ayahnya seorang
pengacara dan juga hakim. Thomas amat berterima kasih kepada ayahnya oleh
karena ia penuh kasih sayang, namun tidak memanjakannya.
Isteri pertama Thomas, Jane Colt,
meninggal dalam usia muda. More ditinggal sendirian bersama keempat anak mereka
yang masih kecil. Thomas menikah lagi dengan seorang janda, seorang wanita
sederhana yang bahkan tidak dapat membaca dan menulis. Suaminya berusaha
mengajarinya dengan sabar. Thomas menjadikan kehidupan rumah tangganya
menyenangkan bagi seluruh anggota keluarga, sebab ia seorang yang amat
menyenangkan. Pada waktu makan, salah seorang anak akan membacakan Kitab Suci.
Kemudian mereka bercakap-cakap dan bersendau gurau. St. Thomas kerap mengundang
para tetangga yang miskin untuk bersantap bersama mereka. Ia senantiasa
membantu mereka yang miskin selama ia mampu. St. Thomas suka menggembirakan
hati para tamunya dengan kejutan-kejutan menyenangkan. Ia bahkan memelihara beberapa
ekor monyet lucu di rumahnya.
Sedikit saja yang dapat membayangkan
betapa mendalam kehidupan rohaninya. St. Thomas berdoa beberapa jam lamanya
tengah malam dan juga melakukan mati raga. Ia sungguh sadar bahwa menjadi
seorang Kristen sejati membutuhkan rahmat serta pertolongan dari Tuhan.
Thomas menduduki berbagai jabatan
penting dalam pemerintahan. Selama tiga tahun, ia menjabat sebagai penasehat
negara, istilah lain bagi perdana menteri. Henry VIII biasa melingkarkan
tangannya ke pundak Thomas sebagai tanda kasih kepadanya. Namun demikian,
meskipun orang kudus kita ini seorang pejabat negara yang sangat setia, ia
menempatkan kesetiaannya kepada Tuhan di atas segala-galanya. Ketika raja
mencoba membuatnya melanggar hukum Tuhan, Thomas menolak. Henry ingin
menceraikan isterinya agar dapat menikah dengan seorang wanita lain. Tetapi,
Bapa Suci tidak dapat memberi ijin seperti itu, karena hal demikian melanggar
hukum Tuhan. Raja Henry seorang yang keras kepala, akhirnya ia meninggalkan
Gereja. Ia menghendaki semua orang menghormatinya sebagai kepala Gereja di
Inggris. Thomas tidak dapat melakukan hal demikian. Ia memilih untuk tetap
setia kepada iman Katolik dan kepada Tuhan. Karena itu, St. Thomas dijatuhi
hukuman mati. St. Thomas mengampuni para hakim. Ia bahkan mengatakan berharap
untuk berjumpa dengan mereka di surga. Dan ia sungguh bermaksud demikian.
Di tempat pelaksanaan hukuman mati, di
mana ia akan digantung, St. Thomas mencium pipi algojo. Kemudian ia bergurau,
mengatakan bahwa janggutnya janganlah sampai terpotong sebab janggutnya itu
tidak bersalah. St. Thomas wafat sebagai martir pada hari Selasa, tanggal 6
Juli 1535, dalam usia lima puluh tujuh tahun. Bersama sahabatnya, Uskup Yohanes Fisher, Sir Thomas
More dinyatakan kudus oleh Paus Pius XI pada tahun 1935.
“Tidak suatu pun terjadi apabila bukan
kehendak Tuhan. Dan aku sungguh yakin bahwa segala yang terjadi, sungguh pun buruk
tampaknya, adalah sungguh benar yang terbaik.” ~ St. Thomas More
Maria Rosa Yulia Billiart dilahirkan di
Belgia pada tahun 1751. Pamannya, seorang guru desa, mengajarinya membaca dan
menulis. Yulia terutama senang sekali belajar katekismus (pelajaran agama).
Ketika usianya baru tujuh tahun, ia sudah menerangkan kebenaran iman kepada
anak-anak kecil lainnya. Ketika orangtuanya jatuh miskin, Yulia bekerja keras
untuk membantu menopang keluarganya. Ia bahkan ikut pergi menuai hasil panenan.
Namun demikian, ia selalu menyisihkan waktu untuk berdoa, mengunjungi mereka
yang sakit, dan mengajarkan katekese.
Ketika Yulia masih seorang wanita muda,
ia menderita sakit parah yang menyebabkannya lumpuh total. St. Yulia tidak lagi
dapat bekerja, tetapi ia mempersembahkan doa-doanya kepada Tuhan agar banyak
orang dapat menemukan kebahagiaan sejati bersama-Nya. Yulia merasa jauh lebih
akrab dengan Tuhan daripada sebelumnya. Ia tetap mengajarkan katekese dari
pembaringannya.
Yulia seorang yang penuh dengan Roh
Kudus. Banyak orang datang kepadanya untuk meminta nasehat sebab ia dapat
membantu mereka mendekatkan diri kepada Yesus dan mengamalkan iman mereka
dengan penuh cinta. Ia mendorong semua orang untuk menerima Komuni Kudus
sesering mungkin. Kasih Yulia kepada Tuhan membangkitkan semangat banyak wanita
muda. Mereka rela mengorbankan waktu serta kekayaan mereka untuk karya amal
kasih. Dengan Yulia sebagai pemimpin, mereka membentuk Kongregasi Suster-suster
dari Notre Dame de Namur.
Suatu ketika, seorang imam mengadakan
misi di kota di mana Yulia tinggal. Ia meminta Yulia untuk melakukan novena
bersamanya bagi suatu intensi yang dirahasiakan olehnya. Setelah lima hari,
yaitu pada Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus, imam berkata: “Moeder, jika anda
memiliki iman, majulah satu langkah demi menghormati Hati Yesus Yang
Mahakudus.” Moeder Billiart, yang telah lumpuh selama duapuluh dua tahun,
berdiri dan disembuhkan!
St. Yulia menghabiskan sisa hidupnya
untuk mempersiapkan para gadis yang hendak menjadi biarawati. Ia mengurus
kongregasinya. Ia banyak menderita oleh karena mereka yang tidak mengerti
karyanya, namun St. Yulia senantiasa mengandalkan Tuhan. Kata-kata kesukaannya
ialah: “Betapa baiknya Allah yang baik itu.” Tuhan meyakinkan Yulia bahwa suatu
hari kelak, kongregasi religiusnya akan berkembang menjadi amat besar. Dan
itulah yang terjadi. Meskipun St. Yulia telah wafat pada tanggal 8 April 1816,
saat ini ada banyak suster dari kongregasi St. Yulia yang tersebar di seluruh
dunia. Moeder Yulia dinyatakan kudus oleh Paus Paulus VI pada tahun 1969.
“Betapa baiknya Allah yang baik itu.”
~ St. Yulia Billiart
“diterjemahkan oleh YESAYA:
www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Albanus, Martir
Riawayat hidup Albanus ditulis oleh Santo Beda kira-kira pada tahun 700. Albanus adalah orang Kristen pertama yang dibunuh di kepulauan Britania, dan martir Inggris pertama pada akhir abad ketiga. Sejak abad pertama, kepulauan Britania berada di bawah kekuasaan Romawi. Iman Kristen yang berkembang di sana dibawa oleh tentara-tentara Roma yang beragama Kristen. Pada masa penganiayaan umat Kristen di seluruh Kekaisaran Romawi sewaktu Diokletianus menjadi kaisar, ada seorang imam yang dikejar-kejar oleh tentara-tentara Romawi. Imam ini bersembunyi di rumah Albanus, seorang kafir. Selama persembunyiannya, Imam ini mengajari Albanus ajaran-ajaran iman Kristen.Pada suatu hari, Albanus mengenakan pakaian imam itu dan berjalan-jalan diluar rumahnya. Ia segera ditangkap dan diseret ke pengadilan. Dengan berani ia mengakui diri sebagai penganut agama Kristen. Karena itu pengadilan Romawi segera menjatuhkan hukuman pacung atas dirinya di atas sebuah bukit disebut Verulamium. Oleh orang Inggris, bukit ini disebut bukit Saint Albans.
Riawayat hidup Albanus ditulis oleh Santo Beda kira-kira pada tahun 700. Albanus adalah orang Kristen pertama yang dibunuh di kepulauan Britania, dan martir Inggris pertama pada akhir abad ketiga. Sejak abad pertama, kepulauan Britania berada di bawah kekuasaan Romawi. Iman Kristen yang berkembang di sana dibawa oleh tentara-tentara Roma yang beragama Kristen. Pada masa penganiayaan umat Kristen di seluruh Kekaisaran Romawi sewaktu Diokletianus menjadi kaisar, ada seorang imam yang dikejar-kejar oleh tentara-tentara Romawi. Imam ini bersembunyi di rumah Albanus, seorang kafir. Selama persembunyiannya, Imam ini mengajari Albanus ajaran-ajaran iman Kristen.Pada suatu hari, Albanus mengenakan pakaian imam itu dan berjalan-jalan diluar rumahnya. Ia segera ditangkap dan diseret ke pengadilan. Dengan berani ia mengakui diri sebagai penganut agama Kristen. Karena itu pengadilan Romawi segera menjatuhkan hukuman pacung atas dirinya di atas sebuah bukit disebut Verulamium. Oleh orang Inggris, bukit ini disebut bukit Saint Albans.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
Yosephus Cafasso dilahirkan pada tahun
1811 di Italia utara, dekat kota Turin. Empat tahun kemudian, pada tahun 1815,
salah seorang muridnya yang paling terkenal, St. Yohanes Bosco, dilahirkan
di kota yang sama. Yosephus berbahagia mempunyai orangtua yang sangat
mengasihinya, yang rela berkurban demi pendidikannya. Ia pergi ke Turin agar
dapat bersekolah di seminari. Yosephus bertemu Yohanes Bosco pada tahun 1827
ketika Bosco berumur dua belas tahun. Bosco berbicara kepada seminaris Cafasso
di gereja dan kemudian lari sepanjang perjalanan pulang ke rumah. “Mama, mama,”
teriak Yohanes, “aku bertemu dengannya, aku bertemu dengannya, mama!” “Dengan
siapa?” tanya ibunya. “Yosephus Cafasso, mama. Ia seorang kudus, sungguh.” Ibu
Bosco tersenyum dan mengangguk dengan lembut.
Pada tahun 1833, Yosephus ditahbiskan
sebagai imam. Ia memulai tugas pelayanannya dan diutus belajar di sebuah
sekolah teologi yang hebat bagi para imam. Setelah Pater Cafasso menamatkan
pelajarannya, ia menjadi seorang profesor teologi. Ia mengajar banyak imam muda
selama bertahun-tahun. Mereka mengatakan bahwa ia sangat mengasihi mereka.
Pater Cafasso dikenal sebagai imam yang percaya akan kelemahlembutan dan belas
kasih Allah. Karena ia sendiri begitu lembut hati, ia membangkitkan semangat
dan pengharapan pada orang-orang lain juga. Ia membimbing banyak imam, kaum
religius dan awam juga. Pater Cafasso membantu Yohanes Bosco memulai pelayanan
kerasulannya yang mengagumkan di antara anak-anak. Ia juga yang membimbing
Pater Bosco memulai ordo religiusnya yang dikenal sebagai Salesian. Pater
Cafasso membimbing yang lain pula membentuk ordo atau kongregasi mereka.
Pada masa Pater Cafasso, ada begitu
banyak kebutuhan sosial. Salah satunya yang paling mendesak adalah sistem
penjara. Keadaan penjara amat menjijikkan. Tetapi, yang sungguh menggerakkan
hati Pater Cafasso adalah kebiasaan melaksanakan hukuman gantung bagi para
narapidana yang dihukum mati di hadapan masyarakat umum. Pater Cafasso datang
kepada mereka dan menerima pengakuan dosa mereka. Ia mendampingi mereka,
mengatakan betapa melimpahnya belas kasih dan kerahiman Tuhan bagi mereka
hingga ajal menjemput mereka. Ia membimbing lebih dari enam puluh orang
narapidana. Mereka semuanya bertobat dan meninggal dalam damai Kristus. Pater
Cafasso menyebut mereka sebagai “para kudusnya yang digantung”.
Pater Cafasso juga menjadi pastor di
Gereja St. Fransiskus pada tahun 1848. Tak seorang pun sanggup mengatakan
betapa besar pengaruhnya bagi masyarakat dan karya-karya Gereja. Pater Cafasso
wafat pada tanggal 23 Juni tahun 1860. Sahabat setianya, St. Yohanes Bosco,
yang menyampaikan homili pada saat pemakamannya. Ia dinyatakan kudus oleh Paus
Pius XII pada tahun 1947.
Hidup St. Yosephus Cafasso ditandai
oleh kelemahlembutan dan pengertian. Bagaimana aku memperlakukan sesama
saudaraku?
“diterjemahkan oleh YESAYA:
www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Etheldreda, Pengaku Iman
Santa Etheldreda yang disebut juga “Santa Audrey”, lahir di
Exning, Suffolk, Inggris kira-kira pada tahun 630. Ia adalah puteri Raja Anna
dari Anglia Timur dan saudara St. Sexburga, St. Ethelburga dan St.
Withburga.
Walaupun Santa Etheldreda menikah dua kali-keduanya karena alasan kenegaraan,
ia tetap bersikeras menghayati kaul kemurnian hidup bagi Allah. Suaminya yang
pertama setuju menjalankan pantang perkawinan demi tagaknya kaul kemurnian itu.
Ketika suaminya meninggal, ia mengundurkan diri ke Pulau Ely, salah satu
wilayah yang berada di bawah kekuasaan Inggris. Disini Etheldreda menyepi
seorang diri dalam khlawat yang mendalam.
Di kemudian hari, dia memenuhi keinginan keluarganya, ia menikah lagi dengan
Pangeran Muda Egfrid dari Northumbria. Mulanya, Etheldreda sanggup menjalankan
kaul kemurnian tanpa ada gugatan dari Egfrid suaminya; namun ketika Egfrid
menjadi Raja Northumbria, ia menuntut Etheldreda agar memenuhi kewajibannya
sebagai isteri. Ia menuntut penghayatan hidup perkawianan yang sungguh-sungguh
sebagaimana layaknya suami dan isteri. Dengan tegas Etheldreda menolak tuntutan
Egfrid itu karena ia tidak sudi mengkhianati kaulnya. Ia meminta bantuan Santo
Wilfrid, Uskup York, untuk mendukung pendiriannya dan memperkuat keputusannya.
Dengan dukungan Winfrid, Etheldreda kembali ke Ely untuk bertapa dan berdoa.
Disana ia mendirikan sebuah biara pada tahun 673. Sebagai abbas, ia memimpin
biaranya dengan aturan hidup yang keras.
Etheldreda meninggal dunia pada tanggal 23 Juni 679 di Pulau Ely. Jenazahnya
dikuburkan di Ely. Konon terjadi banyak sekali mukzijat di kuburnya.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
24 Juni, Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis
Ayah
Yohanes ialah Zakarias, seorang imam di Yerusalem. Ibunya Elisabeth adalah
seorang puteri keturunan kaum Harun. Kedua orang tua ini saleh tetapi tidak
mempunyai anak sampai hari tuanya, sebab Elisabeth mandul. Mereka sungguh
mengharapkan seorang anak, namun usia yang sudah lanjut sungguh menipiskan
harapan itu. Meski demikian mereka
tetap berharap pada Tuhan dan berkanjang dalam dosa. Doa-doa mereka kiranya dikabulkan Tuhan. Sekali peristiwa, ketika Zakarias
mendapat giliran melayani Tuhan di Bait Allah, tampaklah kepadanya Malaikat
Gabriel. “Jangan takut Zakarias, karena Allah mengabulkan permohonanmu;
Elisabeth isterimu akan mengandung dan melahirkan bagimu seorang anak laki-laki
dan haruslah kau namai dia Yohanes… Ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam
roh dan kuasa Elia untuk membuat hati-hati bapa-bapa berbalik kepada
anak-anaknya dan hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan
dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak bagiNya”, kata
malaikat itu kepadanya (Luk1:5-25).Zakarias menjadi bisu dan tidak dapat berbicara karena ia ragu dan tidak
percaya kepada khabar dari malaikat Allah itu. Ia baru dapat sembuh dan dapat
berbicara lagi ketika Yohanes lahir, terutama ketika nama Yohanes diberikan
kepada sang bayi itu. Ketika Yohanes lahir, banyak orang berkata: “Akan menjadi
apakah anak ini kelak? Sebab tangan Tuhan menyertai dia.”Tugas Yohanes sebagaimana tertulis dalam Injil, ialah menjadi bentara Al-Masih,
Yesus Kristus, Sang Penebus. Kuasa roh didalam dirinya telah terasa semenjak
ada dalam kandungan ibunya. Hal ini dapat terlihat dalam peristiwa pertemuan
Maria dan Elisabeth (Luk1:39-45). Hidup dan peranannya berkaitan dengan pribadi Yesus, Al-Masih. Ia adalah utusan
Allah yang mendahului kedatangan Al-Masih. Yesus sendiri menyebut Yohanes ‘sang
nabi’, bahkan lebih besar daripada para nabi. Karena itu kelahirannya sungguh
menggembirakan banyak orang. Sebagaimana nabi-nabi lain ditolak dan dianiaya
oleh umat, kepada siapa mereka di utus Allah, kematian Yohanes Pemandi pun
sangat tragis. Atas perintah Herodes, raja wilayah Yudea, Yohanes Pemandi
ditangkap dan dipenjarakan karena ia berani mengecam Herodes yang berani
mengambil Herodias-isteri saudaranya, Filipus-menjadi isteri. Akhirnya, atas
bujukan dan akal busuk Herodias, Herodes memerintahkan untuk memenggal kepala Yohanes
Pemandi (Mat14:1-12; Luk9:9-7). Setelah kematiannya, selesailah tugas dan mulailah Yesus tampil di hadapan umum
untuk mewartakan datangnya Kerajaan Allah. Sumber : http://www.imankatolik.or.id
William dilahirkan di Vercelli, Italia,
pada tahun 1085. Kedua orangtuanya meninggal dunia ketika ia masih bayi. Sanak
saudara yang membesarkannya. Ketika dewasa, William menjadi seorang pertapa. Ia
mengadakan suatu mukjizat, mencelikkan mata seorang buta, dan sekonyong-konyong
mendapati dirinya menjadi seorang terkenal. William terlalu rendah hati untuk
dapat bergembira oleh kekaguman orang. Ia sungguh menghendaki tetap menjadi
seorang pertapa agar dapat memusatkan diri pada Tuhan. Sebab itu, ia pergi
untuk tinggal seorang diri di sebuah gunung yang tinggi dan liar. Tak seorang
pun dapat mengusiknya sekarang. Tetapi, bahkan di sana ia tak dapat tinggal
sendirian. Banyak orang berkumpul sekelilingnya dan mereka mendirikan sebuah
biara yang dipersembahkan kepada Santa Perawan. Karena biara William ini, orang
memberikan nama baru kepada gunung itu; mereka menyebutnya Gunung Perawan.
Tak lama kemudian, sebagian biarawan
mulai mengeluh akan cara hidup yang terlalu keras. Mereka menghendaki makanan
yang lebih baik dan jadwal harian yang lebih longgar. William tak hendak
melonggarkan peraturan bagi dirinya sendiri. Ia memilih seorang pemimpin bagi
para biarawan. Kemudian, ia dan lima orang pengikut yang setia pergi untuk
mendirikan sebuah biara lain, seketat sebagaimana awalnya. Salah seorang
rekannya adalah St Yohanes dari Mantua. Keduanya, William dan Yohanes dari
Mantua, berjiwa pemimpin. Sementara waktu berlalu, mereka menyadari bahwa akan
lebih baik apabila mereka memisahkan diri, masing-masing mendirikan sebuah
biara. Mereka adalah sahabat-sahabat karib, tetapi mereka melihat hal-hal
dengan cara pandang yang berbeda. Yohanes pergi ke timur sementara William
pergi ke barat. Keduanya berkarya dengan amat baik. Sesungguhnya, mereka berdua
dimaklumkan sebagai santo!
Di kemudian hari, Raja Roger dari Naples
membantu St William. Pengaruh baik William atas raja mendongkolkan hati
beberapa orang istana yang jahat. Mereka berusaha membuktikan kepada raja bahwa
William adalah seorang yang sungguh jahat, bahwa ia adalah musang berbulu domba.
Mereka mengutus seorang perempuan jahat untuk menggoda William, tetapi
perempuan itu gagal, malahan bertobat dan meninggalkan hidup dosa. St William
wafat pada tanggal 25 Juni 1142.
Terkadang kita mengalami kesulitan
untuk bergaul atau menyukai seseorang. St William telah menginspirasi kita pada
hari ini untuk melihat sisi baik orang lain.
“diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Gulielmus, Abbas
Gulielmus lahir di Vercelli, Italia pada tahun 1805. Baru saja berumur 14 tahun, ia telah menampakkan sifat-sifat yang saleh, giat dan berani. Terdorong oleh semangat imannya, ia berziarah ke makam Santo Yakobus di Kompostella, Spanyol. Perjalanan yang sangat jauh itu ditempuhnya dengan kaki telanjang dan tanpa membawa bekal dan uang. Sekembalinya dari sana, ia merencanakan lagi untuk mengunjungi tempat-tempat suci di Palestina. Tetapi untuk rencana ini, selalu saja ia menemui berbagai hambatan. Hal ini dianggapnya sebagai petunjuk bahwa rencananya itu tidak dikehendaki oleh Tuhan. Sebagai gantinya, ia pergi ke sebuah tempat sunyi untuk melaksanakan latihan askese. Disana ia berusaha bermati raga, berpuasa, berdoa dan bertapa. Di sana ia merasakan eratnya hubungannya dengan Tuhan. Sesudah menjalani hidup asketis selama dua tahun, ia berhasil menyembuhkan seorang yang buta matanya secara ajaib. Mendengar itu, banyak orang berbondong-bondong datang menemui dia di pondoknya. ---Sementara itu, cita-citanya untuk mengunjungi Tanah Suci terus saja menggangunya. Tetapi kali inipun Tuhan tidak menyetujuinya. Ia sendiri pun tetap sabar dan pasrah pada kehendak Tuhan. Ia lalu mencari sebuah tempat suci di puncak Monte Virgina. Banyak orang terutama dari kalangan pemuda berbondong-bondong datang untuk menemui dia untuk meminta bimbingannya. Dari kunjungan orang banyak ini, timbullah keinginan hatinya untuk mendirikan sebuah rumah pertapaan. Di bawah pimpinannya, mereka bersama-sama mendirikan rumah pertapaan itu. Kehidupan bersama mereka di dalam pertapaan itu dibimbing oleh berbagai peraturan hidup yang dibuat oleh Gulielmus. Kemasyuran namanya dan banyaknya mukzijat yang dibuatnya menarik semakin banyak pemuda ke tempat pertapaannya. Setelah membimbing banyak pemuda untuk hidup bertapa, Gulielmus meninggal dunia pada tahun 1142.
Santa Febronia, Pengaku Iman dan Martir
Konon pada abad ke-7 puteri cantik dari kota Nisibis, kawasan Mesopotamia, Irak ini akan dibebaskan dari penjara oleh kepala pengadilan Selenus, asal ia mutrad dan mau menikah dengan Lisimakus, keponakannya. Tetapi Febronia menolak dengan tegas. Akibatnya, ia disiksa dan dipukul dengan kayu sampai mati. Lalu Selenus menjadi gila dan bunuh diri, sedangkan keponakannya bertobat.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Gulielmus lahir di Vercelli, Italia pada tahun 1805. Baru saja berumur 14 tahun, ia telah menampakkan sifat-sifat yang saleh, giat dan berani. Terdorong oleh semangat imannya, ia berziarah ke makam Santo Yakobus di Kompostella, Spanyol. Perjalanan yang sangat jauh itu ditempuhnya dengan kaki telanjang dan tanpa membawa bekal dan uang. Sekembalinya dari sana, ia merencanakan lagi untuk mengunjungi tempat-tempat suci di Palestina. Tetapi untuk rencana ini, selalu saja ia menemui berbagai hambatan. Hal ini dianggapnya sebagai petunjuk bahwa rencananya itu tidak dikehendaki oleh Tuhan. Sebagai gantinya, ia pergi ke sebuah tempat sunyi untuk melaksanakan latihan askese. Disana ia berusaha bermati raga, berpuasa, berdoa dan bertapa. Di sana ia merasakan eratnya hubungannya dengan Tuhan. Sesudah menjalani hidup asketis selama dua tahun, ia berhasil menyembuhkan seorang yang buta matanya secara ajaib. Mendengar itu, banyak orang berbondong-bondong datang menemui dia di pondoknya. ---Sementara itu, cita-citanya untuk mengunjungi Tanah Suci terus saja menggangunya. Tetapi kali inipun Tuhan tidak menyetujuinya. Ia sendiri pun tetap sabar dan pasrah pada kehendak Tuhan. Ia lalu mencari sebuah tempat suci di puncak Monte Virgina. Banyak orang terutama dari kalangan pemuda berbondong-bondong datang untuk menemui dia untuk meminta bimbingannya. Dari kunjungan orang banyak ini, timbullah keinginan hatinya untuk mendirikan sebuah rumah pertapaan. Di bawah pimpinannya, mereka bersama-sama mendirikan rumah pertapaan itu. Kehidupan bersama mereka di dalam pertapaan itu dibimbing oleh berbagai peraturan hidup yang dibuat oleh Gulielmus. Kemasyuran namanya dan banyaknya mukzijat yang dibuatnya menarik semakin banyak pemuda ke tempat pertapaannya. Setelah membimbing banyak pemuda untuk hidup bertapa, Gulielmus meninggal dunia pada tahun 1142.
Santa Febronia, Pengaku Iman dan Martir
Konon pada abad ke-7 puteri cantik dari kota Nisibis, kawasan Mesopotamia, Irak ini akan dibebaskan dari penjara oleh kepala pengadilan Selenus, asal ia mutrad dan mau menikah dengan Lisimakus, keponakannya. Tetapi Febronia menolak dengan tegas. Akibatnya, ia disiksa dan dipukul dengan kayu sampai mati. Lalu Selenus menjadi gila dan bunuh diri, sedangkan keponakannya bertobat.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Bocah martir dari Spanyol ini hidup pada
masa ketika bangsa Moor berkuasa atas sebagian tanah airnya. Bangsa Moor
memusuhi umat Kristiani Spanyol. Pelagius baru berusia sepuluh tahun ketika
pamannya harus meninggalkannya sebagai tawanan bangsa Moor di kota Cordova. Ia
tidak akan dibebaskan sebelum pamannya menyerahkan apa yang dikehendaki bangsa
Moor.
Tiga tahun berlalu dan remaja belia
Kristen ini masih seorang tawanan. Sekarang, ia telah menjadi seorang remaja
tigabelas tahun yang tampan penuh semangat hidup. Walau banyak teman tawanan
lainnya adalah orang-orang dewasa yang bertabiat buruk, Pelagius tidak meniru
tabiat mereka. Meski muda, ia memiliki kehendak yang kuat dan tahu bagaimana
memelihara diri sebagai seorang yang baik.
Penguasa bangsa Moor mendengar juga
berita-berita baik mengenai Pelagius. Ia memanggil remaja itu. Pelagius memang
tampan dan tahu sopan santun. Penguasa Moor jatuh hati dan hendak
membebaskannya dari penjara. Bagaimanapun, ia hanyalah seorang anak. Kepada
Pelagius ditawarkan kebebasan, juga pakaian-pakaian indah untuk dikenakannya.
Dan bukan hanya itu saja, kepadanya juga akan dihadiahkan kuda-kuda gagah dan
sejumlah uang. Semua itu akan menjadi miliknya jika ia bersedia mengingkari
iman dan menjadi seorang Muslim seperti para penawannya.
“Semua yang kalian sebut itu tak ada
artinya bagiku,” kata anak itu tegas. “Aku seorang Kristiani sejak dahulu. Aku
seorang Kristiani sekarang. Aku akan tetap menjadi seorang Kristiani.” Penguasa
itu terperanjat. Ia mengubah taktiknya. Bukannya janji-janji, sekarang ia
melontarkan ancaman-ancaman, tetapi semuanya sia-sia belaka. Pelagius yang
berusia tigabelas tahun wafat sebagai seorang martir pada tahun 925.
Dalam hidup sehari-hari, apakah arti
komitmenku kepada Kristus? Apabila aku merasa seolah tak sanggup menanggung
tekanan dan masalah yang menimpa hidupku, kiranya masa-masa ini menjadi saat
pematangan iman dan bertumbuh dalam kasih Kristus.
“diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Yohanes dan Paulus, Martir
Kedua orang kudus kakak-beradik ini berasal dari keluarga istana Konstansia, puteri Kaisar Konstantinus Agung. Mereka berdua adalah pegawai tinggi negara yang setia. Konstansia menghadiahkan kepada mereka banyak harta. Namun selanjutnya kekayaan ini dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin.
Ketika Yulianus Apostad menduduki tahkta Kekaisaran Romawi, banyak orang dari keluarga istana Konstansia ditarik ke istananya. Yohanes dan Paulus pun dipanggil ke sana dan diberikan kedudukan yang terhormat. Tetapi keduanya menolak undangan itu, karena mereka tidak mau mengabdi kepada Yulianus yang murtad dari iman Kristen yang benar. Kaisar Yulianus naik darah dan mengeluarkan ancaman kepada Yohanes dan Paulus. Ia memberi waktu 10 hari kepada Yohanes dan Paulus untuk mempertimbangkan hal berikut: “Mempersembahkan kurban kepada Yupiter atau mati!”
Tanpa berpikir panjang, kedua kakak beradik itu memutuskan untuk tidak mengkhianati imannya akan Kristus. Kesempatan 10 hari yang diberikan kepada mereka untuk berpikir, dipergunakan untuk membagi-bagikan harta kekayaannya kepada para miskin. Mereka tahu pasti bahwa kaisar akan bertindak secara bengis atas diri mereka. Oleh karena itu, mereka membagikan hartanya dengan maksud membebaskan dirinya dari keterikatan batin pada barang-barang duniawi sekaligus menyilih dosa-dosanya.
Ketika tiba hari terakhir, yakni hari kesepuluh, datanglah kepada mereka Prefek Terensius sambil membawa serta patung Yupiter. Mereka dipaksa untuk menyembah patung Yupiter itu. Dengan tegas mereka serentak menolak menyembah patung itu, dan menyatakan keteguhannya untuk tetap menyembah Kristus yang diimaninya.oleh karena itu, keduanya dipenggal kepalanya di rumah mereka sendiri. Peristiwa itu terjadi pada tahun 362.
Santa Maria Magdalena Fontaine, Martir
Maria Magdalena Fontaine dikenal sebagai pemimpin biara Suster-suster Karitas di Arras, Perancis. Bersama tiga orang kawannya, yakni Suster Frances Lanel (49 tahun), Teresa Fantou (47 tahun) dan Yoan Gerard (42 tahun), ia dipenggal kepalanya di Cambrai, Perancis.
Pada masa itu Revolusi Perancis sedang berkecamuk. Negara mengeluarkan suatu undang-undang yang ditujukan kepada rohaniwan-rohaniwati. Isi undang-undang ini dinilai sangat bertentangan dengan ajaran agama. Para biarawan-wati diharuskan menaati dan mengucapkan sumpah setia kepada negara. Karena mereka menolaknya, maka banyak di antara mereka dibunuh.
Suster Maria Magdalena Fontaine bersama tiga orang kawannya dipanggil oleh para pejabat untuk mengucapkan janji setia kepada negara sebagaimana diwajibkan undang-undang itu. Mereka bersedia pergi namun tidak bersedia mengucapkan sumpah setia itu, karena bertentangan dengan suara hati mereka. Karena itu mereka dituduh sebagai aktifis anti revolusi, ditangkap dan dipenjarakan pada tanggal 14 Februari 1794.
Tanpa banyak pertimbangan, keempat suster itu digiring ke tempat pembantaian. Mereka kelihatan tidak gentar sedikitpun terhadap bahaya maut yang segera tiba. Mereka bahkan menyambut gembira hukuman mati itu. Sepanjang jalan mereka menyanyikan lagu “Ave Maris Stella”.
Di atas tempat pembantaian itu, kepala mereka satu per satu dipenggal dengan guilotine. Suster Magdalena mendapat giliran terakhir. Ketika mendekati guilotine, ia berpaling kepada orang banyak yang berkumpul dan berkata: “Dengarkanlah hai umat Kristen! Kami adalah korban terakhir. Penganiayaan akan segera berakhir, tiang gantungan akan segera roboh dan altar-altar Tuhan Yesus akan muncul lagi dengan semarak”. Ramalan ini ternyata benar-benar terjadi.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Kedua orang kudus kakak-beradik ini berasal dari keluarga istana Konstansia, puteri Kaisar Konstantinus Agung. Mereka berdua adalah pegawai tinggi negara yang setia. Konstansia menghadiahkan kepada mereka banyak harta. Namun selanjutnya kekayaan ini dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin.
Ketika Yulianus Apostad menduduki tahkta Kekaisaran Romawi, banyak orang dari keluarga istana Konstansia ditarik ke istananya. Yohanes dan Paulus pun dipanggil ke sana dan diberikan kedudukan yang terhormat. Tetapi keduanya menolak undangan itu, karena mereka tidak mau mengabdi kepada Yulianus yang murtad dari iman Kristen yang benar. Kaisar Yulianus naik darah dan mengeluarkan ancaman kepada Yohanes dan Paulus. Ia memberi waktu 10 hari kepada Yohanes dan Paulus untuk mempertimbangkan hal berikut: “Mempersembahkan kurban kepada Yupiter atau mati!”
Tanpa berpikir panjang, kedua kakak beradik itu memutuskan untuk tidak mengkhianati imannya akan Kristus. Kesempatan 10 hari yang diberikan kepada mereka untuk berpikir, dipergunakan untuk membagi-bagikan harta kekayaannya kepada para miskin. Mereka tahu pasti bahwa kaisar akan bertindak secara bengis atas diri mereka. Oleh karena itu, mereka membagikan hartanya dengan maksud membebaskan dirinya dari keterikatan batin pada barang-barang duniawi sekaligus menyilih dosa-dosanya.
Ketika tiba hari terakhir, yakni hari kesepuluh, datanglah kepada mereka Prefek Terensius sambil membawa serta patung Yupiter. Mereka dipaksa untuk menyembah patung Yupiter itu. Dengan tegas mereka serentak menolak menyembah patung itu, dan menyatakan keteguhannya untuk tetap menyembah Kristus yang diimaninya.oleh karena itu, keduanya dipenggal kepalanya di rumah mereka sendiri. Peristiwa itu terjadi pada tahun 362.
Santa Maria Magdalena Fontaine, Martir
Maria Magdalena Fontaine dikenal sebagai pemimpin biara Suster-suster Karitas di Arras, Perancis. Bersama tiga orang kawannya, yakni Suster Frances Lanel (49 tahun), Teresa Fantou (47 tahun) dan Yoan Gerard (42 tahun), ia dipenggal kepalanya di Cambrai, Perancis.
Pada masa itu Revolusi Perancis sedang berkecamuk. Negara mengeluarkan suatu undang-undang yang ditujukan kepada rohaniwan-rohaniwati. Isi undang-undang ini dinilai sangat bertentangan dengan ajaran agama. Para biarawan-wati diharuskan menaati dan mengucapkan sumpah setia kepada negara. Karena mereka menolaknya, maka banyak di antara mereka dibunuh.
Suster Maria Magdalena Fontaine bersama tiga orang kawannya dipanggil oleh para pejabat untuk mengucapkan janji setia kepada negara sebagaimana diwajibkan undang-undang itu. Mereka bersedia pergi namun tidak bersedia mengucapkan sumpah setia itu, karena bertentangan dengan suara hati mereka. Karena itu mereka dituduh sebagai aktifis anti revolusi, ditangkap dan dipenjarakan pada tanggal 14 Februari 1794.
Tanpa banyak pertimbangan, keempat suster itu digiring ke tempat pembantaian. Mereka kelihatan tidak gentar sedikitpun terhadap bahaya maut yang segera tiba. Mereka bahkan menyambut gembira hukuman mati itu. Sepanjang jalan mereka menyanyikan lagu “Ave Maris Stella”.
Di atas tempat pembantaian itu, kepala mereka satu per satu dipenggal dengan guilotine. Suster Magdalena mendapat giliran terakhir. Ketika mendekati guilotine, ia berpaling kepada orang banyak yang berkumpul dan berkata: “Dengarkanlah hai umat Kristen! Kami adalah korban terakhir. Penganiayaan akan segera berakhir, tiang gantungan akan segera roboh dan altar-altar Tuhan Yesus akan muncul lagi dengan semarak”. Ramalan ini ternyata benar-benar terjadi.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Sirilus dilahirkan di Alexandria, Mesir,
pada tahun 370. Pamannya, Teofilus, adalah patriark atau uskup agung. Pamannya
seorang yang baik, tetapi terkadang cepat marah dan keras kepala. Ia tidak tahu
bahwa Yohanes
Krisostomus yang terkenal itu akan menjadi
seorang kudus di kemudian hari. Uskup Agung Teofilus bertanggungjawab atas dibuangnya
Yohanes ke pengasingan pada tahun 403. Tetapi kaisar membawa Uskup Yohanes
kembali ke keuskupan agungnya di Konstantinopel. Tampaknya Sirilus terpengaruh
oleh prasangka buruk pamannya terhadap Yohanes, sebab itu Sirilus pun setuju
bahwa Yohanes Krisostomus harus dibuang ke pengasingan.
Ketika pamannya wafat pada tahun 412,
Sirilus menjadi uskup agung menggantikannya. Ia mempunyai cinta yang berkobar
kepada Gereja dan kepada Yesus. Ia seorang yang gagah berani di masa-masa yang
sulit dan mewartakan apa yang diajarkan Gereja. Ia seorang yang jujur dan
terus-terang. Ia tidak mencari pujian orang ataupun kedudukan. Tetapi, juga
Sirilus terkadang suka bertindak menurutkan kata hatinya dan keras kepala. Ia
bermaksud menerangkan kebenaran-kebenaran Gereja dengan khotbah-khotbah dan
tulisan-tulisannya, yang memang ia lakukan. Tetapi apabila Sirilus marah, apa
yang dikatakannya sulit dipahami. Tentu saja, ia kurang ambil peduli untuk
berkata-kata dengan cara yang lebih lembut, jadi sekali waktu ia meledak dalam
amarah.
Perangainya ini pastilah membuatnya
menderita. Walau demikian, umat Kristiani patut berterima kasih kepadanya atas
banyak kecakapannya yang mengagumkan. Sebagai misal, ia dengan tidak gentar
membela Gereja dan membela apa yang ia yakini sebagai benar.
St Sirilus adalah wakil Paus St
Selestine I dalam Konsili Efesus pada tahun 431. Konsili ini merupakan sidang
resmi Gereja yang melibatkan lebih dari duaratus uskup. Mereka memeriksa
ajaran-ajaran seorang imam bernama Nestorius. Konsili menerangkan dengan jelas
bahwa Nestorius salah dalam beberapa kebenaran penting yang kita yakini. Paus
memberinya waktu sepuluh hari untuk berjanji bahwa ia tidak akan mewartakan
ajaran-ajarannya sendiri yang salah. Tetapi Nestorius tidak mau. Konsili
menjelaskan kepada umat Allah bahwa kita tidak dapat menerima ajaran-ajaran
sesat. Para uskup begitu jelas menerangkan hingga ajaran-ajaran sesat ini tidak
pernah lagi menjadi ancaman besar bagi Gereja.
Umat sangat berterima kasih kepada St
Sirilus dari Alexandria yang telah memimpin jalannya Konsili. Pada akhirnya
Nestorius dengan diam-diam pulang kembali ke biaranya dan tidak lagi
membingungkan umat. Sirilus kembali juga ke keuskupan agungnya dan bekerja
keras demi Gereja hingga ia wafat pada tahun 444. Paus Leo XIII memaklumkan St
Sirilus sebagai Pujangga Gereja pada tahun 1883.
“Pastilah ia Bunda Allah jika Tuhan
kita Yesus Kristus adalah Allah, dan ia melahirkan-Nya.” ~ St Sirilus
“diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Emma, Pengaku Iman
Emma, yang juga dipanggil Hemma, lahir pada tahun 980 dan meninggal pada tahun 1045. Wanita ningrat ini dikenal sebagai pendiri sebuah biara dan Gereja di desa Gurk, Austria Selatan.
Keputusannya untuk menjalani hidup bakti kepada Tuhan ditempuhnya setelah suaminya meninggal dan kedua puteranya dibunuh. Diceritakan bahwa kedua puteranya dibunuh karena menggantung seorang karyawan yang bekerja di rumah mereka. Suaminya meninggal ketika dalam perjalanan ke Roma. Semenjak itu, Emma giat melakukan berbagai karya amal cinta kasih. Bukti yang paling mengagumkan dari niatnya yang suci ialah usahanya untuk mendirikan sebuah biara dan gereja di Gurk, Austria Selatan. Biara-yang kemudian dijadikan Biara Benediktin di Admont-ini dimulai pembangunannya pada tahun 1072 setelah kematiannya. Diceritakan bahwa Emma sendiri sebagai biarawati setelah kematian suami dan anak-anaknya itu. Oleh gereja ia digelari sebagai ‘Santa’.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Emma, yang juga dipanggil Hemma, lahir pada tahun 980 dan meninggal pada tahun 1045. Wanita ningrat ini dikenal sebagai pendiri sebuah biara dan Gereja di desa Gurk, Austria Selatan.
Keputusannya untuk menjalani hidup bakti kepada Tuhan ditempuhnya setelah suaminya meninggal dan kedua puteranya dibunuh. Diceritakan bahwa kedua puteranya dibunuh karena menggantung seorang karyawan yang bekerja di rumah mereka. Suaminya meninggal ketika dalam perjalanan ke Roma. Semenjak itu, Emma giat melakukan berbagai karya amal cinta kasih. Bukti yang paling mengagumkan dari niatnya yang suci ialah usahanya untuk mendirikan sebuah biara dan gereja di Gurk, Austria Selatan. Biara-yang kemudian dijadikan Biara Benediktin di Admont-ini dimulai pembangunannya pada tahun 1072 setelah kematiannya. Diceritakan bahwa Emma sendiri sebagai biarawati setelah kematian suami dan anak-anaknya itu. Oleh gereja ia digelari sebagai ‘Santa’.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Ireneus adalah seorang Yunani yang
dilahirkan antara tahun 120-140. Ia beroleh kesempatan istimewa menjadi
murid St Polikarpus, yang adalah
murid St Yohanes Rasul. Suatu ketika Ireneus mengatakan kepada seorang teman,
“Aku mendengarkan pengajaran St Polikarpus dengan amat seksama. Aku menuliskan
setiap tindakan maupun perkataannya, bukan di atas kertas, melainkan dalam
hatiku.”
Setelah ditahbiskan menjadi seorang
imam, Ireneus diutus ke Lyons di Perancis. Di kota inilah Uskup St Pothinius
wafat sebagai martir bersama dengan banyak kudus lainnya. Ireneus tidak wafat
sebagai martir pada waktu itu sebab ia diminta oleh rekan-rekan para imam untuk
menyampaikan suatu pesan penting dari mereka kepada paus di Roma. Dalam surat
itu, mereka menyebut Ireneus sebagai seorang yang penuh semangat iman.
Ketika Ireneus kembali untuk menjadi
Uskup Lyons, masa penganiayaan telah berakhir. Namun demikian, muncul suatu
bahaya lain, yaitu bidaah yang disebut Gnostisisme. Ajaran sesat ini memikat
sebagian orang dengan janji-janji untuk mengajarkan misteri-misteri rahasia.
Ireneus mempelajari dengan seksama segala hal mengenai ajaran sesat ini dan
kemudian dalam lima jilid buku membuktikan betapa keliru ajaran tersebut.
Ireneus menulis dengan santun, sebab ia ingin memenangkan sebanyak mungkin
orang bagi Yesus. Walau begitu, terkadang kata-katanya keras, seperti kala ia
mengatakan, “Begitu orang terpikat oleh Gnostik, ia menjadi besar kepala oleh
kesombongan dan merasa diri penting. Ia memiliki kebanggaan seekor ayam jantan
yang berkoar-koar.” Buku-buku St Ireneus dibaca banyak orang. Segera saja
ajaran sesat itu pun mulai musnah. St Ireneus wafat sekitar tahun 202. Banyak orang
percaya bahwa ia wafat sebagai martir.
“Adalah lebih baik serta jauh lebih
berguna menjadi seorang yang sederhana dan kurang terpelajar namun akrab dengan
Tuhan melalui tindakan belas kasih daripada tampak bijaksana dan cakap namun
menghujat sang Tuan-nya.” ~ St Ireneus
“diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Petrus, paus pertama kita, adalah
seorang nelayan dari Galilea. Yesus memanggilnya untuk mengikuti Dia, “Aku akan
menjadikan engkau penjala manusia.” Petrus adalah seorang sederhana yang giat
bekerja. Ia murah hati, jujur dan amat dekat dengan Yesus. Nama asli rasul
besar ini adalah Simon, tetapi Yesus mengubahnya menjadi Petrus, yang artinya
“batu karang”. “Engkaulah Petrus,” kata Yesus, “dan di atas batu karang ini Aku
akan mendirikan Gereja-Ku.” Petrus adalah pemimpin para rasul.
Ketika Yesus ditangkap, Petrus
ketakutan. Saat itulah ia berbuat dosa dengan menyangkal Kristus sebanyak tiga
kali. Rasa takut akan keselamatan diri sendiri menguasainya. Tetapi, Petrus
menyesali perbuatannya dengan sepenuh hati. Ia mengangisi penyangkalannya
sepanjang hidupnya. Yesus mengampuni Petrus. Sesudah kebangkitan-Nya, Ia
bertanya tiga kali kepada Petrus, “Apakah engkau mengasihi Aku?” Jawab Petrus,
“Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.”
Sesungguhnya, Yesus memang tahu! Petrus benar. Dengan lembut Yesus berkata,
“Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Yesus mengatakan kepada Petrus untuk mengurus
Gereja-Nya, sebab Ia akan naik ke surga. Yesus menetapkan Petrus sebagai
pemimpin para pengikut-Nya.
Di kemudian hari Petrus pergi dan
tinggal di Roma. Roma adalah pusat seluruh Kerajaan Romawi. Di sana, Petrus
mempertobatkan banyak orang. Ketika penganiayaan yang kejam terhadap
orang-orang Kristen dimulai, umat memohon pada Petrus untuk meninggalkan Roma
dan menyelamatkan diri. Menurut tradisi, ia memang sedang dalam perjalanan
meninggalkan Roma ketika ia berjumpa dengan Yesus di tengah jalan. Petrus bertanya
kepada-Nya, “Tuhan hendak ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus, “Aku datang
untuk disalibkan yang kedua kalinya.” Kemudian St. Petrus berbalik dan kembali
ke Roma. Ia mengerti bahwa penglihatannya berarti bahwa ia harus menderita dan
wafat bagi Yesus. Segera Petrus ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Karena ia
bukan warganegara Romawi, sama seperti Yesus, ia dapat disalibkan. Kali ini ia
tidak menyangkal Kristus. Kali ini ia siap untuk wafat bagi-Nya. Petrus minta
agar disalibkan dengan kepalanya di bawah, sebab ia merasa tidak layak
menderita seperti Yesus. Para prajurit Romawi tidak merasa aneh akan
permintaannya, sebab para budak disalibkan dengan cara demikian. St. Petrus
wafat sebagai marrir di Bukit Vatikan sekitar tahun 67. Pada abad keempat,
Kaisar Konstantin membangun sebuah gereja besar di atas tempat sakral tersebut.
Penemuan-penemuan kepurbakalaan baru-baru ini menegaskan kisah sejarah
tersebut.
Paulus
adalah rasul besar yang dulunya menganiaya umat Kristen. Kemudian ia bertobat.
Kita merayakan pesta bertobatnya St. Paulus pada tanggal 25 Januari. Pada saat
pertobatannya, Yesus mengatakan: “Aku akan menunjukkan kepadanya betapa banyak
penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.” St. Paulus sungguh
amat sangat mengasihi Yesus, buktinya, ia menjadi duplikat hidup Juruselamat
kita. Sepanjang hidupnya, dalam sekian banyak perjalanan misinya, St. Paulus
menghadapi berbagai macam tantangan dan bahaya. Ia didera, dilempari batu,
kapalnya karam, tersesat di laut. Kerap kali dan berulang kali ia kelaparan,
haus dan kedinginan. Namun demikian, ia senantiasa teguh percaya pada Tuhan. Tak
pernah jera ia berkhotbah. “Cinta Yesus mendorong aku,” demikian katanya.
Sebagai ganjaran, Tuhan memberinya penghiburan dan sukacita berlimpah dalam
menanggung penderitaannya.
Kita
dapat membaca kisah petualangannya yang mengagumkan demi Kristus dalam kitab
Kisah Para Rasul yang ditulis oleh St. Lukas, dimulai pada bab sembilan.
Tetapi, kisah yang ditulis St. Lukas berakhir ketika Paulus tiba di Roma. Ia
berada dalam tahanan rumah, menunggu diadili oleh Kaisar Nero. Seorang penulis
Kristen terkenal dari jaman Gereja Purba, Tertullian, mengisahkan bahwa Paulus
dibebaskan setelah pengadilannya yang pertama. Tetapi kemudian, ia dijebloskan
kembali dalam penjara. Kali ini, ia dijatuhi hukuman mati. Ia wafat sekitar
tahun 67, pada masa penganiayaan yang dahsyat terhadap umat Kristen dalam
pemerintahan Kaisar Nero.
Paulus
menyebut dirinya sebagai rasul orang-orang non-Yahudi. Ia mewartakaan Injil
kepada orang-orang bukan Yahudi. Hal tersebut menjadikannya terkenal di seluruh
dunia. Oleh karena Paulus, kita juga, menerima iman Kristen.
Semoga hati kita dipenuhi sukacita
sementara kita menghormati kedua rasul besar ini: Petrus, pemimpin kita dalam
iman, dan Paulus, pewartanya yang gagah berani.
“diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Orang-orang yang kita hormati pada hari
ini memiliki satu kesamaan: mereka menyerahkan nyawa mereka bagi Kristus.
Mereka semua wafat dimartir karena mereka adalah pengikut Tuhan Yesus. Pada
tahun 64, pelanggaran hak-hak azasi manusia oleh Kaisar Nero telah melampaui
batas. Ketika timbul kebakaran hebat di Roma pada tanggal 16 Juli, banyak yang
meyakini bahwa kaisar sendirilah yang sesungguhnya bertanggung jawab atas
kejadian itu. Dua pertiga kota Roma tinggal puing-puing belaka; maka bangkitlah
murka rakyat. Nero ketakutan. Ia mencari kambing hitam dan mempersalahkan umat
Kristiani sebagai yang bertanggung jawab atas kebakaran tersebut.
Tacitus, seorang ahli sejarah yang
terkenal, mencatat bahwa umat Kristiani menderita kematian yang keji. Sebagian
dijadikan mangsa binatang-binatang buas. Yang lainnya diikatkan pada
tiang-tiang dan dijadikan suluh-suluh manusia yang menerangi jalanan-jalanan
Roma. Tidak diketahui berapa tepatnya jumlah para martir yang gagah berani ini,
tetapi kesaksian dan hidup mereka mendatangkan dampak yang terus hidup dalam
diri banyak orang. Penganiayaan oleh Nero adalah penganiayaan pertama oleh
seorang kaisar Roma, tetapi bukan yang terakhir. Dan semakin Gereja dianiaya,
semakin Gereja bertumbuh kembang. Para martir telah membayar dengan nyawa
mereka agar semua yang datang sesudah mereka beroleh kesempatan untuk memeluk
iman.
Dalam doa kita pada hari ini, kita
menghaturkan syukur kepada Bapa atas para martir Roma sebab mereka telah
membayar dengan nyawa mereka agar semua yang datang sesudah mereka beroleh
kesempatan untuk memeluk iman.
“diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Bertrandus, Uskup dan Pengaku Iman
Bertrandus adalah seorang imam abad ke enam. Ia lahir pada tahun 553. Keluarganya tergolong kaya raya. Ia dikenal sebagai seorang imam yang pemurah: ia menghadiahkan beberapa bidang tanah warisannya kepada Gereja dan kepada orang-orang miskin.
Ia ditabhiskan imam di Paris dan kemudian dipilih menjadi pemimpin sebuah sekolah. Pada tahun 587, ia dipilih menjadi uskup di Le Mans, sebuah kota kecil yang dihuni orang-orang Perancis.
Ketika pertentangan politik antara kaum Neustria (Perancis Barat) dan kaum Austrasia (Perancis Timur) terjadi, Bertrandus diusir dari takhta keuskupannya selama beberapa tahun. Kemudian raja Clotaire II dari kelompok Neustria memanggilnya kembali untuk memimpin keuskupan.
Dari tuan-tuan tanah yang kaya, Bertrandus menerima sejumlah besar tanah untuk kepentingan Gereja. Tanah-tanah itu dimanfaatkannya untuk membangun gereja dan biara, dan sebuah rumah penginapan untuk para peziarah. Bertrandus meninggal dunia pada tahun 625, pada usia 70 tahun.
Santo Theobaldus, Pertapa
Theobaldus lahir pada tahun 1017 di Provins, Prancis, dari sebuah keluarga bangsawan. Semasa mudanya, ia banyak membaca buku-buku tentang kehidupan Santo Yohanes Pemandi dan riwayat hidup orang-orang kudus lainnya. Bacaan-bacaan ini menimbulkan dalam hatinya benih panggilan Allah untuk menjalani hidup seperti orang-orang kudus itu. Ia sungguh mengagumi cara hidup dan perjuangan para kudus untuk meraih kesempurnaan hidup Kristiani.
Terdorong hasrat besar untuk meniru cara hidup para kudus itu,ia meninggalkan rumah mereka pada tahun 1054 tanpa sepengetahuan orang-tuanya. Ia pergi ke Luxemburg. Disana ia bekerja sepanjang hari di hutan Petingen sebagai pembakar arang bagi tetangga-tetangganya yang bekerja sebagai tukang besi. Sementara itu, ia terus menjalani hidup tapa dan doa secara diam-diam.
Ketika semua orang tahu akan kesucian hidup Theobaldus, banyak orang datang untuk menjadi muridnya. Ia lalu mengasingkan diri ke Salanigo untuk menjalani hidup tapa. Teteapi ia diikuti oleh orang-orang yang tertarik untuk mendapat bimbingannya. Ia kemudian ditabhiskan menjadi imam agar lebih pantas menjalankan tugas-tugas misioner.
Pada tanggal 30 Juni 1066, Theobaldus meninggal dunia karena terserang penyakit yang berbahaya. Ia digelari ‘kudus’ oleh Paus Alexander II pada tahun 1073.
Santa Giacinta Marescotti, Pengaku Iman
Giacinta lahir di Vignarello, Italia pada tahun 1585 dari sebuah keluarga bangsawan. Ia dididik di biara suster-suster Fransiskan. Seorang kakaknya sudah menjadi suster di biara itu. Semasa kecilnyaGiacinta dikenal sebagai anak yang baik namun ia kemudian bertingkah laku jelek ketika adik bungsunya lebih cepat menikah (dengan Marquis Cassizuchi). Dia tersinggung karena merasa dilangkahi oleh adik-adiknya. Sifat baiknya merosot, sebaliknya ia menjadi seorang pendendam di dalam keluarganya.
Ia memutuskan masuk biara sekedar iseng-iseng. Ia masuk Ordo Ketiga Santo Fransiskus di Viterbo dengan mengambil nama Giacinta. Sekalipun sudah menjadi seorang suster, namun ia tidak melepaskan cara hidup foyanya dengan harta keluarganya; selama 10 tahun ia benar-benar menjadi batu sandungan bagi rekan-rekannya yang lain.
Pada suatu hari ia jatuh sakit keras. Seorang imam Fransiskan datang mendengarkan pengakuannya dan memberikan peringatan keras tentang cara hidupnya yang tidak sesuai dengan semangat ordonya. Ia bertobat, namun jatuh lagi ke dalam cara hidup seperti sedia kala. Tuhan mencobainya lagi dengan sakit lebih berat. Semenjak itu ia mulai tekun berdoa, bermatiraga dan merobah tingkah laku hidupnya. Lama kelamaan ia berubah menjadi seorang suster yang saleh dan menjadi pembimbing rohani rekan-rekannya. Nasehat-nasehatnya sangat praktis berdasarkan pengalaman rohaninya sendiri.
Ia menekankan pentingnya mengahayati kerendahan hati, menghilangkan sifat-sifat cinta diri, kesabaran memikul salib penderitaan sehari-hari. Cinta dan perhatiannya sangat besar, bukan saja terhadap rekan-rekan susternya tetapi juga terhadap komunitas biara suster lainnya. Ia turut serta mendirikan dua biara di Viterbo yang mengabdikan diri pada bidang pelayanan orang-orang sakit, orang-orang jompo, dan miskin di Viterbo. Ia sendiri mencari dana dengan minta-minta. Giacinta wafat pada tanggal 30 Januari 1640 pada usia 55 tahun. Ia dinyatakan sebagai ‘santa’ pada tahun 1807.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
Bertrandus adalah seorang imam abad ke enam. Ia lahir pada tahun 553. Keluarganya tergolong kaya raya. Ia dikenal sebagai seorang imam yang pemurah: ia menghadiahkan beberapa bidang tanah warisannya kepada Gereja dan kepada orang-orang miskin.
Ia ditabhiskan imam di Paris dan kemudian dipilih menjadi pemimpin sebuah sekolah. Pada tahun 587, ia dipilih menjadi uskup di Le Mans, sebuah kota kecil yang dihuni orang-orang Perancis.
Ketika pertentangan politik antara kaum Neustria (Perancis Barat) dan kaum Austrasia (Perancis Timur) terjadi, Bertrandus diusir dari takhta keuskupannya selama beberapa tahun. Kemudian raja Clotaire II dari kelompok Neustria memanggilnya kembali untuk memimpin keuskupan.
Dari tuan-tuan tanah yang kaya, Bertrandus menerima sejumlah besar tanah untuk kepentingan Gereja. Tanah-tanah itu dimanfaatkannya untuk membangun gereja dan biara, dan sebuah rumah penginapan untuk para peziarah. Bertrandus meninggal dunia pada tahun 625, pada usia 70 tahun.
Santo Theobaldus, Pertapa
Theobaldus lahir pada tahun 1017 di Provins, Prancis, dari sebuah keluarga bangsawan. Semasa mudanya, ia banyak membaca buku-buku tentang kehidupan Santo Yohanes Pemandi dan riwayat hidup orang-orang kudus lainnya. Bacaan-bacaan ini menimbulkan dalam hatinya benih panggilan Allah untuk menjalani hidup seperti orang-orang kudus itu. Ia sungguh mengagumi cara hidup dan perjuangan para kudus untuk meraih kesempurnaan hidup Kristiani.
Terdorong hasrat besar untuk meniru cara hidup para kudus itu,ia meninggalkan rumah mereka pada tahun 1054 tanpa sepengetahuan orang-tuanya. Ia pergi ke Luxemburg. Disana ia bekerja sepanjang hari di hutan Petingen sebagai pembakar arang bagi tetangga-tetangganya yang bekerja sebagai tukang besi. Sementara itu, ia terus menjalani hidup tapa dan doa secara diam-diam.
Ketika semua orang tahu akan kesucian hidup Theobaldus, banyak orang datang untuk menjadi muridnya. Ia lalu mengasingkan diri ke Salanigo untuk menjalani hidup tapa. Teteapi ia diikuti oleh orang-orang yang tertarik untuk mendapat bimbingannya. Ia kemudian ditabhiskan menjadi imam agar lebih pantas menjalankan tugas-tugas misioner.
Pada tanggal 30 Juni 1066, Theobaldus meninggal dunia karena terserang penyakit yang berbahaya. Ia digelari ‘kudus’ oleh Paus Alexander II pada tahun 1073.
Santa Giacinta Marescotti, Pengaku Iman
Giacinta lahir di Vignarello, Italia pada tahun 1585 dari sebuah keluarga bangsawan. Ia dididik di biara suster-suster Fransiskan. Seorang kakaknya sudah menjadi suster di biara itu. Semasa kecilnyaGiacinta dikenal sebagai anak yang baik namun ia kemudian bertingkah laku jelek ketika adik bungsunya lebih cepat menikah (dengan Marquis Cassizuchi). Dia tersinggung karena merasa dilangkahi oleh adik-adiknya. Sifat baiknya merosot, sebaliknya ia menjadi seorang pendendam di dalam keluarganya.
Ia memutuskan masuk biara sekedar iseng-iseng. Ia masuk Ordo Ketiga Santo Fransiskus di Viterbo dengan mengambil nama Giacinta. Sekalipun sudah menjadi seorang suster, namun ia tidak melepaskan cara hidup foyanya dengan harta keluarganya; selama 10 tahun ia benar-benar menjadi batu sandungan bagi rekan-rekannya yang lain.
Pada suatu hari ia jatuh sakit keras. Seorang imam Fransiskan datang mendengarkan pengakuannya dan memberikan peringatan keras tentang cara hidupnya yang tidak sesuai dengan semangat ordonya. Ia bertobat, namun jatuh lagi ke dalam cara hidup seperti sedia kala. Tuhan mencobainya lagi dengan sakit lebih berat. Semenjak itu ia mulai tekun berdoa, bermatiraga dan merobah tingkah laku hidupnya. Lama kelamaan ia berubah menjadi seorang suster yang saleh dan menjadi pembimbing rohani rekan-rekannya. Nasehat-nasehatnya sangat praktis berdasarkan pengalaman rohaninya sendiri.
Ia menekankan pentingnya mengahayati kerendahan hati, menghilangkan sifat-sifat cinta diri, kesabaran memikul salib penderitaan sehari-hari. Cinta dan perhatiannya sangat besar, bukan saja terhadap rekan-rekan susternya tetapi juga terhadap komunitas biara suster lainnya. Ia turut serta mendirikan dua biara di Viterbo yang mengabdikan diri pada bidang pelayanan orang-orang sakit, orang-orang jompo, dan miskin di Viterbo. Ia sendiri mencari dana dengan minta-minta. Giacinta wafat pada tanggal 30 Januari 1640 pada usia 55 tahun. Ia dinyatakan sebagai ‘santa’ pada tahun 1807.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id