Header

cita-cita ardas

STASI WALIKUKUN, GEREJA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.

DIRAYAKAN PADA BULAN DESEMBER

1 Desember
St. Edmund Campion
Edmund hidup pada abad keenambelas. Ia seorang pelajar muda Inggris yang amat populer, seorang ahli pidato yang mengagumkan. Edmund terpilih untuk menyampaikan pidato sambutan kepada Ratu Elizabeth ketika ratu mengunjungi perguruan tingginya. Sekelompok temannya tertarik akan sikapnya yang periang dan bakat-bakatnya yang beranekaragam. Mereka menjadikan Edmund sebagai pemimpin mereka. Bahkan ratu dan para menterinya pun menyukai pemuda yang menarik ini.

Tetapi, Edmund mempunyai masalah dengan agamanya. Ia selalu beranggapan bahwa Gereja Katolik adalah satu-satunya Gereja yang benar. Dan ia tidak menyembunyikan pendapatnya itu. Oleh karenanya, pemerintah, yang menganiaya orang-orang Katolik, menjadi amat curiga kepadanya. Edmund tahu bahwa ia akan kehilangan simpati ratu dan juga kehilangan semua kesempatan untuk mendapatkan jabatan tinggi apabila ia memilih untuk menjadi seorang Katolik. Pemuda ini berdoa dan menetapkan keputusannya. Ia akan tetap menjadi seorang Katolik!

Setelah melarikan diri dari Inggris, Edmund belajar untuk menjadi seorang imam. Ia masuk Serikat Yesus. Ketika Bapa Suci memutuskan untuk mengirimkan imam-imam Yesuit ke Inggris, Pastor Campion termasuk di antara imam-imam pertama yang diutus. Malam sebelum ia pergi, salah seorang rekan imam merasa terdorong untuk menuliskan kata-kata ini di pintu kamarnya: “Pastor Edmund Campion, martir.” Meskipun Pastor Campion tahu akan bahaya yang menghadangnya, imam yang kudus ini berangkat juga dengan riang. Malahan, ia banyak tertawa oleh karena ia menyamar sebagai seorang pedagang permata. Di Inggris, ia berkhotbah dengan berhasil di hadapan umat Katolik yang menjumpainya secara rahasia. Mata-mata ratu ada di mana-mana, mereka mencoba menangkapnya. Pastor Campion menulis: “Sebentar lagi aku tidak akan terlepas dari tangan mereka. Kadang-kadang aku membaca tulisan yang berbunyi 'Campion telah tertangkap'!” Seorang pengkhianatlah yang pada akhirnya menyebabkan imam Yesuit itu tertangkap. Di penjara, Pastor Campion dikunjungi oleh para pejabat kerajaan yang mengaguminya. Bahkan Ratu Elizabeth sendiri juga datang. Tetapi tidak satu pun dari ancaman ataupun janji-janji mereka yang dapat membuatnya mengingkari iman Katoliknya. Bahkan tidak juga aniaya. Walaupun harus banyak menderita, ia masih tetap mempertahankan diri dan rekan-rekan imam lainnya dengan cara yang demikian mengagumkan sehingga tidak seorang pun mampu mendebatnya. Meskipun begitu, ia tetap juga dijatuhi hukuman mati. Sebelum hukuman dilaksanakan, St. Edmund mengampuni orang yang telah mengkhianatinya. Ia bahkan membantu menyelamatkan nyawa orang itu. St. Edmund Campion wafat pada tahun 1581 pada usia empatpuluh satu tahun.

Edmund dapat memberikan pengampunan bahkan ketika tampaknya hal itu mustahil. Adakah bagian dari hidupku yang membutuhkan rahmat pengampunan yang menyembuhkan? 
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Beato Dionisius dan Redemptus a Cruce, Martir Indonesia
Pierre Berthelot - demikian nama Santo Dionisius - lahir di kota Honfleur, Prancis pada tanggal 12 Desember 1600. Ayahnya Berthelot dan Ibunya Fleurie Morin adalah bangsawan Prancis yang harum namanya. Semua adiknya: Franscois, Jean, Andre, Geoffin dan Louis menjadi pelaut seperti ayahnya. Sang ayah adalah seorang dokter dan nakoda kapal. Pierre sendiri semenjak kecil (12 tahun) telah mengikuti ayahnya mengarungi lautan luas; dan ketika berusia 19 tahun ia sudah menjadi seorang pelaut ulung. Selain darah pelaut, ia juga mewarisi dari ayahnya hidup keagamaan yang kuat, yang tercermin di dalam kerendahan hatinya, kekuatan imannya, kemurnian dan kesediaan berkorban. Ia kemudian memasuki dinas perusahaan dagang Prancis. Dalam rangka tugas dagang, ia berlayar sampai ke Banten, Indonesia. Tetapi kapalnya dibakar oleh saudagar-saudagar Belanda dari kongsi dagang VOC. Berkat pengalamannya mengarungi lautan, ia sangat pandai menggambar peta laut dan memberikan petunjuk jalan.

Pierre kemudian bekerja pada angkatan laut Portugis di Goa, India. Namun ia senantiasa tidak puas dengan pekerjaannya itu. Ada keresahan yang senantiasa mengusik hatinya. Ia selalu merenungkan dan mencari arti hidup yang lebih mendalam. Ketika itu ia sudah berusia 35 tahun. Akan tetapi usia tidak menghalangi dorongan hatinya untuk hidup membiara. Ia diterima di biara Karmel. Namanya diubah menjadi Dionisius a Nativitate. Sekalipun ia sudah menjalani hidup membiara, namun ia masih beberapa kali menyumbangkan keahliannya kepada pemerintah, baik dengan menggambar peta maupun dengan mengangkat senjata membuyarkan blokade di Goa yang dilancarkan oleh armada Belanda (1636).

Di biara Karmel itulah, ia bertemu dengan Redemptus a Cruce, seorang bruder yang bertugas sebagai penjaga pintu biara dan koster, penerima tamu dan pengajar anak-anak. Redemptus lahir di Paredes, Portugal pada tahun 1598 dari sebuah keluarga tani yang miskin namun saleh dan taat agama. Orangtuanya memberinya nama Thomas Rodriguez da Cunha. Semenjak usia muda, ia masuk dinas ketentaraan Portugis dan ditugaskan ke India. Ia kemudian menarik diri dari dinas ketentaraan karena ingin menjadi biarawan untuk mengabdikan dirinya pada tugas-tugas keagamaan. Ia diterima sebagai bruder di biara Karmel.

Suatu ketika Raja Muda di Goa bermaksud mengirim utusan ke Aceh, Indonesia, yang baru saja berganti sultan dari Sultan Iskandar Muda ke Sultan Iskandar Thani. Ia ingin menjalin hubungan persahabatan karena hubungannya dengan sultan terdahulu tidak begitu baik. Sebagai seorang bekas pelaut yang sudah pernah datang ke Banten, Dionisius ditunjuk sebagai almosenir, juru bahasa dan pandu laut. Oleh karena itu tahbisan imamatnya dipercepat. Dionisius ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1637 oleh Mgr. Alfonso Mendez. Bruder Redemptus dengan izinan atasannya ikut serta dalam perjalanan dinas itu sebagai pembantu.

Pastor tentara Dionisius bersama rombongannya berangkat ke Aceh pada tanggal 25 September 1638 dengan tiga buah kapal: satu kapal dagang dan dua kapal perang. Penumpang kapal itu ialah: Don Fransisco de Sosa (seorang bangsawan Portugis), Pater Dionisius, Bruder Redemptus, Don Ludovico dan Soza, dua orang Fransiskan Rekolek, seorang pribumi dan 60 orang lainnya. Mereka berlabuh di Ole-Ole (kini: Kotaraja) dan disambut dengan ramah.

Tetapi keramahan orang Aceh ternyata hanya merupakan tipu muslihat saja. Orang-orang Belanda telah menghasut Sultan Iskandar Thani dengan menyebarkan isu bahwa bangsa Portugis datang hanya untuk meng-katolik-kan bangsa Aceh yang sudah memeluk agama Islam. Mereka semua segera ditangkap, dipenjarakan, dan disiksa agar menyangkal imannya. Selama sebulan mereka meringkuk di dalam penjara dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Beberapa orang dari antara mereka meninggalkan imannya. Dionisius dan Redemptus terus meneguhkan iman saudara-saudaranya dan memberi mereka hiburan. Akhirnya di pesisir pantai tentara sultan mengumumkan bahwa mereka dihukum bukan karena berkebangsaan Portugis melainkan beriman KatoIik. Maklumat sultan ini diterjemahkan oleh Dionisius kepada teman-temannya. Sebelum menyerahkan nyawa ke tangan para algojo, mereka semua berdoa dan Pater Dionisius mengambil salib dan memperlihatkan kepada mereka supaya jangan mundur, melainkan bersedia mengorbankan nyawa demi Kristus Yang Tersalib dan yang telah menebus dosa dunia, dosa mereka. Dionisius memohon ampun kepada Tuhan dan memberikan absolusi terakhir kepada mereka satu per satu. Segera tentara menyeret Dionisius dan mulailah pembantaian massal.
Sepeninggal teman-temannya, Pater Dionisius masih bersaksi tentang Kristus dengan penuh semangat. Kotbahnya itu justru semakin menambah kebencian rakyat Aceh terhadapnya. Algojo-algojo semakin beringas untuk segera menamatkan riwayat Dionisius. Namun langkah mereka terhenti di hadapan Dionisius. Dengan sekuat tenaga mereka menghunuskan kelewang dan tombak akan tetapi seolah-olah ada kekuatan yang menahan, sehingga tidak ada yang berani. Segera kepala algojo mengirim utusan kepada sultan agar menambah bala bantuan. Dionisus berdoa kepada Tuhan agar niatnya menjadi martir dikabulkan. Dan permintaan itu akhirnya dikabulkan Tuhan. Dionisius menyerahkan diri kepada algojo-algojo itu. Seorang algojo - orang Kristen Malaka yang murtad - mengangkat gada dan disambarkan keras-keras mengenai kepala Dionisius, disusul dengan kelewang yang memisahkan kepala Dionisius dari tubuhnya.

Kemartiran Dionisius dengan kawan-kawannya disahkan Tuhan: mayat mereka selama 7 bulan tidak hancur, tetap segar seperti sedang tidur. Menurut saksi mata, jenazah Dionisius sangat merepotkan orang sekitarnya, karena setiap kali dibuang - ke laut dan tengah hutan - senantiasa kembali lagi ke tempat ia dibunuh. Akhirnya jenazahnya dengan hormat dimakamkan di Pulau Dien ('pulau buangan'). Kemudian dipindahkan ke Goa, India. Martir-martir itu dibunuh pada tanggal 29 Nopember 1638. Bersama Redemptus, Dionisius digelarkan 'beato' pada tahun 1900.

Santo Eligius, Uskup dan Pengaku Iman
Santo Eligius atau Eloi adalah seorang pandai emas dan pencetak uang logam di kota Paris pada abad yang ketujuh. Oleh raja Klotar, ia diminta membuat sebuah takhta. Tetapi dengan emas dan permata yang diserahkan raja untuk keperluan itu, Eloi berhasil menciptakan dua buah takhta yang indah sekali. Raja sangat mengagumi kejujurannya itu dan mengangkatnya menjadi kepala percetakan uang logam kerajaan.

Sejak saat itu Eloi menjadi seorang petinggi kerajaan dengan pendapatan yang lumayan pula; namun semuanya dimanfaatkan untuk menolong para tawanan dan fakir miskin. Rumahnya, bahkan meja makannya sendiri selalu dikelilingi orang-orang miskin. Di samping pandai mencetak uang logam, ia juga seorang seniman. Kegemarannya ialah membuat tabut yang indah sebagai tempat penyimpanan relikui-relikui orang suci. Tabut yang pernah dikerjakannya antara lain tabut penyimpanan relikui Santo Martinus dan Santa Genoveva.

Eloi seorang yang saleh dan bijaksana; karena itu ia diangkat sebagai penasehat raja dan uskup-uskup. Tahun 641, ketika Uskup Noyon, Prancis meninggal dunia, ia sendiri yang dinobatkan menjadi Uskup Noyon. Di negeri Vlandria dan Zeelandia, ia berhasil membawa banyak orang kafir kepada Kristus. Selama 20 tahun ia berusaha keras memajukan Kerajaan Kristus disertai banyak mujizat sebagai peneguh kebenaran iman yang diwartakannya. Segala macam takhayul serta kepercayaan yang sia-sia dilawan dan ditentangnya. Sesudah bekerja keras memperluas Kerajaan Kristus di dunia ini, Eloi meninggal dunia pada tahun 660.

Santo & Santa Adrianus dan Natalia, Martir
Suami-istri ini mati sebagai martir pada abad ke-4 di Nikomedia pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus – Licinius. Adrianus adalah seorang perwira Romawi yang bertugas di Nikomedia. Ia belum dipermandikan, namun sudah beriman kepada Yesus, sedangkan isterinya, Natalia, seorang Kristen yang saleh.
Suatu ketika Adrianus diperintahkan untuk mengejar, menangkap, dan menganiaya umat Kristen. Maklumlah penguasa Romawi sangat benci kepada umat Kristen karena mereka tidak mau menyembah dewa-dewa Romawi. Adrianus bingung. Ia sendiri pernah menyaksikan penganiayaan terhadap 23 orang Kristen. Hatinya tidak tahan karena ia merasa seiman dengan mereka. Terdorong oleh cintanya kepada orang-orang seiman, dengan berani ia mengatakan kepada para serdadu Romawi lainnya: "Tangkaplah dan siksalah juga aku sebab aku sendiri pun orang Kristen." Ia rela menyerahkan diri untuk ditangkap dan digiring ke penjara. Mendengar peristiwa penangkapan Adrianus, Natalia datang ke penjara untuk menemuinya. Kepada Adrianus, ia berkata: "Adrian, engkau diberkati Allah karena berani mengakui imanmu di hadapan orang-orang kafir. Sesungguhnya engkau telah menemukan harta kekayaan yang tidak diwariskan orangtuamu . . . " Natalia meminta dengan sangat kepada Adrianus agar menguatkan juga hati teman-temannya di penjara. Selain itu ia berusaha agar Adrianus mendapat pelajaran agama dan dibaptis di dalam penjara. Hal itu diketahui penjaga penjara, sehingga mulai saat itu ia tidak diizinkan lagi menemui suaminya di penjara. Namun ia tidak kehabisan akal: ia menyamar sebagai pemuda dan berhasil menemui Adrianus di penjara. Kepadanya ia berpesan agar berdoa untuknya bila sudah berada di surga.

Adrianus bersama orang-orang Kristen lainnya dijatuhi hukuman mati. Pelaksanaan hukuman mati itu disaksikan Natalia. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana anggota tubuh suaminya dicincang. Keinginannya untuk ikut serta terjun ke dalam bara api sungguh tak terbendung, ketika tubuh suaminya dilemparkan ke tengah jilatan api bersama martir-martir lainnya. Api kemudian padam karena sekonyong-konyong turun hujan lebat. Orang-orang Kristen mengumpulkan sisa-sisa jenazahnya dan memakamkannya dekat Argyropolis, di pantai Bosporus, Turki.

Natalia sendiri menyimpan tangan suaminya sebagai relikui kudus. Ia tidak mau menetap di Nikomedia karena merasa terancam oleh penguasa Romawi yang kafir. Ia memutuskan untuk tinggal tidak jauh dari makam suaminya. Beberapa lama setelah berada di Argyropolis, ia pun wafat dengan damai dan dimakamkan dekat kubur Adrianus di antara para martir lainnya. Ia dimasukkan dalam bilangan para martir karena situasi kematiannya. Adrianus adalah martir populer waktu itu dan dijadikan pelindung para serdadu. Ia juga sering dimintai perlindungannya apabila ada wabah penyakit.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

2 Desember
St. Bibiana
Ayah Bibiana, Flavian, adalah seorang pejabat kota Roma pada masa Gereja Perdana. Flavian dan isterinya dikenal sebagai pengikut Kristus yang taat. Ketika Kaisar Yulianus mengingkari iman Katoliknya dan mulai menganiaya umat Kristen, Flavian ditangkap. Wajahnya dicap dengan besi panas dan kemudian ia dikirim ke tempat pembuangan.

Setelah Flavian wafat, isterinya - Dafrosa - juga dijadikan tahanan di rumahnya sendiri. Hukuman itu dijatuhkan kepadanya karena kehidupan Kristianinya yang saleh. Kemudian, Dafrosa juga dijatuhi hukuman mati. Bibiana, yang ditinggal sendirian bersama saudarinya - Demetria - dengan segenap hati mempercayakan diri kepada Tuhan dan berdoa. Segala milik mereka dirampas. Lalu, kedua gadis tersebut diajukan ke pengadilan. Demetria yang malang begitu ketakutan sehingga tewas seketika di kaki hakim. Bibiana diserahkan kepada seorang perempuan pendosa yang ditugaskan untuk menjadikan Bibiana sejahat dirinya. Perempuan itu membujuk dengan kata-kata manis dan dengan banyak akal licik supaya Bibiana jatuh dalam dosa. Tetapi Bibiana tidak dapat dibujuk. Ia dibawa kembali ke pengadilan dan didera. Namun, ia tetap teguh pada iman dan kesuciannya. Akhirnya, St. Bibiana didera dengan cambuk timah hingga wafat. Seorang imam menguburkan jenasahnya pada malam hari di samping ibu dan saudarinya.

Kadang-kala kita harus menderita karena melakukan suatu hal yang kita yakini kebenarannya. Kita dapat berdoa memohon rahmat ketekunan dalam berbuat kebajikan sepanjang hidup kita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

3 Desember
St. Fransisikus Xaverius
Misionaris besar ini dilahirkan di Kastil Xaverius, Spanyol pada tahun 1506. Ia belajar di Universitas Paris ketika umurnya delapanbelas tahun. Di sanalah ia bertemu dengan St. Ignatius Loyola, yang pada waktu itu akan membentuk Serikat Yesus. St. Ignatius berusaha mengajak Fransiskus untuk bergabung. Pada mulanya, pemuda yang suka bersenang-senang ini tidak pernah memikirkannya. Kemudian, St. Ignatius mengulangi kata-kata Yesus dalam Kitab Suci kepadanya: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” Akhirnya, Fransiskus memahami dengan jelas bahwa panggilan hidupnya adalah bersama dengan para Yesuit.

Ketika Fransiskus berusia tigapuluh empat tahun, St. Ignatius mengutusnya sebagai misionaris ke Hindia Belanda. Raja Portugal hendak memberinya hadiah-hadiah dan juga seorang pelayan untuk menyertainya. Tetapi, Fransiskus dengan halus menolak pemberian raja dengan mengatakan: “Cara terbaik bagi seseorang untuk mendapatkan martabat sejati adalah dengan mencuci baju serta memasak makanannya sendiri.” Sepanjang karyanya yang gemilang di Goa, India, Indonesia, Jepang serta pulau-pulau lain di timur, St. Fransiskus mempertobatkan banyak orang. Sesungguhnya, ia membaptis begitu banyak orang hingga ia menjadi terlalu lemah bahkan untuk mengangkat tangannya sendiri. Ia mengumpulkan anak-anak kecil di sekitarnya serta mengajarkan iman Katolik kepada mereka. Kemudian ia menjadikan mereka misionaris-misionaris kecil. Ia mengajak mereka untuk menyebarluaskan iman yang telah mereka peroleh. Tidak ada yang tidak dilakukan St. Fransiskus untuk membantu sesama. Suatu ketika, ia berhadapan dengan segerombolan perompak yang garang, ia sendirian dan tanpa senjata kecuali salibnya. Gerombolan perompak itu mundur kembali dan tidak jadi menyerang penduduk Kristennya. St. Fransiskus juga membawa kembali orang-orang Kristen yang hidup tidak baik untuk bertobat. Satu-satunya “alat”-nya adalah kelemahlembutan, keramahan serta doa-doanya.

Sepanjang perjalanan dan kerja kerasnya yang melelahkan, St. Fransiskus senantiasa dipenuhi oleh sukacita yang datang dari Tuhan. Ia mendambakan untuk dapat pergi ke Cina, ke daerah di mana tak seorang asing pun diijinkan masuk. Akhirnya, persiapan-persiapan dilakukan, tetapi misionaris besar kita jatuh sakit. Ia wafat, hampir-hampir tanpa ditemani siapa pun, pada tahun 1552 di sebuah pulau di pesisir Cina. Usianya baru empatpuluh enam tahun. Fransiskus Xaverius dinyatakan kudus oleh Paus Gregorius XV pada tahun 1622. Ia dikanonisasi bersama para kudus yang hebat lainnya dalam suatu upacara kanonisasi di Roma. Ignatius dari Loyola, Theresia dari Avila, Filipus Neri dan Isidorus si Petani, dikanonisasi pada hari yang sama.

Cinta Fransiskus kepada Yesus demikian besar hingga ia tidak dapat beristirahat karena pemikiran akan begitu banyaknya orang yang belum pernah mendengar Injil. Bagaimana jika aku membagikan imanku kepada setidak-tidaknya satu orang dalam hidupku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

4 Desember
St. Yohanes dari Damaskus
St. Yohanes hidup pada abad kedelapan. Ia dilahirkan di kota Damaskus dari keluarga Kristen yang taat. Ketika ayahnya wafat, Yohanes diangkat menjadi gubernur kota Damaskus. Pada waktu itu, kaisar mengeluarkan perintah yang melarang umat Kristiani memiliki patung atau pun gambar-gambar Yesus Kristus dan para kudus. St. Yohanes tahu bahwa kaisar salah. Karenanya, ia bergabung dengan yang lainnya untuk mempertahankan tradisi Kristiani. Paus sendiri meminta Yohanes untuk terus mengatakan kepada rakyat bahwa memiliki patung atau pun gambar-gambar kudus adalah suatu hal yang amat baik. Patung maupun gambar-gambar tersebut membantu mengingatkan kita akan Yesus Kristus, Bunda Maria dan para kudus. Tetapi kaisar tidak mau taat kepada Bapa Suci. Ia terus saja melarang patung dan gambar-gambar ditempatkan di tempat-tempat umum. St. Yohanes dengan berani menulis tiga pucuk surat. Ia meminta kaisar untuk mengakhiri jalan pemikirannya yang salah.

Kaisar menjadi amat murka dan ingin melampiaskan dendamnya. Yohanes memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur. Ia menyumbangkan segala kekayaannya kepada para miskin dan menjadi seorang rahib. Ia terus menulis buku-buku yang mengagumkan untuk mempertahankan iman Katolik. Sementara itu, ia juga melakukan segala pekerjaan kasar di biara. Suatu hari ia bahkan pergi untuk berjualan keranjang di pinggir jalan kota Damaskus. Banyak orang yang mengenal Yohanes sebelumnya berlaku kejam terhadapnya dengan menjadikannya bahan tertawaan. Ini dia orang yang dahulunya adalah gubernur kota yang hebat, sekarang berjualan keranjang. Coba bayangkan betapa berat penderitaan yang harus ditanggung oleh St. Yohanes. Tetapi ia tahu bahwa semua uang yang ia peroleh akan dipergunakan untuk kepentingan biara. Ia senantiasa memikirkan Yesus, Putera Allah, yang memilih untuk dilahirkan di sebuah kandang yang hina. Kemudian, ia merasa berbahagia dapat meneladani kerendahan hati Kristus. St. Yohanes wafat dengan damai dan tenang pada tahun 749.

Meskipun St. Yohanes adalah seorang yang amat pandai serta terpelajar, ia memiliki kerendahan hati yang amat besar, seperti dinyatakannya dalam sebuah kalimat yang pernah ditulisnya untuk menyebut dirinya sendiri “seorang hamba rendahan yang tak berguna, yang lebih memilih untuk mengaku dosa-dosanya di hadapan Tuhan daripada terlibat dalam perkara-perkara teologi dan politik.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Barbara, Perawan dan Martir
Barbara dihormati sebagai pelindung orang-orang yang tertimpa bahaya angin taufan, dan pelindung para arsitek. Legenda tentang riwayat hidupnya baru mulai beredar pada abad ketujuh dan menjadi sangat populer sekitar abad kesembilan. Kebenaran legenda itu sulit dibuktikan, namun apa yang dibeberkan di bawah ini adalah cerita yang ditemukan di dalam buku-buku tua.

Konon, Barbara hidup di Yunani pada awal abad ketiga, dan meninggal dunia pada tanggal 4 Desember tahun 300. Ia anak Dioscorus, seorang pedagang Romawi yang kaya raya. Apabila ayahnya mengadakan perjalanan jauh untuk urusan-urusan perdagangan, Barbara ditinggal sendiri terkunci di dalam kamarnya di atas menara rumah mereka. Pada suatu ketika ayahnya harus pergi karena sesuatu urusan bisnis: "Manisku, ayah harus pergi!" kata Dioscorus kepada Barbara. "Selama ayah pergi", lanjutnya, "ayah akan menguncimu di loteng atas menara rumah kita, supaya kau selamat. Dalam menara itu akan ku buatkan dua buah jendela untukmu supaya kau dapat memandang keindahan laut dan bila ayah kembali, kau bisa mengetahuinya." Ketika Dioscorus pulang, ia melihat suatu keganjilan pada menara puterinya: ada tiga jendela dan di atas pintu menara terpaku sebuah salib. Dengan teliti dan tertegun ia heran akan semuanya itu. Ia cemas. Kemudian dengan lantang ia menghardik Barbara: "Apa yang telah kau lakukan?" Dengan tenang Barbara menerangkan apa yang terjadi selama ayahnya bepergian: "Ketika ayah pergi, aku memanggil seorang imam. Ia sangat baik dan mengajariku tentang Bapa yang Mahabaik yang mengutus Putera Tunggal-Nya ke dunia ini untuk menyelamatkan kita. Tetapi Putera yang bernama Yesus itu dibunuh di kayu salib." "Lalu??" kata ayahnya dengan gusar. Kata Barbara lebih lanjut: "Kini Tuhan Yesus mengutus Roh Kudus untuk membimbing kita kepada Bapa di surga. Aku sungguh yakin dan mohon diselamatkan Tuhan Yesus. Maka imam itu membaptis aku. Untuk menghormati Tritunggal Mahakudus itu, aku menyuruh orang membuat jendela ketiga; dan supaya Yesus yang di salib itu tetap melindungi aku, maka kupasang salib di atas pintu masuk."

Ayahnya melotot! Ia geram dan tidak senang dengan perbuatan Barbara. Sebab ayah itu masih percaya kepada dewa-dewa. Dengan mata gelap, Dioscorus menyeret Barbara yang amat dicintainya itu sambil berteriak: "Ikuti aku ke pengadilan. Kau harus menyangkal kepercayaanmu yang tidak masuk akal itu!" Ketika itu Barbara baru berusia 14 tahun, sehingga hakim tidak berani berbuat apa-apa. Ayahnya bertambah berang dan menyeret Barbara untuk diserahkan kepada para algojo agar disiksa dan bisa menyangkal imannya. Namun sia-sia saja usahanya. Barbara tetap setia pada imannya. Akhirnya, ia menghunus pedangnya dan menebas leher Barbara, buah hatinya sendiri. Pada saat itu pun Dioscorus disambar petir dan mati seketika.

Konon Henry Koch, pria berkebangsaan Belanda, yang hidup pada abad kelimabelas, menaruh devosi besar kepada Barbara. Ketika rumahnya terbakar, ia diselamatkan secara ajaib dari amukan api dan bertahan hidup sampai ia menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Sejak saat itu, banyak orang berdoa dengan perantaraan Santa Barbara agar bisa mati dengan damai. Barbara juga dihormati sebagai santa pelindung orang-orang yang menghadapi ajalnya dan pelindung orang-orang yang mengalami kematian mendadak.
Santo Kristian, Uskup dan Pengaku Iman
Kristian adalah misionaris suku bangsa Preussen, Jerman dan uskup pertama Kulm. Ia mendirikan banyak gereja dan menyebarkan Injil di daerah yang luas itu. Selama enam tahun Kristian ditahan oleh orang-orang kafir di negeri itu, sampai akhirnya ia wafat pada tahun 1245.

Santo Osmund, Uskup dan Pengaku Iman
Osmund, seorang pegawai tinggi Raja William dari Normandia. Ketika Raja William mengalahkan Raja Harold II dari Inggris dalam pertempuran bersejarah di Hastings pada tahun 1066, Osmund diangkat menjadi Kanselir Inggris. Osmund dikenal jujur, berbakat pemimpin dan pandai. Namun ia tidak lama menduduki jabatan terhormat itu karena lebih menyukai suasana hidup yang tenang; ia sendiri lebih gemar membaca dan menyalin buku-buku rohani. Perhatiannya lebih difokuskan pada kemajuan rohani umat terdorong oleh tuntutan dari tahbisan-tahbisan rendah yang sudah diterimanya. Oleh karena itu ia berusaha membaharui semangat iman umat yang sudah merosot sekali terutama karena peperangan yang terus-menerus terjadi.

Pada tahun 1078, Osmund ditahbiskan menjadi Uskup Salisbury, Inggris. Usahanya yang pertama adalah menyelesaikan pembangunan katedral yang sudah lama didirikan dan membaharui liturgi Gereja. Untuk menjamin kesatuan liturgis, ia mengeluarkan peraturan-peraturan tentang perayaan ekaristi, ofisi ilahi dan pemberian sakramen-sakramen. Peraturan-peraturan yang disebutnya Ritus Sarum ini berlaku selama lima abad.
Uskup Osmund bersikap tegas terhadap orang-orang berdosa bersama imam-imamnya. Ketegasan itu dimulainya dari dirinya sendiri. Selama kepemimpinannya sebagai uskup ia menulis banyak buku dan mendirikan banyak gereja di seluruh keuskupannya. Osmund memimpin keuskupan Salisbury selama 20 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1099. Kanonisasi dari Gereja atas dirinya sebagai 'santo' pada tahun 1457 adalah kanonisasi terakhir di Inggris sebelum masa reformasi.
Santo Yohanes dari Damsyik, Pujangga Gereja dan Pengaku Iman Yohanes lahir pada tahun 650 di kota Damsyik. Pada masa itu Damsyik berada di bawah kekuasaan kaum Sarasin. Semenjak kecil ia dididik oleh seorang rahib Yunani. Ayahnya, Sargun bin Mansur (seorang Arab Kristen) adalah menteri keuangan pada Khalif Abdel Malek di Damsyik (685-705). Sepeninggal ayahnya, Yohanes-lah yang menggantikannya sebagai menteri keuangan. Tetapi beberapa tahun kemudian ia meletakkan jabatan itu, lalu menjadi rahib di biara Mar Saba, dekat Yerusalem. Di biara itulah ia menulis buku-buku pembelaan iman, khususnya yang berhubungan dengan penghormatan kepada arca-arca para orang kudus.

Dalam tiga buku apologetik yang ditulisnya, ia menegaskan bahwa umat Kristen menjunjung tinggi para kudus dan memberikan hormat istimewa kepada mereka karena keteladanan hidup mereka dalam menghayati iman Kristiani dan dalam menaati kehendak Allah. Arca-arca para kudus itu menjadi bagaikan kaca, tempat umat Kristen bercermin diri perihal perilaku hidupnya sebagai orang Kristen. Ia mengatakan: "Di dalam arca-arca itu, kami menyatakan perbuatan dan penderitaan orang-orang kudus, dan dengan memandangnya kami menjadi semakin suci dan semakin dikuatkan untuk mengikuti teladannya."

Bersama seorang rahib lainnya, ia mencipta banyak syair dan madah-pujian. Karya ini dicemooh oleh para rahib yang lebih tua, karena pada masa itu, pekerjaan menulis syair dianggap sebagai pekerjaan tercela, meskipun karya-karya itu bernafaskan nilai-nilai keagamaan. Meskipun demikian Yohanes terus saja mencipta dan beberapa madah-pujian yang digubahnya masih tetap dinyanyikan hingga kini. Yohanes meninggal dunia pada tahun 749. Ia dihormati sebagai Pujangga Gereja dan Bapa Gereja Yunani yang terakhir.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

5 Desember
St. Sabas
Sabas, yang dilahirkan pada tahun 439, adalah salah seorang dari rahib Palestina yang termasyhur. Ayahnya seorang pejabat dalam dinas militer. Ketika ayahnya harus pergi ke Alexandria, Mesir, ia menitipkan puteranya yang masih kecil kepada saudara iparnya. Namun karena bibinya memperlakukannya dengan buruk, Sabas kecil melarikan diri ke rumah pamannya yang lain. Ketika timbul pertengkaran di antara kedua pamannya itu, Sabas merasa tidak tenang. Ia senang melihat semua orang hidup dalam damai. Jadi, ia melarikan diri lagi dan tinggal di sebuah biara. Kedua pamannya merasa malu atas perbuatan mereka. Mereka meminta Sabas untuk kembali dan mereka berjanji akan memberikan kepadanya semua hak warisannya. Tetapi, Sabas merasa berbahagia tinggal di biara. Ia tidak mau meninggalkannya. Meskipun di biara ia menjadi rahib yang paling muda, tetapi dialah yang paling tekun berdoa.

Ketika usianya delapanbelas tahun, Sabas pergi ke Yerusalem. Ia ingin mencoba hidup sendirian bersama Tuhan saja. Ia dinasehati agar tinggal di biara lain untuk sementara waktu oleh sebab ia masih amat muda. Sabas taat dan dengan sukacita mengerjakan semua pekerjaan berat. Ia membelah kayu untuk perapian dan memikul ember air yang berat. Suatu hari, St. Sabas diutus ke Alexandria untuk menemani seorang rahib. Di sana, ia berjumpa dengan ayah ibunya! Orangtuanya mengupayakan segala cara agar Sabas mau tinggal bersama mereka. Mereka ingin agar Sabas menikmati kehormatan yang sama seperti yang telah diperoleh ayahnya. Tidak demikian dengan Sabas! Ia bahkan tidak mau menerima uang yang mereka coba berikan kepadanya. Akhrinya, Sabas menerima juga tiga keping emas. Ketika ia tiba kembali di biaranya, diserahkannya kepingan-kepingan emas itu kepada kepala biara.

Pada akhirnya, selama empat tahun Sabas dapat juga menikmati hidup sendirian bersama Tuhan saja, seperti yang didambakannya. Tetapi, sesudah itu ia harus memulai sebuah biara baru. Banyak murid datang kepadanya untuk menjadi rahib. Tak lama kemudian, St. Sabas diserahi tanggungjawab atas semua rahib di Palestina. Sekali waktu Sabas diutus kepada kaisar untuk masalah-masalah Gereja yang penting. Meskipun demikian, Sabas tetap mengenakan jubah sederhananya dan tetap setia pada jam-jam doanya. St. Sabas wafat pada tahun 532.

Meskipun kadang-kala terjadi kekacauan dalam keluarganya, Sabas belajar untuk mempercayakan dirinya pada kasih pemeliharaan Tuhan. Pada saat-saat ketidakpastian dan kebingungan, rahmat Tuhan menopangnya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Reinardus, Uskup dan Pengaku Iman
Suatu ketika orang melihat seorang peziarah selama tiga hari penuh - tanpa tidur, makan dan minum - berdoa menyusuri jalan salib Yesus, kebun Zaitun dan bukit Golgota di Yerusalem. Peziarah itu berjubah kotor dan lusuh, tanpa sepatu dan sepanjang jalan menangis terus. Dialah Uskup Luttich, Belgia, yang berjalan kaki ke Kota Suci sebagai tanda pertobatannya dari dosa: membeli jabatan uskup menuruti ambisinya. Ketika Paus mendengar perbuatan tobat sejati ini, ia menyuruh Reinardus untuk tetap mengemban jabatannya. Reinardus dengan rajin mengunjungi semua paroki keuskupannya, berkotbah, membangun jembatan dan irigasi, membagi makanan dan membela mereka yang tertindas.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

6 Desember
Santo Nikolas dari Myra, Uskup dan Pengaku Iman
Nikolas lahir di Parara, Asia Kecil dari sebuah keluarga yang kaya raya. Sejak masa mudanya ia sangat menyukai cara hidup bertapa dan melayani umat. Ia kemudian menjadi seorang imam yang sangat disukai umat. Harta warisan dari orangtuanya dimanfaatkan untuk pekerjaan-pekerjaan amal, terutama untuk menolong orang-orang miskin. Sebagai imam ia pernah berziarah ke Tanah Suci. Sekembalinya dari Yerusalem, ia dipilih menjadi Uskup kota Myra dan berkedudukan di Lycia, Asia Kecil (sekarang: Turki). Santo Nikolas dikenal di mana-mana. Ia termasuk orang kudus yang paling populer, sehingga dijadikan pelindung banyak kota, propinsi, keuskupan dan gereja. Di kalangan Gereja Timur, ia dihormati sebagai pelindung para pelaut; sedangkan di Gereja Barat, ia dihormati sebagai pelindung anak-anak, dan pembantu para gadis miskin yang tidak mampu menyelenggarakan perkawinannya. Namun riwayat hidupnya tidak banyak diketahui, selain bahwa ia dipilih menjadi Uskup kota Myra pada abad keempat yang berkedudukan di Lycia. Ia seorang uskup yang lugu, penuh semangat dan gigih membela orang-orang yang tertindas dan para fakir miskin. Pada masa penganiayaan dan penyebaran ajaran-ajaran sesat, ia menguatkan iman umatnya dan melindungi mereka dari pengaruh ajaran-ajaran sesat.

Ketenaran namanya sebagai uskup melahirkan berbagai cerita sanjungan. Sangat banyak cerita yang menarik dan mengharukan. Namun tidak begitu mudah untuk ditelusuri kebenarannya. Salah satu cerita yang terkenal ialah cerita tentang tiga orang gadis yang diselamatkannya: konon ada seorang bapa tak mampu menyelenggarakan perkawinan ketiga orang anak gadisnya. Ia orang miskin. Karena itu ia berniat memasukkan ketiga putrinya itu ke tempat pelacuran. Hal ini didengar oleh Uskup Nikolas. Pada suatu malam secara diam-diam Uskup Nikolas melemparkan tiga bongkah emas ke dalam kamar bapa itu. Dengan demikian selamatlah tiga puteri itu dari lembah dosa. Mereka kemudian dapat menikah secara terhormat.

Cerita yang lain berkaitan dengan kelaparan hebat yang dialami umatnya. Sewaktu Asia Kecil dilanda paceklik yang hebat, Nikolas mondar-mandir ke daerah-daerah lain untuk minta bantuan bagi umatnya. Ia kembali dengan sebuah kapal yang sarat dengan muatan gandum dan buah-buahan. Namun, tanpa sepengetahuannya, beberapa iblis hitam bersembunyi dalam kantong-kantong gandum itu. Segera Nikolas membuat tanda salib atas kantong-kantong itu dan seketika itu juga setan-setan hitam itu berbalik menjadi pembantunya yang setia.

Nikolas adalah santo nasional Rusia. Cerita tentang tertolongnya ketiga puteri di atas melahirkan tradisi yang melukiskan Santo Nikolas sebagai penyayang anak-anak. Salah satu tradisi yang paling populer ialah tradisi pembagian hadiah kepada anak-anak pada waktu Pesta Natal oleh orangtuanya melalui 'Sinterklas'. Tradisi ini diperkenalkan kepada umat Kristen Amerika oleh orang-orang Belanda Protestan, yang menobatkan Santo Nikolas sebagai tukang sulap bernama Santa Claus. "Sinterklas", yaitu hari pembagian hadiah kepada anak-anak yang dilakukan oleh seorang berpakaian uskup yang menguji pengetahuan agama anak-anak, tetapi ia membawa serta hamba hitam yang menghukum anak-anak nakal.

Santo Nikolas meninggal dunia di Myra dan dimakamkan di katedral kota itu. Relikuinya kemudian dicuri orang pada tahun 1807. Sekarang relikui itu disemayamkan di Bari, Italia.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

7 Desember
St. Ambrosius
Ambrosius dilahirkan sekitar tahun 340. Ia putera seorang Gubernur Romawi di Gaul. Ketika ayahnya meninggal dunia, ibunya membawa keluarganya kembali ke Roma. Ibunya dan kakaknya - St. Marcellina - membesarkan Ambrosius dengan baik. Ambrosius menjadi seorang pengacara yang hebat. Kemudian ia diangkat menjadi gubernur kota Milan serta daerah sekitarnya. Tetapi melalui suatu peristiwa yang aneh, (baca kisahnya bagaimana seorang Uskup dipilih? - klik disini) Ambrosius sang Gubernur menjadi Ambrosius sang Uskup. Pada masa itu, umat biasa mengusulkan kepada paus nama orang yang mereka pilih sebagai uskup. Sungguh amat mengejutkan Ambrosius ketika penduduk kota Milan memilihnya. Ia berusaha menghindar, tetapi tampaknya hal itu memang kehendak Tuhan. Oleh karenanya, Ambrosius menjadi imam dan kemudian uskup kota Milan.

Ambrosius menjadi bapa serta teladan yang mengagumkan bagi umatnya. Ia juga melawan segala kejahatan dengan keberanian yang mengagumkan. Berhadapan dengan suatu pasukan yang siap menyerang, St. Ambrosius berhasil meyakinkan pemimpin mereka untuk menarik mundur pasukannya. Di lain waktu, Kaisar Theodosius datang dari timur. Kaisar ingin menyelamatkan Italia dari para musuh penyerang. Ia mendorong semua pejabatnya untuk menaruh hormat pada Uskup Milan. Namun demikian, ketika kaisar melakukan suatu dosa berat, Ambrosius tidak segan-segan menentangnya. Ia bahkan memerintahkan agar Kaisar Theodosius melakukan penitensi umum. Kaisar tidak menjadi gusar dan marah. Ia sadar bhawa Ambrosius benar. Dengan rendah hati kaisar melakukan penitensi secara umum atas dosa-dosanya. Ambrosius telah menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada seorang pun, meskipun ia seorang penguasa, yang lebih tinggi kedudukannya daripada gereja.

Rakyat khawatir akan apa yang terjadi dengan Italia apabila Ambrosius wafat. Karenanya ketika Ambrosius jatuh sakit, mereka memohon kepadanya untuk berdoa agar dikarunia umur panjang. Ambrosius menjawab, “Aku tidak berlaku sedemikian rupa di antara kalian sehingga aku merasa malu untuk hidup lebih lama; namun demikian aku juga tidak takut mati, karena kita mempunyai Tuan yang baik.” Uskup Ambrosius wafat pada hari Jumat Agung pada tahun 397.

Pada hari ini, luangkan waktu untuk merenungkan kata-kata Ambrosius: “Kristus adalah segala-galanya bagi kita.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

8 Desember
St. Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa
Leluhur kita yang pertama telah menghina Tuhan dengan melakukan dosa berat. Oleh karena jatuhnya Adam dan Hawa ke dalam dosa, maka setiap bayi yang dilahirkan ke dunia mewarisi dosa asal. Kita semua adalah keturunan dari leluhur kita yang pertama. Jadi, kita semua mewarisi dosa mereka. Dosa yang kita warisi itu disebut dosa asal.

Tetapi, Santa Perawan Maria, memperoleh hak yang amat istimewa dari Tuhan. Ia dikandung dalam rahim bundanya, St. Anna, tanpa dosa asal. Bunda Maria akan menjadi Bunda Yesus, Putera Allah yang tunggal. Si jahat, yaitu iblis, tidak mempunyai kuasa atas Maria. Tidak pernah ada dosa sekecil apa pun dalam diri bunda kita yang mengagumkan itu. Oleh sebab itu, Gereja menyebut Maria sebagai “Yang Dikandung Tanpa Dosa.”

Pada tahun 1854, Paus Pius IX menyatakan kepada seluruh dunia bahwa tidak dapat diragukan lagi Bunda Maria dikandung tanpa dosa. Empat tahun kemudian, Bunda Maria menampakkan diri kepada Bernadette  di Lourdes. Ketika St. Bernadette menanyakan kepada perempuan cantik itu siapakah dia, Maria mengatupkan kedua tangannya serta mengarahkan pandangannya ke surga. Katanya, “Akulah Yang Dikandung Tanpa Dosa.”

Lebih lanjut tentang Santa Perawan Maria yang Dikandung Tanpa Dosa~Klik disini

“Engkau memberinya hak istimewa untuk menikmati terlebih dahulu karya keselamatan yang akan diperoleh Kristus dengan kematian-Nya, serta menjaganya tanpa noda dosa sejak saat pertama perkandungannya.” ~ Paus Sixtus IV
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

9 Desember
S. Juan Diego
Juan Diego menjadi terkenal karena Bunda Allah menampakkan diri kepadanya. Kepada Juan Diego-lah pertama kali Bunda Maria memperkenalkan dirinya kepada dunia sebagai Bunda dari Guadalupe.
Juan hidup pada abad keenambelas ketika Mexico dikenal sebagai Lembah Anahuac. Ia berasal dari suku Chichimeca. Mereka memanggil Juan dengan sebutan Elang Berbicara. Nama baptisnya adalah Juan Diego.

Sesudah misi utama Juan selesai, dikatakan bahwa ia menjadi seorang pertapa. Ia melewatkan seluruh sisa hidupnya dengan berdoa dan bermatiraga. Gubugnya yang kecil terletak dekat kapel pertama yang dibangun di Bukit Tepeyac. Juan amat dikagumi. Para orangtua mendambakan agar anak-anak mereka kelak menjadi seperti Juan Diego. Juan merawat kapel dan menemui para peziarah yang mulai berdatangan ke sana untuk menghormati Bunda Maria dari Guadalupe. Ia akan menunjukkan kepada mereka tilma atau jubah yang menakjubkan dimana terlukis gambar Bunda Maria yang amat indah.

Paus Yohanes Paulus II menyatakan Juan Diego sebagai “beato” pada tanggal 9 April 1990. Paus secara pribadi mengunjungi Gereja Bunda Maria dari Guadalupe yang agung dan indah. Ia berdoa di sana bagi segenap rakyat Meksiko. Ia berdoa teristimewa bagi mereka yang wafat selama masa penganiayaan Gereja yang dahsyat yang terjadi pada awal abad. Ia juga berdoa bagi segenap peziarah yang datang mengunjungi gereja yang indah tersebut dengan iman yang begitu besar kepada Bunda Allah. Pada tanggal 31 Juli 2002, di Basilika Santa Perawan Maria Guadalupe, Meksiko, paus yang sama memaklumkan Juan Diego sebagai “santo”.

Perjumpaannya dengan Bunda Maria membawa perubahan amat besar dalam hidup Juan. Bagaimana teladan Bunda Maria mempengaruhi cara hidupku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Fransiskus Antonius, Pengaku Iman
Fransiskus Antonius lahir di Lucera, Apulia, Italia pada tahun 1681. Nama kecilnya ialah Antonius Yohanes Nikolas dan dipanggil dengan nama Yohanie. Ayahnya, Fasani, seorang petani miskin di daerah itu. Tatkala Yohanie berusia 10 tahun, ayahnya meninggal dunia. Dengan itu ia tidak begitu dalam mengalami pendidikan dan kehangatan cinta seorang ayah di dalam keluarga. Namun hal itu dialaminya kembali ketika ibunya menikah lagi dengan seorang petani di situ. Ayah tirinya sangat baik hati dan mendidiknya sungguh-sungguh seperti anak kandungnya sendiri. Atas bimbingan ayah tirinya, Yohanie dapat berkembang baik dan kemudian masuk sekolah dasar di Lucera. Setelah menamatkan studinya Yohanie masuk biara di Lucera atas kehendaknya sendiri yang direstui kedua orangtuanya.

Pada usia 15 tahun ia sudah mengenakan jubah novisiat dan tinggal di kota Monte Gargano. Pada tahun 1707 ia ditahbiskan menjadi imam di kota Asisi. Kemungkinan pada waktu itulah ia mengambil nama 'Fransiskus Antonius'. Setelah menjadi imam ia masih melanjutkan studinya dalam bidang filsafat. Berkat ketekunan dan kecerdasannya maka dalam waktu singkat ia dapat menyelesaikan pelajarannya. Selanjutnya ia menjabat dosen filsafat di Kolese Lucera, sambil berkarya melayani umat. Ia giat berkotbah demi pengembangan iman umatnya dan rekan sebiaranya.

Masa tuanya dihabiskan di Lucera. Keberhasilan hidupnya tidak terletak pada jabatannya sebagai dosen yang terkenal, tetapi karena cinta kasih dan pelayanannya yang tulus. kepada umatnya. Ia pun sering berkotbah di Apulia. Dengan aktif ia mengumpulkan dana bagi kaum miskin dan menghibur para tahanan yang menghadapi hukuman mati. Meskipun berbagai kesibukannya, ia tetap menyediakan waktu untuk menerima orang-orang yang datang untuk meminta nasehatnya. Umatnya sungguh mencintai dia: menerima dia apa adanya, kebaikan dan kekurangannya. Fransiskus sering mengajak umatnya untuk berdoa rosario bersama, berziarah dan mengadakan novena. Ia wafat pada tahun 1742.

Santo Petrus Fourier, Pengaku Iman
Pria berkebangsaan Prancis ini lahir pada tahun 1560. Pada waktu berumur 20 tahun ia melanjutkan studinya di biara imam-imam regulir sampai menjadi imam. Meskipun ia kadang-kadang terganggu oleh teman-temannya yang kurang disiplin, namun semua peraturan diikutinya dengan cermat. Tugas dan kewajibannya pun dikerjakan dengan sempurna.

Pada tahun 1597 ia ditugaskan di sebuah paroki yang sudah lama diterlantarkan. Dengan ramah dan sabar ia mulai membenahi kembali paroki itu. Kesederhanaan hidupnya dan kerendahan hatinya menggugah perhatian umat yang sudah lama merindukan kehadiran seorang gembala. Paroki yang hampir binasa itu mulai lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Umat mulai melakukan lagi kewajiban-kewajiban imannya dan kembali merayakan hari-hari Tuhan dan menerima sakramen-sakramen.
Pastor Petrus terkenal saleh. Ia mempunyai devosi yang besar kepada Santa Perawan Maria yang tak bernoda. Dalam hal ini umatnya turut pula meneladaninya. Kepentingan jasmani rakyat tak luput dari perhatiannya. Dengan bantuan beberapa orang ahli ia membuka bank tabungan, usaha asuransi dan suatu lembaga pengadilan untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil secara damai.

Ia mendampingi Suster Beata Alix Leclerc dalam membina kongregasi baru yaitu Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria. Anggota kongregasi ini terdiri dari Suster-suster yang rela bekerja di luar biara di bidang pendidikan anak-anak. Dalam suatu penglihatan, Petrus menyaksikan banyak rumah biara dari kongregasi ini terbentang luas di suatu daerah. Makna penglihatan ini terwujud nyata di kemudian hari: kongregasi ini berkembang pesat sekali dan sebelum Petrus meninggal dunia, sudah terdapat 32 biara Kongregasi Santa Perawan Maria lengkap dengan sekolahnya.
Petrus Fourier diberi tugas memulihkan tata tertib di rumah-rumah tarekatnya dan akhirnya dipilih menjadi superior jenderal. Ia meninggal dunia pada tahun 1640.

Abel, Anak Adam dan Hawa
Abel adalah putera kedua Adam dan Hawa, dan adik Kain. Lain daripada kakaknya Kain yang menjadi petani, Abel dilukiskan sebagai seorang gembala yang dicintai Allah. Ia dibunuh oleh Kain. Kain merasa cemburu pada adiknya Abel karena Tuhan menolak persembahannya yang terdiri dari hasil kebun, dan menerima persembahan adiknya Abel berupa seekor anak domba dari kawanannya.
Dalam Perjanjian Baru, Abel digolongkan dalam bilangan orang-orang adil dari Perjanjian Lama (Mat 23:25; lYoh 3:12). Penulis surat Hibrani melukiskan Abel di samping mereka yang lainnya sebagai contoh orang beriman (Ibr 11:4). Kecuali itu dalam Kanon Misa Abel juga dipandang sebagai seorang yang benar.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

10 Desember
St. Yohanes Roberts
Yohanes dilahirkan di Wales pada tahun 1577. Meski bukan seorang Katolik, ia dididik oleh seorang imam tua. Jadi, sepeti katanya di kemudian hari, dalam hati ia senantiasa seorang Katolik. Yohanes pergi ke Universitas Oxford di Inggris beberapa waktu lamanya. Kemudian ia pergi ke Perancis untuk bersenang-senang. Nyatanya, perjalanan ini memberinya lebih dari sekedar kesenangan. Adalah di Paris, Perancis, ia menemukan kebahagiaan besar dalam menggabungkan diri dalam Gereja Katolik. Sesudahnya, Yohanes tidak membuang-buang waktu untuk mengambil langkah untuk ditahbiskan sebagai seorang imam. Ia pergi ke suatu sekolah tinggi Inggris di Spanyol dan menjadi seorang biarawan Benediktin. Kerinduannya yang besar untuk kembali ke Inggris menjadi kenyataan tiga tahun kemudian. Ia dan seorang biarawan lain mendapatkan ijin berangkat ke Inggris. Mereka tahu mara bahaya yang akan datang menghadang. Sesungguhnya, mereka tak harus lama menunggu sebelum kesulitan dimulai. Mereka memasuki Inggis dengan mengenakan topi bulu dan pedang di pinggang. Namun demikian, segera saja mereka ditangkap sebab mereka adalah imam Katolik dan diusir dari Inggris.

St Yohanes Roberts kembali ke Inggris lagi. Ia berkarya siang malam demi memelihara iman umat semasa penganiayaan keji oleh Ratu Elizabeth. Beberapa kali ia tertangkap, dijebloskan ke dalam penjara dan dibuang, tetapi ia selalu kembali. Terakhir kali ditangkap, Pater Yohanes baru saja selesai merayakan Misa. Tak ada jalan untuk melarikan diri. Ketika ditanya, ia memaklumkan dengan gagah bahwa ia seorang imam dan bairawan. Ia menjelaskan bahwa ia datang ke Inggris untuk berkarya demi keselamatan umat. “Andai aku hidup lebih lama,” tambahnya, “aku akan terus melakukan apa yang sekarang aku lakukan.” St Yohanes diadili secara tidak adil dan dijatuhi hukuman mati.

Malam sebelum pelaksanaan hukuman gantung, seorang perempuan Spanyol yang baik mengatur agar ia diperbolehkan mengunjungi delapanbelas tahanan lainnya. Mereka juga menderita demi Kristus. Sepanjang makan malam bersama, St Yohanes dipenuhi sukacita. Lalu terpikir olehnya mungkin sebaiknya ia tidak mengungkapkan kebahagiaannya begitu rupa. “Apakah kau pikir aku memberikan teladan yang buruk dengan sukacitaku ini?” tanyanya kepada perempuan yang baik itu. “Tentu saja tidak,” jawabnya, “Pater tak dapat melakukan yang terlebih baik selain dari membiarkan semua orang melihat kegagah-beranian penuh sukacita yang Pater miliki sementara Pater menyongsong maut demi Kristus.”

Keesokan harinya St Yohanes dihukum gantung. Khalayak ramai begitu terpesona oleh pribadi imam muda ini hingga mereka tak hendak membiarkan para algojo membuatnya menderita. St Yohanes Roberts wafat sebagai martir pada tahun 1610.

Pada hari ini, luangkanlah beberapa menit untuk berdoa bagi segenap laki-laki dan perempuan yang mendedikasikan hidup mereka demi mewartakan Injil kepada yang lain.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Miltiades, Paus dan Pengaku Iman
Miltiades lahir di Afrika Utara pada tanggal yang tak diketahui. Ia memimpin Gereja Kristus sebagai Paus dari tahun 311 sampai 314 menggantikan Paus Eusebius yang mengakhiri masa jabatannya pada tahun 309. Masa kepemimpinannya ini tergolong suatu kurun waktu yang amat bergelora bagi umat Kristen. Pada awal kepemimpinannya Miltiades mengalami banyak kesusahan baik dari lingkungan Gereja sendiri maupun dari Kaisar Maksimianus; namun hal itu tidak berlangsung lama, karena semua kekerasan itu berakhir dengan naiknya Konstantin Agung, putera Santa Helena ke atas takhta Kekaisaran Romawi pada tahun 312. Kenyataan itu diperkuat lagi dengan terbitnya Edikta Milano pada tahun 313 yang memberi kebebasan beragama kepada semua orang Kristen di seluruh kekaisaran di bawah perlindungan Konstantin.

Pada masa kepemimpinannya berkembanglah suatu aliran sesat di Kartago di bawah pimpinan Donatus. Sesuai nama pencetusnya aliran sesat ini disebut Donatisme. Salah satu ajarannya ialah bahwa sah-tidaknya sakramen-sakramen  tergantung pada suci-tidaknya si pemberi sakramen itu. Seandainya Permandian diberikan oleh seorang berdosa, maka permandian itu tidak sah.

Pertentangan Miltiades dengan para Donatista itu tampak mencolok pada waktu pengangkatan Sesilianus menjadi Uskup Kartago menggantikan Uskup Kartago yang meninggal dunia. Semua imam di keuskupan Kartago bersama segenap umat dengan suara bulat memilih Sesilianus menjadi uskup yang baru. Miltiades mendukung pilihan itu, karena Sesilianus dikenal sebagai imam yang setia pada iman yang benar dan agama Katolik  dan Apostolik. Namun kaum Donastista tidak menyukai dan menolak Sesilianus. Bagi mereka Sesilianus adalah pendosa besar dan oleh sebab itu ia tidak layak diangkat sebagai uskup. Dikatakan demikian karena Sesilianus sudah menyangkal iman Kristen sewaktu terjadi penganiayaan terhadap umat Kristen. Hal ini bertentangan dengan ajaran mereka bahwa seorang berdosa tidak bisa melayani sakramen-sakramen secara sah. Mereka berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk mempertentangkan Kaisar Konstantin dengan Miltiades. Mereka mencoba memutar balikkan kuasa dan perlindungan Kaisar Konstantin terhadap Gereja sebagai dasar untuk mempengaruhi Konstantin agar turut berperan di dalam urusan-urusan Gereja. Mereka menghadap Kaisar Konstantinus yang baru saja memeluk agama Kristen, dan memohon agar kaisar turun tangan dalam menyelesaikan pertikaian mereka dengan Paus Miltiades perihal pengangkatan Sesilianus sebagai Uskup Kartago. Mereka lebih menghargai Kaisar Konstantin daripada Miltiades sebagai pemimpin tertinggi Gereja Kristus.

Namun Kaisar Konstantin tidak terpancing oleh taktik busuk mereka. Ia menyerahkan perkara itu kepada Paus Miltiades dan meminta Miltiades untuk segera mengadakan suatu sinode terbatas guna menyelesaikan masalah itu. Atas inisiatifnya sendiri, Miltiades menyelenggarakan suatu konsili dengan melipatgandakan jumlah uskup peserta dengan persetujuan Kaisar Konstantin. Konsili itu diselenggarakan pada bulan Oktober 313 di istana Lateran. Dengan suara bulat konsili tetap mengangkat Sesilianus sebagai Uskup Kartago dan menghukum aliran Donatisme. Miltiades dalam kedudukannya sebagai Paus mengekskomunikasikan Donatus dari Gereja.

Miltiades bertindak bijaksana terhadap penganut paham sesat itu, sehingga banyaklah yang berpaling ke pangkuan Gereja. Inilah yang menyebabkan Santo Agustinus berkata: "Betapa mulia Paus ini! Sungguh-sungguh ia seorang tokoh pencinta perdamaian dan Bapa umat Kristiani." Miltiades wafat pada tahun 314.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

11 Desember
St. Damasus I
Damasus dilahirkan di Roma dan hidup pada abad keempat, pada masa Gereja Perdana. Ia adalah seorang imam yang murah hati dan suka berkurban. Ketika Paus Liberius wafat pada tahun 366, Damasus diangkat menjadi paus. Ia harus menghadapi banyak persoalan yang berat. Ada seorang paus tandingan (anti paus) bernama Felix. Felix beserta para pengikutnya berusaha menganiaya Damasus. Mereka menyebarkan berita bohong tentang dirinya, terutama tentang kehidupan moral pribadinya. Karenanya, Paus Damasus harus dihadapkan ke pengadilan di bawah penguasa Romawi. Damasus terbukti tidak bersalah, tetapi ia mengalami begitu banyak penderitaan karena peristiwa tersebut. Sahabatnya, St. Hieronimus, berbicara dengan tegas mengenai kebaikan-kebaikan paus. Dan Hieronimus mempunyai martabat yang tinggi.

Paus Damasus menyadari bahwa para imam di kota mempunyai gaya hidup yang terlalu mewah. Sementara para imam di desa hidup jauh lebih sederhana. Damasus meminta para imam untuk menyederhanakan gaya hidup mereka dan tidak terikat pada harta serta milik. Ia sendiri menjadi teladan yang mengagumkan.    

Ada juga begitu banyak bidaah (=ajaran sesat) selama masa kepemimpinannya sebagai paus. Damasus menjelaskan iman yang benar. Ia juga mengadakan Konsili Ekumenis Kedua yang diselenggarakan di Konstantinopel. Paus Damasus dengan sungguh-sungguh berusaha membangkitkan semangat untuk mencintai Kitab Suci. Ia menugaskankan St. Hieronimus untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Ia juga mengubah bahasa resmi liturgi dari bahasa Yunani - kecuali Kyrie - ke bahasa Latin.

Paus St. Damasus wafat pada usia sekitar delapanpuluh tahun pada tanggal 11 Desember 384. Ia dimakamkan di samping ibu dan saudarinya di sebuah kapel kecil yang dibangunnya.

Paus Damasus banyak menderita oleh karena tuduhan-tuduhan palsu. Berapa sering aku membuat orang lain menderita karena kecurigaanku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

12 Desember
Santa Yohanna Fransiska Fremio de Chantal, Janda
Jeanne Francoise Fremio de Chantal (Yohanna Fransiska) lahir di kota Dijon, Prancis pada tanggal 28 Januari 1527. Ayahnya Benignus Fremyot, menjadi presiden parlemen; pengadilan tinggi Burgundy dan sangat berjasa kepada gereja dan negara. Ibunya, Margaretha de Barbisy, meninggal dunia ketika Yohanna masih berumur 2 tahun.
Pada usia 20 tahun Yohanna menikah dengan Kristophorus de Rabutin, yang disebut juga Pangeran de Chantal. Mereka dikaruniai 7 orang anak; tiga orang dari ketujuh anaknya itu kemudian meninggal dunia sewaktu masih bayi. Sebagaimana biasanya kehidupan ibu-ibu rumah tangga pada zaman Pertengahan, Yohanna bekerja sebagai ibu rumah tangga, bekerja di ladang, memelihara ternak dan mengawasi pembantu-pembantunya. Sedang suaminya pergi berburu atau berperang untuk membela tanah air. Semua tugas itu dilaksanakannya dengan baik sekali. Anak-anaknya dibesarkan dan dididik dengan penuh kasih sayang. Selain tugas-tugas kerumah tanggaan, ia tidak lupa menjalankan juga tugas-tugas kerohanian bersama anak-anaknya dan para pembantunya. Lebih dari itu ia bahkan berjanji kepada Tuhan untuk memperhatikan nasib para pengemis dan orang-orang miskin yang datang meminta bantuannya. Sebagai pahalanya, Tuhan mengaruniakan kedamaian dan kebahagiaan di dalam rumah tangganya.
Tetapi suasana keluarga yang bahagia itu sekonyong-konyong pupus tatkala suaminya, Pangeran de Chantal, tertembak mati oleh kawannya sendiri sewaktu mereka berburu di hutan. Peristiwa naas ini sungguh menyedihkan. Yohanna menjadi janda. Hatinya memang sedih oleh peristiwa pahit itu, namun sesungguhnya peristiwa tragis itu merupakan awal penuh rahmat bagi kehidupan Yohanna. Ia berusaha menahan diri, dan mengampuni si penembak. Yohanna kemudian terpaksa tinggal bersama mertuanya laki-laki, seorang yang berwatak bejat. Tujuh tahun lamanya ia tinggal di sana dalam suasana batin yang sungguh menyiksa. Dalam keadaan pedih itu ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk hidup sebaik mungkin dan terutama berjuang memelihara anak-anaknya. Ia rajin bekerja dan berdoa. Dan ternyata cara hidupnya itu sangat berkenan kepada Tuhan. Tuhan memberinya jalan kesempurnaan.
Ketika Uskup Geneve, Fransiskus dari Sales, datang ke Dijon untuk memberikan renungan puasa, Yohanna pergi menemuinya untuk berbicara dan memperoleh bimbingan. Pertemuan ini melahirkan dalam batinnya suatu cita-cita luhur, yakni pengabdian diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesama. Inilah awal hidupnya yang baru sebagai seorang janda kudus. Fransiskus dari Sales tertarik padanya dan bersedia membimbing dia ke arah kesempurnaan hidup di dalam Allah. Kepada Yohanna, Fransiskus menekankan pentingnya cinta kasih, kerendahan hati dan kesabaran, matiraga dan puasa, doa dan perbuatan amal kepada sesama. Atas bantuan rahmat Allah, Yohanna dengan tekun mengikuti nasehat-nasehat Fransiskus dan mengamalkannya dalam hidup sehari-hari. Kepribadiannya yang baru sebagai Abdi Allah dibangun di atas dasar teladan hidup Fransiskus dari Sales. Sebaliknya bagi Fransiskus, berbagai pengalaman rohani yang timbul dari hubungan pribadi dengan Yohanna sungguh mengilhami tulisan-tulisannya.
Pada tahun 1640, lima tahun setelah pertemuannya dengan Fransiskus, Yohanna mendirikan biara pertama dari Ordo Suster-suster Visitasi di kota Anecy atas desakan Fransiskus. Tujuan ordo ini ialah memberi pertolongan kepada orang-orang yang berada di dalam kesusahan seperti sakit atau usia lanjut dan memelihara anak-anak yatim-piatu. Yohanna sendiri bertindak sebagai pemimpin biara selama 30 tahun. Dua orang puterinya telah menikah dan puteranya yang bungsu dipercayakan kepada ayah kandungnya. Ordo ini segera tersebar dan diminati banyak orang. Para uskup pun merasakan manfaat dan pengaruh ordo baru ini. Mereka mengajukan permohonan kepada Yohanna agar suster-suster dari Ordo Visitasi ini berkarya juga di keuskupannya. Sejak saat itu dibangunlah banyak biara Ordo Visitasi di setiap keuskupan. Pada tahun 1622, sepeninggal Fransiskus dari Sales, telah berdiri 13 buah biara Ordo Visitasi. Jumlah biara ini meningkat menjadi 90 buah ketika Yohanna sendiri meninggal dunia pada tanggal 13 Desember 1641. Meskipun tampaknya Yohanna sangat berhasil dalam karyanya, namun ia sendiri tidak luput dari berbagai rintangan dan kesulitan, lebih-lebih setelah kematian pembimbingnya Fransiskus dari Sales. Kesedihan besar menimpanya lagi ketika seorang anaknya dan beberapa rekan sebiara meninggal dunia.
Ketika ia wafat, Santo Vinsensius a Paulo hadir juga untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya. Tentang Yohanna, Vinsensius berkata: "Dia adalah orang yang sungguh beriman; berbagai penderitaan yang menghiasi sebagian besar hidupnya dihadapinya dengan kesabaran dan iman yang teguh. Ia tak pernah lalai dalam kesetiaannya kepada Tuhan yang memanggilnya. Maka saya anggap dia adalah orang yang paling suci yang saya jumpai di bumi ini." Dalam sebuah ekstase yang dialaminya, Vinsensius melihat sebuah bola api melayang ke udara, lalu melebur ke dalam sebuah bola api lainnya dan akhirnya menghilang dalam cahaya api ilahi. Penglihatan ini disusuli oleh suatu penerangan ilahi tentang arti kedua bola api itu: bola api pertama adalah jiwa Yohanna Fransiska yang disambut oleh jiwa Fransiskus dari Sales, bola api kedua. Mereka bersama-sama berbaur menyatu dan masuk ke dalam cahaya api surgawi. Yohanna tinggal di kota Moulins dan di sana pulalah ia wafat pada tanggal 13 Desember 1641.

Santo Hoa, Pengaku Iman
Hoa lahir di negeri Tiongkok pada tanggal 31 Desember 1775 dari sebuah keluarga kafir. Nama kecilnya ialah Simon Hoai-Hoa. Hoa sekeluarga kemudian menjadi Kristen. Ia belajar di Kolese Misi di negeri itu.
Ia cerdas sekali dan benar-benar memahami pelajaran agama dan kebajikan-kebajikan kristiani. Seusai menamatkan studinya, ia diangkat menjadi guru agama (katekis) yang pertama di daerah itu. Ternyata ia seorang katekis yang cerdas, bijaksana dan rajin sekali melaksanakan tugasnya. Setelah menikah, ia menjadi seorang suami dan ayah yang bijaksana dan beriman. Semangat pengabdiannya kepada Gereja tidak luntur. Ia rajin beribadat dan mempunyai keprihatinan besar terhadap nasib orang lain. Keluarga Hoa amat dermawan; rumahnya selalu terbuka kepada siapa saja, lebih-lebih bagi para imam yang dikejar oleh penguasa yang lalim. Segala keperluan mereka dicukupi oleh keluarga Hoa.
Hoa kemudian menjadi seorang dokter. Kepandaiannya merawat orang-orang sakit benar-benar dimanfaatkannya untuk menolong sesamanya. Lama kelamaan ia dicurigai oleh penguasa. Pada tanggal 15 April 1840 ketika berusia 65 tahun, ia ditangkap, dirantai dan kemudian digantung. Kemudian ia dibawa ke kota Hue untuk menerima hukuman lebih lanjut. Di sana Raja Minh-Meuh telah menyediakan berbagai alat siksaan yang mengerikan. Ia disesah dengan tongkat dan cambuk berduri yang mengerikan, lalu dijepit dengan besi panas. Namun Tuhan tidak membiarkan dia sendiri menanggung penderitaan itu. Berkat pertolongan Tuhan, ia tidak merasakan kesakitan; badannya pun tidak luka sedikit pun. Ia bahkan sanggup menahan penderitaannya itu dengan sabar dan perasaan gembira.
Pada tanggal 12 Desember 1840, hakim dan raja memberinya ancaman terakhir: "Patuh kepada raja dan dibebaskan; atau tetap teguh pada imannya dan dibunuh." Dalam keberanian seorang martir, Hoa dengan tegas memilih tawaran kedua, yakni tetap pada imannya kepada Yesus. Katanya: "Saya tidak akan mengkhianati Yesus Tuhanku sampai mati pun saya tidak akan pernah memungkiri iman saya kepadaNya." Keberaniannya ini menghantar dia kepada hukuman mati yang mengerikan. Di hadapannya diletakkan sebuah salib. Sambil memandang salib itu, ia berdoa: "Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku; janganlah menghukum mereka; kehidupan kekal bersama-Mu di surga sudah cukup bagiku daripada memiliki harta duniawi." Sesudah itu kepalanya dipenggal dengan kapak oleh seorang algojo. Selama 3 hari jenazahnya dipertunjukkan di tempat-tempat umum, lalu dimakamkan oleh umat Kristen yang ada di kota itu.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

13 Desember
St. Lusia
Santa yang dikagumi ini hidup di Syracuse, Sisilia. Ia dilahirkan pada akhir abad ketiga. Orangtuanya adalah bangsawan yang kaya raya serta terhormat. Ayahnya meninggal ketika Lusia masih kecil. Lusia secara diam-diam berjanji kepada Yesus bahwa ia tidak akan pernah menikah agar ia dapat menjadi milik-Nya saja. Lusia seorang gadis yang jelita dengan sepasang mata yang indah. Para pemuda bangsawan jatuh hati kepadanya. Ibunya mendesaknya untuk menikah dengan salah seorang dari mereka yang telah dipilihnya bagi Lusia. Tetapi Lusia tidak tertarik. Ia kemudian memikirkan suatu rencana untuk melunakkan hati ibunya. Ia tahu bahwa ibunya menderita sakit pendarahan. Lusia  membujuknya untuk pergi ke gereja St. Agatha dan berdoa mohon kesembuhan. Lusia pergi menemaninya dan mereka berdoa bersama. Ketika Tuhan mendengar doa mereka serta menyembuhkan ibunya, Lusia mengatakan kepada ibunya tentang ikrarnya untuk menjadi pengantin Kristus. Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas kesembuhannya, ibunya mengijinkan Lusia memenuhi panggilan hidupnya. Tetapi pemuda kepada siapa ibunya telah menjanjikan Lusia, amat marah karena kehilangan Lusia. Dalam puncak kemarahannya, ia melaporkan Lusia sebagai seorang pengikut Kristus. Ia mengancam hendak membutakan kedua mata Lusia. Tetapi, Lusia bahkan rela kehilangan kedua matanya daripada tidak menjadi pengantin Kristus. Dan itulah yang terjadi. Banyak patung yang kelak dibuat menggambarkan St. Lusia dengan matanya yang indah di telapak tangannya. Yesus membalas cinta Lusia yang gagah berani. Ia melakukan mukjizat dengan memulihkan mata Lusia kembali, bahkan jauh lebih indah dari sebelumnya.

Hakim yang kafir berusaha mengirim Lusia ke rumah wanita pendosa. Ia berharap agar Lusia dapat dibujuk untuk mengingkari Kristus. Tetapi ketika mereka berusaha membawanya ke sana, Tuhan menjadikan tubuh Lusia demikian berat sehingga mereka tidak dapat mengangkatnya. Pada akhirnya, Lusia ditikam dan menjadi martir bagi Yesus pada tahun 304.

“Bertautlah kepada-Nya, kepada Dia yang engkau cari, berpalinglah kepada-Nya dan temukanlah kebenaran; berpegangteguhlah kepada-Nya, mohon kepada-Nya untuk tidak bergegas pergi, mohon kepada-Nya untuk tidak meninggalkanmu.” St. Ambrosius
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Odilia atau Ottilia, Pengaku Iman
Konon, Odilia lahir di Obernheim, sebuah desa di pegunungan Vosge, Prancis pada tahun 660. Ayahnya, Adalric, seorang tuan tanah di daerah Alsace; ibunya bernama Bereswindis. Odilia lahir dalam keadaan buta sehingga menjadi bahan ejekan tetangga yang sangat memalukan keluarganya. Ayahnya sedih sekali menghadapi kenyataan pahit ini. Ia merasa bahwa kebutaan itu sangat merendahkan martabat keluarganya yang bangsawan itu. Sia-sia saja semua usaha istrinya untuk meyakinkan dia bahwa kebutaan itu mungkin merupakan suatu kehendak Tuhan yang mempunyai suatu maksud tersembunyi bagi kemuliaanNya. Siapa tahu anak ini di kemudian hari dapat menjadi berkat bagi orang lain. Adalric benar-benar bingung dan tidak sudi menerima kehadiran anak buta ini sebagai buah hatinya sendiri. Dia bahkan menghendaki agar bayinya itu dibunuh saja.
Tak ada jalan lain bagi ibu Bereswindis kecuali melarikan puterinya yang malang itu ke suatu tempat yang aman demi keselamatannya. Ia berprinsip: biarlah puterinya diserahkan kepada orang lain untuk dijadikan sebagai anak angkat. Orang lain itu ialah seorang ibu petani yang dahulu pernah menjadi pembantu di rumahnya. Ketika peristiwa pelarian ini diketahui banyak orang, ibu Bereswindis menyuruh ibu pengasuh itu melarikan bayinya ke Baume-les-Dames, dekat Besancon. Di sana ada sebuah biara suster. Untunglah bahwa suster-suster di biara itu rela menerima dan bersedia mengasuh Odilia. Sampai umur 12 tahun, anak itu belum juga dibaptis. Pada suatu hari Tuhan menggerakkan Santo Erhart, Uskup Regensburg, pergi ke biara Baume-les-Dames, tempat puteri malang itu berada. Di sana ia mempermandikan puteri buta itu dengan nama Odilia. Uskup Erhart pun menyentuh mata puteri buta itu, dan seketika itu juga matanya terbuka, dan ia dapat melihat. Mujizat ini segera diberitahukan kepada keluarga Odilia. Uskup Erhart pun memberitahukan kesembuhan mata Odilia di biara Suster-suster Baume-les-Dames kepada ayahnya. 
Tetapi sang ayah tetap menolak menerima dan mengakui Odilia sebagai anaknya. Hugh, kakak Odilia yang kagum akan mujizat penyembuhan adiknya berusaha mempertemukan Odilia dengan ayahnya di sebuah bukit, disaksikan oleh kerumunan rakyat. Melihat kenekatan Hugh, sang ayah menjadi berang, lalu memenggal kepala Hugh. Tetapi kemudian ia menyesali perbuatannya yang kejam itu dan dengan terharu menerima Odilia sebagai anaknya.
Odilia meneruskan karyanya di Obernheim bersama kawan-kawannya. Dia mengabdikan dirinya dalam karya-karya amal membantu orang-orang miskin dengan semangat pengabdian dan cinta kasih yang tinggi. Tak lama kemudian ayahnya bermaksud menikahkan dia dengan seorang pangeran. Hal ini ditolaknya dengan tegas dan Odilia kemudian melarikan diri ke tempat yang jauh dari ayahnya. Meskipun ia tetap dikejar-kejar dan dipaksa ayahnya, namun ia tetap pada pendiriannya. Akhirnya ayahnya mengalah dan membujuknya pulang dan berjanji mendirikan sebuah rumah yang bisa dijadikan sebagai biara di Hohenburg. Di situ ia menjadi kepala biara. Ia juga mendirikan biara lain di Niedermunster. Odilia wafat pada tanggal 13 Desember 720. Banyak mujizat terjadi di kuburnya.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

14 Desember
St. Yohanes dari Salib
Yohanes dilahirkan di Spanyol pada tahun 1542. Ia adalah putera seorang penenun. Yohanes bersekolah di sekolah untuk anak-anak miskin dan menjadi pesuruh direktur sebuah rumah sakit. Selama tujuh tahun, Yohanes bekerja sebagai pesuruh sambil belajar di sekolah Yesuit. Bahkan semasa mudanya Yohanes suka melakukan silih. Ia paham benar arti berkurban demi cinta kasih kepada Yesus.

Ketika usianya duapuluhsatu tahun, cintanya yang besar kepada Tuhan mendorongnya untuk masuk ke biara Karmel. Bersama St. Theresia dari Avila, St. Yohanes dipilih Tuhan untuk membawa semangat baru di antara para religius. Hidup Yohanes penuh dengan pencobaan. Meskipun ia berhasil membuka biara-biara baru di mana cara hidup sucinya dijalankan, ia sendiri dikecam. Ia bahkan dijebloskan ke dalam penjara dan harus mengalami penderitaan yang hebat. Suatu waktu, ia mengalami pencobaan-pencobaan yang dahsyat pula. Tampaknya Tuhan telah meninggalkannya seorang diri dan ia merasa sangat menderita. Namun demikian, ketika badai pencobaan tersebut telah berlalu, Tuhan memberi ganjaran kepada hambanya yang setia itu. Ia menganugerahinya kedamaian hati dan sukacita. St. Yohanes menikmati hubungan yang mesra serta akrab dengan Tuhan. Malahan, Bunda Maria sendiri yang menunjukan kepada Yohanes bagaimana meloloskan diri dari sel penjaranya.

St. Yohanes mempunyai cara mengagumkan dalam menghadapi para pendosa. Suatu ketika seorang wanita cantik tetapi pendosa berusaha membuatnya jatuh dalam dosa. St. Yohanes berbicara kepadanya sedemikian rupa hingga wanita itu dibimbing untuk mengubah cara hidupnya. Seorang wanita lain, mempunyai kelakuan yang sedemikian rupa, hingga membuatnya dijuluki “wanita mengerikan”. Tetapi, dengan sikapnya yang lemah lembut, St. Yohanes tahu bagaimana mengatasinya.

St. Yohanes dari Salib mohon kepada Tuhan untuk mengijinkannya menderita setiap hari demi cinta kasihnya kepada Yesus. Untuk membalas kasihnya itu, Yesus menampakkan diri kepada St. Yohanes dengan suatu cara yang amat istimewa. St. Yohanes terkenal oleh karena buku-buku rohaninya yang menunjukkan kepada kita bagaimana membangun hubungan yang akrab dan mesra dengan Tuhan. St. Yohanes wafat pada tanggal 14 Desember 1591. Ia digelari Doktor Gereja oleh Paus Pius XI pada tahun 1926.

“Pintu masuk yang menghantarnya kepada kekayaan kebijaksanaan adalah salib; oleh sebab salib adalah pintu yang sempit, meskipun banyak orang mencari sukacita yang dapat diperoleh darinya, karunia tersebut hanya diberikan kepada sedikit orang yang rindu untuk melaluinya.” 
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Venantius Fortunatus, Uskup dan Pengaku Iman
Venantius Honorius Clementianus Fortunatus lahir di Treviso, Italia Utara, pada tahun 600. Ia belajar di Milano dan Ravenna. Pada tahun 565 ia berziarah ke makam Santo Martinus dari Tours di Gaul (sekarang: Prancis). Dalam perjalanan itu ia mengunjungi beberapa raja dari suku-suku bangsa Jerman yang berada di dalam wilayah Propinsi Romawi Gaul. Ia diterima dengan ramah di istana Sigebertus, seorang Raja Frank dari Austrasia, dan tinggal di sana selama satu tahun. Ia kemudian pergi ke Poiters, dan menetap di sana sebagai kapelan dan sahabat karib Santo Radegunde, Abbas sebuah biara di sana. Pada tahun 599 ia diangkat menjadi uskup di Poiters.
Karya-karya tulisnya dikarang dalam bahasa Latin yang halus, seperti Hymne yang digubahnya untuk menghormati Raja Sigebertus, Santo Radegunde dan pelindung-pelindung suci lainnya dan kehidupan para kudus dalam syair dan prosa. Dua dari hymnenya dimasukkan dalam teks liturgi Gereja, seperti Pange Lingua Gloriosa yang digunakan pada Hari Kamis Putih, dan Vexilla Rege Prodeunt, sebuah lagu Vesper selama Masa Puasa dan Ibadat Sore (Vesper) pada Pesta Tubuh Kristus.
Tulisan-tulisan syair dan prosa Santo Venantius Fortunatus penuh dengan uraian dan komentar tentang keadaan hidup masyarakat di mana ia hidup dan berkarya. Tulisan-tulisan itu memberikan suatu gambaran yang bernilai tentang pengaruh peradaban Kristen pada bangsa-bangsa Barbar Gaul pada masa hidupnya.

Santo Spiridion, Uskup dan Pengaku Iman
Spiridion lahir di Cyprus dari sebuah keluarga yang miskin dan amat sederhana namun kaya akan harta surgawi. Semasa mudanya ia ditugaskan menggembala dornba-domba. Ia seorang anak yang lemah-lembut, rela menolong orang yang membutuhkan bantuannya, bersikap ramah kepada teman-temannya serta rendah hati. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan di sekolah diisi dengan usaha-usaha yang praktis. Ia menggemari keindahan alam, yang menghantar dia kepada renungan-renungan mendalam tentang Sang Pencipta alam semesta. Dengan mengagumi keindahan alam raya, ia disemangati untuk memuja Tuhan dengan doa dan renungan. Di kemudian hari ketika ia memasuki usia dewasa, semua pengalaman rohaninya menggerakkan dia menjadi seorang dermawan. Rumahnya senantiasa terbuka kepada orang-orang miskin yang datang meminta bantuannya. Oleh penduduk setempat ia dianggap sebagai orang yang saleh.
Sepeninggal uskup kota Leukosia, Spiridion dipilih menjadi uskup oleh semua imam dan segenap umat. Tetapi ia dengan rendah hati menolak kehormatan itu, karena merasa diri tidak memiliki cukup pengetahuan dan tak pernah memperoleh pendidikan yang sebanding dengan jabatan sebagai uskup. Akan tetapi ia tidak berdaya menghadapi tuntutan kehendak semua imam dan seluruh umat. Ia akhirnya menyerah dan ditahbiskan menjadi uskup.
Dalam melaksanakan karyanya sebagai uskup, ternyata Spiridion tampil sebagai seorang gembala yang mengagumkan. Kotbahnya yang penuh semangat itu sungguh menyentuh hati umat dan mempertebal keyakinan umat akan kebenaran-kebenaran iman Kristen. Ia sendiri tidak memaksakan umat untuk melakukan sesuatu yang tidak dilakukannya sehari-hari. Kesaksian hidupnya yang baik sudah merupakan suatu kotbah konkrit kepada umat.
Pada masa penganiayaan umat Kristen oleh Kaisar Maksimianus, banyak orang beriman bersama uskup dan imam-imamnya dihukum kerja paksa di tambang-tambang; tetapi kerja paksa itu segera berakhir pada waktu Konstantin Agung menjadi Kaisar Roma pada tahun 312. Spiridion dibebaskan dan mulai berkarya lagi di keuskupannya.
Sebagai uskup, Spiridion juga menghadiri Konsili Nicea. Pada waktu itu ia berhasil mentobatkan seorang filsuf kafir bukan dengan bujukan melainkan dengan kata-kata bijak yang menjelaskan hakekat iman Kristen. Spiridion meninggal dunia pada tahun 340.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

15 Desember
St. Nino.
Nino adalah seorang gadis pengikut Kristus yang hidup pada abad keempat. Ia diculik dan dibawa ke Iberia sebagai budak. Di negara yang belum mengenal Tuhan itu, kebaikan hati serta kesucian hidup Nino menimbulkan kesan mendalam bagi para penduduknya. Memperhatikan betapa seringnya Nino berdoa, mereka bertanya kepadanya mengenai agamanya. Jawaban sederhana yang diberikan Nino kepada mereka adalah bahwa ia menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan. Tuhan memilih gadis budak yang taat serta saleh ini untuk mewartakan Kristus kepada Iberia.

Suatu hari, seorang ibu membawa bayinya yang sakit kepada Nino serta meminta nasehat bagi kesembuhannya. Nino membungkus bayi itu dengan mantolnya. Ia mengatakan kepada si ibu bahwa Yesus Kristus dapat menyembuhkan bahkan penyakit yang paling parah sekalipun. Kemudian Nino menyerahkan anak kecil itu kembali dan ibunya melihat bahwa anaknya telah sembuh sama sekali dari penyakitnya. Ratu Iberia mendengar tentang mukjizat ini. Karena ia sendiri sedang sakit, ia pergi menemui Nino. Ketika ratu juga disembuhkan, ratu hendak menyampaikan terima kasih kepadanya. Tetapi Nino mengatakan: “Ini karya Kristus, bukan saya. Dan Kristus adalah Putra Allah yang menjadikan dunia ini.” Ratu menceritakan seluruh kisah kesembuhannya kepada raja. Ratu juga mengulang kepada suaminya apa yang dikatakan oleh gadis budak itu perihal Yesus Kristus. Tak lama sesudahnya, raja tersesat dalam kabut tebal ketika sedang pergi berburu. Kemudian ia ingat akan apa yang diceritakan isterinya. Raja mengatakan bahwa jika Yesus Kristus mau membimbingnya pulang ke rumah dengan selamat, ia akan percaya kepada-Nya. Seketika itu juga kabut terangkat, dan raja memegang janjinya.

St. Nino sendiri yang mengajarkan kebenaran-kebenaran Kristiani kepada raja dan ratu. Mereka memberi ijin kepada St. Nino untuk mengajar penduduk mereka juga. Sementara itu, raja mulai mendirikan sebuah gereja. Kemudian ia mengirimkan utusan kepada kaisar Kristen, Kaisar Konstantin, untuk menyampaikan kabar bahwa ia telah berbalik kepada Kristus. Ia meminta kaisar untuk mengirimkan para uskup serta para imam ke Iberia.

Jadi, demikianlah seorang gadis budak yang miskin telah membawa penduduk seluruh negeri masuk ke dalam pelukan Gereja.

Melalui hidupnya, Nino memberi kesaksian bahwa Tuhan dapat mendatangkan yang baik bahkan dari keadaan yang teramat buruk sekalipun. 
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Kristiana, Pengaku Iman
Asal mula Agama Kristen di Kerajaan Georgia, Iberia, Sovyet Selatan tidak begitu jelas. Namun permulaan pewartaan Injil di sana dibeberkan oleh Rufinus dalam sebuah tulisannya yang kemudian menjadi tradisi negeri itu. Konon pada permulaan abad ke-4, seorang gadis yang tidak dikenal namanya diseret ke muka pengadilan dan dipenjarakan di kota itu. Ketika ditanyai oleh hakim, dengan tenang tetapi tegas ia memperkenalkan diri sebagai penganut agama Kristen yang mengakui Kristus sebagai Allah. Di kota itu ia memang terkenal sebagai orang yang saleh, bersahaja hidupnya dan murni kepribadiannya. Ia banyak berdoa.

Cara hidupnya itu sangat menarik simpati masyarakat. Banyak orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Pada suatu hari seorang ibu datang kepadanya dengan membawa serta bayinya yang sedang sakit untuk didoakan. Kristiana menutupi bayi itu dengan mantelnya yang kusam, lalu ia berdoa sambil menyebut-nyebut nama Yesus; ia kemudian menyerahkan kembali bayi itu kepada ibunya dalam keadaan sudah sembuh. Berita tentang peristiwa ini menggegerkan segenap penduduk kota itu. Ratu Iberia sendiri kebetulan juga sedang sakit; ia pergi kepada Kristiana untuk didoakan kesembuhannya. Ternyata sang ratu pun disembuhkan. Ketika ratu memberikan hadiah kepadanya sebagai ungkapan syukur dan terima kasih, Kristiana berkata: "Penyembuhan atas diri ratu bukanlah perbuatan saya melainkan karya Tuhanku Yesus. Ia adalah Putera Allah yang menciptakan dunia ini." Kepada ratu, Kristiana menekankan bahwa Yesus dapat menyembuhkan semua penyakit bahkan yang paling parah pun dapat disembuhkanNya apabila kita percaya kepada-Nya. Hal itu disampaikan kepada raja, dan raja benar-benar heran akan peristiwa penyembuhan permaisurinya. Pada suatu hari raja tersesat di dalam hutan sewaktu berburu; dalam kebingungan, ia berkata dalam hati: "Kalau Yesus betul-betul Allah dan mau menunjukkan jalan bagiku maka saya akan percaya kepada-Nya." Dalam sekejap raja menemukan jalan keluar dari ketersesatannya. Sejak itu ia bersama permaisurinya bertobat dan menjadi Kristen.
Gadis tak dikenal namanya itu kemudian dinamakan masyarakat setempat Nino. Dalam buku para Martir Roma, ia disebut Kristiana. Sang Raja dengan isterinya minta diajari agama oleh Nino. Maka Nino pun bebas mengajar agama ke mana-mana. Ia bahkan diizinkan mendirikan gereja. Kata cerita, ketika gereja itu sedang dibangun, ada kesukaran mengangkat pilar besar. Tetapi kemudian ada mukjizat: di hadapan orang banyak, pilar itu bergerak sendiri ke arah yang benar. Raja mengirim utusan ke Kaisar Konstantinus, minta supaya dikirim uskup dan imam-imam ke sana untuk mengajar agama. Rufinus mengarang cerita ini berdasarkan sumber dari putera raja sendiri: Bakur, yang ia jumpai di Palestina pada permulaan abad ke-5. Dan cerita itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa: Yunani, Syria, Armenia, Arab, dll.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

16 Desember
St. Adelaide
St Adelaide dilahirkan pada tahun 931. Dalam usia enambelas tahun, Puteri Burgundi ini dinikahkan dengan Raja Lothair. Tiga tahun kemudian, suaminya meninggal dunia. Penguasa yang diyakini telah meracuni suaminya berusaha menjadikan Adelaide sebagai isteri puteranya. Adelaide tentu saja menolak. Dalam murkanya, sang penguasa memperlakukannya dengan kejam. Ia bahkan mengurung Adelaide dalam sebuah benteng di tengah sebuah danau.

Adelaide diselamatkan ketika Raja Otto Agung dari Jerman menaklukkan penguasa ini. Meski Adelaide duapuluh tahun lebih muda darinya, Otto menikahi Puteri Adelaide yang cantik pada Hari Natal. Ketika raja membawa pulang ratunya yang baru, rakyat Jerman segera mencintainya. Adelaide seorang yang lemah lembut dan anggun lagi cantik jelita. Tuhan menganugerahkan lima anak kepada pasangan kerajaan ini. Mereka hidup bahagia selama duapuluh dua tahun. Ketika Otto mangkat, putera sulung Adelaide menjadi penguasa. Puteranya ini, Otto Kedua, seorang yang baik, tetapi terlalu cepat bertindak tanpa pikir panjang. Ia melawan ibunya sendiri sehingga ibunya meninggalkan istana. Dalam kepedihan hatinya, Adelaide minta pertolongan seorang abbas, St Majolus. Abbas ini membuat Otto menyesali perbuatannya. Adelaide menemui puteranya di Italia dan raja memohon pengampunan dari bundanya. Adelaide berdoa bagi puteranya dengan membawa persembahan ke tempat ziarah St. Martin dari Tours.

Di masa tuanya, St Adelaide dipanggil untuk memimpin negara sementara cucunya masih kanak-kanak. Ia membangun banyak biara dan berkarya demi mempertobatkan orang-orang Slavic. Sepanjang hidupnya, ratu yang kudus ini taat pada nasehat orang-orang kudus. Ia senantiasa siap sedia mengampuni mereka yang bersalah kepadanya. St Addle dari Cluny menyebutnya sebagai “perpaduan mengagumkan dari keelokan dan keanggunan.”

St Adelaide wafat pada tanggal 16 Desember 999.   

Perempuan kudus ini dicintai sebagai seorang penguasa yang bijaksana. Bagaimanakah rahmat Tuhan berkarya dalam diriku sendiri?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Sturmius, Abbas
Murid Santo Bonifasius ini lahir pada tahun 715 dan menjadi Abbas pertama biara termashyur di Fulda, Jerman. Karena lama bertengkar dengan Santo Lullus yang ingin memiliki relikui Bonifasius, ia dibuang. Akan tetapi ia cepat direhabilitir. Ia membangun biara dan menjalankan karya misi. Sturmius mengikuti Kaisar Karolus Agung ke medan perang. Sturmius meninggal dunia pada tahun 779.

Santa Teofanu
Teofanu adalah permaisuri Kaisar Leon VI yang diceraikan dan dibuang oleh suaminya. Ia kemudian menghabiskan tahun-tahun sisa hidupnya dalam sebuah biara di Konstantinopel. Ia sangat saleh. Teofanu meninggal dunia pada tahun 897.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

17 Desember
St. Olympias
St. Olympias dilahirkan sekitar tahun 361. Ia termasuk dalam keluarga besar Konstantinopel. Ketika ditinggalkan kedua orangtuanya sebagai yatim piatu, ia diserahkan dalam pemeliharaan seorang perempuan Kristen yang mengagumkan. Olympias menerima banyak warisan dari orangtuanya dan ia juga cantik serta menarik. Sebab itu tak sulit bagi pamannya untuk menjodohkannya pada Nebridius, seorang gubernur Konstantinopel. St. Gregorius Nazianzen memohon maaf tak dapat datang menghadiri perkawinannya. Sebagai hadiah, St Gregorius mengirimkan sebuah puisi penuh nasehat bijak bagi Olympias.

Nebridius meninggal dunia tak lama sesudahnya. Kaisar mendorong Olympias untuk menikah lagi. Tetapi, ia menjawab, “Andai Tuhan menghendakiku tetap sebagai seorang isteri, Ia tak akan mengambil Nebridius.” Ia menolak untuk menikah lagi. St Gregorius menyebutnya “kemuliaan para janda dalam Gereja Timur.” Bersama sejumlah perempuan saleh lainnya, Olympias melewatkan hidupnya dengan melakukan karya-karya amal kasih. Ia berpakaian sederhana dan banyak berdoa. Dengan suka hati ia membagi-bagikan uangnya kepada mereka yang membutuhkan. Akhirnya, St. Yohanes Krisostomus  harus mengatakan kepadanya untuk berhati-hati dalam mendermakan hartanya, “Janganlah engkau mendorong kemalasan mereka yang tanpa perlu hidup bergantung padamu,” katanya, “hal itu seperti membuang uang ke dalam laut.”

St Yohanes Krisostomus menjadi Uskup Agung Konstantinopel. Sebagai uskup agung, ia membimbing Olympias dan para pengikutnya dalam karya mereka. Para perempuan itu mendirikan wisma bagi anak-anak yatim piatu dan mereka juga membangun sebuah kapel. Mereka memberikan sumbangan besar kepada banyak orang. St Yohanes Krisostomus menjadi pembimbing terkasih Olympias. Ketika uskup agung itu diasingkan, Olympias amat berduka. Ia sendiri kemudian juga harus menanggung aniaya. Komunitas para janda dan perempuan selibat yang dipimpinnya dipaksa menghentikan karya belas kasih mereka. Di samping itu, kesehatan Olympias memburuk dan ia menanggung banyak kritik. St Yohanes menulis kepadanya, “Aku tak dapat berhenti menyebutmu kudus. Kesabaran dan ketegaran dengan mana engkau menanggung penderitaanmu, pula kebijaksanaan, kearifan dan belas kasihmu telah memperolehkan bagimu kemuliaan dan ganjaran besar.”

St Olympias wafat pada tahun 408 dalam usia menjelang empatpuluh tahun. Orang menggambarkannya sebagai “seorang perempuan mengagumkan, bagai sebuah bejana berharga yang penuh Roh Kudus.”

Kemurahan hati St Olympias menyentuh hidup banyak orang. Bagaimanakah aku dapat terlebih murah hati kepada mereka yang di sekelilingku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Lazarus, Sahabat Yesus
Lazarus yang berarti Tuhan telah menolong dikenal di dalam Kitab Suci sebagai saudara Marta dan Maria. Bersama kedua saudarinya, Lazarus tinggal di Betania, sebuah desa kecil yang terletak di tebing Timur bukit Zaitun. Yesus bersahabat baik dengannya. Ketika ia jatuh sakit, Marta dan Maria mengirim khabar kepada Yesus untuk datang melihatnya.
Dari persahabatan itu kita menyaksikan terjadinya suatu peristiwa mujizat. Yesus membangkitkannya dari kematian (Yoh 11:1-44) dan enam hari kemudian Ia menjadikannya teman makan semeja (Yoh 12: 1-11). Dalam Injil Lukas 16:19-31, yang mengetengahkan perumpamaan tentang orang kaya yang hidup bermewah-mewah, Lazarus ditampilkan sebagai si miskin yang sedang mengemis minta makan. Di sana dilukiskan bahwa Lazarus yang miskin itu akhimya berkenan kepada Tuhan dan duduk di pangkuan Abraham, sedangkan orang kaya itu masuk ke dalam api siksaan kekal.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

18 Desember
St. Flannan
Flannan hidup sekitar abad ketujuh. Ia adalah putera seorang kepala suku Irlandia bernama Turlough. Flannan dididik oleh para biarawan. Ia juga belajar pertanian dari mereka. Di Roma, Paus Yohanes IV menjadikannya seorang uskup. Paus melakukan ini sebab ia mengenali kebijaksanaan dan kekudusan Flannan. Ketika St Flannan kembali ke Irlandia, semua orang di wilayahnya, Killaloe, datang menyongsong. Mereka antusias untuk mendengarkan pengajaran yang dibawa St Flannan dari paus di Roma.

Uskup Flannan mengajar umatnya begitu baik, bahkan ayahnya memutuskan untuk menjadi seorang biarawan. Kepala suku yang sudah lanjut usia ini pergi kepada St Colman untuk mendapatkan pengajaran dalam hidup membiara. Pada saat yang sama, ia mohon berkat bagi keluarganya, sebab tiga dari puteranya tewas terbunuh. St Colman menubuatkan, “Daripadamu akan bangkit tujuh raja.” Dan kelak terjadilah demikian.

St Flannan khawatir, sebab ia adalah bagian dari keluarga, kalau-kalau ia menjadi raja juga. Jadi ia berdoa agar menjadi buruk rupa. Dan segeralah wajahnya menjadi bopeng. Ia memanjatkan permohonan yang aneh ini sebab ia ingin bebas untuk mengikuti panggilannya. Ia rindu membaktikan diri sepenuhnya demi melayani Tuhan dan umat-Nya.

Dengan bakat dan talentanya, St Flannan mengikuti kehendak Tuhan dalam hidupnya. Adakah bakat dan talenta yang kumiliki yang dapat aku pergunakan untuk melayani Tuhan?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Makrina Muda, Perawan
Kaum kerabat Santa Makrina Muda yang hidup di Asia Kecil sangat masyhur, baik dipandang dari pihak ayahnya, maupun dari pihak ibunya. Hal itu bukanlah disebabkan oleh kekayaan mereka atau keunggulan duniawi lainnya melainkan oleh keutamaan hidupnya yang saleh.
Orang-tua ayahnya kehilangan segala-galanya sewaktu terjadi penganiayaan terhadap umat Kristen dan penghambatan agama lalu terpaksa melarikan diri ke hutan dan tinggal di persembunyian itu selama tujuh tahun. Nenek dan ayah-ibunya mati terbunuh sebagai martir. Ayahnya, Basilius Tua, serta ibunya, Emilia, dihormati juga sebagai orang kudus. Kecuali itu dari antara sembilan adiknya, tiga orang menjadi sokoguru Gereja yang saleh dan kokoh imannya.
Makrina adalah anak sulung dari keluarga yang luar biasa itu. Sepeninggal tunangannya, Makrina memilih cara hidup murni. Ia tinggal di rumah menjadi pembantu dan penghibur ibunya, pengurus rumahtangga dan pendidik adik-adiknya.
Adiknya laki-laki yang pertama, Basilius, menjadi orang kudus terkenal dengan gelar Basilius Agung dan Bapa para Rahib di Gereja Timur dan Bapa Gereja; adiknya yang kedua, Naukratius, memilih hidup sebagai seorang awam; ia sangat dermawan terhadap orang-orang miskin.
Adiknya yang lain, yaitu Gregorius yang kemudian terkenal dengan nama Gregorius dari Nyssa dihormati sebagai Bapa Gereja. Sedang yang bungsu, yaitu Petrus, kemudian menjadi Uskup di Sebaste dan di gelar kudus juga. Ketika semua adiknya telah menjadi dewasa, Makrina masuk biara yang didirikan oleh Basilius, adiknya. Tahun 379, dalam keadaan sangat miskin, Makrina meninggal dunia. Riwayat hidupnya dikarang oleh Santo Gregorius dari Nyssa.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

19 Desember
Beato Urbanus V
Nama Beato Urbanus sebelum ia diangkat menjadi paus adalah William de Grimoard. Ia dilahirkan di Perancis pada tahun 1310 dan menjadi seorang biarawan Benediktin. Setelah diberi kepercayaan untuk memegang banyak jabatan tinggi, ia diangkat menjadi paus. Pada waktu itu, paus tinggal di kota Avignon di Perancis. Urbanus bertekad untuk pergi ke Roma, sebab disanalah seharusnya seorang paus tinggal. Paus adalah Uskup Roma dan Urbanus tahu bahwa tempatnya adalah di Roma. Ada banyak hambatan serta kesulitan. Umat di Perancis berkeberatan atas kepergiannya, tetapi Urbanus melakukan apa yang dianggapnya benar.

Penduduk kota Roma amat bersukacita atas kembalinya paus. Terutama sekali mereka bersukacita sebab seorang kudus seperti Urbanus V ada di tengah-tengah mereka. Urbanus segera mulai memperbaiki gereja-gereja besar di Roma. Ia menolong para miskin papa serta mendorong umatnya untuk hidup taat dan saleh kembali. Kaisar Charles V menaruh rasa hormat yang besar kepada Bapa Suci. Namun, Urbanus harus menghadapi berbagai macam persoalan yang berat. Salah satunya adalah, ia semakin sering sakit dan tubuhnya semakin lama semakin lemah. Banyak dari para kardinalnya yang terus-menerus mendesaknya agar kembali ke Avignon. Jadi, pada akhirnya ia menyerah. Sementara ia bersiap-siap untuk meninggalkan Roma, penduduk kota memohonnya dengan sangat untuk tetap tinggal. Urbanus merasa amat sedih, tetapi ia pergi juga. Tiga bulan kemudian St. Urbanus wafat, yaitu pada tahun 1370.

Meninggalkan Roma bukanlah tindakan yang benar, karena sebagai uskup kota Roma, ia harus berada di sana. Selain dari kelemahannya itu, Urbanus adalah seorang yang amat baik serta kudus. Ia banyak berkarya bagi Gereja, bagi sekolah-sekolah serta perguruan tinggi, dan bagi orang banyak. Ia disebut “suatu terang dunia dan jalan kebenaran”

Kadang-kala kita dihadapkan pada pilihan yang sulit. Pada saat-saat demikian, marilah berdoa memohon terang Kristus untuk membimbing kita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Nemesio, Martir
Nemesio berkebangsaan Mesir. Pada waktu Kaisar Decius melancarkan penganiayaan terhadap umat Kristen dan gencar menghambat kemajuan agama Kristen, ia berada di Aleksandria. Ia bukan saja seorang serani yang baik, melainkan juga seorang rasul yang giat. Oleh sebab itu ia dibenci oleh orang-orang kafir yang fanatik, ditangkap, dan diajukan ke pengadilan dengan tuduhan sebagai seorang pencuri. Ia kemudian dilepaskan lagi karena ternyata tidak bersalah. Tidak lama kemudian ia sekali lagi ditangkap karena imannya dan dibawa ke pengadilan Prefek Romawi di Aleksandria. Dengan terus terang ia mengakui imannya di muka hakim. Karenanya Nemesio dicemeti dan disiksa secara ngeri. Terdorong oleh cinta kasih kepada penebusnya, ia dengan sabar dan gembira menanggung semua penderitaan yang ditimpakan kepadanya.
Ia mengerti bahwa seperti para rasul di Sanhendrin, ia telah dipandang layak menderita penghinaan karena Yesus. Akhirnya ia dihukum mati bakar bersama dengan beberapa penjahat kakap di daerah itu. Empat orang prajurit Romawi yang beragama Kristen dan seorang lainnya mendampingi Nemesio dalam saat-saat terakhir menghadapi maut. Mereka menghibur dia dan memberinya makan. Karena perbuatan mereka itu diketahui oleh Prefek Aleksandria, kelima orang serani itu pun dihukum mati dengan pedang. Nemesio mati sebagai martir pada tahun 247.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

20 Desember
St. Dominikus dari Silos
Dominikus, seorang anak Spanyol penggembala domba, dilahirkan pada awal abad kesebelas. Ia melewatkan sebagian besar waktunya seorang diri dengan ditemani kawanan dombanya di lembah pegunungan Pyrenees. Di sanalah ia mulai mencintai doa. Segera Dominikus menjadi seorang biarawan, seorang biarawan yang amat baik. Ia diangkat menjadi abbas (artinya pemimpin biara) dan membawa banyak kemajuan bagi biaranya.

Tetapi, suatu hari Raja Garcia III dari Navarre, Spanyol menyatakan bahwa sebagian dari harta milik biara adalah miliknya. St. Dominikus menolak memberikannya kepada raja. Ia berpendapat bahwa tidaklah benar menyerahkan harta milik Gereja kepada raja. Keputusannya ini membuat raja amat murka. Ia memerintahkan Dominikus untuk segera meninggalkan kerajaannya. Abbas Dominikus serta para biarawannya disambut dengan hangat oleh seorang raja lain, Ferdinand I dari Castile. Ferdinand mengatakan bahwa mereka boleh menempati suatu biara tua yang dikenal sebagai biara St. Sebastianus di Silos. Biara ini terletak di suatu daerah yang terpencil dan dalam keadaan rusak parah. Tetapi dengan Dominikus sebagai kepala biaranya, segera saja biara tersebut berubah penampilannya. Malahan, Dominikus menjadikannya sebagai salah satu biara yang paling terkenal di seluruh Spanyol.

St. Dominikus mengadakan banyak mukjizat dengan menyembuhkan berbagai macam penyakit.

Bertahun-tahun setelah kematiannya, St. Dominikus menampakkan diri kepada seorang isteri dan ibu. Nama wanita itu ialah Yoana, sekarang dikenal sebagai Beata Yoana dari Aza. St. Dominikus mengatakan kepadanya bahwa Tuhan akan mengirimkan seorang anak laki-laki lagi kepadanya. Ketika puteranya itu lahir, Yoana memberinya nama Dominikus sebagai ungkapan rasa syukurnya. Dominikus inilah yang kelak menjadi St. Dominikus yang agung, pendiri Ordo Dominikan.

St. Dominikus dari Silos wafat pada tanggal 20 Desember 1073.

Melalui doa-doanya setiap hari, St. Dominikus membina hubungan yang mesra abadi dengan Tuhan. Luangkan sedikit waktu - meskipun hanya sepuluh menit saja - untuk berdoa setiap pagi, dan bertekunlah dalam doamu itu.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Filigon, Uskup dan Pengaku Iman
Filigon terkenal sebagai seorang pengacara kawakan di kota Antiokia, Asia Kecil, pada abad keempat. Ia terkenal karena pidato-pidatonya yang berapi-api dan keberaniannya membela kliennya di muka pengadilan: Ia tidak pernah kalah dalam semua perkara yang dibelanya. Ia orang jujur dan biasanya tidak bersedia membela orang-orang yang jelas-jelas berbuat salah. Sebagai orang Kristen, ia lebih dikenal karena kesalehan dan perbuatan-perbuatan amalnya. Pada waktu Vitalis, uskup kota Antiokia meninggal dunia, Filigon terpilih menjadi Uskup Antiokia. Pengangkatan Filigon ini menyimpang dari kebiasaan yang berlaku dalam hal pemilihan calon uskup di antara imam-imam yang ada. Filigon menolak pilihan itu, namun atas desakan umat, ia akhirnya bersedia ditahbiskan menjadi uskup. Sejak itu keahliannya diabdikannya demi kepentingan Gereja dan pembelaan iman para rasul terhadap serangan kaum bidat.
Santo Yohanes Krisostomus memujinya sebagai seorang uskup yang suci, bijaksana, lagi rajin. Ia juga memuji kemurahan hati Filigon dalam memperhatikan kepentingan umatnya. Dalam kamus hidupnya tidak terdapat kata-kata yang menaburkan benih kebencian diantara manusia, seperti: "saya punya" dan "engkau punya'". Miliknya menjadi juga milik orang miskin. Ketenangan jiwanya tidak pernah terganggu oleh kecemasan akan harta benda duniawi; hatinya tiada pernah ke sana. Lima tahun sesudah menjabat uskup, Filigon meninggal dunia.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

21 Desember
S. Petrus Kanisius
Petrus, seorang Belanda, dilahirkan pada tahun 1521. Ayahnya menghendaki agar ia kelak menjadi seorang pengacara. Untuk menyenangkan hati ayahnya, Petrus muda mulai belajar ilmu hukum sebelum ia menyelesaikan seluruh mata pelajarannya yang lain. Namun demikian, segera saja ia menyadari bahwa ia tidak akan pernah bahagia dengan profesi tersebut. Pada waktu itu, semua orang sedang membicarakan tentang khotbah Beato Petrus Faber yang mengagumkan. Pastor Faber adalah salah seorang dari anggota Serikat Yesus yang pertama. Ketika Petrus Kanisius mendengarkan khotbah Pastor Faber, ia tahu bahwa ia juga akan berbahagia melayani Tuhan sebagai seorang Yesuit. Jadi, ia bergabung dengan Serikat Yesus. Setelah beberapa tahun dilewatkannya dengan belajar dan berdoa, ia ditahbiskan sebagai seorang imam.

St. Ignatius segera menyadari betapa taat serta penuh semangatnya St. Petrus Kanisius. St. Ignatius mengutusnya ke Jerman di mana St. Petrus kemudian berkarya selama empatpuluh tahun lamanya. Sangatlah sulit menyebutkan semua karya besar St. Petrus Kanisus, doa-doanya serta pengorbanannya sepanjang waktu itu. Yang menjadi perhatian utamanya adalah menyelamatkan banyak penduduk Jerman dari bidaah-bidaah pada masa itu. Ia juga berdaya upaya untuk membawa kembali mereka yang telah menerima ajaran-ajaran sesat tersebut ke pangkuan Gereja Katolik. Dikisahkan bahwa ia menempuh jarak kurang lebih duapuluh ribu mil (± 32,187 km) dalam waktu tiga puluh tahun. Perjalanan sejauh itu ditempuhnya dengan berjalan kaki atau dengan menunggang kuda. Meskipun banyak kesibukannya, St. Petrus Kanisius masih sempat juga menulis banyak buku tentang iman. Ia menyadari betapa pentingnya buku itu. Jadi, ia mengadakan kampanye untuk menghentikan diperjualbelikannya buku-buku yang tidak baik. Sementara itu, ia melakukan segala daya upaya untuk menyebarluaskan buku-buku yang baik, yang mengajarkan iman. Dua buah buku katekese yang ditulis oleh St. Petrus Kanisius menjadi demikian disukai hingga harus dicetak ulang lebih dari duaratus kali dan diterjemahkan ke dalam limabelas bahasa.

Kepada mereka yang mengatakan bahwa ia bekerja terlalu keras, St. Petrus Kanisius akan menjawab, “Jika kamu mempunyai terlalu banyak perkara untuk dikerjakan, maka dengan bantuan Tuhan, kamu akan memperoleh cukup waktu untuk mengerjakan semuanya.” Santo yang mengagumkan ini wafat pada tahun 1597. Ia dinyatakan sebagai Doktor Gereja oleh Paus Pius XI pada tahun 1925.

“Aku mohon agar dijadikan bersih sepenuhnya oleh-Mu, berjubahkan Engkau, dan menjadi gilang-gemilang oleh karena Engkau.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

22 Desember
S. Fransiska Xaveria Cabrini
Fransiska dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1850. Sebagai seorang anak yang dibesarkan di Italia, ia berangan-angan untuk suatu hari kelak menjadi seorang misionaris yang diutus ke Cina. Ia menghanyutkan perahu-perahu kertasnya ke sungai untuk menghidupkan “khayalannya”. Perahu-perahu kertas itu berlayar untuk membawa para misionaris ke Cina. Dan Fransiska pun mulai berpantang permen karena di Cina mungkin ia tidak akan lagi dapat menikmatinya. Namun demikian, ketika Fransiska telah dewasa, ia tidak diterima di kedua biara di mana ia ingin bergabung. Kesehatannya tidaklah terlalu bagus. Ia mengajar di sekolah untuk beberapa waktu lamanya. Kemudian seorang imam memintanya untuk membantu di sebuah panti asuhan kecil. Amatlah berat bagi Fransiska membantu di sana oleh karena wanita pengurus panti tersebut. Tetapi, Fransiska tetap bertahan. Beberapa wanita yang baik hati bergabung dengannya. Bersama-sama, mereka mengucapkan kaul.

Pada akhirnya, Bapa Uskup meminta Fransiska untuk membentuk kongregasi para biarawati misionaris. Tanpa ragu sedikit pun Fransiska segera mulai. Kongregasi yang dibentuknya itu diberi nama Suster-suster Misionaris Hati Kudus. Tidak lama berselang, kongregasinya mulai berkembang, pertama-tama di Italia dan kemudian di banyak negara lain. Fransiska, yang sekarang dipanggil Moeder (=Ibu) Cabrini, senantiasa rindu untuk pergi ke Cina. Tetapi tampaknya Tuhan berkehendak agar ia pergi ke Amerika. Ketika Paus Leo XIII mengatakan kepadanya, “Pergilah ke barat, dan bukan ke timur,” masalahnya telah selesai. St. Fransiska Xaveria Cabrini berlayar ke Amerika Serikat dan menjadi warga negara Amerika. Ia terutama membantu banyak sekali para imigran Italia. Bagi mereka, Moeder Cabrini adalah ibu mereka, sekaligus sahabat mereka.

Pada mulanya, Moeder Cabrini beserta para susternya harus menghadapi banyak kesulitan. Uskup Agung New York bahkan mengusulkan agar mereka pulang kembali ke Italia. Tetapi, Moeder Cabrini menjawab, “Yang mulia, Bapa Suci mengutus saya ke sini dan di sinilah saya harus tinggal.” Bapa Uskup Agung mengagumi semangat juangnya, dan dengan demikian ia beserta para susternya diberi ijin untuk memulai karya mulia mereka bagi Tuhan. Banyak sekolah, rumah sakit serta panti asuhan didirikannya di berbagai negara bagian Amerika. Bersama dengan berlalunya waktu, Moeder Cabrini melakukan banyak perjalanan untuk mengembangkan kongregasi serta karya-karya mereka. Selalu saja ada kesulitan-kesulitan, tetapi ia mempercayakan diri sepenuhnya kepada Hati Kudus Yesus. “Dia-lah yang melakukan segala sesuatu, bukan kita,” demikian ia akan berkata.

Moeder Cabrini wafat di Chicago pada tanggal 23 Desember 1917. Ia dinyatakan kudus oleh Paus Pius XII pada tahun 1946.

Wanita kudus ini mampu melakukan begitu banyak karya kebajikan bagi sesamanya dengan berpegang pada moto hidupnya yang diambil dari kata-kata St. Paulus: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” 
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

23 Desember
St. Yohanes dari Kanty
Orang kudus Polandia ini dilahirkan pada tahun 1390, putera seorang desa yang baik. Melihat betapa cerdas putera mereka, orangtuanya mengirimkannya untuk belajar di Universitas Krakow. Yohanes berhasil gemilang dalam studinya. Kemudian ia menjadi seorang imam, seorang guru, dan seorang pengkhotbah. St Yohanes juga dikenal karena kasihnya yang besar kepada orang-orang miskin. Suatu ketika ia sedang makan di ruang makan universitas. Saat ia mulai bersantap, terlihat olehnya dari jendela seorang pengemis sedang melintas. Sekonyong-konyong ia melompat dari kursinya dan membawa pengemis itu makan malam bersamanya.

Sebagian orang merasa amat iri atas keberhasilan St Yohanes sebagai seorang guru dan pengkhotbah. Akhirnya mereka berhasil membuat dia dikirim ke sebuah paroki sebagai seorang pastor paroki. Di sini, St Yohanes memberikan segenap hatinya ke dalam kehidupan baru ini. Tetapi, pada awalnya, segalanya tidak berlangsung mulus sama sekali. Orang tidak ambil peduli pada P Yohanes dan P Yohanes takut akan tanggung jawabnya. Namun demikian, ia pantang menyerah; dan daya upayanya pun membuahkan hasil. Pada saat ia dipanggil kembali ke univesitas, umat paroki telah begitu mengasihinya. Mereka mengantarnya hingga separuh perjalanan. Sesungguhnya, mereka begitu sedih membiarkannya pergi sehingga St Yohanes harus mengatakan kepada mereka, “Kesedihan ini tidak menyenangkan Tuhan. Jika aku telah melakukan sesuatu yang baik bagi kalian sepanjang tahun-tahun ini, marilah menyanyikan sebuah lagu sukacita.”    

Kembali di Krakow, St Yohanes mengajar kelas Kitab Suci dan lagi, ia menjadi seorang guru yang amat populer. Ia diundang ke rumah-rumah para bangsawan yang kaya. Tetapi, masih saja, ia memberikan segala yang dimilikinya kepada orang-orang miskin dan berpakaian seperti orang miskin pula. Suatu ketika ia mengenakan sehelai jubah hitam yang usang ke sebuah perjamuan. Para pelayan tidak memperbolehkannya masuk. St Yohanes pun pulang dan berganti mengenakan sehelai jubah baru. Dalam perjamuan, seseorang menumpahkan makanan ke atas jubah barunya. “Tak apa,” kata orang kudus kita ini dengan bergurau, “bagaimanapun, jubahku pantas mendapatkan makanan, sebab tanpa jubah ini, aku tidak akan berada di sini sama sekali.”

St Yohanes hidup hingga usianya yang ke delapanpuluh tiga. Lagi, dan lagi, sepanjang hidupnya ia membagi-bagikan segala yang ia miliki demi menolong orang-orang miskin. Ketika orang banyak mencucurkan airmata mendengar bahwa ia di ambang maut, St Yohanes berkata, “Janganlah khawatir akan penjara yang akan binasa ini. Tetapi, pikirkanlah jiwa yang akan segera meninggalkannya.” Ia wafat pada tahun 1473 dan dimaklumkan sebagai seorang santo oleh Paus Klemens XIII pada tahun 1767.

“Bersama kerendahan hati [St Yohanes] mengalir pula kesederhanaan yang bersahaja dan kepolosan; pikiran hatinya diungkapkannya dalam kata-kata dan tindakan. Allah yang ada dalam hatinya dan Allah yang ada dalam bibirnya adalah Allah yang satu dan sama.” ~ Paus Klemens XII

St. Marguerite D’Youville
Marguerite dilahirkan di Quebec, Kanada, pada tanggal 15 Oktober 1701. Ayahnya meninggal dunia pada tahun 1708 dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Sanak keluarga membayar uang sekolah untuk Marguerite di sekolah biara Ursuline di Quebec. Dua tahun yang dilewatkannya di sekolah asrama mempersiapkan Marguerite untuk dapat mengajar adik-adik lelaki dan perempuannya.

Marguerite seorang yang ramah dan bersahabat. Ia membantu menopang keluarga dengan menjahit dan menjual renda halus. Pada tahun 1722, Marguerite menikah dengan Francois D'Youville. Tampaknya perkawinan itu akan menghantarnya ke suatu kehidupan rumah tangga yang sungguh membahagiakan. Tetapi, dalam hitungan bulan, jati diri Francois yang sesungguhnya mulai muncul. Ia lebih menaruh minat dalam mencari uang daripada memberikan perhatian pada keluarga. Pekerjaannya adalah berdagang minuman keras secara ilegal. Ia menelantarkan Marguerite sendirian bersama kedua anaknya dan tidak mempedulikan mereka.

Francois meninggal secara mendadak pada tahun 1730 setelah delapan tahun masa perkawinan. Ia mewariskan banyak hutang yang harus dibayar Marguerite. Seorang imam yang baik hati, Pater du Lescoat, memberinya semangat. Pater mengatakan kepada Marguerite betapa Tuhan sungguh amat mengasihinya. Segera Marguerite memulai suatu karya besar bagi Tuhan. Nubuat yang pernah disampaikan kepadanya akan segera menjadi kenyataan.

Pada tanggal 21 November 1737, Marguerite D'Youville menerima seorang perempuan tunawisma yang buta. Ini menandai dimulainya suatu karya mengagumkan dalam pelayanan orang-orang miskin yang sakit di rumah-rumah sakit. Rumah-rumah sakit ini dikelola oleh para biarawati dari ordonya yang baru. Marguerite dan rekan-rekan pertamanya dikenal sebagai “Biarawati Abu-abu”, sebab jubah religius mereka berwarna abu-abu. Para biarawati ini mengambil alih rumah sakit umum di Montreal yang menghadapi kebangkrutan dan dililit banyak hutang. Orang banyak memperolok para biarawati ini. Apalah yang memangnya dapat mereka perbuat? Tetapi Moeder D'Youville dan para biarawatinya pantang putus asa. Mereka bekerja, dan membangun, dan memperbaiki. Lebih dari semua itu, mereka menyambut siapa saja yang membutuhkan pertolongan. Tak ada seorang pun yang terlalu miskin atau terlalu sakit untuk dapat datang ke rumah sakit mereka. Pada tahun 1765, suatu kebakaran melalap habis rumah sakit, tetapi Moeder D'Youville dan para biarawatinya membangun rumah sakit kembali dalam waktu empat tahun.

Kedua putera Moeder D'Youville ditahbiskan sebagai imam: Charles, pastor Boucherville, dan Francois, pastor St Ours. Pada tahun 1769, Pater Francois mengalami patah tangan. Ibundanya bergegas datang untuk merawatnya. Lima hari dilewatkannya di pastoran. Moeder D'Youville juga sama murah hatinya ketika wabah cacar menyerang. Dan selama Perang Tujuh Tahun antara Perancis dan Inggris, Moeder D'Youville menolong para prajurit dari kedua belah pihak. Ia menyembunyikan para prajurit Inggris dalam ruang-ruang gelap di gudang bawah tanah biara. Di sana para suster dengan sembunyi-sembunyi merawat mereka hingga pulih kembali. Moeder D'Youville wafat pada tanggal 23 Desember 1771. ia dimaklumkan sebagai santa oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 9 Desember 1990. Ia adalah orang kudus pribumi pertama Kanada.

Marguerite dapat mengatasi aneka ragam kesulitan dalam hidupnya melalui imannya kepada Tuhan dan kemurahan hatinya kepada sesama yang membutuhkan. Bersiaplah pada hari ini untuk suatu kesempatan menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Servulus, Pengaku Iman
Karena tertimpa sesuatu penyakit, sekujur tubuh Servulus menjadi lumpuh. Ia tidak dapat duduk atau berdiri tegak, bahkan menggerakkan tangannya pun ia tidak mampu. Setiap hari ibu dan kakaknya membaringkan dia di pintu gerbang gereja Santo Klemens di Roma. Di situ ia menantikan belaskasih orang-orang yang lewat di pintu gerbang itu.
Salah satu keunggulan Servulus ialah ia dengan senang hati menyisihkan sedikit uang dari pendapatannya untuk teman-temannya yang senasib dengannya. Banyak orang kagum akan kesabaran dan ketabahannya dalam menanggung beban penderitaannya.
Servulus pasrah kepada Tuhan. Dalam kemalangannya itu ia tidak lupa berdoa dan bersyukur kepada Tuhan atas semua yang telah diterimanya dari belaskasih begitu banyak orang. Keadaan hina serta penderitaannya menjadi berkat dan sumber keselamatan serta sarana mencapai kesucian hidup. Ketika mendekati ajalnya, si pengemis itu memohon teman-temannya untuk berdoa dan menyanyikan Mazmur baginya. Ia meninggal dunia pada tahun 590.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

24 Desember
St. Sharbel Makhlouf
Youssef Makhlouf dilahirkan pada tanggal 8 Mei 1828 di sebuah desa di pegunungan di Libanon. Hidupnya biasa-biasa saja. Youssef belajar di sebuah sekolah kecil di sana dan ikut ambil bagian dalam kegiatan di gereja paroki. Ia mencintai Bunda Maria dan ia suka berdoa. Ia mempunyai dua orang paman yang adalah biarawan. Meski Youssef tidak mengatakan kepada seorang pun, ia berdoa kepada Bunda Maria memohon bantuannya agar diperkenankan menjadi seorang biarawan.
Orangtua Youssef menghendakinya untuk menikah. Ada seorang gadis yang amat baik di dusun itu yang cocok dijadikan sebagai isteri ideal baginya, begitulah pikir mereka. Tetapi Youssef yakin bahwa itulah saat untuk mengikuti panggilannya menjadi seorang biarawan. Ia menggabungkan diri dalam Biara Bunda Maria dalam usia duapuluh tiga tahun. Ia mengambil nama Sharbel, seturut nama seorang martir kuno. Ia mengucapkan kaulnya pada tahun 1853 dalam usia duapuluh lima tahun. Sharbel mengikuti pendidikan calon imam dan ditahbiskan pada tahun 1858. Ia tinggal di Biara St Maron selama enambelas tahun.

Pastor Sharbel adalah seorang yang khusuk, yang kecintaannya pada doa menjadi cirinya yang menonjol. Dari waktu ke waktu ia akan mengundurkan diri ke pertapaan milik ordo untuk menikmati doa-doa yang lebih mendalam. Duapuluh tiga tahun terakhir hidupnya, dilewatkan Sharbel dalam keheningan pertapaan. Ia memilih untuk mengamalkan hidup yang amat keras. Ia bermatiraga, makan sedikit, tidur di lantai yang keras, dan menghabiskan berjam-jam lamanya dalam doa. Tahun-tahun berlalu dan Sharbel menjadi seorang yang sepenuhnya mengasihi Yesus. Kemudian, sementara ia sedang merayakan Misa pada tanggal 16 Desember 1898, saat konsekrasi, ia terserang stroke. Sharbel terbaring tak berdaya delapan hari lamanya, dan wafat pada tanggal 24 Desember 1898.

Mukjizat-mukjizat mulai terjadi di makam biarawan yang kudus ini. Sebagian dari mukjizat-mukjizat tersebut diterima sebagai prasyarat untuk memaklumkan Sharbel sebagai “beato” dan kemudian “santo”. Pater Sharbel dimaklumkan sebagai santo oleh Paus Paulus VI pada tanggal 9 Oktober 1977. Paus menjelaskan bahwa St Sharbel dengan cara hidupnya mengajarkan kepada kita jalan sejati kepada Tuhan. Beliau mengatakan bahwa budaya kita memuliakan kekayaan dan kenikmatan. Tetapi Sharbel, sebaliknya, mengajarkan kepada kita melalui teladan hidupnya, nilai kemiskinan, matiraga dan doa.

Bagaimanakah jika aku meneladani semangat doa yang dimiliki St Sharbel?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Adam dan Hawa, Manusia Pertama
Gereja - berdasarkan amanat Kitab Suci - membeberkan beberapa ajaran iman yang berhubungan dengan Adam dan Hawa. Adam dan Hawa adalah manusia pertama yang diciptakan Allah dan ditempatkan di taman Firdaus. Keduanya diakui sebagai pasangan suami-isteri pertama yang menurunkan segenap umat manusia. Mereka adalah leluhur umat manusia. Kecuali itu, Gereja mengajarkan bahwa dosa yang mencekam seluruh umat manusia hingga kini diwariskan oleh Adam dan Hawa. Yesus Kristus, Putera Allah, menjelma menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa yang diwariskan Adam dan Hawa. Oleh Adam, dosa masuk ke dalam dunia, tetapi oleh Yesus Kristus, Adam Kedua, manusia diselamatkan dari belenggu dosa.
Dalam perjanjian Lama kata Adam (yang berhubungan dengan kata adama: 'yang dari tanah') kadang-kadang berarti 'manusia yang diciptakan Allah' (Kej 4:25; 5:1,3-5; 1 Taw 1:1; Tob 8:6; Sir 49:16). Tetapi pada dasarnya Adam berarti 'manusia', 'manusia pada umumnya' (bdk. Kej 1:26-27; Ayb 14:1; Mzm 8:5; 104:14 dst.). Melalui penyusunan cerita Firdaus, Adam dipandang sebagai 'seorang laki-laki' (Kej 2-4), dan dipakai sebagai 'nama pribadi manusia yang pertama' (Kej 4:25-5: 5). Dalam Perjanjian Baru, disamping beberapa ayat yang menggambarkan pribadi Adam sebagai moyang semua manusia (Luk 3:38; Yud 14; Kis 17:26), atau pun makna perkawinan Kristen (Kej 2:24; Mat 19:46; Ef 5:31), pribadi Adam disoroti dalam hubungannya dengan Yesus Kristus. Sedangkan Hawa, adalah perempuan pertama. Ia diciptakan Tuhan dari tulang rusuk Adam. Nama Hawa dikaitkan dengan kata kerja Ibrani 'haya' yang berarti 'hidup': "(perempuan) yang hidup, ibu orang-orang hidup."
Menurut iman-kepercayaan kita, Adam dan Hawa diciptakan Allah menurut citra-Nya. Adam diciptakan dari debu tanah, sedangkan Hawa diciptakan dari sebuah tulang rusuk Adam. Tuhan mencintai mereka melebihi semua ciptaan lainnya. Tuhan mencita-citakan agar mereka hidup berbahagia bersama-Nya, saling mencintai dan mencintai Tuhan. Panggilan untuk hidup di dalam cinta diwujudkan dengan terciptanya manusia sebagai pasangan, pria dan wanita. Tuhan menciptakan Hawa sebagai pendamping dan pelengkap yang sejajar bagi Adam. Alkitab menggambarkan kesejajaran itu dengan cerita penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam: "Ketika Adam tidur, Tuhan mengambil salah satu rusuknya dan menutup tempat itu dengan daging. Lalu Tuhan membentuk rusuk itu menjadi seorang wanita." (bdk Kej 2:21-23) Tulang rusuk terletak di bagian tengah tubuh. Hal itu berarti Hawa sederajat dengan Adam dalam hal martabat sebagai rnanusia, meskipun secara hakiki keduanya berbeda satu sama lain. Pasangan manusia pertama ini sangat berbahagia karenanya sehati sejiwa dan erat dengan Tuhan. Mereka kudus dan karenanya tiada rasa malu di antara mereka, sekalipun mereka telanjang. Tetapi Alkitab selanjutnya menggambarkan bahwa keduanya kemudian melanggar perintah Allah, yaitu memakan buah 'pohon pengetahuan baik dan jahat', karena godaan setan. Mereka berdosa: 'dosa ingin menjadi serupa dan sederajat dengan Allah, Penciptanya'. Mereka ingin menjadi mahatahu seperti Allah.
Ketidak taatan mereka itulah akhirnya membawa dosa dan maut bagi semua manusia di kemudian hari. Meskipun demikian cintakasih Allah kepada mereka tidak pernah sirna oleh kedosaan mereka. Cintakasih Allah ternyata jauh melebihi kejahatan dosa manusia. Hal ini tampak di dalam janji Allah untuk mengutus seorang penyelamat yang akan lahir dari seorang wanita. Dalam pribadi Yesus Kristus, yang lahir dari perawan Maria, janji Allah itu terpenuhi. Dengan demikian, kecongkakan dan kekurang percayaan Hawa yang melahirkan malapetaka kematian dihapus oleh kepercayaan, ketaatan dan kerendahan hati Perawan Maria. Melalui Maria dan Puteranya Yesus Kristus, jalan kepada Allah yang terputus oleh dosa Adam dan Hawa ditemukan kembali.
Di sinilah terlihat nilai positif dari 'dosa manusia pertama', yaitu bahwa dosa Adam dan Hawa ternyata mendatangkan anugerah terbesar Allah kepada umat manusia, yakni 'pengutusan Yesus Kristus' sebagai Penebus dosa manusia. 'Dosa Adam' menjadi 'felix culpa' (dosa yang membahagiakan) karena, mendatangkan Yesus Kristus - Adam Kedua. Oleh perbuatan Adam (pertama) dosa masuk ke dalam dunia, tetapi oleh perbuatan Yesus Kristus, Adam Kedua, keselamatan datang ke dalam dunia. Adam diciptakan untuk mempersiapkan kedatangan 'Adam Sejati', yaitu Yesus Kristus, Penebus dunia.
Pasangan Adam dan Hawa adalah manusia yang lengkap seutuhnya. Persatuan suami-isteri pertama ini diangkat Yesus sebagai cermin serta sumber rahmat bagi kehidupan perkawinan. "Pada awal mula Tuhan menjadikan mereka laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu laki-laki akan meninggalkan ibu-bapanya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:4-6) Inilah suatu rahasia besar, kata Santo Paulus. Sebab, sebagaimana Kristus bersatu dengan Gereja-Nya, demikianlah hendaknya persekutuan cinta antara pria dan wanita dalam hidup perkawinan: bersatu dan berkembang dalam cinta menuju persahabatan dengan Tuhan. Adam dan Hawa adalah ibu-bapa kita semua, kuburnya dihormati di bukit Golgotha dalam gereja pemakaman di Yerusalem.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

25 Desember
NATAL, Hari Ulang Tahun Yesus
Waktunya telah tiba bagi Putera Allah untuk menjadi manusia oleh karena kasih-Nya kepada kita. Bunda-Nya, Maria, dan St. Yusuf harus meninggalkan rumah mereka di Nazaret dan pergi ke Betlehem. Alasan perjalanan mereka itu ialah karena Kaisar Romawi telah memerintahkan untuk menghitung jumlah seluruh penduduknya. Jadi, setiap keluarga Yahudi harus pergi ke kota asal leluhur mereka. Oleh karena Maria dan Yusuf termasuk keturunan keluarga Raja Daud, mereka harus pergi ke kota Daud yaitu Betlehem. Memang kaisar yang mengeluarkan perintah, tetapi dengan demikian digenapilah rencana Allah. Kitab Suci mengatakan bahwa Mesias akan dilahirkan di kota Betlehem.

Suatu perjalanan yang panjang serta melelahkan bagi Bunda Maria karena perjalanan itu melewati daerah yang berbukit-bukit. Tetapi Maria tetap tenang dan damai. Ia tahu bahwa ia melaksanakan kehendak Tuhan. Ia bahagia memikirkan Putera Ilahinya yang akan segera lahir. Ketika Maria dan Yusuf tiba di Betlehem, mereka tidak menemukan tempat bagi mereka untuk menginap. Akhirnya, mereka menemukan tempat bernaung di sebuah gua. Di sana, di sebuah kandang yang buruk, Putera Allah dilahirkan pada Hari Natal. Bunda-Nya yang terberkati membungkus-Nya agar hangat serta membaringkan-Nya dalam palungan.

Yesus memilih untuk dilahirkan dalam kemiskinan seperti itu agar kita dapat belajar untuk tidak mengejar kekayaan serta kenikmatan. Pada malam Yesus dilahirkan, Tuhan mengutus para malaikat-Nya untuk mewartakan kelahiran-Nya. Para malaikat tidak diutus kepada kaisar atau pun raja. Mereka juga bahkan tidak diutus kepada para tabib terpelajar atau pun imam-imam kepala. Mereka diutus kepada para gembala yang miskin dan sederhana. Para gembala itu sedang menjaga kawanan dombanya di sebuah bukit dekat Betleham. Segera sesudah mereka mendengar kabar sukacita dari para malaikat, mereka bergegas datang untuk menyembah sang Juruselamat dunia. Kemudian mereka pulang sambil memuji serta memuliakan Tuhan.

Para nabi besar dalam Perjanjian Lama merasa berbahagia dengan janji Tuhan bahwa suatu hari kelak Juruselamat akan datang ke dunia. Sekarang Ia telah lahir di tengah-tengah kita. Kristus datang bagi kita semua. Kitab Suci mengatakan: “Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.” Jika mereka yang hidup dengan pengharapan akan kedatangan-Nya merasa bahagia, betapa terlebih lagi kita harus bersukacita. Kita memiliki ajaran-ajaran-Nya, Gereja-Nya dan bahkan Yesus Sendiri hadir di altar kita pada setiap Perayaan Ekaristi. Natal adalah saat di mana kita lebih menyadari dari sebelumnya, betapa Tuhan sungguh amat mengasihi kita.

Hari ini akan menjadi hari ungkapan syukur yang luarbiasa oleh karena hadiah Inkarnasi: Tuhan beserta kita. Bagaimana hidupku akan berbeda jika aku tidak pernah merasakan kasih Yesus?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Hari Raya Natal
2015 tahun sesudah Abraham dipanggil Allah dari Ur-Kasdim; 
1510 tahun sesudah Musa membebaskan Umat Israel dari Mesir; 
1032 tahun sesudah Daud diurapi menjadi Raja Israel;
752 tahun sesudah pembangunan kota Roma;
Pada tahun ke-42 masa pemerintahan Kaisar Oktavianus Augustus, ketika segenap dunia diliputi damai, di kala itulah Yesus Kristus Almasih yang dijanjikan Allah lahir dari rahim Perawan Tersuci Maria di Betlehem, kota Raja Daud, dari suku Yehuda.
Hari ini Sabda menjadi Daging;
Hari ini lahirlah Yesua Kristus, Almasih; 
Hari ini tampaklah Penebus umat manusia; 
Diiringi kidung para malaekat dan malaekat agung Serta pujian para suci di surga: "Gloria in Excelsis Deo. . ."
Dalam sejarah perkembangan liturgi Gereja, sudahlah lazim dipersembahkan tiga Misa Kudus berturut-turut:
Misa Pertama, mengarahkan hati kita kepada Bapa di surga;
Misa Kedua, dipersembahkan pada waktu fajar, mengarahkan hati kita kepada "Sang Fajar" yang membuka tirai kegelapan dosa, dan mengajak kita bersama dengan para gembala pergi mendapatkan "Sang Cahaya" itu. Dalam Misa Gembala ini kelahiran insani Yesus Kristus yang diutamakan.
Misa Ketiga, atau Misa Siang memberikan hiburan besar kepada kita: "Puer natus est nobis" (Seorang anak telah lahir untuk kita). Dipundak-Nya diletakkan kekuasaan atas dunia ini, dan Ia akan disebut Pewarta Keputusan Agung.
Dengan demikian hati dan jiwa kita ditujukan kepada kenangan dan ingatan akan kelahiran Yesus di Betlehem. Meskipun Yesus berulang-ulang kali lahir di kandang itu, namun tidak bermakna apa pun jikalau Ia tidak dilahirkan di dalam hati kita masing-masing.

Santa Anastasia, Martir
Anastasia adalah seorang martir yang dibunuh di Sirmium (sekarang: Serbia, Yugoslavia) pada zaman pemerintahan Kaisar Diokletianus tahun 304. Konon, Anastasia adalah anak dari Praetextatus, seorang bangsawan Roma yang kaya-raya. Ia sudah dihormati sebagai 'santa' di Roma selak abad ke-5. Salah satu cerita tambahan yang menunjukkan bahwa Anastasia adalah seorang Kristen ialah bahwa ia memilih Santo Krisogonus sebagai bapa pengakuannya.
Ketika menginjak dewasa, ia menikah dengan Publius, seorang pegawai yang masih kafir. Sebagai orang Kristen, Anastasia merasa mempunyai tanggungjawab moril untuk membantu sesamanya yang dipenjarakan. Setiap hari ia pergi ke penjara untuk menghibur dan membantu orang-orang Kristen di penjara. Karena curiga, Publius suaminya melarang dia keluar rumah. Ketika itu Santo Krisogonus telah pindah ke Aquileia. Ia berkontak dengan beliau melalui surat. Ketika Publius meninggal dunia, ia pindah ke Aquileia mengikuti Krisogonus. Umat Kristen Aquileia menerimanya dengan senang hati.
Di Aquileia ia sangat aktif. Sesudah Santa Agape, Chionia dan Irene dibunuh, Anastasia akhirnya mendapat gilirannya. Ia ditangkap, dipenjarakan dan diadili di Sirmium. Ia dikunjungi dan diberi makan oleh Santa Theodota almarhum. Akhirnya bersama dengan umat Kristen lainnya, Anastasia diarak ke pantai dan ditenggelamkan ke dalam laut. Santa Theodota menolongnya dan menuntun mereka ke pantai. Namun karena sesuatu sebab, Anastasia dibawa ke pulau Palmaria dan di sana ia dibakar hidup-hidup oleh penguasa. Bersamaan waktunya: 200 orang laki-laki dan 70 perempuan dibunuh sebagai martir.
Anastasia dihormati di Roma sejak abad kelima dan namanya dimasukkan dalam Doa Syukur Agung Misa Kudus. Konon di zaman Gereja perdana, Sri Paus mempersembahkan 3 kurban Misa, yaitu Misa Malam, Misa Pagi/Fajar, dan Misa Siang di gereja yang berlain-lainan. Gereja stasi kedua ialah gereja Anastasia di Roma di kaki bukit Palatine dekat Circus Maximus. Di sini Sri Paus merayakan perayaan Natal, sekaligus mengenang Santa Anastasia secara khusus. Namun lambat-laun karena peristiwa Kelahiran Yesus lebih diutamakan, maka pesta bagi Anastasia hanya bersifat 'peringatan saja' di gereja Titulus Anastasiae, yang dibangun pada abad ke-4.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

26 Desember
St. Stefanus
Stefanus artinya mahkota. Ia adalah pengikut Kristus yang pertama yang menerima mahkota kemartiran. Stefanus adalah seorang diakon pada masa Gereja Perdana. Kita membaca kisah tentangnya dalam Kitab Kisah Para Rasul bab 6 dan 7. Petrus dan para rasul lainnya menyadari bahwa mereka membutuhkan penolong-penolong untuk mengurus para janda serta kaum miskin. Jadi, mereka mentahbiskan tujuh orang diakon. Stefanus adalah yang paling terkenal dari antara mereka.

Tuhan mengadakan banyak mukjizat melalui St. Stefanus. Ia berbicara dengan hikmat dan karunia yang membuat banyak dari para pendengarnya menjadi pengikut Yesus. Para musuh Gereja Yesus merasa geram melihat betapa berhasilnya khotbah St. Stefanus. Pada akhirnya, mereka bersekongkol untuk melawan dia. Mereka tidak dapat membantah perkataan-perkataannya yang bijaksana, jadi mereka memerintahkan beberapa orang untuk bersaksi dusta terhadapnya. Saksi-saksi palsu itu mengatakan bahwa Stefanus telah berbicara hujat terhadap Tuhan. St. Stefanus menghadapi gerombolan para musuhnya yang banyak itu tanpa rasa takut. Malahan, Kitab Suci mengatakan bahwa wajahnya menjadi serupa dengan wajah malaikat.

Stefanus berbicara tentang Yesus, menunjukkan bahwa Ia adalah Juruselamat yang dijanjikan Tuhan. Ia mencela para musuhnya karena tidak percaya kepada Yesus. Mendengar itu, mereka menjadi amat marah serta berteriak-teriak kepadanya. Tetapi, Stefanus memandang ke langit dan berkata bahwa ia melihat langit terbuka dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Para musuhnya menutup telinga mereka dan tidak mau mendengarnya lebih lanjut. Mereka menyeret St. Stefanus ke luar kota Yerusalem dan melemparinya dengan batu hingga mati. Orang kudus itu berdoa, “Tuhan Yesus, terimalah rohku!” Kemudian ia berlutut serta memohon kepada Tuhan untuk tidak menghukum para musuh yang membunuhnya. Setelah pernyataan kasih yang sedemikian besar itu, Stefanus pergi untuk menerima ganjaran surgawi.

“Kasih yang membawa Kristus dari surga ke dunia telah membawa Stefanus dari dunia ke surga… Kristus telah menjadikan kasih sebagai tangga yang memungkinkan segenap umat Kristiani untuk mendaki ke surga. Oleh karenanya, berpegang-teguhlah kepadanya, dengan segala ketulusan hati, hendaknya kamu saling membagikan wujud nyata kasihmu itu, dan dengan kemajuanmu dalam kasih, mendakilah bersama-sama.”  St. Fulgentius
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

27 Desember
St. Yohanes Rasul
St. Yohanes adalah seorang nelayan di Galilea. Ia, bersama dengan St. Yakobus saudaranya, dipanggil untuk menjadi rasul Kristus. Yesus memberi julukan “anak-anak guruh” kepada kedua putera Zebedeus ini. St. Yohanes adalah rasul yang termuda. Ia amat dikasihi oleh Yesus. Pada perjamuan malam terakhir, Yohanes diperbolehkan menyandarkan kepalanya didada Yesus. Yohanes juga satu-satunya rasul yang berdiri di kaki salib. Yesus yang sedang menghadapi ajal menyerahkan pemeliharaan Bunda-Nya kepada murid yang dikasihi-Nya ini. Sambil memandang Bunda Maria, Ia berkata, “Inilah ibumu.” Jadi, hingga akhir hidupnya di dunia, Bunda Maria tinggal bersama St. Yohanes. Hanya Yohanes seorang yang memperoleh hak istimewa untuk menghormati serta melayani Bunda Allah yang tanpa noda.

Pada hari Paskah, pagi-pagi sekali, Maria Magdalena dan beberapa wanita membawa rempah-rempah menuju ke makam Yesus untuk meminyaki Tubuh-Nya. Mereka kembali dengan berlari-lari kepada para rasul untuk menyampaikan suatu berita yang mengejutkan. Tubuh Yesus telah hilang dari makam. Petrus dan Yohanes pergi untuk menyelidiki hal itu. Yohanes tiba terlebih dahulu, tetapi ia menunggu Petrus untuk masuk ke dalam makam terlebih dahulu. Baru sesudahnya, ia masuk dan melihat kain kapan yang telah tergulung rapi. Kemudian, pada minggu itu juga, para murid sedang memancing di Danau Tiberias tanpa hasil. Seseorang yang berdiri di pantai mengatakan kepada mereka untuk menebarkan jala mereka ke sisi lain perahu. Ketika mereka menarik jala mereka kembali, jala itu penuh dengan ikan besar. Yohanes, yang mengenali siapa orang itu, segera berseru kepada Petrus, “Itu Tuhan!”

Dengan turunnya Roh Kudus, para rasul penuh dengan keberanian baru. Setelah Tuhan Yesus naik ke surga, Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang lumpuh dalam Nama Yesus.

Yohanes hidup hampir seabad lamanya. Ia sendiri tidak wafat dimartir, tetapi sungguh ia menempuh hidup yang penuh penderitaan. Ia mewartakan Injil dan menjadi Uskup Efesus. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, ketika ia tidak lagi dapat berkhotbah, para muridnya akan membawanya kepada jemaat Kristiani. Pesannya yang sederhana adalah, “Anak-anakku, kasihilah seorang akan yang lain.” St. Yohanes wafat di Efesus sekitar tahun 100.

“Para rasul melihat Yesus secara jasmani, dari muka ke muka; mereka mendengarkan perkataan yang Ia ucapkan, dan setelah tiba saatnya mereka mewartakaan sabda-Nya itu kepada kita. Jadi, kita juga telah mendengarkan, meskipun kita tidak melihat; kita bersekutu dengan mereka, karena kita dan mereka memiliki iman yang sama.” St. Agustinus.  
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

28 Desember
Kanak-kanak Suci
Ketika Yesus dilahirkan di Betlehem, Para Majus datang dari timur untuk menyembah-Nya. Sebagian berpendapat bahwa mereka adalah para raja, sebagian lagi berpendapat bahwa mereka adalah para ahli bintang. Para Majus itu menghadap Herodes, sang raja, untuk mencari raja orang Yahudi yang baru dilahirkan, yaitu sang Juruselamat. Herodes adalah seorang penguasa yang licik serta kejam. Ketika didengarnya Para Majus itu berbicara tentang seorang raja yang baru dilahirkan, ia mulai khawatir akan kehilangan tahtanya. Tetapi, ia tidak membiarkan para Majus itu mengetahui apa yang sedang dipikirkannya. Ia memanggil para imam besar serta menanyakan kepada mereka di manakah menurut Kitab Suci sang Mesias akan dilahirkan. Para imam menjawab: Betlehem. “Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu,” demikian kata raja yang licik itu kepada para Majus. “Segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya akupun datang menyembah Dia.” Para Majus melanjutkan perjalanan mereka. Mereka menemukan Yesus, Sang Mesias, bersama dengan Maria dan Yusuf. Mereka menyembah Dia serta menyampaikan persembahan mereka. Sementara itu, mereka diperingatkan dalam mimpi untuk tidak kembali kepada Herodes. Dan seorang malaikat datang memberitahu St. Yusuf untuk membawa Maria serta Bayi Yesus ke Mesir. Dengan demikian, Tuhan menggagalkan rencana pembunuhan Herodes terhadap Putera Allah.

Ketika Herodes sadar bahwa Para Majus tidak kembali kepadanya, ia menjadi amat marah. Ia seorang yang jahat dan bengis, dan kini rasa khawatir akan kehilangan tahtanya menjadikan kemarahannya semakin hebat. Ia menyuruh para prajuritnya untuk membunuh semua bayi laki-laki di Betlehem dengan harapan Mesias juga akan mati terbunuh. Para prajurit melaksanakan perintah yang menyebabkan banjir darah itu. Suatu kepedihan yang dahsyat meliputi kota kecil Betlehem, sementara para ibu menangisi bayi-bayi mereka yang mati terbunuh. Kanak-kanak kecil itu oleh Gereja dihormati sebagai martir. Gereja menyebut mereka sebagai Kanak-kanak Suci.

Apa artinya menjadi “suci” bagiku? Bagaimana aku dapat menjawab panggilan Yesus untuk menjadi seperti kanak-kanak?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Fabiola, Janda
Fabiola Iahir di Roma pada pertengahan abad ke-4 dari sebuah keluarga ningrat. Masa mudanya sangat tidak terpuji. Mula-mula ia menikah dengan seorang pemuda yang bejat hidupnya. Karena tidak tahan maka ia berusaha cerai. Setelah ia berhasil secara sipil, ia menikah Iagi dengan lelaki lain. Sebagai orang Kristen, tindakannya ini sangat tidak terpuji dan mencoreng nama baik Gereja. Namun Tuhan rupanya tidak sudi membiarkan Fabiola bertindak semakin sembrono. Tuhan mulai campur tangan.
Tidak lama kemudian dua laki-laki yang menjadi suaminya itu meninggal dunia. Fabiola sendiri menyesali sikap hidupnya dan bertobat. Ia menaati aturan hidup sebagai anggota Gereja, melakukan silih di hadapan seluruh umat sehingga diterima kembali sebagai anggota Gereja. Pertobatannya secara terbuka dilakukannya di muka basilik Lateran. Paus Santo Siricius menerimanya kembali dalam pangkuan ibu Gereja.
Corak hidupnya yang baru diwarnai dengan pengabdian tulus dalam karya-karya cinta kasih. Harta bendanya ia manfaatkan untuk kepentingan Gereja Roma. Ia mendirikan rumah sakit khusus untuk membantu orang-orang miskin. Para pasiennya adalah gelandangan-gelandangan yang ditemuinya di jalan-jalan atau yang meringkuk di dalam penjara. Rumah sakit ini menampung siapa saja sehingga menjadi semacam rumah sakit umum pertama dalam sejarah Barat.
Pada tahun 395 Fabiola berziarah ke Yerusalem dan mengunjungi Santo Hieronimus, Santa Paula dan Santa Eustakium. Ketika itu Hieronimus sedang bermusuhan dengan Uskup Rufinus berkenaan dengan ajaran Origenes yang ditentangnya. Orang berusaha mempengaruhi Fabiola agar memihak Rufinus. Namun Fabiola tetap mendukung Hieronimus, gurunya. Fabiola mendirikan sebuah biara dan membantu Hieronimus dalam usaha menerjemahkan Kitab Suci. Tetapi kemudian ia pindah dari biara itu: biara itu menjadi tempat ziarah yang sangat ramai; kondisi hidup umat sangat tidak menyenangkan: umat Kristen terpecah-pecah, dan dari luar ada ancaman serangan bangsa Hun, dll.
Untuk sementara Fabiola dengan kawan-kawannya mengungsi ke Jaffa, sambil menantikan ketenteraman di Yerusalem. Setelah keadaan pulih dan aman, Fabiola pulang ke Roma dan kawan-kawannya kembali ke Yerusalem. Di Roma masih terdapat banyak masalah. Meskipun demikian, Fabiola tetap meneruskan karya cintakasihnya selama tahun-tahun terakhir hidupnya. Bersama Santo Pammachius, ia mendirikan rumah sakit umum besar di Porto untuk peziarah yang miskin dan sakit. Dalam satu tahun saja rumah sakit itu terkenal dari Parthia sampai ke Britania. Fabiola wafat pada tahun 399. Ia sangat dicintai dan dihormati.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

29 Desember
St. Thomas Becket
Thomas Becket dilahirkan pada tahun 1118 di London, Inggris. Setelah kedua orangtuanya meninggal dunia, ia pergi untuk bekerja di sebuah kantor. Sebagai seorang pemuda, ia suka pergi berburu dan melakukan kegiatan olah raga lainnya. Ketika usianya sekitar duapuluh empat tahun, Thomas mendapatkan pekerjaan di Keuskupan Agung Canterbury. Ia mulai tertarik untuk menjadi seorang imam. Thomas seorang pemuda yang tampan, amat cerdas dan pandai bergaul. Sebentar saja, ia telah menjadi kesayangan Raja Henry II sendiri. Orang mengatakan bahwa raja dan Thomas memiliki hanya satu hati dan satu pikiran - seperti layaknya sepasang sahabat kental. Ketika Thomas berusia tigapuluh enam tahun, Raja Henry menjadikannya ketua parlemen.

Sebagai ketua parlemen Inggris, Thomas memiliki rumah yang besar dan hidup dalam kemewahan. Namun demikian, ia sungguh murah hati kepada orang-orang miskin. Ia seorang yang cepat marah, tapi ia melakukan banyak matiraga juga secara diam-diam. Ia melewatkan berjam-jam lamanya dalam doa, bahkan seringkali hingga larut malam.

Ketika Uskup Agung Canterbury wafat, raja menghendaki paus memberikan jabatan tersebut kepada Thomas. Itu berarti bahwa Thomas harus ditahbiskan menjadi seorang imam. Tetapi, Thomas mengatakan secara terus terang kepada raja bahwa ia tidak ingin menjadi Uskup Agung Canterbury. Ia sadar sepenuhnya bahwa jabatan itu akan menempatkannya dalam konflik langsung dengan Raja Henry II. Thomas tahu bahwa ia akan harus membela Gereja dan bahwa itu berarti masalah. “Kasih baginda kepadaku akan berubah menjadi kebencian,” demikian ia memperingatkan Henry. Raja tidak peduli, dan Thomas ditahbiskan menjadi iman dan kemudian menjadi uskup pada tahun 1162. Pada mulanya, segala sesuatu berjalan lancar seperti sedia kala. Namun demikian, segera saja raja mulai menuntut uang yang dirasa Thomas tidak pada tempatnya dirampas dari Gereja. Raja semakin dan semakin geram terhadap mantan sahabatnya. Akhirnya, ia mulai memperlakukan Thomas dengan buruk. Sesaat, Thomas tergoda untuk sedikit mengalah. Tetapi kemudian ia mulai sadar akan betapa besar keinginan Raja Henry untuk mengendalikan Gereja. Thomas sungguh menyesal bahwa ia bahkan pernah berpikiran untuk mengalah kepada raja. Ia mohon ampun atas kelemahannya itu dengan bermatiraga, dan kemudian ia menjadi lebih tegas dari sebelumnya.

Suatu hari, raja teramat murka. “Tak adakah seorang pun yang dapat mengenyahkan uskup agung ini dari hadapanku?” Beberapa perwiranya menganggapi hal ini secara serius. Mereka bermufakat untuk menghabisi uskup agung. Mereka menyerang Thomas di katedralnya sendiri. Dalam sakrat maut, bapa uskup mengatakan, “Demi nama Yesus dan demi membela Gereja, aku bersedia mati.” Hari itu tanggal 29 Desember 1170. Segenap umat Kristiani di seluruh penjuru dunia terkejut ngeri atas perbuatan yang begitu keji itu. Paus Alexander III menegur raja bahwa ia secara pribadi bertanggung jawab atas pembunuhan uskup agung. Mukjizat-mukjizat mulai terjadi di makam Uskup Agung Thomas. Ia dimaklumkan sebagai santo oleh paus yang sama pada tahun 1173.

“Andai engkau mendapati dalam diriku sesuatu yang kau anggap salah, janganlah ragu untuk memberitahukannya kepadaku secara pribadi. Sebab mulai dari sekarang, orang akan berbicara tentang aku, tetapi tidak kepadaku. Sungguh berbahaya bagi orang-orang yang berkuasa andai tiada seorang pun berani mengatakan kepada mereka ketika mereka berbuat salah.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Kaspar Del Bufalo, Pengaku Iman
Kaspar Del Bufalo yang dikenal sebagai pendiri Kongregasi Misionaris Darah Mulia, lahir pada tahun 1786 di Roma, Italia. Pada tahun 1808 ia ditahbiskan menjadi imam di Roma. Pada waktu tentara-tentara Napoleon I menduduki kota Roma, Kaspar ditangkap dan dipenjarakan tetapi ia kemudian berhasil meloloskan diri dari penjara dan melarikan diri dari Roma.

Dengan dukungan kuat dari Kardinal Cristaldi dan Paus Pius VII (1800-1823), Kaspar mendirikan Kongregasi Misionaris Darah Mulia pada tahun 1815 di Giano. Sambil mendirikan pusat biara di Albano Laziale, dekat Roma, dan di seluruh Kerajaan Napoli, Italia Selatan, kongregasi itu berjuang membangun kembali Italia yang diporak-porandakan oleh perang dan berbagai pertikaian. Kaspar dikenal sebagai seorang pengkotbah yang berhasil terutama di daerah-daerah pedesaan. Selain aktif dalam karya pewartaan dan karya karitatif untuk menolong orang-orang miskin, Kaspar mendirikan perkumpulan-perkumpulan doa untuk adorasi malam di hadapan Sakramen Mahakudus. Ia meninggal dunia di Roma pada tanggal 28 Desember karena terserang penyakit kolera yang menyerang kota Roma. Pada tahun 1954, Kaspar digelari 'kudus' oleh Paus Pius XII (1939-1958).

Daud, Raja Israel Yang Terbesar
Daud (Yunani: Dauid; Ibrani: Dawid) artinya "Yang terkasih" adalah Raja Israel kedua dan yang terbesar sekitar tahun 1010 sampai 970 seb.M (1 Sam 16=1 Raj 2; Kis 7:45). Tanggal kelahirannya tidak diketahui pasti; tetapi ia meninggal dunia di Israel pada tahun 973 seb.M. Ia seorang Efrata dari Betlehem dan anak bungsu Isai (1 Sam 16:11; 17: 12; 1 Taw 2:15; Mat 1:5--6; Luk 3:31). Kecintaan umat Israel kepada Daud terutama karena ia berhasil membunuh Goliath, panglima perang bangsa Filistin.

Sebagai seorang pejuang muda, Daud diagungkan sebagai seorang pahlawan. Cinta dan puji-pujian rakyat ini membangkitkan amarah dan kecemburuan Raja Saul. Saul kemudian berusaha membunuh Daud. Daud tetap tenang dan bersikap jantan menghadapi rencana jahat Saul. Ia mengungsi ke padang gurun Yudea dan berhasil memikat hati suku-suku bangsa yang berdiam di sana. Ia menikahi Aninoam, Abigail dan akhirnya dengan Mikhal. Dari sana ia menyusun rencana dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk menggulingkan Saul yang dianggap sebagai "Orang yang diurapi Tuhan."
Setelah Saul meninggal dunia, Daud diurapi sebagai raja atas Yuda di Hebron, sektor selatan Israel. Sekitar tujuh tahun kemudian, setelah Abner meninggal dunia, Daud diakui sebagai raja untuk seluruh Israel sampai ia mati. Manufer politik pertama yang dilancarkan Daud sebagai raja ialah menaklukkan suku bangsa Yebusi dan merebut Yerusalem yang dikuasai oleh suku itu. Tempat tinggal raja dipindahkan ke Yerusalem. Di sana ia menikah dengan Batsyeba. Untuk mempertahankan kedudukkannya, ia harus menaklukkan setiap kota Kanaan atau mengintegrasikannya ke dalam suku-suku Israel. Sebaliknya Daud juga harus mempersatukan suku-suku yang masih berdiri sendiri-sendiri, terutama suku-suku Utara dan Selatan, menjadi satu bangsa. Oleh sebab itu, ia bersikap lunak sekali terhadap keluarga Saul (2 Sam l:1-16; 3:13-16), memilih tempat tinggal di daerah yang tidak dikuasai oleh bangsa Israel, memindahkan Tabut Perjanjian Allah (2 Sam 6:1-9), membuat persiapan untuk membangun kenisah pusat (2 Sam 7; 24:18-25), dan membentuk suatu pasukan yang tangguh (1 Taw 27:1-15). Hampir seluruh daerah Barat sungai Yordan dikalahkan oleh Daud. Para bangsa Edom; Aram, Moab dan Ammon ditaklukkannya. Tetapi kerajaannya yang begitu gemilang dikeruhkan oleh kejadian-kejadian dan intrik-intrik pribadi: tingkahnya sendiri terhadap Uria dan Batsyeba (2 Sam 11), penodaan oleh Ammon terhadap Tamar puterinya (2 Sam 13:1-22); pemberontakan dan kematian Absalom (2 Sam 15; 18:1 - 19:9) dan intrik-intrik untuk mewarisi takhta.

Kitab Raja-raja mengisahkan keinginan Daud untuk mendirikan satu kediaman yang pantas untuk menyimpan Tabut Perjanjian Yahweh, namun ia meninggal dunia sebelum melaksanakan niatnya itu. Kemudian Solomon, puteranya sendiri merealisir rencananya yang luhur itu dengan mendirikan sebuah kenisah. Daud meninggal dunia dalam keadaan sakit tua pada tahun 973 seb. M., kira-kira dalam usia 70 tahun. Makamnya masih dikenal pada zaman Nehemia (2 Sam 3;16) dan pada zaman Kristus (Kis 2:29). Daud adalah leluhur Yesus melalui Yusuf (Mat 1:17; 20; Luk 1:27,32; 2:4; Why 5:5; 22:16); ia juga seorang nabi karena dalam Mazmur-mazmur yang diciptakannya ia menubuatkan kedatangan Kristus (Sir 47:8; Kis 1:16; 2:25,34;4:25; Rom 4:6;11:9; Ibr 4:7), serta kebangkitan Kristus (Kis 2:29-36; 13:34-37).
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

30 Desember
St. Anysia
Anysia hidup di Tesalonika menjelang akhir abad kedua. Tesalonika adalah kota purbakala di mana St. Paulus sendirilah yang pertama-tama mewartakan iman kepada Yesus. Anysia adalah seorang Kristen dan setelah kedua orangtuanya meninggal, ia mempergunakan kekayaannya untuk menolong kaum miskin papa.

Pada masa itu, terjadi penganiayaan yang kejam terhadap umat Kristiani di Tesalonika. Gubernur terutama sekali telah bertekad untuk mencegah semua umat Kristiani berkumpul bersama untuk merayakan Misa. Tetapi, pada suatu hari Anysia berusaha untuk menghadiri pertemuan tersebut. Sementara ia melewati suatu pintu gerbang yang disebut Kasandra, seorang serdadu memperhatikannya. Ia segera menghalangi langkah Anysia serta menyelidiki kemanakah Anysia hendak pergi. Karena amat ketakutan, Anysia melangkah mundur sambil membuat tanda salib di keningnya. Melihat itu, serdadu tersebut mencengkeramnya serta mengguncang-guncangkan tubuhnya dengan kasar. “Siapa kamu,” teriaknya. “Dan kemanakah kamu hendak pergi?” Anysia menarik napas panjang dan menjawab, “Aku adalah hamba Yesus Kristus,” katanya. “Aku hendak pergi ke perjamuan Tuhan.”

“Oh ya?” serdadu itu mengejek. “Aku akan mencegahnya. Aku akan membawamu untuk memuja para dewa. Hari ini kami memuja dewa matahari.” Pada saat yang sama serdadu itu merenggut kerudungnya. Anysia berusaha melawan sekuat tenaga sehingga orang kafir itu menjadi semakin marah. Akhirnya, dalam puncak kemarahan, ia mencabut pedangnya dan menebaskannya ke tubuh Anysia. Anysia pun jatuh tergeletak di kaki sang serdadu. Ketika penganiayaan telah berakhir, umat Kristiani Tesalonika mendirikan sebuah gereja di tempat di mana St. Anysia telah menyerahkan nyawa bagi Kristus. Anysia wafat sekitar tahun 304.

Bagaimana aku dapat menumbuhkan rasa syukurku atas karunia sakramen-sakramen yang aku terima dalam hidupku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santo Sabinus, Uskup dan Martir
Sabinus adalah uskup kota Asisi. Bersama beberapa orang imamnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di kala Kaisar Diokletianus dan Maksimianus melancarkan penganiayaan terhadap umat Kristen pada tahun 303. Pengadilan atas diri Sabinus bersama imam-imamnya dan seluruh umatnya ditangani langsung oleh Gubernur Venustian di kota Umbria. Mengikuti kebiasaan yang berlaku pada setiap pengadilan terhadap orang-orang Kristen, Venustian memerintahkan Sabinus bersama imam-imam dan seluruh umatnya menyembah sujud patung dewa Yupiter, dewa tertinggi bangsa Romawi. Mereka harus menyembah Yupiter karena Yupiterlah yang menurunkan hujan dan memberikan cahaya matahari kepada manusia, terutama karena Yupiter adalah pembela ulung kekuasaan Romawi di seluruh dunia.
Mendengar perintah sang Gubernur Venustian, Sabinus tampil ke depan seolah-olah hendak menyembah patung dewa Yupiter. Ia menyentuh patung itu dengan jarinya dan patung itu sekonyong-konyong hancur berkeping-keping dan berserakan di atas tanah. Semua orang yang hadir di situ tercengang keheranan. Melihat keajaiban itu, Venustian marah dan segera memerintahkan agar tangan Sabinus dipotong. Sementara itu imam-imamnya disiksa hingga mati.
Para serdadu yang diperintahkan memotong tangan Sabinus menggiring Sabinus ke hadapan Venustian untuk dihukum. Ketika berada di hadapan Venustian, Sabinus tergerak hatinya oleh belaskasihan atas Venustian yang sudah lama menderita penyakit mata yang membahayakan. Ia berdoa kepada Yesus lalu menyentuh mata Venustian. Seketika itu juga sembuhlah mata Venustian.
Mengalami kebaikan hati Sabinus, Venustian terharu dan melepaskan Sabinus. Ia sendiri pun kemudian bertobat dan minta dipermandikan. Tak lama kemudian Venustian yang sudah menjadi Kristen itu ditangkap dan dipenggal kepalanya oleh kaki tangan gubernur Asisi yang baru. Hal yang sama dilakukan pula atas diri Uskup Sabinus.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id

31 Desember
St. Sylvester
Paus St Sylvester hidup pada masa Gereja Perdana, yakni pada masa pemerintahan Kaisar Konstantinus. Sylvester I dinobatkan menjadi paus pada tahun 314 dan bertahta selama duapuluh satu tahun hingga wafatnya pada tahun 335.

Dikisahkan bahwa pada mulanya Konstantinus menganiaya Paus Sylvester dan umat Kristiani. Kemudian kaisar terjangkit penyakit kusta dan hendak menyelenggarakan suatu ritual kafir sebagai usaha mendapatkan kesembuhan. Ia begitu ingin sembuh. Konon Konstantinus mendapatkan mimpi di mana St Petrus dan St Paulus berbicara kepadanya. Mereka menyuruh kaisar pergi kepada Paus Sylvester untuk disembuhkan. Konstantinus memohon kepada paus agar ia dibaptis dan kaisar dibaptis di Basilika St Yohanes Lateran. Pada saat Pembaptisan, Kontantinus sama sekali disembuhkan dari penyakitnya. Sejak saat itu, Konstantinus tidak hanya mengijinkan agama Kristiani berkembang, malahan ia juga mendorongnya.

Devosi kepada Paus Sylvester I amat terkenal pada masa Gereja Perdana. Ia adalah paus pertama bukan martir yang dimaklumkan sebagai santo. Di Basilika St Yohanes Lateran di Roma terdapat suatu dinding berhiaskan mosaik yang sungguh indah, menggambarkan Yesus memberikan kunci-kunci kuasa rohani kepada Paus St Sylvester I.

Baiklah kita meluangkan waktu pada hari ini untuk mengenangkan begitu banyak rahmat istimewa yang kita terima sepanjang tahun ini. Bagaimanakah Tuhan telah menarikku untuk terlebih dekat kepada-Nya sepanjang masa-masa yang telah lewat itu?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”

Santa Melania, Martir
Melania Muda adalah cucu Santa Melania Tua dan anak dari Rublicola dan Albina. Ia lahir di Roma dari sebuah keluarga Kristen yang kaya raya. Ayahnya seorang senator yang ambisius sekali. Demi harta dan nama baik keluarganya, ayahnya menikahkan Melania dengan saudara sepupunya: Pinianus. Melania tidak setuju, namun ia yang baru berusia 13 tahun itu tak berdaya menghadapi ambisi orang-tuanya. Dengan berat hati ia mengiakan juga perkawinan itu. Mereka dikaruniai 2 orang putra. Melania sangat baik, penuh pengabdian, dan berjiwa sosial. Sifat sosialnya itu membuatnya tidak disenangi oleh kaum kerabatnya. Sepeninggal kedua putranya, sikap sosial Melania baru diterima, bahkan ditiru oleh mereka. Melania sangat disenangi oleh kaum miskin karena karya amalnya kepada mereka dan kepada Gereja. Bersama suaminya, Melania menolong membebaskan ratusan budak belian dengan harga tebusan yang sangat mahal.
Tahun-tahun terakhir hidupnya penuh dengan cobaan. Ketika Roma diserang bangsa Visigoth, mereka terpaksa mengungsi ke Afrika. Di sana mereka memiliki tanah yang luas. Pada tahun 417 mereka pindah ke Yerusalem dan tinggal dekat makam suci Yesus. Terpengaruh oleh corak hidup pertapaan di padang gurun Mesir, maka mereka mulai menghayati cara hidup bertapa itu. Di situ ia berjumpa dengan kemenakannya: Santa Paula dan menjalin hubungan baik dengan Santo Hieronimus. Pada tahun 432 suaminya Pianus meninggal dunia. Ia tidak putus asa. Sebagai janda ia menghimpun para wanita untuk mendirikan satu biara di bukit Zaitun. Usahanya diperluas hingga ke Afrika dengan 2 buah biara di sana. Tahun-tahun terakhir hidupnya dimanfaatkannya di dalam kelompok orang-orang kudus seperti Santo Hieronimus, Agustinus, Paulinus, dll, dengan menyalin buku-buku rohani. Ia wafat pada tahun 439 di Betlehem, seminggu setelah merayakan Natal.

Sumber : http://www.imankatolik.or.id