Header

cita-cita ardas

STASI WALIKUKUN, GEREJA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.

Katekismus Gereja Katolik

Apakah Katekismus Gereja Katolik?

Banyak tulisan di situs katolisitas maupun situs Katolik yang lain, juga tulisan di buku-buku rohani Katolik mengambil acuan dari Katekismus Gereja Katolik (KGK). KGK memang adalah dokumen Gereja Katolik yang begitu penting. Dalam Konstitusi Apostolik “Fidei Depositum“, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa KGK yang disahkan pada tanggal 25 Juni 1992, adalah “alat yang sah dan legitim dalam pelayanan persekutuan Gereja, selanjutnya sebagai norma yang pasti untuk ajaran iman“. Dalam dokumen yang sama, dijelaskan bahwa dasar pemaparan iman Katolik di dalam KGK adalah  tiga pilar, yaitu: Kitab Suci, Tradisi Suci dan Magisterium Gereja. Artinya, pada saat orang bertanya tentang dasar iman Katolik kepada kita, maka dengan yakin kita dapat mengatakan bahwa apa yang tertulis di dalam KGK adalah  rangkuman iman Katolik kita.

Dalam buku “Introduction to the Catechism of the Catholic Church“, Joseph Cardinal Ratzinger (Paus Emeritus Benediktus XVI) memaparkan tentang latar belakang KGK. Pada tanggal 25 Januari 1985, 20 tahun setelah Konsili Vatikan II (KV II), Paus Yohanes Paulus II mengadakan sinode luar biasa yang dihadiri oleh pemimpin semua konferensi uskup Katolik di seluruh dunia. Dalam sinode tersebut, mereka merefleksikan KV II dan juga langkah-langkah yang harus dilakukan di kemudian hari. Dalam konteks ini, dan pembelajaran dari Katekismus Romawi (Roman Catechism) tahun 1566 yang dibuat setelah Konsili Trente, para uskup memandang bahwa diperlukan satu Katekismus baru yang dapat menjadi referensi bagi Gereja Katolik di seluruh dunia.

Untuk mencapai tujuan ini, maka Paus Yohanes Paulus II, pada tanggal 10 Juli 1986 membentuk komisi yang terdiri dari 12 uskup dan kardinal, yang diketuai oleh Kardinal Ratzinger (Paus Benediktus XVI). Komisi yang bertanggungjawab terhadap pengawasan dan pembuatan konsep ini dibantu oleh editor yang terdiri dari tujuh uskup serta staf ahli di bidang teologi dan katekesis. Draf dari teks ini dikirimkan ke para ahli yang telah ditunjuk serta seluruh uskup di seluruh dunia. Dan perubahan-perubahan kemudian diakomodasi, sehingga menghasilkan draft yang baru, dan kemudian proses yang sama diulangi sampai akhirnya menghasilkan teks yang kita kenal sampai saat ini. Dari sini, kita dapat melihat bahwa KGK merupakan hasil kolegialitas dari semua uskup Gereja Katolik di seluruh dunia.

KGK mempresentasikan ajaran iman dan moral Gereja Katolik dengan pemaparan yang baik dan terstruktur yang disesuaikan dengan kehidupan Kristen pada zaman ini. Dari sini kita dapat melihat ada dua hal yang utama dalam pembuatan KGK, yaitu: 1) Pemaparan ajaran iman yang berakar pada Kitab Suci, Tradisi Suci, Magisterium Gereja, liturgi, tulisan dari para Santa-santo. Dengan kata lain, KGK melihat ke belakang atau kembali ke sumber (ressourcement), namun, 2) di sisi yang lain, Gereja juga melihat ke depan, yaitu memaparkan ajaran iman sesuai dengan kondisi zaman saat ini. Dengan kata lain, Gereja memperbaharui (aggiornamento) dalam hal pemaparan imannya, sehingga lebih dapat dipahami dan diterima di zaman ini.
Atas dasar pengertian prinsip ‘ressourcement‘ dan ‘aggiornamento‘ dalam KV II, kita mengetahui bahwa dalam KGK (sebagai kelanjutan dari KV II) tidak ada ajaran baru yang ditambahkan, melainkan hanya pemaparan ajaran yang sama dengan ajaran iman Katolik yang selalu diajarkan Gereja di sepanjang sejarah, hanya saja cara penyampaiannya disesuaikan dengan keadaan zaman ini, agar ajaran tersebut dapat lebih dimengerti dan diterima oleh umat manusia di zaman ini.

Katekismus sendiri menuliskan tentang latar belakang dan maksud penyusunan KGK ini sebagai berikut:

KGK 9.    Pelayanan katekese selalu menimba kekuatan baru dari konsili-konsili. Dalam hubungan ini Konsili Trente merupakan satu contoh yang sangat berarti; dalam konstitusi dan dekretnya ia memberi tempat yang terhormat kepada katekese; darinya muncullah Katekismus Romawi, yang dinamakan juga Katekismus Tridentin, dan yang sebagai ringkasan ajaran Kristen merupakan karya terkemuka; konsili itu memberi dorongan di dalam Gereja untuk mengatur katekese dengan lebih baik dan menghasilkan penerbitan banyak katekismus berkat para Uskup dan teolog yang suci seperti santo Petrus Kanisius, santo Karolus Boromeus, santo Turibio dari Mongrovejo dan santo Robertus Belarminus.
KGK 10.    Maka tidak mengherankan, bahwa sesudah Konsili Vatikan II, yang dipandang oleh Paus Paulus VI sebagai katekismus besar untuk waktu sekarang, katekese Gereja menarik lagi perhatian. Direktorium katekese umum tahun 1971, sinode para Uskup mengenai evangelisasi (1974) dan mengenai katekese (1977) demikian juga surat-surat apostolik yang berkaitan yakni “Evangelii Nuntiandi” (1975) dan “Catechesi tradendae” (1979) memberikan kesaksian tentang itu. Sinode luar biasa para Uskup tahun 1985 menghimbau agar disusun “satu katekismus atau satu kompendium mengenai seluruh ajaran iman dan kesusilaan Katolik” (Laporan akhir II B a 4). Paus Yohanes Paulus II menjadikan keinginan sinode para Uskup ini sebagai tugas pribadinya ketika ia mengakui bahwa “keinginan ini sangat sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya dari Gereja universal dan Gereja-gereja lokal” (Wejangan 7 Desember 1985). Ia berusaha sekuat tenaga untuk memenuhi keinginan bapa-bapa sinode ini.

KGK 11.    Katekismus ini hendak menyampaikan dalam terang Konsili Vatikan II dan seluruh tradisi Gereja satu sintesis yang organis mengenai isi yang hakiki dan mendasar tentang ajaran iman dan kesusilaan Katolik. Sumber-sumber utamanya adalah Kitab Suci, bapa-bapa Gereja, liturgi, dan magisterium Gereja. Katekismus ini dimaksudkan sebagai “acuan untuk katekismus atau kompendium yang harus disusun di berbagai wilayah” (Sinode para Uskup 1985, Laporan Akhir II B a 4).

KGK 12.    Katekismus ini diperuntukkan terutama bagi mereka yang bertanggung-jawab mengenai katekese: pada tempat pertama untuk para Uskup sebagai guru iman dan gembala Gereja. Katekismus ini diberikan kepada mereka sebagai bantuan kerja dalam tugas mengajar Umat Allah. Selain bagi para Uskup, katekismus ini juga dimaksudkan bagi pengarang katekismus, para imam, dan katekis. Tetapi diharapkan, agar juga merupakan bacaan berguna bagi semua warga Kristen yang lain.

Sedang struktur dari KGK mengikuti tradisi dari katekese, yaitu terdiri dari empat bagian: (1) Apa dipercaya, yaitu pemaparan “Aku Percaya”; (2) Bagaimana merayakan apa yang dipercaya, yaitu pemaparan sakramen-sakramen; (3) Bagaimana hidup menurut apa yang dipercaya, yaitu pemaparan tentang moralitas dan 10 Perintah Allah; (4) Tentang doa, khususnya pemaparan tentang doa Bapa Kami. Penjabaran tentang ke-empat hal ini dapat dilihat di KGK 14-17 sebagai berikut:

Pengakuan Iman (Bagian I), KGK 14 Barang siapa bergabung dengan Kristus melalui iman dan Pembaptisan harus mengakui iman pembaptisannya di depan manusia (Bdk. Mat 10:32; Rm 10:9). Karena itu, katekismus ini berbicara pertama-tama mengenai wahyu, olehnya Allah berpaling kepada manusia dan memberikan Diri kepadanya, dan mengenai iman, dengannya manusia menjawab wahyu Allah itu (Seksi I). Pengakuan iman mencakup semua anugerah yang diberikan Allah kepada manusia sebagai pemrakarsa segala yang baik, sebagai penebus, dan sebagai pengudus. Pengakuan iman tersusun sesuai dengan tiga pokok utama iman pembaptisan kita yaitu: iman kepada Allah yang esa, Bapa yang maha kuasa, dan Pencipta; iman kepada Yesus Kristus, Putera-Nya, Tuhan kita, dan Penebus. Dan iman kepada Roh Kudus dalam Gereja yang kudus (Seksi II).

Sakramen-sakramen Iman (Bagian II), KGK 15 Bagian kedua dari katekismus menguraikan bagaimana keselamatan, yang dikerjakan satu kali untuk selama-lamanya oleh Allah melalui Yesus Kristus dalam Roh Kudus itu, dihadirkan bagi kita melalui kegiatan-kegiatan kudus liturgi Gereja (Seksi I), terutama melalui ketujuh Sakramen (Seksi II).

Kehidupan dalam Iman (Bagian III), KGK 16 Bagian ketiga menjelaskan tujuan akhir manusia yang diciptakan menurut citra Allah: kebahagiaan; bagian ini memperkenalkan juga jalan menuju ke tujuan itu: tindakan yang bebas dan tepat dengan bantuan petunjuk dan rahmat Allah (Seksi I). Tindakan ini ialah memenuhi hukum ganda cinta kasih seperti yang dikembangkan dalam sepuluh perintah Allah (Seksi II).

Doa dalam Kehidupan Iman (Bagian IV), KGK 17 Bagian terakhir katekismus berbicara tentang arti dan nilai doa dalam kehidupan seorang beriman (Seksi I). Bagian ini ditutup dengan satu komentar singkat mengenai ketujuh permohonan doa Tuhan, “Bapa Kami” (Seksi II). Dalam permohonan-permohonan ini terdapat keseluruhan isi harapan kita yang akan dianugerahkan Bapa surgawi kepada kita.

Fr. J. Augustine DiNoia, OP. mengatakan demikian tentang Katekismus: “Katekismus bukan hanya sebuah kompendium tentang pengetahuan yang berguna, seperti buku teks biologi atau buku manual komputer. Memang, katekismus adalah seperti buku-buku lain yang berusaha mempresentasikan secara penuh berbagai hal tentang kepercayaan dan praktek Kristiani dengan cara yang dapat dipahami, akurat dan komprehensif. Tetapi, lebih dari itu, di dalam Katekismus, suara Kristus memanggil hati dan pikiran umat beriman, atau mereka yang sedang mencari, memanggil mereka kepada kehidupan baru di dalam persekutuan dengan Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, dan dengan sesama manusia di dalam Allah. Maka pengetahuan yang disampaikan oleh Katekismus adalah pengetahuan yang sungguh bersifat personal. Sejalan dengan katekesis Kristen yang otentik, Katekismus dimaksudkan untuk menolong kita untuk lebih mengetahui tentang Kristus yang telah kita ketahui sebagai Allah yang bangkit dan tinggal bersama kita. Untuk alasan ini juga, Katekismus bukan merupakan pengganti Kitab Suci, tetapi membuka pikiran kita kepada arti yang penuh dari Kitab Suci….” (Fr. J. Augustine DiNoia, OP. , The Love that Never Ends, A Key to the Catechism of the Catholic Church, (Indiana USA: Our Sunday Visitor Publishing Division.), 1986, p. 15)

Pada akhirnya, kita bersama- sama harus bersyukur, karena Katekismus Gereja Katolik dapat menjadi pegangan iman bagi kita seluruh umat Allah, baik secara pribadi maupun dalam komunitas, untuk dapat lebih memahami kehendak dan Sabda-Nya. Sehingga dengan mengetahui, memahami dan melaksanakan kehendak dan Sabda Allah, seluruh umat beriman dapat semakin bertumbuh dalam iman, harapan dan kasih, dan membangun Gereja-Nya demi kemuliaan nama-Nya.
Sumber : “www.katolisitas.org”