Header

cita-cita ardas

STASI WALIKUKUN, GEREJA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.

Transsubstansiasi
oleh: P. William P. Saunders *
 http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/1x1.gif
Putera saya yang baru saja menerima Komuni Pertamanya pada hari raya Paskah tahun ini mengalami pengalaman yang menyedihkan. Temannya, yang berasal dari paroki lain dan yang juga baru saja menerima Komuni Pertamanya, mengatakan kepada putera saya, “Oh, itu kan hanya roti dan anggur.” Putera saya sangat kecewa, sebab selalu diajarkan kepadanya bahwa Komuni Kudus adalah sungguh Tubuh dan Darah Kristus. Saya berusaha meyakinkannya. Dapatkah anda membantu? ~ seorang pembaca ACH

Pengalaman mengecewakan seperti yang dialami putera anda dan katekese keliru serta tidak benar yang diterima temannya mendorong Bapa Suci kita untuk menulis ensikliknya “Ecclesia de Eucharistia” (Ekaristi dan Hubungannya dengan Gereja).

Sebagai orang Katolik, kita yakin percaya akan kehadiran nyata Kristus dalam Ekaristi Kudus. Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam “Presbyterorum Ordinis” menegaskan, “Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejawi serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus Sendiri, Paska kita dan Roti hidup, yang karena Daging-Nya dihidupkan oleh Roh Kudus dan menjadi sumber kehidupan mengurniakan kehidupan kepada manusia.” Oleh karena itu, Konsili Vatikan II menegaskan Ekaristi Kudus sebagai “sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” (Lumen Gentium, no. 11).

Keyakinan kita akan Ekaristi Kudus berakar dari Kristus Sendiri, Ingatlah akan ajaran indah Kristus tentang Roti Hidup seperti tercatat dalam Injil St. Yohanes, “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia. Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia. Sama seperti Bapa yang hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga barangsiapa yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.” (Yoh 6:51.53-57).Perhatikan bahwa bahasa yang digunakan-Nya bukan bahasa simbolik - Yesus bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakan-Nya. Lagipula, meskipun timbul pertengkaran serta penolakan, dan bahkan sebagian murid meninggalkan Kristus okeh karena ajaran-Nya ini, Yesus tidak lalu mengatakan, “Sudah, berhentilah. Yang aku maksudkan adalah secara simbolik.” Tetapi, Yesus tetap berpegang pada pengajaran-Nya itu.  

Makna dari pengajaran tentang Roti Hidup ini menjadi lebih jelas pada Perjamuan Terakhir pada hari Kamis Putih pertama. Saat itu Yesus mengumpulkan para rasul-Nya untuk bersama-sama ambil bagian dalam Perjamuan Terakhir-Nya. Menurut Injil St. Matius, Yesus mengambil roti tak beragi dan anggur - dua sumber makanan utama. “Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: `Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku.' Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: `Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.'” Jika kita meringkas kata-kata konsekrasi dalam kisah Perjamuan Terakhir seperti yang dicatat dalam Injil, kita akan mendapatkan kata-kata konsekrasi seperti yang dipergunakan dalam Perayaan Misa (bdk. Mat 26:26-30; Mrk 14:22-26; dan Luk 22:14-20).

Renungkan kata-kata itu! Yesus tidak hanya sekedar memberikan roti dan anggur yang telah diberkati kepada para rasul. Melainkan, Ia memberikan Diri-Nya sepenuhnya - Tubuh, Darah, Jiwa dan Ke-Allah-an-Nya. Ia memberikan Diri-Nya Sendiri. Betapa benarnya itu! Keesokan harinya, tubuh Yesus tergantung di atas altar salib. Darah-Nya dicurahkan untuk menghapus dosa-dosa kita. Sebagai imam, Yesus mempersembahkan kurban penghapus dosa yang sempurna. Tetapi, kurban-Nya ini bukanlah kurban yang mendatangkan maut, melainkan kurban yang memberikan hidup, karena tiga hari kemudian Kristus bangkit dari antara orang mati dengan mengalahkan baik dosa maupun maut. Ya, perjanjian yang sempurna dan kekal atas hidup dan cinta dengan Tuhan yang dimeteraikan oleh Tuhan kita Yesus Kristus.   

Keseluruhan misteri ini diabadikan dalam Ekaristi Mahakudus dan Kurban Kudus Misa. Kita juga mengambil roti tak beragi dan anggur, dua sumber makanan utama. Atas kehendak Bapa, dengan kuasa Roh Kudus dan imamat Yesus yang dipercayakan kepada para imam-Nya yang tertahbis, dan melalui kata-kata konsekrasi, roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Ya, roti dan anggur tidak berubah dalam karakteristiknya - mereka tetap tampak sama, rasa dan baunya tetap sama, dan bentuknya pun tetap sama. Namun demikian, realitas “apa itu,” dari substansi sungguh telah berubah. Kita tidak menyambut roti dan anggur; kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Kita menyebut peristiwa ini sebagai “transsubstansiasi”, suatu istilah yang dipergunakan dalam Konsili Lateran IV (thn 1215) dan dipertegas kembali oleh Bapa Suci kita dalam Ecclesia de Eucharistia (no. 15). Sebab itu, setiap kali kita merayakan Misa, kita masuk dalam keseluruhan misteri Kamis Putih, Jumat Agung dan Paskah yang hadir sepanjang masa dan abadi, serta ambil bagian secara intim dalam kehidupan Kristus melalui Ekaristi Kudus.

Dalam Ecclesia de Eucharistia, Bapa Suci menekankan pokok-pokok berikut, “Pada setiap perayaan Ekaristi, kita dibawa kembali kepada Trihari Paskah: kepada peristiwa malam hari Kamis Putih, kepada Perjamuan Terakhir dan kepada apa yang menyusulnya. Dasar Ekaristi mendahului secara sakramental peristiwa yang bakal terjadi, dimulai dengan sakrat Getsemani.” (no. 3).

Lagipula, dalam dan melalui Ekaristi Kudus, Bapa Suci mengajarkan agar kita merenungkan wajah Kristus sebab Ia sungguh hadir: “Merenungkan Kristus berarti mampu mengenali-Nya di mana pun Ia nampak, dalam pelbagai wujud, tetapi terutama dalam sakramen hidup dari tubuh dan darah-Nya. Gereja hidup dari Kristus Ekaristi, disuapi oleh-Nya dan beroleh kecemerlangan dari pada-Nya. Ekaristi adalah sekaligus misteri iman dan `misteri terang'. Setiap kali Gereja merayakan Ekaristi, maka dalam salah satu cara umat dapat merasakan kembali pengalaman kedua murid yang berjalan ke Emaus: `Mata mereka terbuka dan mengenali Dia.'” (no. 6).

Gereja Katolik senantiasa mengagungkan harta pusaka ini. St. Paulus menulis, “Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah aku terima dari Tuhan, yaitu bahwa Tuhan Yesus, pada malam waktu Ia diserahkan, mengambil roti dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: `Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!' Demikian juga Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu berkata: `Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah-Ku; perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku' Sebab setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.” (I Kor 11:23-26).

Pada masa penganiayaan oleh Romawi, guna membedakan secara jelas Ekaristi dari ritus kafir Mithra dan guna menepis tuduhan Romawi atas praktek kanibalisme, St. Yustinus martir (wafat thn 165) menulis dalam Apologiæ, “Kami tidak menyantap roti dan anggur Ekaristi seakan-akan mereka adalah makanan dan minuman biasa, sebab telah diajarkan kepada kami bahwa Yesus Kristus Juruselamat kami menjadi manusia dengan daging dan darah oleh kuasa Sabda Allah, demikian pula makanan yang dicerna daging dan darah kami dari santapan tersebut menjadi daging dan darah dari inkarnasi Yesus oleh kuasa kata-kata-Nya Sendiri yang terkandung dalam doa ucapan syukur.”

Sesudahnya, Konsili Trente pada tahun 1551 menanggapi pandangan-pandangan sesat dari kaum Reformasi. Ingat Zwingli dan Calvin percaya bahwa Kristus hadir hanya “dalam lambang”; Luther percaya akan kon-substansiasi di mana Ekaristi adalah sekaligus tubuh dan darah, dan roti dan anggur; dan Melancthon percaya bahwa Ekaristi kembali menjadi roti dan anggur sesudah komuni.

Dekrit Trente, Ajaran tentang Kurban Misa Mahakudus menyatakan, “Dalam Sakramen Ekaristi Mahakudus, setelah konsekrasi roti dan anggur, Tuhan kita Yesus Kristus, sungguh Allah dan sungguh manusia, secara nyata, sungguh benar, dan pada intinya hadir dalam rupa realitas yang kelihatan itu. Tidak ada pertentangan dengan kenyataan bahwa Juruselamat kita senantiasa duduk di sebelah kanan Bapa di surga menurut kodrat keberadaan-Nya, dan bahwa, meskipun demikian, dalam substansi-Nya Ia hadir secara sakramental bagi kita di banyak tempat lain juga.”

Oleh sebab itu, tak ada seorang pun beriman Katolik yang mengatakan bahwa Ekaristi Kudus hanyalah roti dan anggur atau hanya melambangkan Tubuh dan Darah Kristus. Ya, kita berdoa mohon rahmat agar kita boleh percaya lebih teguh setiap hari dalam karunia Kristus Sendiri yang amat berharga ini. Sepatutnya kita mencamkan kata-kata St. Thomas Aquinas dalam Adoro Te Devote, “Allah yang tersamar, Dikau kusembah, sungguh tersembunyi roti wujudnya. Seluruh hati hamba tunduk berserah; ku memandang Dikau hampa lainnya.”


“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”