1 Desember
St. Edmund Campion
Edmund hidup
pada abad keenambelas. Ia seorang pelajar muda Inggris yang amat populer,
seorang ahli pidato yang mengagumkan. Edmund terpilih untuk menyampaikan pidato
sambutan kepada Ratu Elizabeth ketika ratu mengunjungi perguruan tingginya.
Sekelompok temannya tertarik akan sikapnya yang periang dan bakat-bakatnya yang
beranekaragam. Mereka menjadikan Edmund sebagai pemimpin mereka. Bahkan ratu
dan para menterinya pun menyukai pemuda yang menarik ini.
Tetapi, Edmund
mempunyai masalah dengan agamanya. Ia selalu beranggapan bahwa Gereja Katolik
adalah satu-satunya Gereja yang benar. Dan ia tidak menyembunyikan pendapatnya
itu. Oleh karenanya, pemerintah, yang menganiaya orang-orang Katolik, menjadi
amat curiga kepadanya. Edmund tahu bahwa ia akan kehilangan simpati ratu dan
juga kehilangan semua kesempatan untuk mendapatkan jabatan tinggi apabila ia
memilih untuk menjadi seorang Katolik. Pemuda ini berdoa dan menetapkan
keputusannya. Ia akan tetap menjadi seorang Katolik!
Setelah
melarikan diri dari Inggris, Edmund belajar untuk menjadi seorang imam. Ia
masuk Serikat Yesus. Ketika Bapa Suci memutuskan untuk mengirimkan imam-imam
Yesuit ke Inggris, Pastor Campion termasuk di antara imam-imam pertama yang
diutus. Malam sebelum ia pergi, salah seorang rekan imam merasa terdorong untuk
menuliskan kata-kata ini di pintu kamarnya: “Pastor Edmund Campion, martir.”
Meskipun Pastor Campion tahu akan bahaya yang menghadangnya, imam yang kudus
ini berangkat juga dengan riang. Malahan, ia banyak tertawa oleh karena ia
menyamar sebagai seorang pedagang permata. Di Inggris, ia berkhotbah dengan
berhasil di hadapan umat Katolik yang menjumpainya secara rahasia. Mata-mata
ratu ada di mana-mana, mereka mencoba menangkapnya. Pastor Campion menulis:
“Sebentar lagi aku tidak akan terlepas dari tangan mereka. Kadang-kadang aku
membaca tulisan yang berbunyi 'Campion telah tertangkap'!” Seorang
pengkhianatlah yang pada akhirnya menyebabkan imam Yesuit itu tertangkap. Di
penjara, Pastor Campion dikunjungi oleh para pejabat kerajaan yang
mengaguminya. Bahkan Ratu Elizabeth sendiri juga datang. Tetapi tidak satu pun
dari ancaman ataupun janji-janji mereka yang dapat membuatnya mengingkari iman
Katoliknya. Bahkan tidak juga aniaya. Walaupun harus banyak menderita, ia masih
tetap mempertahankan diri dan rekan-rekan imam lainnya dengan cara yang
demikian mengagumkan sehingga tidak seorang pun mampu mendebatnya. Meskipun
begitu, ia tetap juga dijatuhi hukuman mati. Sebelum hukuman dilaksanakan, St.
Edmund mengampuni orang yang telah mengkhianatinya. Ia bahkan membantu
menyelamatkan nyawa orang itu. St. Edmund Campion wafat pada tahun 1581 pada
usia empatpuluh satu tahun.
Edmund dapat
memberikan pengampunan bahkan ketika tampaknya hal itu mustahil. Adakah bagian
dari hidupku yang membutuhkan rahmat pengampunan yang menyembuhkan?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas
ijin Pauline Books & Media.”
Beato Dionisius dan Redemptus a Cruce,
Martir Indonesia
Pierre
Berthelot - demikian nama Santo Dionisius - lahir di kota Honfleur, Prancis
pada tanggal 12 Desember 1600. Ayahnya Berthelot dan Ibunya Fleurie Morin
adalah bangsawan Prancis yang harum namanya. Semua adiknya: Franscois, Jean,
Andre, Geoffin dan Louis menjadi pelaut seperti ayahnya. Sang ayah adalah
seorang dokter dan nakoda kapal. Pierre sendiri semenjak kecil (12 tahun) telah
mengikuti ayahnya mengarungi lautan luas; dan ketika berusia 19 tahun ia sudah
menjadi seorang pelaut ulung. Selain darah pelaut, ia juga mewarisi dari
ayahnya hidup keagamaan yang kuat, yang tercermin di dalam kerendahan hatinya,
kekuatan imannya, kemurnian dan kesediaan berkorban. Ia kemudian memasuki dinas
perusahaan dagang Prancis. Dalam rangka tugas dagang, ia berlayar sampai ke
Banten, Indonesia. Tetapi kapalnya dibakar oleh saudagar-saudagar Belanda dari
kongsi dagang VOC. Berkat pengalamannya mengarungi lautan, ia sangat pandai
menggambar peta laut dan memberikan petunjuk jalan.
Pierre kemudian bekerja pada
angkatan laut Portugis di Goa, India. Namun ia senantiasa tidak puas dengan
pekerjaannya itu. Ada keresahan yang senantiasa mengusik hatinya. Ia selalu
merenungkan dan mencari arti hidup yang lebih mendalam. Ketika itu ia sudah
berusia 35 tahun. Akan tetapi usia tidak menghalangi dorongan hatinya untuk
hidup membiara. Ia diterima di biara Karmel. Namanya diubah menjadi Dionisius a
Nativitate. Sekalipun ia sudah menjalani hidup membiara, namun ia masih
beberapa kali menyumbangkan keahliannya kepada pemerintah, baik dengan
menggambar peta maupun dengan mengangkat senjata membuyarkan blokade di Goa
yang dilancarkan oleh armada Belanda (1636).
Di biara Karmel itulah, ia
bertemu dengan Redemptus a Cruce, seorang bruder yang bertugas sebagai penjaga
pintu biara dan koster, penerima tamu dan pengajar anak-anak. Redemptus lahir
di Paredes, Portugal pada tahun 1598 dari sebuah keluarga tani yang miskin
namun saleh dan taat agama. Orangtuanya memberinya nama Thomas Rodriguez da
Cunha. Semenjak usia muda, ia masuk dinas ketentaraan Portugis dan ditugaskan
ke India. Ia kemudian menarik diri dari dinas ketentaraan karena ingin menjadi
biarawan untuk mengabdikan dirinya pada tugas-tugas keagamaan. Ia diterima
sebagai bruder di biara Karmel.
Suatu ketika Raja Muda di Goa
bermaksud mengirim utusan ke Aceh, Indonesia, yang baru saja berganti sultan
dari Sultan Iskandar Muda ke Sultan Iskandar Thani. Ia ingin menjalin hubungan
persahabatan karena hubungannya dengan sultan terdahulu tidak begitu baik.
Sebagai seorang bekas pelaut yang sudah pernah datang ke Banten, Dionisius
ditunjuk sebagai almosenir, juru bahasa dan pandu laut. Oleh karena itu
tahbisan imamatnya dipercepat. Dionisius ditahbiskan menjadi imam pada tahun
1637 oleh Mgr. Alfonso Mendez. Bruder Redemptus dengan izinan atasannya ikut
serta dalam perjalanan dinas itu sebagai pembantu.
Pastor tentara Dionisius
bersama rombongannya berangkat ke Aceh pada tanggal 25 September 1638 dengan
tiga buah kapal: satu kapal dagang dan dua kapal perang. Penumpang kapal itu
ialah: Don Fransisco de Sosa (seorang bangsawan Portugis), Pater Dionisius,
Bruder Redemptus, Don Ludovico dan Soza, dua orang Fransiskan Rekolek, seorang
pribumi dan 60 orang lainnya. Mereka berlabuh di Ole-Ole (kini: Kotaraja) dan
disambut dengan ramah.
Sepeninggal teman-temannya,
Pater Dionisius masih bersaksi tentang Kristus dengan penuh semangat. Kotbahnya
itu justru semakin menambah kebencian rakyat Aceh terhadapnya. Algojo-algojo
semakin beringas untuk segera menamatkan riwayat Dionisius. Namun langkah
mereka terhenti di hadapan Dionisius. Dengan sekuat tenaga mereka menghunuskan
kelewang dan tombak akan tetapi seolah-olah ada kekuatan yang menahan, sehingga
tidak ada yang berani. Segera kepala algojo mengirim utusan kepada sultan agar
menambah bala bantuan. Dionisus berdoa kepada Tuhan agar niatnya menjadi martir
dikabulkan. Dan permintaan itu akhirnya dikabulkan Tuhan. Dionisius menyerahkan
diri kepada algojo-algojo itu. Seorang algojo - orang Kristen Malaka yang
murtad - mengangkat gada dan disambarkan keras-keras mengenai kepala Dionisius,
disusul dengan kelewang yang memisahkan kepala Dionisius dari tubuhnya.
Kemartiran Dionisius dengan
kawan-kawannya disahkan Tuhan: mayat mereka selama 7 bulan tidak hancur, tetap
segar seperti sedang tidur. Menurut saksi mata, jenazah Dionisius sangat
merepotkan orang sekitarnya, karena setiap kali dibuang - ke laut dan tengah hutan
- senantiasa kembali lagi ke tempat ia dibunuh. Akhirnya jenazahnya dengan
hormat dimakamkan di Pulau Dien ('pulau buangan'). Kemudian dipindahkan ke Goa,
India. Martir-martir itu dibunuh pada tanggal 29 Nopember 1638. Bersama
Redemptus, Dionisius digelarkan 'beato' pada tahun 1900.
Santo Eligius, Uskup dan Pengaku Iman
Santo
Eligius atau Eloi adalah seorang pandai emas dan pencetak uang logam di kota
Paris pada abad yang ketujuh. Oleh raja Klotar, ia diminta membuat sebuah
takhta. Tetapi dengan emas dan permata yang diserahkan raja untuk keperluan
itu, Eloi berhasil menciptakan dua buah takhta yang indah sekali. Raja sangat
mengagumi kejujurannya itu dan mengangkatnya menjadi kepala percetakan uang
logam kerajaan.
Sejak saat itu Eloi menjadi
seorang petinggi kerajaan dengan pendapatan yang lumayan pula; namun semuanya
dimanfaatkan untuk menolong para tawanan dan fakir miskin. Rumahnya, bahkan
meja makannya sendiri selalu dikelilingi orang-orang miskin. Di samping pandai
mencetak uang logam, ia juga seorang seniman. Kegemarannya ialah membuat tabut
yang indah sebagai tempat penyimpanan relikui-relikui orang suci. Tabut yang
pernah dikerjakannya antara lain tabut penyimpanan relikui Santo Martinus dan
Santa Genoveva.
Eloi
seorang yang saleh dan bijaksana; karena itu ia diangkat sebagai penasehat raja
dan uskup-uskup. Tahun 641, ketika Uskup Noyon, Prancis meninggal dunia, ia
sendiri yang dinobatkan menjadi Uskup Noyon. Di negeri Vlandria dan Zeelandia,
ia berhasil membawa banyak orang kafir kepada Kristus. Selama 20 tahun ia
berusaha keras memajukan Kerajaan Kristus disertai banyak mujizat sebagai
peneguh kebenaran iman yang diwartakannya. Segala macam takhayul serta
kepercayaan yang sia-sia dilawan dan ditentangnya. Sesudah bekerja keras
memperluas Kerajaan Kristus di dunia ini, Eloi meninggal dunia pada tahun 660.
Santo & Santa Adrianus dan Natalia, Martir
Suami-istri
ini mati sebagai martir pada abad ke-4 di Nikomedia pada masa pemerintahan
Kaisar Diokletianus – Licinius. Adrianus adalah seorang perwira Romawi yang
bertugas di Nikomedia. Ia belum dipermandikan, namun sudah beriman kepada
Yesus, sedangkan isterinya, Natalia, seorang Kristen yang saleh.
Suatu ketika Adrianus
diperintahkan untuk mengejar, menangkap, dan menganiaya umat Kristen. Maklumlah
penguasa Romawi sangat benci kepada umat Kristen karena mereka tidak mau
menyembah dewa-dewa Romawi. Adrianus bingung. Ia sendiri pernah menyaksikan
penganiayaan terhadap 23 orang Kristen. Hatinya tidak tahan karena ia merasa
seiman dengan mereka. Terdorong oleh cintanya kepada orang-orang seiman, dengan
berani ia mengatakan kepada para serdadu Romawi lainnya: "Tangkaplah dan
siksalah juga aku sebab aku sendiri pun orang Kristen." Ia rela
menyerahkan diri untuk ditangkap dan digiring ke penjara. Mendengar peristiwa
penangkapan Adrianus, Natalia datang ke penjara untuk menemuinya. Kepada
Adrianus, ia berkata: "Adrian, engkau diberkati Allah karena berani
mengakui imanmu di hadapan orang-orang kafir. Sesungguhnya engkau telah
menemukan harta kekayaan yang tidak diwariskan orangtuamu . . . " Natalia
meminta dengan sangat kepada Adrianus agar menguatkan juga hati teman-temannya
di penjara. Selain itu ia berusaha agar Adrianus mendapat pelajaran agama dan
dibaptis di dalam penjara. Hal itu diketahui penjaga penjara, sehingga mulai
saat itu ia tidak diizinkan lagi menemui suaminya di penjara. Namun ia tidak
kehabisan akal: ia menyamar sebagai pemuda dan berhasil menemui Adrianus di
penjara. Kepadanya ia berpesan agar berdoa untuknya bila sudah berada di surga.
Adrianus bersama orang-orang
Kristen lainnya dijatuhi hukuman mati. Pelaksanaan hukuman mati itu disaksikan
Natalia. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana anggota tubuh
suaminya dicincang. Keinginannya untuk ikut serta terjun ke dalam bara api sungguh
tak terbendung, ketika tubuh suaminya dilemparkan ke tengah jilatan api bersama
martir-martir lainnya. Api kemudian padam karena sekonyong-konyong turun hujan
lebat. Orang-orang Kristen mengumpulkan sisa-sisa jenazahnya dan memakamkannya
dekat Argyropolis, di pantai Bosporus, Turki.
Natalia
sendiri menyimpan tangan suaminya sebagai relikui kudus. Ia tidak mau menetap
di Nikomedia karena merasa terancam oleh penguasa Romawi yang kafir. Ia
memutuskan untuk tinggal tidak jauh dari makam suaminya. Beberapa lama setelah
berada di Argyropolis, ia pun wafat dengan damai dan dimakamkan dekat kubur
Adrianus di antara para martir lainnya. Ia dimasukkan dalam bilangan para
martir karena situasi kematiannya. Adrianus adalah martir populer waktu itu dan
dijadikan pelindung para serdadu. Ia juga sering dimintai perlindungannya
apabila ada wabah penyakit.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
2 Desember
St. Bibiana
Ayah Bibiana,
Flavian, adalah seorang pejabat kota Roma pada masa Gereja Perdana. Flavian dan
isterinya dikenal sebagai pengikut Kristus yang taat. Ketika Kaisar Yulianus
mengingkari iman Katoliknya dan mulai menganiaya umat Kristen, Flavian
ditangkap. Wajahnya dicap dengan besi panas dan kemudian ia dikirim ke tempat
pembuangan.
Setelah Flavian
wafat, isterinya - Dafrosa - juga dijadikan tahanan di rumahnya sendiri.
Hukuman itu dijatuhkan kepadanya karena kehidupan Kristianinya yang saleh.
Kemudian, Dafrosa juga dijatuhi hukuman mati. Bibiana, yang ditinggal sendirian
bersama saudarinya - Demetria - dengan segenap hati mempercayakan diri kepada
Tuhan dan berdoa. Segala milik mereka dirampas. Lalu, kedua gadis tersebut
diajukan ke pengadilan. Demetria yang malang begitu ketakutan sehingga tewas
seketika di kaki hakim. Bibiana diserahkan kepada seorang perempuan pendosa
yang ditugaskan untuk menjadikan Bibiana sejahat dirinya. Perempuan itu
membujuk dengan kata-kata manis dan dengan banyak akal licik supaya Bibiana
jatuh dalam dosa. Tetapi Bibiana tidak dapat dibujuk. Ia dibawa kembali ke
pengadilan dan didera. Namun, ia tetap teguh pada iman dan kesuciannya.
Akhirnya, St. Bibiana didera dengan cambuk timah hingga wafat. Seorang imam
menguburkan jenasahnya pada malam hari di samping ibu dan saudarinya.
Kadang-kala
kita harus menderita karena melakukan suatu hal yang kita yakini kebenarannya.
Kita dapat berdoa memohon rahmat ketekunan dalam berbuat kebajikan sepanjang
hidup kita.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
3 Desember
St. Fransisikus Xaverius
Misionaris besar
ini dilahirkan di Kastil Xaverius, Spanyol pada tahun 1506. Ia belajar di
Universitas Paris ketika umurnya delapanbelas tahun. Di sanalah ia bertemu
dengan St. Ignatius Loyola, yang pada waktu itu akan membentuk
Serikat Yesus. St. Ignatius berusaha mengajak Fransiskus untuk bergabung. Pada
mulanya, pemuda yang suka bersenang-senang ini tidak pernah memikirkannya.
Kemudian, St. Ignatius mengulangi kata-kata Yesus dalam Kitab Suci kepadanya:
“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?”
Akhirnya, Fransiskus memahami dengan jelas bahwa panggilan hidupnya adalah
bersama dengan para Yesuit.
Ketika
Fransiskus berusia tigapuluh empat tahun, St. Ignatius mengutusnya sebagai
misionaris ke Hindia Belanda. Raja Portugal hendak memberinya hadiah-hadiah dan
juga seorang pelayan untuk menyertainya. Tetapi, Fransiskus dengan halus
menolak pemberian raja dengan mengatakan: “Cara terbaik bagi seseorang untuk
mendapatkan martabat sejati adalah dengan mencuci baju serta memasak makanannya
sendiri.” Sepanjang karyanya yang gemilang di Goa, India, Indonesia, Jepang
serta pulau-pulau lain di timur, St. Fransiskus mempertobatkan banyak orang.
Sesungguhnya, ia membaptis begitu banyak orang hingga ia menjadi terlalu lemah
bahkan untuk mengangkat tangannya sendiri. Ia mengumpulkan anak-anak kecil di
sekitarnya serta mengajarkan iman Katolik kepada mereka. Kemudian ia menjadikan
mereka misionaris-misionaris kecil. Ia mengajak mereka untuk menyebarluaskan
iman yang telah mereka peroleh. Tidak ada yang tidak dilakukan St. Fransiskus
untuk membantu sesama. Suatu ketika, ia berhadapan dengan segerombolan perompak
yang garang, ia sendirian dan tanpa senjata kecuali salibnya. Gerombolan
perompak itu mundur kembali dan tidak jadi menyerang penduduk Kristennya. St.
Fransiskus juga membawa kembali orang-orang Kristen yang hidup tidak baik untuk
bertobat. Satu-satunya “alat”-nya adalah kelemahlembutan, keramahan serta
doa-doanya.
Sepanjang
perjalanan dan kerja kerasnya yang melelahkan, St. Fransiskus senantiasa dipenuhi
oleh sukacita yang datang dari Tuhan. Ia mendambakan untuk dapat pergi ke Cina,
ke daerah di mana tak seorang asing pun diijinkan masuk. Akhirnya,
persiapan-persiapan dilakukan, tetapi misionaris besar kita jatuh sakit. Ia
wafat, hampir-hampir tanpa ditemani siapa pun, pada tahun 1552 di sebuah pulau
di pesisir Cina. Usianya baru empatpuluh enam tahun. Fransiskus Xaverius
dinyatakan kudus oleh Paus Gregorius XV pada tahun 1622. Ia dikanonisasi
bersama para kudus yang hebat lainnya dalam suatu upacara kanonisasi di Roma.
Ignatius dari Loyola, Theresia dari Avila, Filipus Neri dan Isidorus si
Petani, dikanonisasi pada hari yang sama.
Cinta
Fransiskus kepada Yesus demikian besar hingga ia tidak dapat beristirahat
karena pemikiran akan begitu banyaknya orang yang belum pernah mendengar Injil.
Bagaimana jika aku membagikan imanku kepada setidak-tidaknya satu orang dalam
hidupku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
4 Desember
St. Yohanes dari
Damaskus
St. Yohanes
hidup pada abad kedelapan. Ia dilahirkan di kota Damaskus dari keluarga Kristen
yang taat. Ketika ayahnya wafat, Yohanes diangkat menjadi gubernur kota
Damaskus. Pada waktu itu, kaisar mengeluarkan perintah yang melarang umat
Kristiani memiliki patung atau pun gambar-gambar Yesus Kristus dan para kudus.
St. Yohanes tahu bahwa kaisar salah. Karenanya, ia bergabung dengan yang
lainnya untuk mempertahankan tradisi Kristiani. Paus sendiri meminta Yohanes
untuk terus mengatakan kepada rakyat bahwa memiliki patung atau pun
gambar-gambar kudus adalah suatu hal yang amat baik. Patung maupun
gambar-gambar tersebut membantu mengingatkan kita akan Yesus Kristus, Bunda
Maria dan para kudus. Tetapi kaisar tidak mau taat kepada Bapa Suci. Ia terus
saja melarang patung dan gambar-gambar ditempatkan di tempat-tempat umum. St.
Yohanes dengan berani menulis tiga pucuk surat. Ia meminta kaisar untuk
mengakhiri jalan pemikirannya yang salah.
Kaisar menjadi
amat murka dan ingin melampiaskan dendamnya. Yohanes memutuskan untuk
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur. Ia menyumbangkan segala
kekayaannya kepada para miskin dan menjadi seorang rahib. Ia terus menulis
buku-buku yang mengagumkan untuk mempertahankan iman Katolik. Sementara itu, ia
juga melakukan segala pekerjaan kasar di biara. Suatu hari ia bahkan pergi
untuk berjualan keranjang di pinggir jalan kota Damaskus. Banyak orang yang
mengenal Yohanes sebelumnya berlaku kejam terhadapnya dengan menjadikannya
bahan tertawaan. Ini dia orang yang dahulunya adalah gubernur kota yang hebat,
sekarang berjualan keranjang. Coba bayangkan betapa berat penderitaan yang
harus ditanggung oleh St. Yohanes. Tetapi ia tahu bahwa semua uang yang ia
peroleh akan dipergunakan untuk kepentingan biara. Ia senantiasa memikirkan Yesus,
Putera Allah, yang memilih untuk dilahirkan di sebuah kandang yang hina.
Kemudian, ia merasa berbahagia dapat meneladani kerendahan hati Kristus. St.
Yohanes wafat dengan damai dan tenang pada tahun 749.
Meskipun St.
Yohanes adalah seorang yang amat pandai serta terpelajar, ia memiliki
kerendahan hati yang amat besar, seperti dinyatakannya dalam sebuah kalimat
yang pernah ditulisnya untuk menyebut dirinya sendiri “seorang hamba rendahan
yang tak berguna, yang lebih memilih untuk mengaku dosa-dosanya di hadapan
Tuhan daripada terlibat dalam perkara-perkara teologi dan politik.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
Santa Barbara, Perawan dan Martir
Barbara
dihormati sebagai pelindung orang-orang yang tertimpa bahaya angin taufan, dan
pelindung para arsitek. Legenda tentang riwayat hidupnya baru mulai beredar
pada abad ketujuh dan menjadi sangat populer sekitar abad kesembilan. Kebenaran
legenda itu sulit dibuktikan, namun apa yang dibeberkan di bawah ini adalah
cerita yang ditemukan di dalam buku-buku tua.
Konon, Barbara hidup di Yunani
pada awal abad ketiga, dan meninggal dunia pada tanggal 4 Desember tahun 300.
Ia anak Dioscorus, seorang pedagang Romawi yang kaya raya. Apabila ayahnya
mengadakan perjalanan jauh untuk urusan-urusan perdagangan, Barbara ditinggal
sendiri terkunci di dalam kamarnya di atas menara rumah mereka. Pada suatu
ketika ayahnya harus pergi karena sesuatu urusan bisnis: "Manisku, ayah
harus pergi!" kata Dioscorus kepada Barbara. "Selama ayah
pergi", lanjutnya, "ayah akan menguncimu di loteng atas menara rumah
kita, supaya kau selamat. Dalam menara itu akan ku buatkan dua buah jendela
untukmu supaya kau dapat memandang keindahan laut dan bila ayah kembali, kau
bisa mengetahuinya." Ketika Dioscorus pulang, ia melihat suatu keganjilan
pada menara puterinya: ada tiga jendela dan di atas pintu menara terpaku sebuah
salib. Dengan teliti dan tertegun ia heran akan semuanya itu. Ia cemas.
Kemudian dengan lantang ia menghardik Barbara: "Apa yang telah kau
lakukan?" Dengan tenang Barbara menerangkan apa yang terjadi selama
ayahnya bepergian: "Ketika ayah pergi, aku memanggil seorang imam. Ia
sangat baik dan mengajariku tentang Bapa yang Mahabaik yang mengutus Putera
Tunggal-Nya ke dunia ini untuk menyelamatkan kita. Tetapi Putera yang bernama
Yesus itu dibunuh di kayu salib." "Lalu??" kata ayahnya dengan
gusar. Kata Barbara lebih lanjut: "Kini Tuhan Yesus mengutus Roh Kudus
untuk membimbing kita kepada Bapa di surga. Aku sungguh yakin dan mohon diselamatkan
Tuhan Yesus. Maka imam itu membaptis aku. Untuk menghormati Tritunggal
Mahakudus itu, aku menyuruh orang membuat jendela ketiga; dan supaya Yesus yang
di salib itu tetap melindungi aku, maka kupasang salib di atas pintu
masuk."
Ayahnya melotot! Ia geram dan
tidak senang dengan perbuatan Barbara. Sebab ayah itu masih percaya kepada
dewa-dewa. Dengan mata gelap, Dioscorus menyeret Barbara yang amat dicintainya
itu sambil berteriak: "Ikuti aku ke pengadilan. Kau harus menyangkal
kepercayaanmu yang tidak masuk akal itu!" Ketika itu Barbara baru berusia
14 tahun, sehingga hakim tidak berani berbuat apa-apa. Ayahnya bertambah berang
dan menyeret Barbara untuk diserahkan kepada para algojo agar disiksa dan bisa
menyangkal imannya. Namun sia-sia saja usahanya. Barbara tetap setia pada
imannya. Akhirnya, ia menghunus pedangnya dan menebas leher Barbara, buah
hatinya sendiri. Pada saat itu pun Dioscorus disambar petir dan mati seketika.
Konon Henry Koch, pria berkebangsaan Belanda, yang hidup pada abad kelimabelas, menaruh devosi besar kepada Barbara. Ketika rumahnya terbakar, ia diselamatkan secara ajaib dari amukan api dan bertahan hidup sampai ia menerima Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Sejak saat itu, banyak orang berdoa dengan perantaraan Santa Barbara agar bisa mati dengan damai. Barbara juga dihormati sebagai santa pelindung orang-orang yang menghadapi ajalnya dan pelindung orang-orang yang mengalami kematian mendadak.
Santo Kristian, Uskup dan Pengaku Iman
Kristian
adalah misionaris suku bangsa Preussen, Jerman dan uskup pertama Kulm. Ia
mendirikan banyak gereja dan menyebarkan Injil di daerah yang luas itu. Selama
enam tahun Kristian ditahan oleh orang-orang kafir di negeri itu, sampai
akhirnya ia wafat pada tahun 1245.
Santo Osmund, Uskup dan Pengaku Iman
Osmund,
seorang pegawai tinggi Raja William dari Normandia. Ketika Raja William
mengalahkan Raja Harold II dari Inggris dalam pertempuran bersejarah di
Hastings pada tahun 1066, Osmund diangkat menjadi Kanselir Inggris. Osmund
dikenal jujur, berbakat pemimpin dan pandai. Namun ia tidak lama menduduki
jabatan terhormat itu karena lebih menyukai suasana hidup yang tenang; ia
sendiri lebih gemar membaca dan menyalin buku-buku rohani. Perhatiannya lebih
difokuskan pada kemajuan rohani umat terdorong oleh tuntutan dari
tahbisan-tahbisan rendah yang sudah diterimanya. Oleh karena itu ia berusaha
membaharui semangat iman umat yang sudah merosot sekali terutama karena
peperangan yang terus-menerus terjadi.
Pada tahun 1078, Osmund
ditahbiskan menjadi Uskup Salisbury, Inggris. Usahanya yang pertama adalah
menyelesaikan pembangunan katedral yang sudah lama didirikan dan membaharui
liturgi Gereja. Untuk menjamin kesatuan liturgis, ia mengeluarkan
peraturan-peraturan tentang perayaan ekaristi, ofisi ilahi dan pemberian
sakramen-sakramen. Peraturan-peraturan yang disebutnya Ritus Sarum ini berlaku
selama lima abad.
Uskup Osmund bersikap tegas
terhadap orang-orang berdosa bersama imam-imamnya. Ketegasan itu dimulainya
dari dirinya sendiri. Selama kepemimpinannya sebagai uskup ia menulis banyak
buku dan mendirikan banyak gereja di seluruh keuskupannya. Osmund memimpin
keuskupan Salisbury selama 20 tahun. Ia meninggal dunia pada tahun 1099.
Kanonisasi dari Gereja atas dirinya sebagai 'santo' pada tahun 1457 adalah
kanonisasi terakhir di Inggris sebelum masa reformasi.
Santo Yohanes dari Damsyik,
Pujangga Gereja dan Pengaku Iman Yohanes lahir pada tahun 650 di kota Damsyik.
Pada masa itu Damsyik berada di bawah kekuasaan kaum Sarasin. Semenjak kecil ia
dididik oleh seorang rahib Yunani. Ayahnya, Sargun bin Mansur (seorang Arab
Kristen) adalah menteri keuangan pada Khalif Abdel Malek di Damsyik (685-705).
Sepeninggal ayahnya, Yohanes-lah yang menggantikannya sebagai menteri keuangan.
Tetapi beberapa tahun kemudian ia meletakkan jabatan itu, lalu menjadi rahib di
biara Mar Saba, dekat Yerusalem. Di biara itulah ia menulis buku-buku pembelaan
iman, khususnya yang berhubungan dengan penghormatan kepada arca-arca para
orang kudus.
Dalam tiga buku apologetik yang
ditulisnya, ia menegaskan bahwa umat Kristen menjunjung tinggi para kudus dan
memberikan hormat istimewa kepada mereka karena keteladanan hidup mereka dalam
menghayati iman Kristiani dan dalam menaati kehendak Allah. Arca-arca para
kudus itu menjadi bagaikan kaca, tempat umat Kristen bercermin diri perihal
perilaku hidupnya sebagai orang Kristen. Ia mengatakan: "Di dalam
arca-arca itu, kami menyatakan perbuatan dan penderitaan orang-orang kudus, dan
dengan memandangnya kami menjadi semakin suci dan semakin dikuatkan untuk
mengikuti teladannya."
Bersama
seorang rahib lainnya, ia mencipta banyak syair dan madah-pujian. Karya ini
dicemooh oleh para rahib yang lebih tua, karena pada masa itu, pekerjaan
menulis syair dianggap sebagai pekerjaan tercela, meskipun karya-karya itu
bernafaskan nilai-nilai keagamaan. Meskipun demikian Yohanes terus saja
mencipta dan beberapa madah-pujian yang digubahnya masih tetap dinyanyikan
hingga kini. Yohanes meninggal dunia pada tahun 749. Ia dihormati sebagai
Pujangga Gereja dan Bapa Gereja Yunani yang terakhir.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
5 Desember
St. Sabas
Sabas, yang dilahirkan pada tahun
439, adalah salah seorang dari rahib Palestina yang termasyhur. Ayahnya seorang
pejabat dalam dinas militer. Ketika ayahnya harus pergi ke Alexandria, Mesir,
ia menitipkan puteranya yang masih kecil kepada saudara iparnya. Namun karena
bibinya memperlakukannya dengan buruk, Sabas kecil melarikan diri ke rumah
pamannya yang lain. Ketika timbul pertengkaran di antara kedua pamannya itu,
Sabas merasa tidak tenang. Ia senang melihat semua orang hidup dalam damai.
Jadi, ia melarikan diri lagi dan tinggal di sebuah biara. Kedua pamannya merasa
malu atas perbuatan mereka. Mereka meminta Sabas untuk kembali dan mereka
berjanji akan memberikan kepadanya semua hak warisannya. Tetapi, Sabas merasa
berbahagia tinggal di biara. Ia tidak mau meninggalkannya. Meskipun di biara ia
menjadi rahib yang paling muda, tetapi dialah yang paling tekun berdoa.
Ketika usianya
delapanbelas tahun, Sabas pergi ke Yerusalem. Ia ingin mencoba hidup sendirian
bersama Tuhan saja. Ia dinasehati agar tinggal di biara lain untuk sementara
waktu oleh sebab ia masih amat muda. Sabas taat dan dengan sukacita mengerjakan
semua pekerjaan berat. Ia membelah kayu untuk perapian dan memikul ember air
yang berat. Suatu hari, St. Sabas diutus ke Alexandria untuk menemani seorang
rahib. Di sana, ia berjumpa dengan ayah ibunya! Orangtuanya mengupayakan segala
cara agar Sabas mau tinggal bersama mereka. Mereka ingin agar Sabas menikmati
kehormatan yang sama seperti yang telah diperoleh ayahnya. Tidak demikian
dengan Sabas! Ia bahkan tidak mau menerima uang yang mereka coba berikan
kepadanya. Akhrinya, Sabas menerima juga tiga keping emas. Ketika ia tiba
kembali di biaranya, diserahkannya kepingan-kepingan emas itu kepada kepala
biara.
Pada akhirnya,
selama empat tahun Sabas dapat juga menikmati hidup sendirian bersama Tuhan
saja, seperti yang didambakannya. Tetapi, sesudah itu ia harus memulai sebuah
biara baru. Banyak murid datang kepadanya untuk menjadi rahib. Tak lama
kemudian, St. Sabas diserahi tanggungjawab atas semua rahib di Palestina.
Sekali waktu Sabas diutus kepada kaisar untuk masalah-masalah Gereja yang
penting. Meskipun demikian, Sabas tetap mengenakan jubah sederhananya dan tetap
setia pada jam-jam doanya. St. Sabas wafat pada tahun 532.
Meskipun
kadang-kala terjadi kekacauan dalam keluarganya, Sabas belajar untuk
mempercayakan dirinya pada kasih pemeliharaan Tuhan. Pada saat-saat
ketidakpastian dan kebingungan, rahmat Tuhan menopangnya.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
Santo Reinardus, Uskup dan
Pengaku Iman
Suatu ketika orang melihat seorang
peziarah selama tiga hari penuh - tanpa tidur, makan dan minum - berdoa
menyusuri jalan salib Yesus, kebun Zaitun dan bukit Golgota di Yerusalem.
Peziarah itu berjubah kotor dan lusuh, tanpa sepatu dan sepanjang jalan
menangis terus. Dialah Uskup Luttich, Belgia, yang berjalan kaki ke Kota Suci
sebagai tanda pertobatannya dari dosa: membeli jabatan uskup menuruti
ambisinya. Ketika Paus mendengar perbuatan tobat sejati ini, ia menyuruh
Reinardus untuk tetap mengemban jabatannya. Reinardus dengan rajin mengunjungi
semua paroki keuskupannya, berkotbah, membangun jembatan dan irigasi, membagi
makanan dan membela mereka yang tertindas.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
6 Desember
Santo Nikolas dari Myra,
Uskup dan Pengaku Iman
Nikolas
lahir di Parara, Asia Kecil dari sebuah keluarga yang kaya raya. Sejak masa
mudanya ia sangat menyukai cara hidup bertapa dan melayani umat. Ia kemudian
menjadi seorang imam yang sangat disukai umat. Harta warisan dari orangtuanya
dimanfaatkan untuk pekerjaan-pekerjaan amal, terutama untuk menolong
orang-orang miskin. Sebagai imam ia pernah berziarah ke Tanah Suci.
Sekembalinya dari Yerusalem, ia dipilih menjadi Uskup kota Myra dan
berkedudukan di Lycia, Asia Kecil (sekarang: Turki). Santo Nikolas dikenal di
mana-mana. Ia termasuk orang kudus yang paling populer, sehingga dijadikan
pelindung banyak kota, propinsi, keuskupan dan gereja. Di kalangan Gereja
Timur, ia dihormati sebagai pelindung para pelaut; sedangkan di Gereja Barat,
ia dihormati sebagai pelindung anak-anak, dan pembantu para gadis miskin yang
tidak mampu menyelenggarakan perkawinannya. Namun riwayat hidupnya tidak banyak
diketahui, selain bahwa ia dipilih menjadi Uskup kota Myra pada abad keempat
yang berkedudukan di Lycia. Ia seorang uskup yang lugu, penuh semangat dan
gigih membela orang-orang yang tertindas dan para fakir miskin. Pada masa
penganiayaan dan penyebaran ajaran-ajaran sesat, ia menguatkan iman umatnya dan
melindungi mereka dari pengaruh ajaran-ajaran sesat.
Ketenaran namanya sebagai uskup melahirkan
berbagai cerita sanjungan. Sangat banyak cerita yang menarik dan mengharukan.
Namun tidak begitu mudah untuk ditelusuri kebenarannya. Salah satu cerita yang
terkenal ialah cerita tentang tiga orang gadis yang diselamatkannya: konon ada
seorang bapa tak mampu menyelenggarakan perkawinan ketiga orang anak gadisnya.
Ia orang miskin. Karena itu ia berniat memasukkan ketiga putrinya itu ke tempat
pelacuran. Hal ini didengar oleh Uskup Nikolas. Pada suatu malam secara
diam-diam Uskup Nikolas melemparkan tiga bongkah emas ke dalam kamar bapa itu.
Dengan demikian selamatlah tiga puteri itu dari lembah dosa. Mereka kemudian
dapat menikah secara terhormat.
Cerita yang lain berkaitan dengan
kelaparan hebat yang dialami umatnya. Sewaktu Asia Kecil dilanda paceklik yang
hebat, Nikolas mondar-mandir ke daerah-daerah lain untuk minta bantuan bagi
umatnya. Ia kembali dengan sebuah kapal yang sarat dengan muatan gandum dan
buah-buahan. Namun, tanpa sepengetahuannya, beberapa iblis hitam bersembunyi
dalam kantong-kantong gandum itu. Segera Nikolas membuat tanda salib atas kantong-kantong
itu dan seketika itu juga setan-setan hitam itu berbalik menjadi pembantunya
yang setia.
Nikolas adalah santo nasional Rusia.
Cerita tentang tertolongnya ketiga puteri di atas melahirkan tradisi yang
melukiskan Santo Nikolas sebagai penyayang anak-anak. Salah satu tradisi yang
paling populer ialah tradisi pembagian hadiah kepada anak-anak pada waktu Pesta
Natal oleh orangtuanya melalui 'Sinterklas'. Tradisi ini diperkenalkan kepada
umat Kristen Amerika oleh orang-orang Belanda Protestan, yang menobatkan Santo
Nikolas sebagai tukang sulap bernama Santa Claus. "Sinterklas", yaitu
hari pembagian hadiah kepada anak-anak yang dilakukan oleh seorang berpakaian
uskup yang menguji pengetahuan agama anak-anak, tetapi ia membawa serta hamba
hitam yang menghukum anak-anak nakal.
Santo Nikolas meninggal dunia di Myra dan
dimakamkan di katedral kota itu. Relikuinya kemudian dicuri orang pada tahun
1807. Sekarang relikui itu disemayamkan di Bari, Italia.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
7 Desember
St. Ambrosius
Ambrosius
dilahirkan sekitar tahun 340. Ia putera seorang Gubernur Romawi di Gaul. Ketika
ayahnya meninggal dunia, ibunya membawa keluarganya kembali ke Roma. Ibunya dan
kakaknya - St. Marcellina - membesarkan Ambrosius dengan baik. Ambrosius
menjadi seorang pengacara yang hebat. Kemudian ia diangkat menjadi gubernur
kota Milan serta daerah sekitarnya. Tetapi melalui suatu peristiwa yang aneh, (baca kisahnya bagaimana seorang Uskup dipilih? - klik disini) Ambrosius sang Gubernur menjadi Ambrosius sang Uskup. Pada masa itu,
umat biasa mengusulkan kepada paus nama orang yang mereka pilih sebagai uskup.
Sungguh amat mengejutkan Ambrosius ketika penduduk kota Milan memilihnya. Ia
berusaha menghindar, tetapi tampaknya hal itu memang kehendak Tuhan. Oleh
karenanya, Ambrosius menjadi imam dan kemudian uskup kota Milan.
Ambrosius
menjadi bapa serta teladan yang mengagumkan bagi umatnya. Ia juga melawan
segala kejahatan dengan keberanian yang mengagumkan. Berhadapan dengan suatu
pasukan yang siap menyerang, St. Ambrosius berhasil meyakinkan pemimpin mereka
untuk menarik mundur pasukannya. Di lain waktu, Kaisar Theodosius datang dari
timur. Kaisar ingin menyelamatkan Italia dari para musuh penyerang. Ia
mendorong semua pejabatnya untuk menaruh hormat pada Uskup Milan. Namun
demikian, ketika kaisar melakukan suatu dosa berat, Ambrosius tidak segan-segan
menentangnya. Ia bahkan memerintahkan agar Kaisar Theodosius melakukan
penitensi umum. Kaisar tidak menjadi gusar dan marah. Ia sadar bhawa Ambrosius
benar. Dengan rendah hati kaisar melakukan penitensi secara umum atas
dosa-dosanya. Ambrosius telah menunjukkan kepada dunia bahwa tidak ada seorang
pun, meskipun ia seorang penguasa, yang lebih tinggi kedudukannya daripada
gereja.
Rakyat khawatir
akan apa yang terjadi dengan Italia apabila Ambrosius wafat. Karenanya ketika
Ambrosius jatuh sakit, mereka memohon kepadanya untuk berdoa agar dikarunia
umur panjang. Ambrosius menjawab, “Aku tidak berlaku sedemikian rupa di antara
kalian sehingga aku merasa malu untuk hidup lebih lama; namun demikian aku juga
tidak takut mati, karena kita mempunyai Tuan yang baik.” Uskup Ambrosius wafat
pada hari Jumat Agung pada tahun 397.
Pada hari ini,
luangkan waktu untuk merenungkan kata-kata Ambrosius: “Kristus adalah
segala-galanya bagi kita.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
8 Desember
St. Perawan Maria
Dikandung Tanpa Dosa
Leluhur kita
yang pertama telah menghina Tuhan dengan melakukan dosa berat. Oleh karena
jatuhnya Adam dan Hawa ke dalam dosa, maka setiap bayi yang dilahirkan ke dunia
mewarisi dosa asal. Kita semua adalah keturunan dari leluhur kita yang pertama.
Jadi, kita semua mewarisi dosa mereka. Dosa yang kita warisi itu disebut dosa
asal.
Tetapi, Santa
Perawan Maria, memperoleh hak yang amat istimewa dari Tuhan. Ia dikandung dalam
rahim bundanya, St. Anna, tanpa dosa asal. Bunda Maria akan menjadi Bunda
Yesus, Putera Allah yang tunggal. Si jahat, yaitu iblis, tidak mempunyai kuasa
atas Maria. Tidak pernah ada dosa sekecil apa pun dalam diri bunda kita yang
mengagumkan itu. Oleh sebab itu, Gereja menyebut Maria sebagai “Yang Dikandung
Tanpa Dosa.”
Pada tahun 1854,
Paus Pius IX menyatakan kepada seluruh dunia bahwa tidak dapat diragukan lagi
Bunda Maria dikandung tanpa dosa. Empat tahun kemudian, Bunda Maria menampakkan
diri kepada Bernadette di Lourdes. Ketika St. Bernadette menanyakan
kepada perempuan cantik itu siapakah dia, Maria mengatupkan kedua tangannya
serta mengarahkan pandangannya ke surga. Katanya, “Akulah Yang Dikandung Tanpa
Dosa.”
Lebih lanjut tentang Santa Perawan Maria yang
Dikandung Tanpa Dosa~Klik disini
“Engkau
memberinya hak istimewa untuk menikmati terlebih dahulu karya keselamatan yang
akan diperoleh Kristus dengan kematian-Nya, serta menjaganya tanpa noda dosa
sejak saat pertama perkandungannya.” ~ Paus Sixtus IV
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
9 Desember
S. Juan Diego
Juan Diego
menjadi terkenal karena Bunda Allah menampakkan diri kepadanya. Kepada Juan
Diego-lah pertama kali Bunda Maria memperkenalkan dirinya kepada dunia sebagai
Bunda dari Guadalupe.
Juan hidup pada
abad keenambelas ketika Mexico dikenal sebagai Lembah Anahuac. Ia berasal dari
suku Chichimeca. Mereka memanggil Juan dengan sebutan Elang Berbicara. Nama
baptisnya adalah Juan Diego.
Sesudah misi
utama Juan selesai, dikatakan bahwa ia menjadi seorang pertapa. Ia melewatkan
seluruh sisa hidupnya dengan berdoa dan bermatiraga. Gubugnya yang kecil
terletak dekat kapel pertama yang dibangun di Bukit Tepeyac. Juan amat
dikagumi. Para orangtua mendambakan agar anak-anak mereka kelak menjadi seperti
Juan Diego. Juan merawat kapel dan menemui para peziarah yang mulai berdatangan
ke sana untuk menghormati Bunda Maria dari Guadalupe. Ia akan menunjukkan
kepada mereka tilma atau jubah yang menakjubkan dimana terlukis gambar Bunda
Maria yang amat indah.
Paus Yohanes
Paulus II menyatakan Juan Diego sebagai “beato” pada tanggal 9 April 1990. Paus
secara pribadi mengunjungi Gereja Bunda Maria dari Guadalupe yang agung dan
indah. Ia berdoa di sana bagi segenap rakyat Meksiko. Ia berdoa teristimewa
bagi mereka yang wafat selama masa penganiayaan Gereja yang dahsyat yang
terjadi pada awal abad. Ia juga berdoa bagi segenap peziarah yang datang
mengunjungi gereja yang indah tersebut dengan iman yang begitu besar kepada
Bunda Allah. Pada tanggal 31 Juli 2002, di Basilika Santa Perawan Maria
Guadalupe, Meksiko, paus yang sama memaklumkan Juan Diego sebagai “santo”.
Perjumpaannya
dengan Bunda Maria membawa perubahan amat besar dalam hidup Juan. Bagaimana
teladan Bunda Maria mempengaruhi cara hidupku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
Santo Fransiskus Antonius, Pengaku Iman
Fransiskus
Antonius lahir di Lucera, Apulia, Italia pada tahun 1681. Nama kecilnya ialah
Antonius Yohanes Nikolas dan dipanggil dengan nama Yohanie. Ayahnya, Fasani,
seorang petani miskin di daerah itu. Tatkala Yohanie berusia 10 tahun, ayahnya
meninggal dunia. Dengan itu ia tidak begitu dalam mengalami pendidikan dan
kehangatan cinta seorang ayah di dalam keluarga. Namun hal itu dialaminya
kembali ketika ibunya menikah lagi dengan seorang petani di situ. Ayah tirinya
sangat baik hati dan mendidiknya sungguh-sungguh seperti anak kandungnya
sendiri. Atas bimbingan ayah tirinya, Yohanie dapat berkembang baik dan
kemudian masuk sekolah dasar di Lucera. Setelah menamatkan studinya Yohanie
masuk biara di Lucera atas kehendaknya sendiri yang direstui kedua orangtuanya.
Pada
usia 15 tahun ia sudah mengenakan jubah novisiat dan tinggal di kota Monte
Gargano. Pada tahun 1707 ia ditahbiskan menjadi imam di kota Asisi. Kemungkinan
pada waktu itulah ia mengambil nama 'Fransiskus Antonius'. Setelah menjadi imam
ia masih melanjutkan studinya dalam bidang filsafat. Berkat ketekunan dan
kecerdasannya maka dalam waktu singkat ia dapat menyelesaikan pelajarannya.
Selanjutnya ia menjabat dosen filsafat di Kolese Lucera, sambil berkarya
melayani umat. Ia giat berkotbah demi pengembangan iman umatnya dan rekan
sebiaranya.
Masa
tuanya dihabiskan di Lucera. Keberhasilan hidupnya tidak terletak pada
jabatannya sebagai dosen yang terkenal, tetapi karena cinta kasih dan
pelayanannya yang tulus. kepada umatnya. Ia pun sering berkotbah di Apulia.
Dengan aktif ia mengumpulkan dana bagi kaum miskin dan menghibur para tahanan
yang menghadapi hukuman mati. Meskipun berbagai kesibukannya, ia tetap
menyediakan waktu untuk menerima orang-orang yang datang untuk meminta
nasehatnya. Umatnya sungguh mencintai dia: menerima dia apa adanya, kebaikan
dan kekurangannya. Fransiskus sering mengajak umatnya untuk berdoa rosario
bersama, berziarah dan mengadakan novena. Ia wafat pada tahun 1742.
Santo Petrus Fourier, Pengaku Iman
Pria
berkebangsaan Prancis ini lahir pada tahun 1560. Pada waktu berumur 20 tahun ia
melanjutkan studinya di biara imam-imam regulir sampai menjadi imam. Meskipun
ia kadang-kadang terganggu oleh teman-temannya yang kurang disiplin, namun
semua peraturan diikutinya dengan cermat. Tugas dan kewajibannya pun dikerjakan
dengan sempurna.
Pada
tahun 1597 ia ditugaskan di sebuah paroki yang sudah lama diterlantarkan.
Dengan ramah dan sabar ia mulai membenahi kembali paroki itu. Kesederhanaan
hidupnya dan kerendahan hatinya menggugah perhatian umat yang sudah lama
merindukan kehadiran seorang gembala. Paroki yang hampir binasa itu mulai lagi
menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Umat mulai melakukan lagi
kewajiban-kewajiban imannya dan kembali merayakan hari-hari Tuhan dan menerima
sakramen-sakramen.
Pastor
Petrus terkenal saleh. Ia mempunyai devosi yang besar kepada Santa Perawan
Maria yang tak bernoda. Dalam hal ini umatnya turut pula meneladaninya.
Kepentingan jasmani rakyat tak luput dari perhatiannya. Dengan bantuan beberapa
orang ahli ia membuka bank tabungan, usaha asuransi dan suatu lembaga
pengadilan untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil secara damai.
Ia
mendampingi Suster Beata Alix Leclerc dalam membina kongregasi baru yaitu
Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria. Anggota kongregasi ini terdiri
dari Suster-suster yang rela bekerja di luar biara di bidang pendidikan
anak-anak. Dalam suatu penglihatan, Petrus menyaksikan banyak rumah biara dari
kongregasi ini terbentang luas di suatu daerah. Makna penglihatan ini terwujud
nyata di kemudian hari: kongregasi ini berkembang pesat sekali dan sebelum
Petrus meninggal dunia, sudah terdapat 32 biara Kongregasi Santa Perawan Maria
lengkap dengan sekolahnya.
Petrus
Fourier diberi tugas memulihkan tata tertib di rumah-rumah tarekatnya dan
akhirnya dipilih menjadi superior jenderal. Ia meninggal dunia pada tahun 1640.
Abel, Anak Adam dan Hawa
Abel adalah putera kedua Adam dan Hawa, dan adik Kain. Lain
daripada kakaknya Kain yang menjadi petani, Abel dilukiskan sebagai seorang
gembala yang dicintai Allah. Ia dibunuh oleh Kain. Kain merasa cemburu pada
adiknya Abel karena Tuhan menolak persembahannya yang terdiri dari hasil kebun,
dan menerima persembahan adiknya Abel berupa seekor anak domba dari kawanannya.
Dalam Perjanjian Baru, Abel digolongkan dalam bilangan orang-orang
adil dari Perjanjian Lama (Mat 23:25; lYoh 3:12). Penulis surat Hibrani
melukiskan Abel di samping mereka yang lainnya sebagai contoh orang beriman
(Ibr 11:4). Kecuali itu dalam Kanon Misa Abel juga dipandang sebagai seorang
yang benar.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
10 Desember
St. Yohanes Roberts
Yohanes
dilahirkan di Wales pada tahun 1577. Meski bukan seorang Katolik, ia dididik
oleh seorang imam tua. Jadi, sepeti katanya di kemudian hari, dalam hati ia
senantiasa seorang Katolik. Yohanes pergi ke Universitas Oxford di Inggris
beberapa waktu lamanya. Kemudian ia pergi ke Perancis untuk bersenang-senang.
Nyatanya, perjalanan ini memberinya lebih dari sekedar kesenangan. Adalah di
Paris, Perancis, ia menemukan kebahagiaan besar dalam menggabungkan diri dalam
Gereja Katolik. Sesudahnya, Yohanes tidak membuang-buang waktu untuk mengambil
langkah untuk ditahbiskan sebagai seorang imam. Ia pergi ke suatu sekolah
tinggi Inggris di Spanyol dan menjadi seorang biarawan Benediktin. Kerinduannya
yang besar untuk kembali ke Inggris menjadi kenyataan tiga tahun kemudian. Ia
dan seorang biarawan lain mendapatkan ijin berangkat ke Inggris. Mereka tahu
mara bahaya yang akan datang menghadang. Sesungguhnya, mereka tak harus lama
menunggu sebelum kesulitan dimulai. Mereka memasuki Inggis dengan mengenakan
topi bulu dan pedang di pinggang. Namun demikian, segera saja mereka ditangkap
sebab mereka adalah imam Katolik dan diusir dari Inggris.
St Yohanes
Roberts kembali ke Inggris lagi. Ia berkarya siang malam demi memelihara iman
umat semasa penganiayaan keji oleh Ratu Elizabeth. Beberapa kali ia tertangkap,
dijebloskan ke dalam penjara dan dibuang, tetapi ia selalu kembali. Terakhir
kali ditangkap, Pater Yohanes baru saja selesai merayakan Misa. Tak ada jalan
untuk melarikan diri. Ketika ditanya, ia memaklumkan dengan gagah bahwa ia
seorang imam dan bairawan. Ia menjelaskan bahwa ia datang ke Inggris untuk
berkarya demi keselamatan umat. “Andai aku hidup lebih lama,” tambahnya, “aku
akan terus melakukan apa yang sekarang aku lakukan.” St Yohanes diadili secara
tidak adil dan dijatuhi hukuman mati.
Malam sebelum
pelaksanaan hukuman gantung, seorang perempuan Spanyol yang baik mengatur agar
ia diperbolehkan mengunjungi delapanbelas tahanan lainnya. Mereka juga
menderita demi Kristus. Sepanjang makan malam bersama, St Yohanes dipenuhi
sukacita. Lalu terpikir olehnya mungkin sebaiknya ia tidak mengungkapkan
kebahagiaannya begitu rupa. “Apakah kau pikir aku memberikan teladan yang buruk
dengan sukacitaku ini?” tanyanya kepada perempuan yang baik itu. “Tentu saja
tidak,” jawabnya, “Pater tak dapat melakukan yang terlebih baik selain dari
membiarkan semua orang melihat kegagah-beranian penuh sukacita yang Pater
miliki sementara Pater menyongsong maut demi Kristus.”
Keesokan harinya
St Yohanes dihukum gantung. Khalayak ramai begitu terpesona oleh pribadi imam
muda ini hingga mereka tak hendak membiarkan para algojo membuatnya menderita.
St Yohanes Roberts wafat sebagai martir pada tahun 1610.
Pada hari
ini, luangkanlah beberapa menit untuk berdoa bagi segenap laki-laki dan
perempuan yang mendedikasikan hidup mereka demi mewartakan Injil kepada yang
lain.
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
Santo Miltiades, Paus dan
Pengaku Iman
Miltiades lahir di Afrika Utara pada tanggal yang tak diketahui.
Ia memimpin Gereja Kristus sebagai Paus dari tahun 311 sampai 314 menggantikan
Paus Eusebius yang mengakhiri masa jabatannya pada tahun 309. Masa
kepemimpinannya ini tergolong suatu kurun waktu yang amat bergelora bagi umat
Kristen. Pada awal kepemimpinannya Miltiades mengalami banyak kesusahan baik
dari lingkungan Gereja sendiri maupun dari Kaisar Maksimianus; namun hal itu
tidak berlangsung lama, karena semua kekerasan itu berakhir dengan naiknya
Konstantin Agung, putera Santa Helena ke atas takhta Kekaisaran Romawi pada
tahun 312. Kenyataan itu diperkuat lagi dengan terbitnya Edikta Milano pada
tahun 313 yang memberi kebebasan beragama kepada semua orang Kristen di seluruh
kekaisaran di bawah perlindungan Konstantin.
Pada masa kepemimpinannya berkembanglah
suatu aliran sesat di Kartago di bawah pimpinan Donatus. Sesuai nama
pencetusnya aliran sesat ini disebut Donatisme. Salah satu ajarannya ialah
bahwa sah-tidaknya sakramen-sakramen tergantung pada suci-tidaknya
si pemberi sakramen itu. Seandainya Permandian diberikan oleh seorang berdosa,
maka permandian itu tidak sah.
Pertentangan Miltiades dengan para Donatista itu tampak mencolok pada waktu
pengangkatan Sesilianus menjadi Uskup Kartago menggantikan Uskup Kartago yang
meninggal dunia. Semua imam di keuskupan Kartago bersama segenap umat dengan
suara bulat memilih Sesilianus menjadi uskup yang baru. Miltiades mendukung
pilihan itu, karena Sesilianus dikenal sebagai imam yang setia pada iman yang
benar dan agama Katolik dan
Apostolik. Namun kaum Donastista
tidak menyukai dan menolak Sesilianus. Bagi mereka Sesilianus adalah pendosa
besar dan oleh sebab itu ia tidak layak diangkat sebagai uskup. Dikatakan
demikian karena Sesilianus sudah menyangkal iman Kristen sewaktu terjadi
penganiayaan terhadap umat Kristen. Hal ini bertentangan dengan ajaran mereka
bahwa seorang berdosa tidak bisa melayani sakramen-sakramen secara sah.
Mereka berusaha memanfaatkan kesempatan ini untuk mempertentangkan Kaisar
Konstantin dengan Miltiades. Mereka mencoba memutar balikkan kuasa dan
perlindungan Kaisar Konstantin terhadap Gereja sebagai dasar untuk mempengaruhi
Konstantin agar turut berperan di dalam urusan-urusan Gereja. Mereka menghadap
Kaisar Konstantinus yang baru saja memeluk agama Kristen, dan memohon agar
kaisar turun tangan dalam menyelesaikan pertikaian mereka dengan Paus Miltiades
perihal pengangkatan Sesilianus sebagai Uskup Kartago. Mereka lebih menghargai
Kaisar Konstantin daripada Miltiades sebagai pemimpin tertinggi Gereja
Kristus.
Namun Kaisar Konstantin tidak terpancing
oleh taktik busuk mereka. Ia menyerahkan perkara itu kepada Paus Miltiades dan
meminta Miltiades untuk segera mengadakan suatu sinode terbatas guna
menyelesaikan masalah itu. Atas inisiatifnya sendiri, Miltiades
menyelenggarakan suatu konsili dengan melipatgandakan jumlah uskup peserta
dengan persetujuan Kaisar Konstantin. Konsili itu diselenggarakan pada bulan
Oktober 313 di istana Lateran. Dengan suara bulat konsili tetap mengangkat
Sesilianus sebagai Uskup Kartago dan menghukum aliran Donatisme. Miltiades dalam kedudukannya sebagai Paus mengekskomunikasikan
Donatus dari Gereja.
Miltiades bertindak bijaksana terhadap
penganut paham sesat itu, sehingga banyaklah yang berpaling ke pangkuan Gereja.
Inilah yang menyebabkan Santo Agustinus berkata: "Betapa mulia Paus ini!
Sungguh-sungguh ia seorang tokoh pencinta perdamaian dan Bapa umat
Kristiani." Miltiades wafat pada tahun 314.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
11 Desember
St. Damasus I
Damasus
dilahirkan di Roma dan hidup pada abad keempat, pada masa Gereja Perdana. Ia
adalah seorang imam yang murah hati dan suka berkurban. Ketika Paus Liberius
wafat pada tahun 366, Damasus diangkat menjadi paus. Ia harus menghadapi banyak
persoalan yang berat. Ada seorang paus tandingan (anti paus) bernama Felix.
Felix beserta para pengikutnya berusaha menganiaya Damasus. Mereka menyebarkan
berita bohong tentang dirinya, terutama tentang kehidupan moral pribadinya.
Karenanya, Paus Damasus harus dihadapkan ke pengadilan di bawah penguasa
Romawi. Damasus terbukti tidak bersalah, tetapi ia mengalami begitu banyak
penderitaan karena peristiwa tersebut. Sahabatnya, St. Hieronimus, berbicara
dengan tegas mengenai kebaikan-kebaikan paus. Dan Hieronimus mempunyai martabat
yang tinggi.
Paus Damasus
menyadari bahwa para imam di kota mempunyai gaya hidup yang terlalu mewah.
Sementara para imam di desa hidup jauh lebih sederhana. Damasus meminta para
imam untuk menyederhanakan gaya hidup mereka dan tidak terikat pada harta serta
milik. Ia sendiri menjadi teladan yang mengagumkan.
Ada juga begitu
banyak bidaah (=ajaran sesat) selama masa kepemimpinannya sebagai paus. Damasus
menjelaskan iman yang benar. Ia juga mengadakan Konsili Ekumenis Kedua yang
diselenggarakan di Konstantinopel. Paus Damasus dengan sungguh-sungguh berusaha
membangkitkan semangat untuk mencintai Kitab Suci. Ia menugaskankan St.
Hieronimus untuk menerjemahkan Kitab Suci ke dalam bahasa Latin. Ia juga
mengubah bahasa resmi liturgi dari bahasa Yunani - kecuali Kyrie - ke bahasa
Latin.
Paus St. Damasus
wafat pada usia sekitar delapanpuluh tahun pada tanggal 11 Desember 384. Ia
dimakamkan di samping ibu dan saudarinya di sebuah kapel kecil yang
dibangunnya.
Paus Damasus
banyak menderita oleh karena tuduhan-tuduhan palsu. Berapa sering aku membuat
orang lain menderita karena kecurigaanku?
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
12 Desember
Santa Yohanna Fransiska
Fremio de Chantal, Janda
Jeanne Francoise Fremio de Chantal (Yohanna Fransiska)
lahir di kota Dijon, Prancis pada tanggal 28 Januari 1527. Ayahnya Benignus
Fremyot, menjadi presiden parlemen; pengadilan tinggi Burgundy dan sangat
berjasa kepada gereja dan negara. Ibunya, Margaretha de Barbisy, meninggal
dunia ketika Yohanna masih berumur 2 tahun.
Pada usia 20 tahun Yohanna menikah dengan Kristophorus
de Rabutin, yang disebut juga Pangeran de Chantal. Mereka dikaruniai 7 orang
anak; tiga orang dari ketujuh anaknya itu kemudian meninggal dunia sewaktu
masih bayi. Sebagaimana biasanya kehidupan ibu-ibu rumah tangga pada zaman
Pertengahan, Yohanna bekerja sebagai ibu rumah tangga, bekerja di ladang,
memelihara ternak dan mengawasi pembantu-pembantunya. Sedang suaminya pergi
berburu atau berperang untuk membela tanah air. Semua tugas itu dilaksanakannya
dengan baik sekali. Anak-anaknya dibesarkan dan dididik dengan penuh kasih
sayang. Selain tugas-tugas kerumah tanggaan, ia tidak lupa menjalankan juga
tugas-tugas kerohanian bersama anak-anaknya dan para pembantunya. Lebih dari
itu ia bahkan berjanji kepada Tuhan untuk memperhatikan nasib para pengemis dan
orang-orang miskin yang datang meminta bantuannya. Sebagai pahalanya, Tuhan
mengaruniakan kedamaian dan kebahagiaan di dalam rumah tangganya.
Tetapi suasana keluarga yang bahagia itu
sekonyong-konyong pupus tatkala suaminya, Pangeran de Chantal, tertembak mati
oleh kawannya sendiri sewaktu mereka berburu di hutan. Peristiwa naas ini
sungguh menyedihkan. Yohanna menjadi janda. Hatinya memang sedih oleh peristiwa
pahit itu, namun sesungguhnya peristiwa tragis itu merupakan awal penuh rahmat
bagi kehidupan Yohanna. Ia berusaha menahan diri, dan mengampuni si penembak.
Yohanna kemudian terpaksa tinggal bersama mertuanya laki-laki, seorang yang
berwatak bejat. Tujuh tahun lamanya ia tinggal di sana dalam suasana batin yang
sungguh menyiksa. Dalam keadaan pedih itu ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk
hidup sebaik mungkin dan terutama berjuang memelihara anak-anaknya. Ia rajin
bekerja dan berdoa. Dan ternyata cara hidupnya itu sangat berkenan kepada
Tuhan. Tuhan memberinya jalan kesempurnaan.
Ketika Uskup Geneve, Fransiskus dari Sales, datang ke
Dijon untuk memberikan renungan puasa, Yohanna pergi menemuinya untuk berbicara
dan memperoleh bimbingan. Pertemuan ini melahirkan dalam batinnya suatu
cita-cita luhur, yakni pengabdian diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesama.
Inilah awal hidupnya yang baru sebagai seorang janda kudus. Fransiskus dari
Sales tertarik padanya dan bersedia membimbing dia ke arah kesempurnaan hidup
di dalam Allah. Kepada Yohanna, Fransiskus menekankan pentingnya cinta kasih,
kerendahan hati dan kesabaran, matiraga dan puasa, doa dan perbuatan amal
kepada sesama. Atas bantuan rahmat Allah, Yohanna dengan tekun mengikuti
nasehat-nasehat Fransiskus dan mengamalkannya dalam hidup sehari-hari.
Kepribadiannya yang baru sebagai Abdi Allah dibangun di atas dasar teladan
hidup Fransiskus dari Sales. Sebaliknya bagi Fransiskus, berbagai pengalaman
rohani yang timbul dari hubungan pribadi dengan Yohanna sungguh mengilhami
tulisan-tulisannya.
Pada tahun 1640, lima tahun setelah pertemuannya
dengan Fransiskus, Yohanna mendirikan biara pertama dari Ordo Suster-suster
Visitasi di kota Anecy atas desakan Fransiskus. Tujuan ordo ini ialah memberi
pertolongan kepada orang-orang yang berada di dalam kesusahan seperti sakit
atau usia lanjut dan memelihara anak-anak yatim-piatu. Yohanna sendiri
bertindak sebagai pemimpin biara selama 30 tahun. Dua orang puterinya telah
menikah dan puteranya yang bungsu dipercayakan kepada ayah kandungnya. Ordo ini
segera tersebar dan diminati banyak orang. Para uskup pun merasakan manfaat dan
pengaruh ordo baru ini. Mereka mengajukan permohonan kepada Yohanna agar
suster-suster dari Ordo Visitasi ini berkarya juga di keuskupannya. Sejak saat
itu dibangunlah banyak biara Ordo Visitasi di setiap keuskupan. Pada tahun
1622, sepeninggal Fransiskus dari Sales, telah berdiri 13 buah biara Ordo
Visitasi. Jumlah biara ini meningkat menjadi 90 buah ketika Yohanna sendiri
meninggal dunia pada tanggal 13 Desember 1641. Meskipun tampaknya Yohanna
sangat berhasil dalam karyanya, namun ia sendiri tidak luput dari berbagai
rintangan dan kesulitan, lebih-lebih setelah kematian pembimbingnya Fransiskus
dari Sales. Kesedihan besar menimpanya lagi ketika seorang anaknya dan beberapa
rekan sebiara meninggal dunia.
Ketika ia wafat, Santo Vinsensius a Paulo
hadir juga untuk memberikan penghormatan terakhir kepadanya. Tentang Yohanna, Vinsensius
berkata: "Dia adalah orang yang sungguh beriman; berbagai penderitaan yang
menghiasi sebagian besar hidupnya dihadapinya dengan kesabaran dan iman yang
teguh. Ia tak pernah lalai dalam kesetiaannya kepada Tuhan yang memanggilnya.
Maka saya anggap dia adalah orang yang paling suci yang saya jumpai di bumi
ini." Dalam sebuah ekstase yang dialaminya, Vinsensius melihat sebuah bola
api melayang ke udara, lalu melebur ke dalam sebuah bola api lainnya dan
akhirnya menghilang dalam cahaya api ilahi. Penglihatan ini disusuli oleh suatu
penerangan ilahi tentang arti kedua bola api itu: bola api pertama adalah jiwa
Yohanna Fransiska yang disambut oleh jiwa Fransiskus dari Sales, bola api
kedua. Mereka bersama-sama berbaur menyatu dan masuk ke dalam cahaya api
surgawi. Yohanna tinggal di kota Moulins dan di sana pulalah ia wafat pada
tanggal 13 Desember 1641.
Santo Hoa, Pengaku Iman
Hoa lahir di negeri Tiongkok pada tanggal
31 Desember 1775 dari sebuah keluarga kafir. Nama kecilnya ialah Simon
Hoai-Hoa. Hoa sekeluarga kemudian menjadi Kristen. Ia belajar di Kolese Misi di
negeri itu.
Ia cerdas sekali dan benar-benar memahami pelajaran
agama dan kebajikan-kebajikan kristiani. Seusai menamatkan studinya, ia
diangkat menjadi guru agama (katekis) yang pertama di daerah itu. Ternyata ia
seorang katekis yang cerdas, bijaksana dan rajin sekali melaksanakan tugasnya.
Setelah menikah, ia menjadi seorang suami dan ayah yang bijaksana dan beriman.
Semangat pengabdiannya kepada Gereja tidak luntur. Ia rajin beribadat dan mempunyai
keprihatinan besar terhadap nasib orang lain. Keluarga Hoa amat dermawan;
rumahnya selalu terbuka kepada siapa saja, lebih-lebih bagi para imam yang
dikejar oleh penguasa yang lalim. Segala keperluan mereka dicukupi oleh
keluarga Hoa.
Hoa kemudian menjadi seorang dokter. Kepandaiannya
merawat orang-orang sakit benar-benar dimanfaatkannya untuk menolong sesamanya.
Lama kelamaan ia dicurigai oleh penguasa. Pada tanggal 15 April 1840 ketika
berusia 65 tahun, ia ditangkap, dirantai dan kemudian digantung. Kemudian ia
dibawa ke kota Hue untuk menerima hukuman lebih lanjut. Di sana Raja Minh-Meuh
telah menyediakan berbagai alat siksaan yang mengerikan. Ia disesah dengan
tongkat dan cambuk berduri yang mengerikan, lalu dijepit dengan besi panas.
Namun Tuhan tidak membiarkan dia sendiri menanggung penderitaan itu. Berkat
pertolongan Tuhan, ia tidak merasakan kesakitan; badannya pun tidak luka
sedikit pun. Ia bahkan sanggup menahan penderitaannya itu dengan sabar dan
perasaan gembira.
Pada tanggal 12 Desember 1840, hakim dan
raja memberinya ancaman terakhir: "Patuh kepada raja dan dibebaskan; atau
tetap teguh pada imannya dan dibunuh." Dalam keberanian seorang martir,
Hoa dengan tegas memilih tawaran kedua, yakni tetap pada imannya kepada Yesus.
Katanya: "Saya tidak akan mengkhianati Yesus Tuhanku sampai mati pun saya
tidak akan pernah memungkiri iman saya kepadaNya." Keberaniannya ini
menghantar dia kepada hukuman mati yang mengerikan. Di hadapannya diletakkan
sebuah salib. Sambil memandang salib itu, ia berdoa: "Ya Allah, ampunilah
dosa-dosaku; janganlah menghukum mereka; kehidupan kekal bersama-Mu di surga
sudah cukup bagiku daripada memiliki harta duniawi." Sesudah itu kepalanya
dipenggal dengan kapak oleh seorang algojo. Selama 3 hari jenazahnya dipertunjukkan
di tempat-tempat umum, lalu dimakamkan oleh umat Kristen yang ada di kota itu.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
13 Desember
St. Lusia
Santa yang
dikagumi ini hidup di Syracuse, Sisilia. Ia dilahirkan pada akhir abad ketiga.
Orangtuanya adalah bangsawan yang kaya raya serta terhormat. Ayahnya meninggal
ketika Lusia masih kecil. Lusia secara diam-diam berjanji kepada Yesus bahwa ia
tidak akan pernah menikah agar ia dapat menjadi milik-Nya saja. Lusia seorang
gadis yang jelita dengan sepasang mata yang indah. Para pemuda bangsawan jatuh
hati kepadanya. Ibunya mendesaknya untuk menikah dengan salah seorang dari
mereka yang telah dipilihnya bagi Lusia. Tetapi Lusia tidak tertarik. Ia
kemudian memikirkan suatu rencana untuk melunakkan hati ibunya. Ia tahu bahwa
ibunya menderita sakit pendarahan. Lusia membujuknya untuk pergi ke
gereja St. Agatha dan berdoa mohon kesembuhan. Lusia pergi menemaninya dan
mereka berdoa bersama. Ketika Tuhan mendengar doa mereka serta menyembuhkan
ibunya, Lusia mengatakan kepada ibunya tentang ikrarnya untuk menjadi pengantin
Kristus. Sebagai ungkapan rasa terima kasih atas kesembuhannya, ibunya
mengijinkan Lusia memenuhi panggilan hidupnya. Tetapi pemuda kepada siapa
ibunya telah menjanjikan Lusia, amat marah karena kehilangan Lusia. Dalam
puncak kemarahannya, ia melaporkan Lusia sebagai seorang pengikut Kristus. Ia
mengancam hendak membutakan kedua mata Lusia. Tetapi, Lusia bahkan rela
kehilangan kedua matanya daripada tidak menjadi pengantin Kristus. Dan itulah
yang terjadi. Banyak patung yang kelak dibuat menggambarkan St. Lusia dengan
matanya yang indah di telapak tangannya. Yesus membalas cinta Lusia yang gagah
berani. Ia melakukan mukjizat dengan memulihkan mata Lusia kembali, bahkan jauh
lebih indah dari sebelumnya.
Hakim yang kafir
berusaha mengirim Lusia ke rumah wanita pendosa. Ia berharap agar Lusia dapat
dibujuk untuk mengingkari Kristus. Tetapi ketika mereka berusaha membawanya ke
sana, Tuhan menjadikan tubuh Lusia demikian berat sehingga mereka tidak dapat
mengangkatnya. Pada akhirnya, Lusia ditikam dan menjadi martir bagi Yesus pada
tahun 304.
“Bertautlah
kepada-Nya, kepada Dia yang engkau cari, berpalinglah kepada-Nya dan temukanlah
kebenaran; berpegangteguhlah kepada-Nya, mohon kepada-Nya untuk tidak bergegas
pergi, mohon kepada-Nya untuk tidak meninggalkanmu.” St. Ambrosius
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
Santa Odilia atau Ottilia,
Pengaku Iman
Konon, Odilia lahir di Obernheim, sebuah desa di
pegunungan Vosge, Prancis pada tahun 660. Ayahnya, Adalric, seorang tuan tanah
di daerah Alsace; ibunya bernama Bereswindis. Odilia lahir dalam keadaan buta sehingga
menjadi bahan ejekan tetangga yang sangat memalukan keluarganya. Ayahnya sedih
sekali menghadapi kenyataan pahit ini. Ia merasa bahwa kebutaan itu sangat
merendahkan martabat keluarganya yang bangsawan itu. Sia-sia saja semua usaha
istrinya untuk meyakinkan dia bahwa kebutaan itu mungkin merupakan suatu
kehendak Tuhan yang mempunyai suatu maksud tersembunyi bagi kemuliaanNya. Siapa
tahu anak ini di kemudian hari dapat menjadi berkat bagi orang lain. Adalric
benar-benar bingung dan tidak sudi menerima kehadiran anak buta ini sebagai
buah hatinya sendiri. Dia bahkan menghendaki agar bayinya itu dibunuh saja.
Tak ada jalan lain bagi ibu Bereswindis kecuali
melarikan puterinya yang malang itu ke suatu tempat yang aman demi
keselamatannya. Ia berprinsip: biarlah puterinya diserahkan kepada orang lain
untuk dijadikan sebagai anak angkat. Orang lain itu ialah seorang ibu petani
yang dahulu pernah menjadi pembantu di rumahnya. Ketika peristiwa pelarian ini
diketahui banyak orang, ibu Bereswindis menyuruh ibu pengasuh itu melarikan
bayinya ke Baume-les-Dames, dekat Besancon. Di sana ada sebuah biara suster.
Untunglah bahwa suster-suster di biara itu rela menerima dan bersedia mengasuh
Odilia. Sampai umur 12 tahun, anak itu belum juga dibaptis. Pada suatu hari Tuhan
menggerakkan Santo Erhart, Uskup Regensburg, pergi ke biara Baume-les-Dames,
tempat puteri malang itu berada. Di sana ia mempermandikan puteri buta itu
dengan nama Odilia. Uskup Erhart pun menyentuh mata puteri buta itu, dan
seketika itu juga matanya terbuka, dan ia dapat melihat. Mujizat ini segera
diberitahukan kepada keluarga Odilia. Uskup Erhart pun memberitahukan
kesembuhan mata Odilia di biara Suster-suster Baume-les-Dames kepada ayahnya.
Tetapi sang ayah tetap menolak menerima dan mengakui Odilia sebagai anaknya.
Hugh, kakak Odilia yang kagum akan mujizat penyembuhan adiknya berusaha
mempertemukan Odilia dengan ayahnya di sebuah bukit, disaksikan oleh kerumunan
rakyat. Melihat kenekatan Hugh, sang ayah menjadi berang, lalu memenggal kepala
Hugh. Tetapi kemudian ia menyesali perbuatannya yang kejam itu dan dengan
terharu menerima Odilia sebagai anaknya.
Odilia meneruskan karyanya di Obernheim
bersama kawan-kawannya. Dia mengabdikan dirinya dalam karya-karya amal membantu
orang-orang miskin dengan semangat pengabdian dan cinta kasih yang tinggi. Tak
lama kemudian ayahnya bermaksud menikahkan dia dengan seorang pangeran. Hal ini
ditolaknya dengan tegas dan Odilia kemudian melarikan diri ke tempat yang jauh
dari ayahnya. Meskipun ia tetap dikejar-kejar dan dipaksa ayahnya, namun ia
tetap pada pendiriannya. Akhirnya ayahnya mengalah dan membujuknya pulang dan
berjanji mendirikan sebuah rumah yang bisa dijadikan sebagai biara di
Hohenburg. Di situ ia menjadi kepala biara. Ia juga mendirikan biara lain di
Niedermunster. Odilia wafat pada tanggal 13 Desember 720. Banyak mujizat
terjadi di kuburnya.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
14 Desember
St. Yohanes dari Salib
Yohanes
dilahirkan di Spanyol pada tahun 1542. Ia adalah putera seorang penenun. Yohanes
bersekolah di sekolah untuk anak-anak miskin dan menjadi pesuruh direktur
sebuah rumah sakit. Selama tujuh tahun, Yohanes bekerja sebagai pesuruh sambil
belajar di sekolah Yesuit. Bahkan semasa mudanya Yohanes suka melakukan silih.
Ia paham benar arti berkurban demi cinta kasih kepada Yesus.
Ketika usianya
duapuluhsatu tahun, cintanya yang besar kepada Tuhan mendorongnya untuk masuk
ke biara Karmel. Bersama St. Theresia dari Avila, St. Yohanes dipilih Tuhan
untuk membawa semangat baru di antara para religius. Hidup Yohanes penuh dengan
pencobaan. Meskipun ia berhasil membuka biara-biara baru di mana cara hidup
sucinya dijalankan, ia sendiri dikecam. Ia bahkan dijebloskan ke dalam penjara
dan harus mengalami penderitaan yang hebat. Suatu waktu, ia mengalami
pencobaan-pencobaan yang dahsyat pula. Tampaknya Tuhan telah meninggalkannya
seorang diri dan ia merasa sangat menderita. Namun demikian, ketika badai
pencobaan tersebut telah berlalu, Tuhan memberi ganjaran kepada hambanya yang
setia itu. Ia menganugerahinya kedamaian hati dan sukacita. St. Yohanes
menikmati hubungan yang mesra serta akrab dengan Tuhan. Malahan, Bunda Maria
sendiri yang menunjukan kepada Yohanes bagaimana meloloskan diri dari sel
penjaranya.
St. Yohanes
mempunyai cara mengagumkan dalam menghadapi para pendosa. Suatu ketika seorang
wanita cantik tetapi pendosa berusaha membuatnya jatuh dalam dosa. St. Yohanes
berbicara kepadanya sedemikian rupa hingga wanita itu dibimbing untuk mengubah
cara hidupnya. Seorang wanita lain, mempunyai kelakuan yang sedemikian rupa,
hingga membuatnya dijuluki “wanita mengerikan”. Tetapi, dengan sikapnya yang
lemah lembut, St. Yohanes tahu bagaimana mengatasinya.
St. Yohanes dari
Salib mohon kepada Tuhan untuk mengijinkannya menderita setiap hari demi cinta
kasihnya kepada Yesus. Untuk membalas kasihnya itu, Yesus menampakkan diri
kepada St. Yohanes dengan suatu cara yang amat istimewa. St. Yohanes terkenal
oleh karena buku-buku rohaninya yang menunjukkan kepada kita bagaimana
membangun hubungan yang akrab dan mesra dengan Tuhan. St. Yohanes wafat pada
tanggal 14 Desember 1591. Ia digelari Doktor Gereja oleh Paus Pius XI pada
tahun 1926.
“Pintu masuk
yang menghantarnya kepada kekayaan kebijaksanaan adalah salib; oleh sebab salib
adalah pintu yang sempit, meskipun banyak orang mencari sukacita yang dapat
diperoleh darinya, karunia tersebut hanya diberikan kepada sedikit orang yang
rindu untuk melaluinya.”
“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin
Pauline Books & Media.”
Santo Venantius Fortunatus,
Uskup dan Pengaku Iman
Venantius Honorius Clementianus Fortunatus
lahir di Treviso, Italia Utara, pada tahun 600. Ia belajar di Milano dan
Ravenna. Pada tahun 565 ia berziarah ke makam Santo Martinus dari Tours di Gaul
(sekarang: Prancis). Dalam perjalanan itu ia mengunjungi beberapa raja dari
suku-suku bangsa Jerman yang berada di dalam wilayah Propinsi Romawi Gaul. Ia
diterima dengan ramah di istana Sigebertus, seorang Raja Frank dari Austrasia,
dan tinggal di sana selama satu tahun. Ia kemudian pergi ke Poiters, dan
menetap di sana sebagai kapelan dan sahabat karib Santo Radegunde, Abbas sebuah
biara di sana. Pada tahun 599 ia diangkat menjadi uskup di Poiters.
Karya-karya
tulisnya dikarang dalam bahasa Latin yang halus, seperti Hymne yang digubahnya
untuk menghormati Raja Sigebertus, Santo Radegunde dan pelindung-pelindung suci
lainnya dan kehidupan para kudus dalam syair dan prosa. Dua dari hymnenya
dimasukkan dalam teks liturgi Gereja, seperti Pange Lingua Gloriosa yang
digunakan pada Hari Kamis Putih, dan Vexilla Rege Prodeunt, sebuah lagu Vesper
selama Masa Puasa dan Ibadat Sore (Vesper) pada Pesta Tubuh Kristus.
Tulisan-tulisan
syair dan prosa Santo Venantius Fortunatus penuh dengan uraian dan komentar
tentang keadaan hidup masyarakat di mana ia hidup dan berkarya. Tulisan-tulisan
itu memberikan suatu gambaran yang bernilai tentang pengaruh peradaban Kristen
pada bangsa-bangsa Barbar Gaul pada masa hidupnya.
Santo Spiridion, Uskup dan
Pengaku Iman
Spiridion lahir di Cyprus dari sebuah keluarga
yang miskin dan amat sederhana namun kaya akan harta surgawi. Semasa mudanya ia
ditugaskan menggembala dornba-domba. Ia seorang anak yang lemah-lembut, rela
menolong orang yang membutuhkan bantuannya, bersikap ramah kepada
teman-temannya serta rendah hati. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan di
sekolah diisi dengan usaha-usaha yang praktis. Ia menggemari keindahan alam,
yang menghantar dia kepada renungan-renungan mendalam tentang Sang Pencipta
alam semesta. Dengan mengagumi keindahan alam raya, ia disemangati untuk memuja
Tuhan dengan doa dan renungan. Di kemudian hari ketika ia memasuki usia dewasa,
semua pengalaman rohaninya menggerakkan dia menjadi seorang dermawan. Rumahnya
senantiasa terbuka kepada orang-orang miskin yang datang meminta bantuannya.
Oleh penduduk setempat ia dianggap sebagai orang yang saleh.
Sepeninggal
uskup kota Leukosia, Spiridion dipilih menjadi uskup oleh semua imam dan
segenap umat. Tetapi ia dengan rendah hati menolak kehormatan itu, karena
merasa diri tidak memiliki cukup pengetahuan dan tak pernah memperoleh
pendidikan yang sebanding dengan jabatan sebagai uskup. Akan tetapi ia tidak
berdaya menghadapi tuntutan kehendak semua imam dan seluruh umat. Ia akhirnya
menyerah dan ditahbiskan menjadi uskup.
Dalam
melaksanakan karyanya sebagai uskup, ternyata Spiridion tampil sebagai seorang
gembala yang mengagumkan. Kotbahnya yang penuh semangat itu sungguh menyentuh
hati umat dan mempertebal keyakinan umat akan kebenaran-kebenaran iman Kristen.
Ia sendiri tidak memaksakan umat untuk melakukan sesuatu yang tidak
dilakukannya sehari-hari. Kesaksian hidupnya yang baik sudah merupakan suatu
kotbah konkrit kepada umat.
Pada
masa penganiayaan umat Kristen oleh Kaisar Maksimianus, banyak orang beriman
bersama uskup dan imam-imamnya dihukum kerja paksa di tambang-tambang; tetapi
kerja paksa itu segera berakhir pada waktu Konstantin Agung menjadi Kaisar Roma
pada tahun 312. Spiridion dibebaskan dan mulai berkarya lagi di keuskupannya.
Sebagai
uskup, Spiridion juga menghadiri Konsili Nicea. Pada waktu itu ia berhasil
mentobatkan seorang filsuf kafir bukan dengan bujukan melainkan dengan
kata-kata bijak yang menjelaskan hakekat iman Kristen. Spiridion meninggal
dunia pada tahun 340.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id
15 Desember
St. Nino.
Nino adalah
seorang gadis pengikut Kristus yang hidup pada abad keempat. Ia diculik dan
dibawa ke Iberia sebagai budak. Di negara yang belum mengenal Tuhan itu,
kebaikan hati serta kesucian hidup Nino menimbulkan kesan mendalam bagi para
penduduknya. Memperhatikan betapa seringnya Nino berdoa, mereka bertanya
kepadanya mengenai agamanya. Jawaban sederhana yang diberikan Nino kepada
mereka adalah bahwa ia menyembah Yesus Kristus sebagai Tuhan. Tuhan memilih
gadis budak yang taat serta saleh ini untuk mewartakan Kristus kepada Iberia.
Suatu hari,
seorang ibu membawa bayinya yang sakit kepada Nino serta meminta nasehat bagi
kesembuhannya. Nino membungkus bayi itu dengan mantolnya. Ia mengatakan kepada
si ibu bahwa Yesus Kristus dapat menyembuhkan bahkan penyakit yang paling parah
sekalipun. Kemudian Nino menyerahkan anak kecil itu kembali dan ibunya melihat
bahwa anaknya telah sembuh sama sekali dari penyakitnya. Ratu Iberia mendengar
tentang mukjizat ini. Karena ia sendiri sedang sakit, ia pergi menemui Nino. Ketika
ratu juga disembuhkan, ratu hendak menyampaikan terima kasih kepadanya. Tetapi
Nino mengatakan: “Ini karya Kristus, bukan saya. Dan Kristus adalah Putra Allah
yang menjadikan dunia ini.” Ratu menceritakan seluruh kisah kesembuhannya
kepada raja. Ratu juga mengulang kepada suaminya apa yang dikatakan oleh gadis
budak itu perihal Yesus Kristus. Tak lama sesudahnya, raja tersesat dalam kabut
tebal ketika sedang pergi berburu. Kemudian ia ingat akan apa yang diceritakan
isterinya. Raja mengatakan bahwa jika Yesus Kristus mau membimbingnya pulang ke
rumah dengan selamat, ia akan percaya kepada-Nya. Seketika itu juga kabut
terangkat, dan raja memegang janjinya.
St. Nino sendiri
yang mengajarkan kebenaran-kebenaran Kristiani kepada raja dan ratu. Mereka memberi
ijin kepada St. Nino untuk mengajar penduduk mereka juga. Sementara itu, raja
mulai mendirikan sebuah gereja. Kemudian ia mengirimkan utusan kepada kaisar
Kristen, Kaisar Konstantin, untuk menyampaikan kabar bahwa ia telah berbalik
kepada Kristus. Ia meminta kaisar untuk mengirimkan para uskup serta para imam
ke Iberia.
Jadi,
demikianlah seorang gadis budak yang miskin telah membawa penduduk seluruh
negeri masuk ke dalam pelukan Gereja.
Melalui
hidupnya, Nino memberi kesaksian bahwa Tuhan dapat mendatangkan yang baik
bahkan dari keadaan yang teramat buruk sekalipun.
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Kristiana, Pengaku
Iman
Asal mula Agama Kristen di Kerajaan
Georgia, Iberia, Sovyet Selatan tidak begitu jelas. Namun permulaan pewartaan
Injil di sana dibeberkan oleh Rufinus dalam sebuah tulisannya yang kemudian
menjadi tradisi negeri itu. Konon pada permulaan abad ke-4, seorang gadis yang
tidak dikenal namanya diseret ke muka pengadilan dan dipenjarakan di kota itu.
Ketika ditanyai oleh hakim, dengan tenang tetapi tegas ia memperkenalkan diri
sebagai penganut agama Kristen yang mengakui Kristus sebagai Allah. Di kota itu
ia memang terkenal sebagai orang yang saleh, bersahaja hidupnya dan murni
kepribadiannya. Ia banyak berdoa.
Cara hidupnya itu sangat menarik simpati
masyarakat. Banyak orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Pada suatu
hari seorang ibu datang kepadanya dengan membawa serta bayinya yang sedang
sakit untuk didoakan. Kristiana menutupi bayi itu dengan mantelnya yang kusam,
lalu ia berdoa sambil menyebut-nyebut nama Yesus; ia kemudian menyerahkan
kembali bayi itu kepada ibunya dalam keadaan sudah sembuh. Berita tentang
peristiwa ini menggegerkan segenap penduduk kota itu. Ratu Iberia sendiri
kebetulan juga sedang sakit; ia pergi kepada Kristiana untuk didoakan
kesembuhannya. Ternyata sang ratu pun disembuhkan. Ketika ratu memberikan
hadiah kepadanya sebagai ungkapan syukur dan terima kasih, Kristiana berkata:
"Penyembuhan atas diri ratu bukanlah perbuatan saya melainkan karya
Tuhanku Yesus. Ia adalah Putera Allah yang menciptakan dunia ini." Kepada
ratu, Kristiana menekankan bahwa Yesus dapat menyembuhkan semua penyakit bahkan
yang paling parah pun dapat disembuhkanNya apabila kita percaya kepada-Nya. Hal
itu disampaikan kepada raja, dan raja benar-benar heran akan peristiwa
penyembuhan permaisurinya. Pada suatu hari raja tersesat di dalam hutan sewaktu
berburu; dalam kebingungan, ia berkata dalam hati: "Kalau Yesus betul-betul
Allah dan mau menunjukkan jalan bagiku maka saya akan percaya kepada-Nya."
Dalam sekejap raja menemukan jalan keluar dari ketersesatannya. Sejak itu ia
bersama permaisurinya bertobat dan menjadi Kristen.
Gadis
tak dikenal namanya itu kemudian dinamakan masyarakat setempat Nino. Dalam buku
para Martir Roma, ia disebut Kristiana. Sang Raja dengan isterinya minta
diajari agama oleh Nino. Maka Nino pun bebas mengajar agama ke mana-mana. Ia
bahkan diizinkan mendirikan gereja. Kata cerita, ketika gereja itu sedang
dibangun, ada kesukaran mengangkat pilar besar. Tetapi kemudian ada mukjizat:
di hadapan orang banyak, pilar itu bergerak sendiri ke arah yang benar. Raja
mengirim utusan ke Kaisar Konstantinus, minta supaya dikirim uskup dan
imam-imam ke sana untuk mengajar agama. Rufinus mengarang cerita ini
berdasarkan sumber dari putera raja sendiri: Bakur, yang ia jumpai di Palestina
pada permulaan abad ke-5. Dan cerita itu kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa: Yunani, Syria, Armenia, Arab, dll.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
16 Desember
St. Adelaide
St Adelaide
dilahirkan pada tahun 931. Dalam usia enambelas tahun, Puteri Burgundi ini
dinikahkan dengan Raja Lothair. Tiga tahun kemudian, suaminya meninggal dunia.
Penguasa yang diyakini telah meracuni suaminya berusaha menjadikan Adelaide
sebagai isteri puteranya. Adelaide tentu saja menolak. Dalam murkanya, sang
penguasa memperlakukannya dengan kejam. Ia bahkan mengurung Adelaide dalam
sebuah benteng di tengah sebuah danau.
Adelaide
diselamatkan ketika Raja Otto Agung dari Jerman menaklukkan penguasa ini. Meski
Adelaide duapuluh tahun lebih muda darinya, Otto menikahi Puteri Adelaide yang
cantik pada Hari Natal. Ketika raja membawa pulang ratunya yang baru, rakyat
Jerman segera mencintainya. Adelaide seorang yang lemah lembut dan anggun lagi
cantik jelita. Tuhan menganugerahkan lima anak kepada pasangan kerajaan ini.
Mereka hidup bahagia selama duapuluh dua tahun. Ketika Otto mangkat, putera
sulung Adelaide menjadi penguasa. Puteranya ini, Otto Kedua, seorang yang baik,
tetapi terlalu cepat bertindak tanpa pikir panjang. Ia melawan ibunya sendiri
sehingga ibunya meninggalkan istana. Dalam kepedihan hatinya, Adelaide minta
pertolongan seorang abbas, St Majolus. Abbas ini membuat Otto menyesali
perbuatannya. Adelaide menemui puteranya di Italia dan raja memohon pengampunan
dari bundanya. Adelaide berdoa bagi puteranya dengan membawa persembahan ke
tempat ziarah St. Martin dari Tours.
Di masa tuanya,
St Adelaide dipanggil untuk memimpin negara sementara cucunya masih
kanak-kanak. Ia membangun banyak biara dan berkarya demi mempertobatkan
orang-orang Slavic. Sepanjang hidupnya, ratu yang kudus ini taat pada nasehat
orang-orang kudus. Ia senantiasa siap sedia mengampuni mereka yang bersalah
kepadanya. St Addle dari Cluny menyebutnya sebagai “perpaduan mengagumkan dari
keelokan dan keanggunan.”
St Adelaide
wafat pada tanggal 16 Desember 999.
Perempuan
kudus ini dicintai sebagai seorang penguasa yang bijaksana. Bagaimanakah rahmat
Tuhan berkarya dalam diriku sendiri?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Sturmius, Abbas
Murid Santo Bonifasius ini lahir pada
tahun 715 dan menjadi Abbas pertama biara termashyur di Fulda, Jerman. Karena
lama bertengkar dengan Santo Lullus yang ingin memiliki relikui Bonifasius, ia
dibuang. Akan tetapi ia cepat direhabilitir. Ia membangun biara dan menjalankan
karya misi. Sturmius mengikuti Kaisar Karolus Agung ke medan perang. Sturmius
meninggal dunia pada tahun 779.
Santa Teofanu
Teofanu adalah permaisuri Kaisar Leon VI
yang diceraikan dan dibuang oleh suaminya. Ia kemudian menghabiskan tahun-tahun
sisa hidupnya dalam sebuah biara di Konstantinopel. Ia sangat saleh. Teofanu
meninggal dunia pada tahun 897.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
17 Desember
St. Olympias
St. Olympias
dilahirkan sekitar tahun 361. Ia termasuk dalam keluarga besar Konstantinopel.
Ketika ditinggalkan kedua orangtuanya sebagai yatim piatu, ia diserahkan dalam
pemeliharaan seorang perempuan Kristen yang mengagumkan. Olympias menerima
banyak warisan dari orangtuanya dan ia juga cantik serta menarik. Sebab itu tak
sulit bagi pamannya untuk menjodohkannya pada Nebridius, seorang gubernur
Konstantinopel. St. Gregorius Nazianzen memohon maaf tak dapat datang
menghadiri perkawinannya. Sebagai hadiah, St Gregorius mengirimkan sebuah puisi
penuh nasehat bijak bagi Olympias.
Nebridius
meninggal dunia tak lama sesudahnya. Kaisar mendorong Olympias untuk menikah
lagi. Tetapi, ia menjawab, “Andai Tuhan menghendakiku tetap sebagai seorang
isteri, Ia tak akan mengambil Nebridius.” Ia menolak untuk menikah lagi. St
Gregorius menyebutnya “kemuliaan para janda dalam Gereja Timur.” Bersama
sejumlah perempuan saleh lainnya, Olympias melewatkan hidupnya dengan melakukan
karya-karya amal kasih. Ia berpakaian sederhana dan banyak berdoa. Dengan suka
hati ia membagi-bagikan uangnya kepada mereka yang membutuhkan. Akhirnya, St.
Yohanes Krisostomus harus mengatakan kepadanya untuk berhati-hati dalam
mendermakan hartanya, “Janganlah engkau mendorong kemalasan mereka yang tanpa
perlu hidup bergantung padamu,” katanya, “hal itu seperti membuang uang ke
dalam laut.”
St Yohanes
Krisostomus menjadi Uskup Agung Konstantinopel. Sebagai uskup agung, ia
membimbing Olympias dan para pengikutnya dalam karya mereka. Para perempuan itu
mendirikan wisma bagi anak-anak yatim piatu dan mereka juga membangun sebuah
kapel. Mereka memberikan sumbangan besar kepada banyak orang. St Yohanes
Krisostomus menjadi pembimbing terkasih Olympias. Ketika uskup agung itu
diasingkan, Olympias amat berduka. Ia sendiri kemudian juga harus menanggung
aniaya. Komunitas para janda dan perempuan selibat yang dipimpinnya dipaksa
menghentikan karya belas kasih mereka. Di samping itu, kesehatan Olympias memburuk
dan ia menanggung banyak kritik. St Yohanes menulis kepadanya, “Aku tak dapat
berhenti menyebutmu kudus. Kesabaran dan ketegaran dengan mana engkau
menanggung penderitaanmu, pula kebijaksanaan, kearifan dan belas kasihmu telah
memperolehkan bagimu kemuliaan dan ganjaran besar.”
St Olympias
wafat pada tahun 408 dalam usia menjelang empatpuluh tahun. Orang
menggambarkannya sebagai “seorang perempuan mengagumkan, bagai sebuah bejana
berharga yang penuh Roh Kudus.”
Kemurahan hati
St Olympias menyentuh hidup banyak orang. Bagaimanakah aku dapat terlebih murah
hati kepada mereka yang di sekelilingku?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Lazarus, Sahabat Yesus
Lazarus yang berarti Tuhan telah menolong dikenal di
dalam Kitab Suci sebagai saudara Marta dan Maria. Bersama kedua saudarinya,
Lazarus tinggal di Betania, sebuah desa kecil yang terletak di tebing Timur
bukit Zaitun. Yesus bersahabat baik dengannya. Ketika ia jatuh sakit, Marta dan
Maria mengirim khabar kepada Yesus untuk datang melihatnya.
Dari persahabatan itu kita menyaksikan
terjadinya suatu peristiwa mujizat. Yesus membangkitkannya dari kematian (Yoh
11:1-44) dan enam hari kemudian Ia menjadikannya teman makan semeja (Yoh 12:
1-11). Dalam Injil Lukas 16:19-31, yang mengetengahkan perumpamaan tentang
orang kaya yang hidup bermewah-mewah, Lazarus ditampilkan sebagai si miskin
yang sedang mengemis minta makan. Di sana dilukiskan bahwa Lazarus yang miskin
itu akhimya berkenan kepada Tuhan dan duduk di pangkuan Abraham, sedangkan
orang kaya itu masuk ke dalam api siksaan kekal.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
18 Desember
St. Flannan
Flannan hidup
sekitar abad ketujuh. Ia adalah putera seorang kepala suku Irlandia bernama
Turlough. Flannan dididik oleh para biarawan. Ia juga belajar pertanian dari
mereka. Di Roma, Paus Yohanes IV menjadikannya seorang uskup. Paus melakukan
ini sebab ia mengenali kebijaksanaan dan kekudusan Flannan. Ketika St Flannan
kembali ke Irlandia, semua orang di wilayahnya, Killaloe, datang menyongsong.
Mereka antusias untuk mendengarkan pengajaran yang dibawa St Flannan dari paus
di Roma.
Uskup Flannan
mengajar umatnya begitu baik, bahkan ayahnya memutuskan untuk menjadi seorang
biarawan. Kepala suku yang sudah lanjut usia ini pergi kepada St Colman untuk
mendapatkan pengajaran dalam hidup membiara. Pada saat yang sama, ia mohon
berkat bagi keluarganya, sebab tiga dari puteranya tewas terbunuh. St Colman
menubuatkan, “Daripadamu akan bangkit tujuh raja.” Dan kelak terjadilah
demikian.
St Flannan
khawatir, sebab ia adalah bagian dari keluarga, kalau-kalau ia menjadi raja
juga. Jadi ia berdoa agar menjadi buruk rupa. Dan segeralah wajahnya menjadi
bopeng. Ia memanjatkan permohonan yang aneh ini sebab ia ingin bebas untuk
mengikuti panggilannya. Ia rindu membaktikan diri sepenuhnya demi melayani
Tuhan dan umat-Nya.
Dengan bakat
dan talentanya, St Flannan mengikuti kehendak Tuhan dalam hidupnya. Adakah
bakat dan talenta yang kumiliki yang dapat aku pergunakan untuk melayani Tuhan?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Makrina Muda, Perawan
Kaum kerabat Santa Makrina Muda yang hidup di Asia
Kecil sangat masyhur, baik dipandang dari pihak ayahnya, maupun dari pihak
ibunya. Hal itu bukanlah disebabkan oleh kekayaan mereka atau keunggulan
duniawi lainnya melainkan oleh keutamaan hidupnya yang saleh.
Orang-tua ayahnya kehilangan segala-galanya sewaktu
terjadi penganiayaan terhadap umat Kristen dan penghambatan agama lalu terpaksa
melarikan diri ke hutan dan tinggal di persembunyian itu selama tujuh tahun.
Nenek dan ayah-ibunya mati terbunuh sebagai martir. Ayahnya, Basilius Tua,
serta ibunya, Emilia, dihormati juga sebagai orang kudus. Kecuali itu dari
antara sembilan adiknya, tiga orang menjadi sokoguru Gereja yang saleh dan
kokoh imannya.
Makrina adalah anak sulung dari keluarga
yang luar biasa itu. Sepeninggal tunangannya, Makrina memilih cara hidup murni.
Ia tinggal di rumah menjadi pembantu dan penghibur ibunya, pengurus rumahtangga
dan pendidik adik-adiknya.
Adiknya laki-laki yang pertama, Basilius, menjadi
orang kudus terkenal dengan gelar Basilius Agung dan Bapa para Rahib di Gereja
Timur dan Bapa Gereja; adiknya yang kedua, Naukratius, memilih hidup sebagai
seorang awam; ia sangat dermawan terhadap orang-orang miskin.
Adiknya yang lain, yaitu Gregorius yang
kemudian terkenal dengan nama Gregorius dari Nyssa dihormati sebagai Bapa
Gereja. Sedang yang bungsu, yaitu Petrus, kemudian menjadi Uskup di Sebaste dan
di gelar kudus juga. Ketika semua adiknya telah menjadi dewasa, Makrina masuk
biara yang didirikan oleh Basilius, adiknya. Tahun 379, dalam keadaan sangat
miskin, Makrina meninggal dunia. Riwayat hidupnya dikarang oleh Santo Gregorius
dari Nyssa.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
19 Desember
Beato Urbanus
V
Nama Beato
Urbanus sebelum ia diangkat menjadi paus adalah William de Grimoard. Ia
dilahirkan di Perancis pada tahun 1310 dan menjadi seorang biarawan Benediktin.
Setelah diberi kepercayaan untuk memegang banyak jabatan tinggi, ia diangkat
menjadi paus. Pada waktu itu, paus tinggal di kota Avignon di Perancis. Urbanus
bertekad untuk pergi ke Roma, sebab disanalah seharusnya seorang paus tinggal.
Paus adalah Uskup Roma dan Urbanus tahu bahwa tempatnya adalah di Roma. Ada
banyak hambatan serta kesulitan. Umat di Perancis berkeberatan atas
kepergiannya, tetapi Urbanus melakukan apa yang dianggapnya benar.
Penduduk kota
Roma amat bersukacita atas kembalinya paus. Terutama sekali mereka bersukacita
sebab seorang kudus seperti Urbanus V ada di tengah-tengah mereka. Urbanus
segera mulai memperbaiki gereja-gereja besar di Roma. Ia menolong para miskin
papa serta mendorong umatnya untuk hidup taat dan saleh kembali. Kaisar Charles
V menaruh rasa hormat yang besar kepada Bapa Suci. Namun, Urbanus harus
menghadapi berbagai macam persoalan yang berat. Salah satunya adalah, ia
semakin sering sakit dan tubuhnya semakin lama semakin lemah. Banyak dari para
kardinalnya yang terus-menerus mendesaknya agar kembali ke Avignon. Jadi, pada
akhirnya ia menyerah. Sementara ia bersiap-siap untuk meninggalkan Roma,
penduduk kota memohonnya dengan sangat untuk tetap tinggal. Urbanus merasa amat
sedih, tetapi ia pergi juga. Tiga bulan kemudian St. Urbanus wafat, yaitu pada
tahun 1370.
Meninggalkan
Roma bukanlah tindakan yang benar, karena sebagai uskup kota Roma, ia harus
berada di sana. Selain dari kelemahannya itu, Urbanus adalah seorang yang amat
baik serta kudus. Ia banyak berkarya bagi Gereja, bagi sekolah-sekolah serta
perguruan tinggi, dan bagi orang banyak. Ia disebut “suatu terang dunia
dan jalan kebenaran”
Kadang-kala
kita dihadapkan pada pilihan yang sulit. Pada saat-saat demikian, marilah
berdoa memohon terang Kristus untuk membimbing kita.
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Nemesio, Martir
Nemesio berkebangsaan Mesir. Pada waktu Kaisar Decius
melancarkan penganiayaan terhadap umat Kristen dan gencar menghambat kemajuan
agama Kristen, ia berada di Aleksandria. Ia bukan saja seorang serani yang
baik, melainkan juga seorang rasul yang giat. Oleh sebab itu ia dibenci oleh
orang-orang kafir yang fanatik, ditangkap, dan diajukan ke pengadilan dengan
tuduhan sebagai seorang pencuri. Ia kemudian dilepaskan lagi karena ternyata
tidak bersalah. Tidak lama kemudian ia sekali lagi ditangkap karena imannya dan
dibawa ke pengadilan Prefek Romawi di Aleksandria. Dengan terus terang ia
mengakui imannya di muka hakim. Karenanya Nemesio dicemeti dan disiksa secara
ngeri. Terdorong oleh cinta kasih kepada penebusnya, ia dengan sabar dan
gembira menanggung semua penderitaan yang ditimpakan kepadanya.
Ia mengerti bahwa seperti para rasul di
Sanhendrin, ia telah dipandang layak menderita penghinaan karena Yesus.
Akhirnya ia dihukum mati bakar bersama dengan beberapa penjahat kakap di daerah
itu. Empat orang prajurit Romawi yang beragama Kristen dan seorang lainnya
mendampingi Nemesio dalam saat-saat terakhir menghadapi maut. Mereka menghibur
dia dan memberinya makan. Karena perbuatan mereka itu diketahui oleh Prefek
Aleksandria, kelima orang serani itu pun dihukum mati dengan pedang. Nemesio
mati sebagai martir pada tahun 247.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
20 Desember
St. Dominikus
dari Silos
Dominikus,
seorang anak Spanyol penggembala domba, dilahirkan pada awal abad kesebelas. Ia
melewatkan sebagian besar waktunya seorang diri dengan ditemani kawanan
dombanya di lembah pegunungan Pyrenees. Di sanalah ia mulai mencintai doa.
Segera Dominikus menjadi seorang biarawan, seorang biarawan yang amat baik. Ia
diangkat menjadi abbas (artinya pemimpin biara) dan membawa banyak kemajuan
bagi biaranya.
Tetapi, suatu
hari Raja Garcia III dari Navarre, Spanyol menyatakan bahwa sebagian dari harta
milik biara adalah miliknya. St. Dominikus menolak memberikannya kepada raja.
Ia berpendapat bahwa tidaklah benar menyerahkan harta milik Gereja kepada raja.
Keputusannya ini membuat raja amat murka. Ia memerintahkan Dominikus untuk
segera meninggalkan kerajaannya. Abbas Dominikus serta para biarawannya disambut
dengan hangat oleh seorang raja lain, Ferdinand I dari Castile. Ferdinand
mengatakan bahwa mereka boleh menempati suatu biara tua yang dikenal sebagai
biara St. Sebastianus di Silos. Biara ini terletak di suatu daerah yang
terpencil dan dalam keadaan rusak parah. Tetapi dengan Dominikus sebagai kepala
biaranya, segera saja biara tersebut berubah penampilannya. Malahan, Dominikus
menjadikannya sebagai salah satu biara yang paling terkenal di seluruh Spanyol.
St. Dominikus
mengadakan banyak mukjizat dengan menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Bertahun-tahun
setelah kematiannya, St. Dominikus menampakkan diri kepada seorang isteri dan
ibu. Nama wanita itu ialah Yoana, sekarang dikenal sebagai Beata Yoana dari
Aza. St. Dominikus mengatakan kepadanya bahwa Tuhan akan mengirimkan seorang
anak laki-laki lagi kepadanya. Ketika puteranya itu lahir, Yoana memberinya
nama Dominikus sebagai ungkapan rasa syukurnya. Dominikus inilah yang kelak
menjadi St. Dominikus yang agung, pendiri Ordo Dominikan.
St. Dominikus
dari Silos wafat pada tanggal 20 Desember 1073.
Melalui
doa-doanya setiap hari, St. Dominikus membina hubungan yang mesra abadi dengan
Tuhan. Luangkan sedikit waktu - meskipun hanya sepuluh menit saja - untuk
berdoa setiap pagi, dan bertekunlah dalam doamu itu.
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Filigon, Uskup dan
Pengaku Iman
Filigon terkenal sebagai seorang pengacara kawakan di
kota Antiokia, Asia Kecil, pada abad keempat. Ia terkenal karena
pidato-pidatonya yang berapi-api dan keberaniannya membela kliennya di muka
pengadilan: Ia tidak pernah kalah dalam semua perkara yang dibelanya. Ia orang
jujur dan biasanya tidak bersedia membela orang-orang yang jelas-jelas berbuat
salah. Sebagai orang Kristen, ia lebih dikenal karena kesalehan dan
perbuatan-perbuatan amalnya. Pada waktu Vitalis, uskup kota Antiokia meninggal
dunia, Filigon terpilih menjadi Uskup Antiokia. Pengangkatan Filigon ini
menyimpang dari kebiasaan yang berlaku dalam hal pemilihan calon uskup di
antara imam-imam yang ada. Filigon menolak pilihan itu, namun atas desakan
umat, ia akhirnya bersedia ditahbiskan menjadi uskup. Sejak itu keahliannya
diabdikannya demi kepentingan Gereja dan pembelaan iman para rasul terhadap
serangan kaum bidat.
Santo Yohanes Krisostomus memujinya
sebagai seorang uskup yang suci, bijaksana, lagi rajin. Ia juga memuji
kemurahan hati Filigon dalam memperhatikan kepentingan umatnya. Dalam kamus
hidupnya tidak terdapat kata-kata yang menaburkan benih kebencian diantara
manusia, seperti: "saya punya" dan "engkau punya'".
Miliknya menjadi juga milik orang miskin. Ketenangan jiwanya tidak pernah
terganggu oleh kecemasan akan harta benda duniawi; hatinya tiada pernah ke
sana. Lima tahun sesudah menjabat uskup, Filigon meninggal dunia.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
21 Desember
S. Petrus Kanisius
Petrus, seorang
Belanda, dilahirkan pada tahun 1521. Ayahnya menghendaki agar ia kelak menjadi
seorang pengacara. Untuk menyenangkan hati ayahnya, Petrus muda mulai belajar
ilmu hukum sebelum ia menyelesaikan seluruh mata pelajarannya yang lain. Namun
demikian, segera saja ia menyadari bahwa ia tidak akan pernah bahagia dengan
profesi tersebut. Pada waktu itu, semua orang sedang membicarakan tentang
khotbah Beato Petrus Faber yang mengagumkan. Pastor Faber adalah salah seorang
dari anggota Serikat Yesus yang pertama. Ketika Petrus Kanisius mendengarkan
khotbah Pastor Faber, ia tahu bahwa ia juga akan berbahagia melayani Tuhan
sebagai seorang Yesuit. Jadi, ia bergabung dengan Serikat Yesus. Setelah
beberapa tahun dilewatkannya dengan belajar dan berdoa, ia ditahbiskan sebagai
seorang imam.
St. Ignatius
segera menyadari betapa taat serta penuh semangatnya St. Petrus Kanisius. St.
Ignatius mengutusnya ke Jerman di mana St. Petrus kemudian berkarya selama
empatpuluh tahun lamanya. Sangatlah sulit menyebutkan semua karya besar St.
Petrus Kanisus, doa-doanya serta pengorbanannya sepanjang waktu itu. Yang
menjadi perhatian utamanya adalah menyelamatkan banyak penduduk Jerman dari
bidaah-bidaah pada masa itu. Ia juga berdaya upaya untuk membawa kembali mereka
yang telah menerima ajaran-ajaran sesat tersebut ke pangkuan Gereja Katolik.
Dikisahkan bahwa ia menempuh jarak kurang lebih duapuluh ribu mil (± 32,187 km)
dalam waktu tiga puluh tahun. Perjalanan sejauh itu ditempuhnya dengan berjalan
kaki atau dengan menunggang kuda. Meskipun banyak kesibukannya, St. Petrus
Kanisius masih sempat juga menulis banyak buku tentang iman. Ia menyadari
betapa pentingnya buku itu. Jadi, ia mengadakan kampanye untuk menghentikan
diperjualbelikannya buku-buku yang tidak baik. Sementara itu, ia melakukan
segala daya upaya untuk menyebarluaskan buku-buku yang baik, yang mengajarkan
iman. Dua buah buku katekese yang ditulis oleh St. Petrus Kanisius menjadi
demikian disukai hingga harus dicetak ulang lebih dari duaratus kali dan
diterjemahkan ke dalam limabelas bahasa.
Kepada mereka
yang mengatakan bahwa ia bekerja terlalu keras, St. Petrus Kanisius akan
menjawab, “Jika kamu mempunyai terlalu banyak perkara untuk dikerjakan, maka
dengan bantuan Tuhan, kamu akan memperoleh cukup waktu untuk mengerjakan
semuanya.” Santo yang mengagumkan ini wafat pada tahun 1597. Ia dinyatakan
sebagai Doktor Gereja oleh Paus Pius XI pada tahun 1925.
“Aku mohon agar
dijadikan bersih sepenuhnya oleh-Mu, berjubahkan Engkau, dan menjadi
gilang-gemilang oleh karena Engkau.”
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
22 Desember
S. Fransiska
Xaveria Cabrini
Fransiska
dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1850. Sebagai seorang anak yang dibesarkan di
Italia, ia berangan-angan untuk suatu hari kelak menjadi seorang misionaris
yang diutus ke Cina. Ia menghanyutkan perahu-perahu kertasnya ke sungai untuk
menghidupkan “khayalannya”. Perahu-perahu kertas itu berlayar untuk membawa
para misionaris ke Cina. Dan Fransiska pun mulai berpantang permen karena di
Cina mungkin ia tidak akan lagi dapat menikmatinya. Namun demikian, ketika
Fransiska telah dewasa, ia tidak diterima di kedua biara di mana ia ingin
bergabung. Kesehatannya tidaklah terlalu bagus. Ia mengajar di sekolah untuk
beberapa waktu lamanya. Kemudian seorang imam memintanya untuk membantu di
sebuah panti asuhan kecil. Amatlah berat bagi Fransiska membantu di sana oleh
karena wanita pengurus panti tersebut. Tetapi, Fransiska tetap bertahan.
Beberapa wanita yang baik hati bergabung dengannya. Bersama-sama, mereka
mengucapkan kaul.
Pada akhirnya,
Bapa Uskup meminta Fransiska untuk membentuk kongregasi para biarawati
misionaris. Tanpa ragu sedikit pun Fransiska segera mulai. Kongregasi yang
dibentuknya itu diberi nama Suster-suster Misionaris Hati Kudus. Tidak lama
berselang, kongregasinya mulai berkembang, pertama-tama di Italia dan kemudian
di banyak negara lain. Fransiska, yang sekarang dipanggil Moeder (=Ibu)
Cabrini, senantiasa rindu untuk pergi ke Cina. Tetapi tampaknya Tuhan
berkehendak agar ia pergi ke Amerika. Ketika Paus Leo XIII mengatakan
kepadanya, “Pergilah ke barat, dan bukan ke timur,” masalahnya telah selesai.
St. Fransiska Xaveria Cabrini berlayar ke Amerika Serikat dan menjadi warga
negara Amerika. Ia terutama membantu banyak sekali para imigran Italia. Bagi
mereka, Moeder Cabrini adalah ibu mereka, sekaligus sahabat mereka.
Pada mulanya,
Moeder Cabrini beserta para susternya harus menghadapi banyak kesulitan. Uskup
Agung New York bahkan mengusulkan agar mereka pulang kembali ke Italia. Tetapi,
Moeder Cabrini menjawab, “Yang mulia, Bapa Suci mengutus saya ke sini dan di
sinilah saya harus tinggal.” Bapa Uskup Agung mengagumi semangat juangnya, dan
dengan demikian ia beserta para susternya diberi ijin untuk memulai karya mulia
mereka bagi Tuhan. Banyak sekolah, rumah sakit serta panti asuhan didirikannya
di berbagai negara bagian Amerika. Bersama dengan berlalunya waktu, Moeder
Cabrini melakukan banyak perjalanan untuk mengembangkan kongregasi serta
karya-karya mereka. Selalu saja ada kesulitan-kesulitan, tetapi ia
mempercayakan diri sepenuhnya kepada Hati Kudus Yesus. “Dia-lah yang melakukan
segala sesuatu, bukan kita,” demikian ia akan berkata.
Moeder Cabrini
wafat di Chicago pada tanggal 23 Desember 1917. Ia dinyatakan kudus oleh Paus
Pius XII pada tahun 1946.
Wanita kudus
ini mampu melakukan begitu banyak karya kebajikan bagi sesamanya dengan berpegang
pada moto hidupnya yang diambil dari kata-kata St. Paulus: “Segala perkara
dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
23 Desember
St. Yohanes dari
Kanty
Orang kudus
Polandia ini dilahirkan pada tahun 1390, putera seorang desa yang baik. Melihat
betapa cerdas putera mereka, orangtuanya mengirimkannya untuk belajar di
Universitas Krakow. Yohanes berhasil gemilang dalam studinya. Kemudian ia
menjadi seorang imam, seorang guru, dan seorang pengkhotbah. St Yohanes juga
dikenal karena kasihnya yang besar kepada orang-orang miskin. Suatu ketika ia
sedang makan di ruang makan universitas. Saat ia mulai bersantap, terlihat
olehnya dari jendela seorang pengemis sedang melintas. Sekonyong-konyong ia
melompat dari kursinya dan membawa pengemis itu makan malam bersamanya.
Sebagian orang
merasa amat iri atas keberhasilan St Yohanes sebagai seorang guru dan
pengkhotbah. Akhirnya mereka berhasil membuat dia dikirim ke sebuah paroki
sebagai seorang pastor paroki. Di sini, St Yohanes memberikan segenap hatinya
ke dalam kehidupan baru ini. Tetapi, pada awalnya, segalanya tidak berlangsung
mulus sama sekali. Orang tidak ambil peduli pada P Yohanes dan P Yohanes takut
akan tanggung jawabnya. Namun demikian, ia pantang menyerah; dan daya upayanya
pun membuahkan hasil. Pada saat ia dipanggil kembali ke univesitas, umat paroki
telah begitu mengasihinya. Mereka mengantarnya hingga separuh perjalanan.
Sesungguhnya, mereka begitu sedih membiarkannya pergi sehingga St Yohanes harus
mengatakan kepada mereka, “Kesedihan ini tidak menyenangkan Tuhan. Jika aku
telah melakukan sesuatu yang baik bagi kalian sepanjang tahun-tahun ini,
marilah menyanyikan sebuah lagu sukacita.”
Kembali di
Krakow, St Yohanes mengajar kelas Kitab Suci dan lagi, ia menjadi seorang guru
yang amat populer. Ia diundang ke rumah-rumah para bangsawan yang kaya. Tetapi,
masih saja, ia memberikan segala yang dimilikinya kepada orang-orang miskin dan
berpakaian seperti orang miskin pula. Suatu ketika ia mengenakan sehelai jubah
hitam yang usang ke sebuah perjamuan. Para pelayan tidak memperbolehkannya
masuk. St Yohanes pun pulang dan berganti mengenakan sehelai jubah baru. Dalam
perjamuan, seseorang menumpahkan makanan ke atas jubah barunya. “Tak apa,” kata
orang kudus kita ini dengan bergurau, “bagaimanapun, jubahku pantas mendapatkan
makanan, sebab tanpa jubah ini, aku tidak akan berada di sini sama sekali.”
St Yohanes hidup
hingga usianya yang ke delapanpuluh tiga. Lagi, dan lagi, sepanjang hidupnya ia
membagi-bagikan segala yang ia miliki demi menolong orang-orang miskin. Ketika
orang banyak mencucurkan airmata mendengar bahwa ia di ambang maut, St Yohanes
berkata, “Janganlah khawatir akan penjara yang akan binasa ini. Tetapi,
pikirkanlah jiwa yang akan segera meninggalkannya.” Ia wafat pada tahun 1473
dan dimaklumkan sebagai seorang santo oleh Paus Klemens XIII pada tahun 1767.
“Bersama
kerendahan hati [St Yohanes] mengalir pula kesederhanaan yang bersahaja dan
kepolosan; pikiran hatinya diungkapkannya dalam kata-kata dan tindakan. Allah
yang ada dalam hatinya dan Allah yang ada dalam bibirnya adalah Allah yang satu
dan sama.” ~ Paus Klemens XII
St.
Marguerite D’Youville
Marguerite
dilahirkan di Quebec, Kanada, pada tanggal 15 Oktober 1701. Ayahnya meninggal
dunia pada tahun 1708 dan keluarganya hidup dalam kemiskinan. Sanak keluarga
membayar uang sekolah untuk Marguerite di sekolah biara Ursuline di Quebec. Dua
tahun yang dilewatkannya di sekolah asrama mempersiapkan Marguerite untuk dapat
mengajar adik-adik lelaki dan perempuannya.
Marguerite
seorang yang ramah dan bersahabat. Ia membantu menopang keluarga dengan
menjahit dan menjual renda halus. Pada tahun 1722, Marguerite menikah dengan
Francois D'Youville. Tampaknya perkawinan itu akan menghantarnya ke suatu
kehidupan rumah tangga yang sungguh membahagiakan. Tetapi, dalam hitungan
bulan, jati diri Francois yang sesungguhnya mulai muncul. Ia lebih menaruh
minat dalam mencari uang daripada memberikan perhatian pada keluarga.
Pekerjaannya adalah berdagang minuman keras secara ilegal. Ia menelantarkan
Marguerite sendirian bersama kedua anaknya dan tidak mempedulikan mereka.
Francois
meninggal secara mendadak pada tahun 1730 setelah delapan tahun masa
perkawinan. Ia mewariskan banyak hutang yang harus dibayar Marguerite. Seorang
imam yang baik hati, Pater du Lescoat, memberinya semangat. Pater mengatakan
kepada Marguerite betapa Tuhan sungguh amat mengasihinya. Segera Marguerite
memulai suatu karya besar bagi Tuhan. Nubuat yang pernah disampaikan kepadanya
akan segera menjadi kenyataan.
Pada tanggal 21
November 1737, Marguerite D'Youville menerima seorang perempuan tunawisma yang
buta. Ini menandai dimulainya suatu karya mengagumkan dalam pelayanan orang-orang
miskin yang sakit di rumah-rumah sakit. Rumah-rumah sakit ini dikelola oleh
para biarawati dari ordonya yang baru. Marguerite dan rekan-rekan pertamanya
dikenal sebagai “Biarawati Abu-abu”, sebab jubah religius mereka berwarna
abu-abu. Para biarawati ini mengambil alih rumah sakit umum di Montreal yang
menghadapi kebangkrutan dan dililit banyak hutang. Orang banyak memperolok para
biarawati ini. Apalah yang memangnya dapat mereka perbuat? Tetapi Moeder
D'Youville dan para biarawatinya pantang putus asa. Mereka bekerja, dan
membangun, dan memperbaiki. Lebih dari semua itu, mereka menyambut siapa saja
yang membutuhkan pertolongan. Tak ada seorang pun yang terlalu miskin atau
terlalu sakit untuk dapat datang ke rumah sakit mereka. Pada tahun 1765, suatu
kebakaran melalap habis rumah sakit, tetapi Moeder D'Youville dan para
biarawatinya membangun rumah sakit kembali dalam waktu empat tahun.
Kedua putera
Moeder D'Youville ditahbiskan sebagai imam: Charles, pastor Boucherville, dan
Francois, pastor St Ours. Pada tahun 1769, Pater Francois mengalami patah
tangan. Ibundanya bergegas datang untuk merawatnya. Lima hari dilewatkannya di
pastoran. Moeder D'Youville juga sama murah hatinya ketika wabah cacar
menyerang. Dan selama Perang Tujuh Tahun antara Perancis dan Inggris, Moeder
D'Youville menolong para prajurit dari kedua belah pihak. Ia menyembunyikan
para prajurit Inggris dalam ruang-ruang gelap di gudang bawah tanah biara. Di
sana para suster dengan sembunyi-sembunyi merawat mereka hingga pulih kembali.
Moeder D'Youville wafat pada tanggal 23 Desember 1771. ia dimaklumkan sebagai
santa oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 9 Desember 1990. Ia adalah orang
kudus pribumi pertama Kanada.
Marguerite
dapat mengatasi aneka ragam kesulitan dalam hidupnya melalui imannya kepada
Tuhan dan kemurahan hatinya kepada sesama yang membutuhkan. Bersiaplah pada
hari ini untuk suatu kesempatan menolong seseorang yang membutuhkan
pertolongan.
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Servulus, Pengaku Iman
Karena tertimpa sesuatu penyakit, sekujur tubuh
Servulus menjadi lumpuh. Ia tidak dapat duduk atau berdiri tegak, bahkan
menggerakkan tangannya pun ia tidak mampu. Setiap hari ibu dan kakaknya
membaringkan dia di pintu gerbang gereja Santo Klemens di Roma. Di situ ia
menantikan belaskasih orang-orang yang lewat di pintu gerbang itu.
Salah satu keunggulan Servulus ialah ia
dengan senang hati menyisihkan sedikit uang dari pendapatannya untuk
teman-temannya yang senasib dengannya. Banyak orang kagum akan kesabaran dan
ketabahannya dalam menanggung beban penderitaannya.
Servulus pasrah kepada Tuhan. Dalam
kemalangannya itu ia tidak lupa berdoa dan bersyukur kepada Tuhan atas semua
yang telah diterimanya dari belaskasih begitu banyak orang. Keadaan hina serta
penderitaannya menjadi berkat dan sumber keselamatan serta sarana mencapai
kesucian hidup. Ketika mendekati ajalnya, si pengemis itu memohon
teman-temannya untuk berdoa dan menyanyikan Mazmur baginya. Ia meninggal dunia
pada tahun 590.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
24 Desember
St. Sharbel
Makhlouf
Youssef Makhlouf dilahirkan pada tanggal 8 Mei
1828 di sebuah desa di pegunungan di Libanon. Hidupnya biasa-biasa saja.
Youssef belajar di sebuah sekolah kecil di sana dan ikut ambil bagian dalam
kegiatan di gereja paroki. Ia mencintai Bunda Maria dan ia suka berdoa. Ia
mempunyai dua orang paman yang adalah biarawan. Meski Youssef tidak mengatakan
kepada seorang pun, ia berdoa kepada Bunda Maria memohon bantuannya agar
diperkenankan menjadi seorang biarawan.
Orangtua Youssef menghendakinya
untuk menikah. Ada seorang gadis yang amat baik di dusun itu yang cocok
dijadikan sebagai isteri ideal baginya, begitulah pikir mereka. Tetapi Youssef
yakin bahwa itulah saat untuk mengikuti panggilannya menjadi seorang biarawan.
Ia menggabungkan diri dalam Biara Bunda Maria dalam usia duapuluh tiga tahun.
Ia mengambil nama Sharbel, seturut nama seorang martir kuno. Ia mengucapkan
kaulnya pada tahun 1853 dalam usia duapuluh lima tahun. Sharbel mengikuti
pendidikan calon imam dan ditahbiskan pada tahun 1858. Ia tinggal di Biara St
Maron selama enambelas tahun.
Pastor Sharbel
adalah seorang yang khusuk, yang kecintaannya pada doa menjadi cirinya yang
menonjol. Dari waktu ke waktu ia akan mengundurkan diri ke pertapaan milik ordo
untuk menikmati doa-doa yang lebih mendalam. Duapuluh tiga tahun terakhir
hidupnya, dilewatkan Sharbel dalam keheningan pertapaan. Ia memilih untuk
mengamalkan hidup yang amat keras. Ia bermatiraga, makan sedikit, tidur di
lantai yang keras, dan menghabiskan berjam-jam lamanya dalam doa. Tahun-tahun
berlalu dan Sharbel menjadi seorang yang sepenuhnya mengasihi Yesus. Kemudian,
sementara ia sedang merayakan Misa pada tanggal 16 Desember 1898, saat
konsekrasi, ia terserang stroke. Sharbel terbaring tak berdaya delapan hari
lamanya, dan wafat pada tanggal 24 Desember 1898.
Mukjizat-mukjizat
mulai terjadi di makam biarawan yang kudus ini. Sebagian dari mukjizat-mukjizat
tersebut diterima sebagai prasyarat untuk memaklumkan Sharbel sebagai “beato”
dan kemudian “santo”. Pater Sharbel dimaklumkan sebagai santo oleh Paus Paulus
VI pada tanggal 9 Oktober 1977. Paus menjelaskan bahwa St Sharbel dengan cara
hidupnya mengajarkan kepada kita jalan sejati kepada Tuhan. Beliau mengatakan
bahwa budaya kita memuliakan kekayaan dan kenikmatan. Tetapi Sharbel,
sebaliknya, mengajarkan kepada kita melalui teladan hidupnya, nilai kemiskinan,
matiraga dan doa.
Bagaimanakah
jika aku meneladani semangat doa yang dimiliki St Sharbel?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Adam dan Hawa, Manusia
Pertama
Gereja - berdasarkan amanat Kitab Suci -
membeberkan beberapa ajaran iman yang berhubungan dengan Adam dan Hawa. Adam
dan Hawa adalah manusia pertama yang diciptakan Allah dan ditempatkan di taman
Firdaus. Keduanya diakui sebagai pasangan suami-isteri pertama yang menurunkan
segenap umat manusia. Mereka adalah leluhur umat manusia. Kecuali itu, Gereja
mengajarkan bahwa dosa yang mencekam seluruh umat manusia hingga kini
diwariskan oleh Adam dan Hawa. Yesus Kristus, Putera Allah, menjelma menjadi
manusia untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa yang diwariskan Adam dan
Hawa. Oleh Adam, dosa masuk ke dalam dunia, tetapi oleh Yesus Kristus, Adam
Kedua, manusia diselamatkan dari belenggu dosa.
Dalam
perjanjian Lama kata Adam (yang berhubungan dengan kata adama: 'yang dari
tanah') kadang-kadang berarti 'manusia yang diciptakan Allah' (Kej 4:25;
5:1,3-5; 1 Taw 1:1; Tob 8:6; Sir 49:16). Tetapi pada dasarnya Adam berarti
'manusia', 'manusia pada umumnya' (bdk. Kej 1:26-27; Ayb 14:1; Mzm 8:5; 104:14
dst.). Melalui penyusunan cerita Firdaus, Adam dipandang sebagai 'seorang
laki-laki' (Kej 2-4), dan dipakai sebagai 'nama pribadi manusia yang pertama'
(Kej 4:25-5: 5). Dalam Perjanjian Baru, disamping beberapa ayat yang
menggambarkan pribadi Adam sebagai moyang semua manusia (Luk 3:38; Yud 14; Kis
17:26), atau pun makna perkawinan Kristen (Kej 2:24; Mat 19:46; Ef 5:31),
pribadi Adam disoroti dalam hubungannya dengan Yesus Kristus. Sedangkan Hawa,
adalah perempuan pertama. Ia diciptakan Tuhan dari tulang rusuk Adam. Nama Hawa
dikaitkan dengan kata kerja Ibrani 'haya' yang berarti 'hidup':
"(perempuan) yang hidup, ibu orang-orang hidup."
Menurut iman-kepercayaan kita, Adam dan
Hawa diciptakan Allah menurut citra-Nya. Adam diciptakan dari debu tanah,
sedangkan Hawa diciptakan dari sebuah tulang rusuk Adam. Tuhan mencintai mereka
melebihi semua ciptaan lainnya. Tuhan mencita-citakan agar mereka hidup berbahagia
bersama-Nya, saling mencintai dan mencintai Tuhan. Panggilan untuk hidup di
dalam cinta diwujudkan dengan terciptanya manusia sebagai pasangan, pria dan
wanita. Tuhan menciptakan Hawa sebagai pendamping dan pelengkap yang sejajar
bagi Adam. Alkitab menggambarkan kesejajaran itu dengan cerita penciptaan Hawa
dari tulang rusuk Adam: "Ketika Adam tidur, Tuhan mengambil salah satu
rusuknya dan menutup tempat itu dengan daging. Lalu Tuhan membentuk rusuk itu
menjadi seorang wanita." (bdk Kej 2:21-23) Tulang rusuk terletak di bagian
tengah tubuh. Hal itu berarti Hawa sederajat dengan Adam dalam hal martabat
sebagai rnanusia, meskipun secara hakiki keduanya berbeda satu sama lain.
Pasangan manusia pertama ini sangat berbahagia karenanya sehati sejiwa dan erat
dengan Tuhan. Mereka kudus dan karenanya tiada rasa malu di antara mereka,
sekalipun mereka telanjang. Tetapi Alkitab selanjutnya menggambarkan bahwa
keduanya kemudian melanggar perintah Allah, yaitu memakan buah 'pohon
pengetahuan baik dan jahat', karena godaan setan. Mereka berdosa: 'dosa ingin
menjadi serupa dan sederajat dengan Allah, Penciptanya'. Mereka ingin menjadi
mahatahu seperti Allah.
Ketidak
taatan mereka itulah akhirnya membawa dosa dan maut bagi semua manusia di
kemudian hari. Meskipun demikian cintakasih Allah kepada mereka tidak pernah
sirna oleh kedosaan mereka. Cintakasih Allah ternyata jauh melebihi kejahatan
dosa manusia. Hal ini tampak di dalam janji Allah untuk mengutus seorang
penyelamat yang akan lahir dari seorang wanita. Dalam pribadi Yesus Kristus,
yang lahir dari perawan Maria, janji Allah itu terpenuhi. Dengan demikian,
kecongkakan dan kekurang percayaan Hawa yang melahirkan malapetaka kematian
dihapus oleh kepercayaan, ketaatan dan kerendahan hati Perawan Maria. Melalui
Maria dan Puteranya Yesus Kristus, jalan kepada Allah yang terputus oleh dosa
Adam dan Hawa ditemukan kembali.
Di sinilah terlihat nilai positif dari
'dosa manusia pertama', yaitu bahwa dosa Adam dan Hawa ternyata mendatangkan
anugerah terbesar Allah kepada umat manusia, yakni 'pengutusan Yesus Kristus'
sebagai Penebus dosa manusia. 'Dosa Adam' menjadi 'felix culpa' (dosa yang
membahagiakan) karena, mendatangkan Yesus Kristus - Adam Kedua. Oleh perbuatan
Adam (pertama) dosa masuk ke dalam dunia, tetapi oleh perbuatan Yesus Kristus,
Adam Kedua, keselamatan datang ke dalam dunia. Adam diciptakan untuk
mempersiapkan kedatangan 'Adam Sejati', yaitu Yesus Kristus, Penebus dunia.
Pasangan Adam dan Hawa adalah manusia yang lengkap
seutuhnya. Persatuan suami-isteri pertama ini diangkat Yesus sebagai cermin
serta sumber rahmat bagi kehidupan perkawinan. "Pada awal mula Tuhan
menjadikan mereka laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu laki-laki akan
meninggalkan ibu-bapanya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi
satu daging. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang telah
dipersatukan Tuhan, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:4-6) Inilah
suatu rahasia besar, kata Santo Paulus. Sebab, sebagaimana Kristus bersatu
dengan Gereja-Nya, demikianlah hendaknya persekutuan cinta antara pria dan
wanita dalam hidup perkawinan: bersatu dan berkembang dalam cinta menuju
persahabatan dengan Tuhan. Adam dan Hawa adalah ibu-bapa kita semua, kuburnya
dihormati di bukit Golgotha dalam gereja pemakaman di Yerusalem.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
25 Desember
NATAL, Hari
Ulang Tahun Yesus
Waktunya telah
tiba bagi Putera Allah untuk menjadi manusia oleh karena kasih-Nya kepada kita.
Bunda-Nya, Maria, dan St. Yusuf harus meninggalkan rumah mereka di Nazaret dan
pergi ke Betlehem. Alasan perjalanan mereka itu ialah karena Kaisar Romawi
telah memerintahkan untuk menghitung jumlah seluruh penduduknya. Jadi, setiap
keluarga Yahudi harus pergi ke kota asal leluhur mereka. Oleh karena Maria dan
Yusuf termasuk keturunan keluarga Raja Daud, mereka harus pergi ke kota Daud
yaitu Betlehem. Memang kaisar yang mengeluarkan perintah, tetapi dengan
demikian digenapilah rencana Allah. Kitab Suci mengatakan bahwa Mesias akan
dilahirkan di kota Betlehem.
Suatu perjalanan
yang panjang serta melelahkan bagi Bunda Maria karena perjalanan itu melewati
daerah yang berbukit-bukit. Tetapi Maria tetap tenang dan damai. Ia tahu bahwa
ia melaksanakan kehendak Tuhan. Ia bahagia memikirkan Putera Ilahinya yang akan
segera lahir. Ketika Maria dan Yusuf tiba di Betlehem, mereka tidak menemukan
tempat bagi mereka untuk menginap. Akhirnya, mereka menemukan tempat bernaung
di sebuah gua. Di sana, di sebuah kandang yang buruk, Putera Allah dilahirkan
pada Hari Natal. Bunda-Nya yang terberkati membungkus-Nya agar hangat serta
membaringkan-Nya dalam palungan.
Yesus memilih
untuk dilahirkan dalam kemiskinan seperti itu agar kita dapat belajar untuk
tidak mengejar kekayaan serta kenikmatan. Pada malam Yesus dilahirkan, Tuhan
mengutus para malaikat-Nya untuk mewartakan kelahiran-Nya. Para malaikat tidak
diutus kepada kaisar atau pun raja. Mereka juga bahkan tidak diutus kepada para
tabib terpelajar atau pun imam-imam kepala. Mereka diutus kepada para gembala
yang miskin dan sederhana. Para gembala itu sedang menjaga kawanan dombanya di
sebuah bukit dekat Betleham. Segera sesudah mereka mendengar kabar sukacita
dari para malaikat, mereka bergegas datang untuk menyembah sang Juruselamat
dunia. Kemudian mereka pulang sambil memuji serta memuliakan Tuhan.
Para nabi besar
dalam Perjanjian Lama merasa berbahagia dengan janji Tuhan bahwa suatu hari
kelak Juruselamat akan datang ke dunia. Sekarang Ia telah lahir di
tengah-tengah kita. Kristus datang bagi kita semua. Kitab Suci mengatakan:
“Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal.” Jika mereka yang hidup dengan pengharapan akan
kedatangan-Nya merasa bahagia, betapa terlebih lagi kita harus bersukacita.
Kita memiliki ajaran-ajaran-Nya, Gereja-Nya dan bahkan Yesus Sendiri hadir di
altar kita pada setiap Perayaan Ekaristi. Natal adalah saat di mana kita lebih
menyadari dari sebelumnya, betapa Tuhan sungguh amat mengasihi kita.
Hari ini akan
menjadi hari ungkapan syukur yang luarbiasa oleh karena hadiah Inkarnasi: Tuhan
beserta kita. Bagaimana hidupku akan berbeda jika aku tidak pernah merasakan
kasih Yesus?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Hari Raya Natal
2015 tahun sesudah Abraham dipanggil Allah
dari Ur-Kasdim;
1510 tahun sesudah Musa membebaskan Umat
Israel dari Mesir;
1032 tahun sesudah Daud diurapi menjadi
Raja Israel;
752 tahun sesudah pembangunan kota Roma;
Pada tahun ke-42 masa pemerintahan Kaisar Oktavianus
Augustus, ketika segenap dunia diliputi damai, di kala itulah Yesus Kristus
Almasih yang dijanjikan Allah lahir dari rahim Perawan Tersuci Maria di
Betlehem, kota Raja Daud, dari suku Yehuda.
Hari ini Sabda menjadi Daging;
Hari ini lahirlah Yesua Kristus,
Almasih;
Hari ini tampaklah Penebus umat
manusia;
Diiringi kidung para malaekat dan malaekat
agung Serta pujian para suci di surga: "Gloria in Excelsis Deo. . ."
Dalam sejarah perkembangan liturgi Gereja, sudahlah
lazim dipersembahkan tiga Misa Kudus berturut-turut:
Misa Pertama,
mengarahkan hati kita kepada Bapa di surga;
Misa Kedua,
dipersembahkan pada waktu fajar, mengarahkan hati kita kepada "Sang
Fajar" yang membuka tirai kegelapan dosa, dan mengajak kita bersama dengan
para gembala pergi mendapatkan "Sang Cahaya" itu. Dalam Misa Gembala
ini kelahiran insani Yesus Kristus yang diutamakan.
Misa Ketiga,
atau Misa Siang memberikan hiburan besar kepada kita: "Puer natus est
nobis" (Seorang anak telah lahir untuk kita). Dipundak-Nya diletakkan
kekuasaan atas dunia ini, dan Ia akan disebut Pewarta Keputusan Agung.
Dengan demikian hati dan jiwa kita
ditujukan kepada kenangan dan ingatan akan kelahiran Yesus di Betlehem.
Meskipun Yesus berulang-ulang kali lahir di kandang itu, namun tidak bermakna
apa pun jikalau Ia tidak dilahirkan di dalam hati kita masing-masing.
Santa Anastasia, Martir
Anastasia adalah seorang martir yang
dibunuh di Sirmium (sekarang: Serbia, Yugoslavia) pada zaman pemerintahan
Kaisar Diokletianus tahun 304. Konon, Anastasia adalah anak dari Praetextatus,
seorang bangsawan Roma yang kaya-raya. Ia sudah dihormati sebagai 'santa' di
Roma selak abad ke-5. Salah satu cerita tambahan yang menunjukkan bahwa
Anastasia adalah seorang Kristen ialah bahwa ia memilih Santo Krisogonus
sebagai bapa pengakuannya.
Ketika menginjak dewasa, ia menikah dengan Publius,
seorang pegawai yang masih kafir. Sebagai orang Kristen, Anastasia merasa
mempunyai tanggungjawab moril untuk membantu sesamanya yang dipenjarakan.
Setiap hari ia pergi ke penjara untuk menghibur dan membantu orang-orang
Kristen di penjara. Karena curiga, Publius suaminya melarang dia keluar rumah.
Ketika itu Santo Krisogonus telah pindah ke Aquileia. Ia berkontak dengan
beliau melalui surat. Ketika Publius meninggal dunia, ia pindah ke Aquileia
mengikuti Krisogonus. Umat Kristen Aquileia menerimanya dengan senang hati.
Di Aquileia ia sangat aktif. Sesudah Santa Agape,
Chionia dan Irene dibunuh, Anastasia akhirnya mendapat gilirannya. Ia
ditangkap, dipenjarakan dan diadili di Sirmium. Ia dikunjungi dan diberi makan
oleh Santa Theodota almarhum. Akhirnya bersama dengan umat Kristen lainnya,
Anastasia diarak ke pantai dan ditenggelamkan ke dalam laut. Santa Theodota
menolongnya dan menuntun mereka ke pantai. Namun karena sesuatu sebab,
Anastasia dibawa ke pulau Palmaria dan di sana ia dibakar hidup-hidup oleh
penguasa. Bersamaan waktunya: 200 orang laki-laki dan 70 perempuan dibunuh
sebagai martir.
Anastasia dihormati di Roma sejak abad
kelima dan namanya dimasukkan dalam Doa Syukur Agung Misa Kudus. Konon di zaman
Gereja perdana, Sri Paus mempersembahkan 3 kurban Misa, yaitu Misa Malam, Misa
Pagi/Fajar, dan Misa Siang di gereja yang berlain-lainan. Gereja stasi kedua
ialah gereja Anastasia di Roma di kaki bukit Palatine dekat Circus Maximus. Di
sini Sri Paus merayakan perayaan Natal, sekaligus mengenang Santa Anastasia
secara khusus. Namun lambat-laun karena peristiwa Kelahiran Yesus lebih
diutamakan, maka pesta bagi Anastasia hanya bersifat 'peringatan saja' di
gereja Titulus Anastasiae, yang dibangun pada abad ke-4.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
26 Desember
St. Stefanus
Stefanus artinya
mahkota. Ia adalah pengikut Kristus yang pertama yang menerima mahkota
kemartiran. Stefanus adalah seorang diakon pada masa Gereja Perdana. Kita
membaca kisah tentangnya dalam Kitab Kisah Para Rasul bab 6 dan 7. Petrus dan
para rasul lainnya menyadari bahwa mereka membutuhkan penolong-penolong untuk
mengurus para janda serta kaum miskin. Jadi, mereka mentahbiskan tujuh orang
diakon. Stefanus adalah yang paling terkenal dari antara mereka.
Tuhan mengadakan
banyak mukjizat melalui St. Stefanus. Ia berbicara dengan hikmat dan karunia
yang membuat banyak dari para pendengarnya menjadi pengikut Yesus. Para musuh
Gereja Yesus merasa geram melihat betapa berhasilnya khotbah St. Stefanus. Pada
akhirnya, mereka bersekongkol untuk melawan dia. Mereka tidak dapat membantah
perkataan-perkataannya yang bijaksana, jadi mereka memerintahkan beberapa orang
untuk bersaksi dusta terhadapnya. Saksi-saksi palsu itu mengatakan bahwa
Stefanus telah berbicara hujat terhadap Tuhan. St. Stefanus menghadapi
gerombolan para musuhnya yang banyak itu tanpa rasa takut. Malahan, Kitab Suci
mengatakan bahwa wajahnya menjadi serupa dengan wajah malaikat.
Stefanus
berbicara tentang Yesus, menunjukkan bahwa Ia adalah Juruselamat yang
dijanjikan Tuhan. Ia mencela para musuhnya karena tidak percaya kepada Yesus.
Mendengar itu, mereka menjadi amat marah serta berteriak-teriak kepadanya.
Tetapi, Stefanus memandang ke langit dan berkata bahwa ia melihat langit
terbuka dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Para musuhnya menutup telinga
mereka dan tidak mau mendengarnya lebih lanjut. Mereka menyeret St. Stefanus ke
luar kota Yerusalem dan melemparinya dengan batu hingga mati. Orang kudus itu
berdoa, “Tuhan Yesus, terimalah rohku!” Kemudian ia berlutut serta memohon
kepada Tuhan untuk tidak menghukum para musuh yang membunuhnya. Setelah
pernyataan kasih yang sedemikian besar itu, Stefanus pergi untuk menerima
ganjaran surgawi.
“Kasih yang
membawa Kristus dari surga ke dunia telah membawa Stefanus dari dunia ke surga…
Kristus telah menjadikan kasih sebagai tangga yang memungkinkan segenap umat
Kristiani untuk mendaki ke surga. Oleh karenanya, berpegang-teguhlah kepadanya,
dengan segala ketulusan hati, hendaknya kamu saling membagikan wujud nyata
kasihmu itu, dan dengan kemajuanmu dalam kasih, mendakilah bersama-sama.”
St. Fulgentius
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
27 Desember
St. Yohanes
Rasul
St. Yohanes
adalah seorang nelayan di Galilea. Ia, bersama dengan St. Yakobus saudaranya,
dipanggil untuk menjadi rasul Kristus. Yesus memberi julukan “anak-anak guruh”
kepada kedua putera Zebedeus ini. St. Yohanes adalah rasul yang termuda. Ia
amat dikasihi oleh Yesus. Pada perjamuan malam terakhir, Yohanes diperbolehkan
menyandarkan kepalanya didada Yesus. Yohanes juga satu-satunya rasul yang
berdiri di kaki salib. Yesus yang sedang menghadapi ajal menyerahkan
pemeliharaan Bunda-Nya kepada murid yang dikasihi-Nya ini. Sambil memandang
Bunda Maria, Ia berkata, “Inilah ibumu.” Jadi, hingga akhir hidupnya di dunia,
Bunda Maria tinggal bersama St. Yohanes. Hanya Yohanes seorang yang memperoleh
hak istimewa untuk menghormati serta melayani Bunda Allah yang tanpa noda.
Pada hari
Paskah, pagi-pagi sekali, Maria Magdalena dan beberapa wanita membawa
rempah-rempah menuju ke makam Yesus untuk meminyaki Tubuh-Nya. Mereka kembali
dengan berlari-lari kepada para rasul untuk menyampaikan suatu berita yang
mengejutkan. Tubuh Yesus telah hilang dari makam. Petrus dan Yohanes pergi
untuk menyelidiki hal itu. Yohanes tiba terlebih dahulu, tetapi ia menunggu
Petrus untuk masuk ke dalam makam terlebih dahulu. Baru sesudahnya, ia masuk
dan melihat kain kapan yang telah tergulung rapi. Kemudian, pada minggu itu
juga, para murid sedang memancing di Danau Tiberias tanpa hasil. Seseorang yang
berdiri di pantai mengatakan kepada mereka untuk menebarkan jala mereka ke sisi
lain perahu. Ketika mereka menarik jala mereka kembali, jala itu penuh dengan
ikan besar. Yohanes, yang mengenali siapa orang itu, segera berseru kepada
Petrus, “Itu Tuhan!”
Dengan turunnya
Roh Kudus, para rasul penuh dengan keberanian baru. Setelah Tuhan Yesus naik ke
surga, Petrus dan Yohanes menyembuhkan seorang lumpuh dalam Nama Yesus.
Yohanes hidup
hampir seabad lamanya. Ia sendiri tidak wafat dimartir, tetapi sungguh ia
menempuh hidup yang penuh penderitaan. Ia mewartakan Injil dan menjadi Uskup
Efesus. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, ketika ia tidak lagi dapat
berkhotbah, para muridnya akan membawanya kepada jemaat Kristiani. Pesannya
yang sederhana adalah, “Anak-anakku, kasihilah seorang akan yang lain.” St.
Yohanes wafat di Efesus sekitar tahun 100.
“Para rasul
melihat Yesus secara jasmani, dari muka ke muka; mereka mendengarkan perkataan
yang Ia ucapkan, dan setelah tiba saatnya mereka mewartakaan sabda-Nya itu
kepada kita. Jadi, kita juga telah mendengarkan, meskipun kita tidak melihat;
kita bersekutu dengan mereka, karena kita dan mereka memiliki iman yang sama.”
St. Agustinus.
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
28 Desember
Kanak-kanak
Suci
Ketika Yesus
dilahirkan di Betlehem, Para Majus datang dari timur untuk menyembah-Nya.
Sebagian berpendapat bahwa mereka adalah para raja, sebagian lagi berpendapat
bahwa mereka adalah para ahli bintang. Para Majus itu menghadap Herodes, sang
raja, untuk mencari raja orang Yahudi yang baru dilahirkan, yaitu sang
Juruselamat. Herodes adalah seorang penguasa yang licik serta kejam. Ketika
didengarnya Para Majus itu berbicara tentang seorang raja yang baru dilahirkan,
ia mulai khawatir akan kehilangan tahtanya. Tetapi, ia tidak membiarkan para
Majus itu mengetahui apa yang sedang dipikirkannya. Ia memanggil para imam
besar serta menanyakan kepada mereka di manakah menurut Kitab Suci sang Mesias
akan dilahirkan. Para imam menjawab: Betlehem. “Pergi dan selidikilah dengan
seksama hal-hal mengenai Anak itu,” demikian kata raja yang licik itu kepada
para Majus. “Segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya
akupun datang menyembah Dia.” Para Majus melanjutkan perjalanan mereka. Mereka
menemukan Yesus, Sang Mesias, bersama dengan Maria dan Yusuf. Mereka menyembah
Dia serta menyampaikan persembahan mereka. Sementara itu, mereka diperingatkan
dalam mimpi untuk tidak kembali kepada Herodes. Dan seorang malaikat datang
memberitahu St. Yusuf untuk membawa Maria serta Bayi Yesus ke Mesir. Dengan
demikian, Tuhan menggagalkan rencana pembunuhan Herodes terhadap Putera Allah.
Ketika Herodes
sadar bahwa Para Majus tidak kembali kepadanya, ia menjadi amat marah. Ia
seorang yang jahat dan bengis, dan kini rasa khawatir akan kehilangan tahtanya
menjadikan kemarahannya semakin hebat. Ia menyuruh para prajuritnya untuk
membunuh semua bayi laki-laki di Betlehem dengan harapan Mesias juga akan mati
terbunuh. Para prajurit melaksanakan perintah yang menyebabkan banjir darah
itu. Suatu kepedihan yang dahsyat meliputi kota kecil Betlehem, sementara para
ibu menangisi bayi-bayi mereka yang mati terbunuh. Kanak-kanak kecil itu oleh
Gereja dihormati sebagai martir. Gereja menyebut mereka sebagai Kanak-kanak
Suci.
Apa artinya
menjadi “suci” bagiku? Bagaimana aku dapat menjawab panggilan Yesus untuk
menjadi seperti kanak-kanak?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Fabiola, Janda
Fabiola Iahir di Roma pada pertengahan
abad ke-4 dari sebuah keluarga ningrat. Masa mudanya sangat tidak terpuji.
Mula-mula ia menikah dengan seorang pemuda yang bejat hidupnya. Karena tidak
tahan maka ia berusaha cerai. Setelah ia berhasil secara sipil, ia menikah Iagi
dengan lelaki lain. Sebagai orang Kristen, tindakannya ini sangat tidak terpuji
dan mencoreng nama baik Gereja. Namun Tuhan rupanya tidak sudi membiarkan
Fabiola bertindak semakin sembrono. Tuhan mulai campur tangan.
Tidak lama kemudian dua laki-laki yang
menjadi suaminya itu meninggal dunia. Fabiola sendiri menyesali sikap hidupnya
dan bertobat. Ia menaati aturan hidup sebagai anggota Gereja, melakukan silih
di hadapan seluruh umat sehingga diterima kembali sebagai anggota Gereja.
Pertobatannya secara terbuka dilakukannya di muka basilik Lateran. Paus Santo
Siricius menerimanya kembali dalam pangkuan ibu Gereja.
Corak hidupnya yang baru diwarnai dengan
pengabdian tulus dalam karya-karya cinta kasih. Harta bendanya ia manfaatkan
untuk kepentingan Gereja Roma. Ia mendirikan rumah sakit khusus untuk membantu
orang-orang miskin. Para pasiennya adalah gelandangan-gelandangan yang
ditemuinya di jalan-jalan atau yang meringkuk di dalam penjara. Rumah sakit ini
menampung siapa saja sehingga menjadi semacam rumah sakit umum pertama dalam
sejarah Barat.
Pada
tahun 395 Fabiola berziarah ke Yerusalem dan mengunjungi Santo Hieronimus,
Santa Paula dan Santa Eustakium. Ketika itu Hieronimus sedang bermusuhan dengan
Uskup Rufinus berkenaan dengan ajaran Origenes yang ditentangnya. Orang
berusaha mempengaruhi Fabiola agar memihak Rufinus. Namun Fabiola tetap
mendukung Hieronimus, gurunya. Fabiola mendirikan sebuah biara dan membantu
Hieronimus dalam usaha menerjemahkan Kitab Suci. Tetapi kemudian ia pindah dari
biara itu: biara itu menjadi tempat ziarah yang sangat ramai; kondisi hidup
umat sangat tidak menyenangkan: umat Kristen terpecah-pecah, dan dari luar ada
ancaman serangan bangsa Hun, dll.
Untuk sementara Fabiola dengan
kawan-kawannya mengungsi ke Jaffa, sambil menantikan ketenteraman di Yerusalem.
Setelah keadaan pulih dan aman, Fabiola pulang ke Roma dan kawan-kawannya
kembali ke Yerusalem. Di Roma masih terdapat banyak masalah. Meskipun demikian,
Fabiola tetap meneruskan karya cintakasihnya selama tahun-tahun terakhir
hidupnya. Bersama Santo Pammachius, ia mendirikan rumah sakit umum besar di
Porto untuk peziarah yang miskin dan sakit. Dalam satu tahun saja rumah sakit
itu terkenal dari Parthia sampai ke Britania. Fabiola wafat pada tahun 399. Ia
sangat dicintai dan dihormati.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
29 Desember
St. Thomas
Becket
Thomas Becket
dilahirkan pada tahun 1118 di London, Inggris. Setelah kedua orangtuanya
meninggal dunia, ia pergi untuk bekerja di sebuah kantor. Sebagai seorang
pemuda, ia suka pergi berburu dan melakukan kegiatan olah raga lainnya. Ketika
usianya sekitar duapuluh empat tahun, Thomas mendapatkan pekerjaan di Keuskupan
Agung Canterbury. Ia mulai tertarik untuk menjadi seorang imam. Thomas seorang
pemuda yang tampan, amat cerdas dan pandai bergaul. Sebentar saja, ia telah
menjadi kesayangan Raja Henry II sendiri. Orang mengatakan bahwa raja dan
Thomas memiliki hanya satu hati dan satu pikiran - seperti layaknya sepasang
sahabat kental. Ketika Thomas berusia tigapuluh enam tahun, Raja Henry
menjadikannya ketua parlemen.
Sebagai ketua
parlemen Inggris, Thomas memiliki rumah yang besar dan hidup dalam kemewahan.
Namun demikian, ia sungguh murah hati kepada orang-orang miskin. Ia seorang
yang cepat marah, tapi ia melakukan banyak matiraga juga secara diam-diam. Ia
melewatkan berjam-jam lamanya dalam doa, bahkan seringkali hingga larut malam.
Ketika Uskup
Agung Canterbury wafat, raja menghendaki paus memberikan jabatan tersebut
kepada Thomas. Itu berarti bahwa Thomas harus ditahbiskan menjadi seorang imam.
Tetapi, Thomas mengatakan secara terus terang kepada raja bahwa ia tidak ingin
menjadi Uskup Agung Canterbury. Ia sadar sepenuhnya bahwa jabatan itu akan
menempatkannya dalam konflik langsung dengan Raja Henry II. Thomas tahu bahwa
ia akan harus membela Gereja dan bahwa itu berarti masalah. “Kasih baginda
kepadaku akan berubah menjadi kebencian,” demikian ia memperingatkan Henry.
Raja tidak peduli, dan Thomas ditahbiskan menjadi iman dan kemudian menjadi
uskup pada tahun 1162. Pada mulanya, segala sesuatu berjalan lancar seperti
sedia kala. Namun demikian, segera saja raja mulai menuntut uang yang dirasa
Thomas tidak pada tempatnya dirampas dari Gereja. Raja semakin dan semakin
geram terhadap mantan sahabatnya. Akhirnya, ia mulai memperlakukan Thomas dengan
buruk. Sesaat, Thomas tergoda untuk sedikit mengalah. Tetapi kemudian ia mulai
sadar akan betapa besar keinginan Raja Henry untuk mengendalikan Gereja. Thomas
sungguh menyesal bahwa ia bahkan pernah berpikiran untuk mengalah kepada raja.
Ia mohon ampun atas kelemahannya itu dengan bermatiraga, dan kemudian ia
menjadi lebih tegas dari sebelumnya.
Suatu hari, raja
teramat murka. “Tak adakah seorang pun yang dapat mengenyahkan uskup agung ini
dari hadapanku?” Beberapa perwiranya menganggapi hal ini secara serius. Mereka
bermufakat untuk menghabisi uskup agung. Mereka menyerang Thomas di katedralnya
sendiri. Dalam sakrat maut, bapa uskup mengatakan, “Demi nama Yesus dan demi
membela Gereja, aku bersedia mati.” Hari itu tanggal 29 Desember 1170. Segenap
umat Kristiani di seluruh penjuru dunia terkejut ngeri atas perbuatan yang
begitu keji itu. Paus Alexander III menegur raja bahwa ia secara pribadi
bertanggung jawab atas pembunuhan uskup agung. Mukjizat-mukjizat mulai terjadi
di makam Uskup Agung Thomas. Ia dimaklumkan sebagai santo oleh paus yang sama
pada tahun 1173.
“Andai engkau
mendapati dalam diriku sesuatu yang kau anggap salah, janganlah ragu untuk
memberitahukannya kepadaku secara pribadi. Sebab mulai dari sekarang, orang
akan berbicara tentang aku, tetapi tidak kepadaku. Sungguh berbahaya bagi
orang-orang yang berkuasa andai tiada seorang pun berani mengatakan kepada
mereka ketika mereka berbuat salah.”
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Kaspar Del Bufalo,
Pengaku Iman
Kaspar Del Bufalo yang dikenal sebagai
pendiri Kongregasi Misionaris Darah Mulia, lahir pada tahun 1786 di Roma,
Italia. Pada tahun 1808 ia ditahbiskan menjadi imam di Roma. Pada waktu
tentara-tentara Napoleon I menduduki kota Roma, Kaspar ditangkap dan
dipenjarakan tetapi ia kemudian berhasil meloloskan diri dari penjara dan
melarikan diri dari Roma.
Dengan dukungan kuat dari Kardinal
Cristaldi dan Paus Pius VII (1800-1823), Kaspar mendirikan Kongregasi
Misionaris Darah Mulia pada tahun 1815 di Giano. Sambil mendirikan pusat biara
di Albano Laziale, dekat Roma, dan di seluruh Kerajaan Napoli, Italia Selatan,
kongregasi itu berjuang membangun kembali Italia yang diporak-porandakan oleh
perang dan berbagai pertikaian. Kaspar dikenal sebagai seorang pengkotbah yang
berhasil terutama di daerah-daerah pedesaan. Selain aktif dalam karya pewartaan
dan karya karitatif untuk menolong orang-orang miskin, Kaspar mendirikan
perkumpulan-perkumpulan doa untuk adorasi malam di hadapan Sakramen Mahakudus.
Ia meninggal dunia di Roma pada tanggal 28 Desember karena terserang penyakit
kolera yang menyerang kota Roma. Pada tahun 1954, Kaspar digelari 'kudus' oleh
Paus Pius XII (1939-1958).
Daud, Raja
Israel Yang Terbesar
Daud (Yunani: Dauid; Ibrani: Dawid)
artinya "Yang terkasih" adalah Raja Israel kedua dan yang terbesar
sekitar tahun 1010 sampai 970 seb.M (1 Sam 16=1 Raj 2; Kis 7:45). Tanggal
kelahirannya tidak diketahui pasti; tetapi ia meninggal dunia di Israel pada
tahun 973 seb.M. Ia seorang Efrata dari Betlehem dan anak bungsu Isai (1 Sam
16:11; 17: 12; 1 Taw 2:15; Mat 1:5--6; Luk 3:31). Kecintaan umat Israel kepada
Daud terutama karena ia berhasil membunuh Goliath, panglima perang bangsa
Filistin.
Sebagai seorang pejuang muda, Daud
diagungkan sebagai seorang pahlawan. Cinta dan puji-pujian rakyat ini
membangkitkan amarah dan kecemburuan Raja Saul. Saul kemudian berusaha membunuh
Daud. Daud tetap tenang dan bersikap jantan menghadapi rencana jahat Saul. Ia
mengungsi ke padang gurun Yudea dan berhasil memikat hati suku-suku bangsa yang
berdiam di sana. Ia menikahi Aninoam, Abigail dan akhirnya dengan Mikhal. Dari
sana ia menyusun rencana dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk menggulingkan
Saul yang dianggap sebagai "Orang yang diurapi Tuhan."
Setelah Saul meninggal dunia, Daud diurapi
sebagai raja atas Yuda di Hebron, sektor selatan Israel. Sekitar tujuh tahun
kemudian, setelah Abner meninggal dunia, Daud diakui sebagai raja untuk seluruh
Israel sampai ia mati. Manufer politik pertama yang dilancarkan Daud sebagai
raja ialah menaklukkan suku bangsa Yebusi dan merebut Yerusalem yang dikuasai
oleh suku itu. Tempat tinggal raja dipindahkan ke Yerusalem. Di sana ia menikah
dengan Batsyeba. Untuk mempertahankan kedudukkannya, ia harus menaklukkan setiap
kota Kanaan atau mengintegrasikannya ke dalam suku-suku Israel. Sebaliknya Daud
juga harus mempersatukan suku-suku yang masih berdiri sendiri-sendiri, terutama
suku-suku Utara dan Selatan, menjadi satu bangsa. Oleh sebab itu, ia bersikap
lunak sekali terhadap keluarga Saul (2 Sam l:1-16; 3:13-16), memilih tempat
tinggal di daerah yang tidak dikuasai oleh bangsa Israel, memindahkan Tabut
Perjanjian Allah (2 Sam 6:1-9), membuat persiapan untuk membangun kenisah pusat
(2 Sam 7; 24:18-25), dan membentuk suatu pasukan yang tangguh (1 Taw 27:1-15).
Hampir seluruh daerah Barat sungai Yordan dikalahkan oleh Daud. Para bangsa
Edom; Aram, Moab dan Ammon ditaklukkannya. Tetapi kerajaannya yang begitu
gemilang dikeruhkan oleh kejadian-kejadian dan intrik-intrik pribadi:
tingkahnya sendiri terhadap Uria dan Batsyeba (2 Sam 11), penodaan oleh Ammon
terhadap Tamar puterinya (2 Sam 13:1-22); pemberontakan dan kematian Absalom (2
Sam 15; 18:1 - 19:9) dan intrik-intrik untuk mewarisi takhta.
Kitab Raja-raja mengisahkan keinginan Daud
untuk mendirikan satu kediaman yang pantas untuk menyimpan Tabut Perjanjian
Yahweh, namun ia meninggal dunia sebelum melaksanakan niatnya itu. Kemudian
Solomon, puteranya sendiri merealisir rencananya yang luhur itu dengan
mendirikan sebuah kenisah. Daud meninggal dunia dalam keadaan sakit tua pada
tahun 973 seb. M., kira-kira dalam usia 70 tahun. Makamnya masih dikenal pada
zaman Nehemia (2 Sam 3;16) dan pada zaman Kristus (Kis 2:29). Daud adalah
leluhur Yesus melalui Yusuf (Mat 1:17; 20; Luk 1:27,32; 2:4; Why 5:5; 22:16);
ia juga seorang nabi karena dalam Mazmur-mazmur yang diciptakannya ia
menubuatkan kedatangan Kristus (Sir 47:8; Kis 1:16; 2:25,34;4:25; Rom 4:6;11:9;
Ibr 4:7), serta kebangkitan Kristus (Kis 2:29-36; 13:34-37).
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
30 Desember
St. Anysia
Anysia hidup di
Tesalonika menjelang akhir abad kedua. Tesalonika adalah kota purbakala di mana
St. Paulus sendirilah yang pertama-tama mewartakan iman kepada Yesus. Anysia
adalah seorang Kristen dan setelah kedua orangtuanya meninggal, ia
mempergunakan kekayaannya untuk menolong kaum miskin papa.
Pada masa itu,
terjadi penganiayaan yang kejam terhadap umat Kristiani di Tesalonika. Gubernur
terutama sekali telah bertekad untuk mencegah semua umat Kristiani berkumpul
bersama untuk merayakan Misa. Tetapi, pada suatu hari Anysia berusaha untuk
menghadiri pertemuan tersebut. Sementara ia melewati suatu pintu gerbang yang
disebut Kasandra, seorang serdadu memperhatikannya. Ia segera menghalangi
langkah Anysia serta menyelidiki kemanakah Anysia hendak pergi. Karena amat
ketakutan, Anysia melangkah mundur sambil membuat tanda salib di keningnya.
Melihat itu, serdadu tersebut mencengkeramnya serta mengguncang-guncangkan
tubuhnya dengan kasar. “Siapa kamu,” teriaknya. “Dan kemanakah kamu hendak
pergi?” Anysia menarik napas panjang dan menjawab, “Aku adalah hamba Yesus
Kristus,” katanya. “Aku hendak pergi ke perjamuan Tuhan.”
“Oh ya?” serdadu
itu mengejek. “Aku akan mencegahnya. Aku akan membawamu untuk memuja para dewa.
Hari ini kami memuja dewa matahari.” Pada saat yang sama serdadu itu merenggut
kerudungnya. Anysia berusaha melawan sekuat tenaga sehingga orang kafir itu
menjadi semakin marah. Akhirnya, dalam puncak kemarahan, ia mencabut pedangnya
dan menebaskannya ke tubuh Anysia. Anysia pun jatuh tergeletak di kaki sang
serdadu. Ketika penganiayaan telah berakhir, umat Kristiani Tesalonika
mendirikan sebuah gereja di tempat di mana St. Anysia telah menyerahkan nyawa
bagi Kristus. Anysia wafat sekitar tahun 304.
Bagaimana aku
dapat menumbuhkan rasa syukurku
atas karunia sakramen-sakramen yang aku terima dalam hidupku?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santo Sabinus, Uskup dan
Martir
Sabinus adalah uskup kota Asisi. Bersama
beberapa orang imamnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di kala Kaisar
Diokletianus dan Maksimianus melancarkan penganiayaan terhadap umat Kristen
pada tahun 303. Pengadilan atas diri Sabinus bersama imam-imamnya dan seluruh
umatnya ditangani langsung oleh Gubernur Venustian di kota Umbria. Mengikuti
kebiasaan yang berlaku pada setiap pengadilan terhadap orang-orang Kristen,
Venustian memerintahkan Sabinus bersama imam-imam dan seluruh umatnya menyembah
sujud patung dewa Yupiter, dewa tertinggi bangsa Romawi. Mereka harus menyembah
Yupiter karena Yupiterlah yang menurunkan hujan dan memberikan cahaya matahari
kepada manusia, terutama karena Yupiter adalah pembela ulung kekuasaan Romawi
di seluruh dunia.
Mendengar
perintah sang Gubernur Venustian, Sabinus tampil ke depan seolah-olah hendak
menyembah patung dewa Yupiter. Ia menyentuh patung itu dengan jarinya dan
patung itu sekonyong-konyong hancur berkeping-keping dan berserakan di atas
tanah. Semua orang yang hadir di situ tercengang keheranan. Melihat keajaiban
itu, Venustian marah dan segera memerintahkan agar tangan Sabinus dipotong.
Sementara itu imam-imamnya disiksa hingga mati.
Para serdadu yang diperintahkan memotong
tangan Sabinus menggiring Sabinus ke hadapan Venustian untuk dihukum. Ketika
berada di hadapan Venustian, Sabinus tergerak hatinya oleh belaskasihan atas
Venustian yang sudah lama menderita penyakit mata yang membahayakan. Ia berdoa
kepada Yesus lalu menyentuh mata Venustian. Seketika itu juga sembuhlah mata
Venustian.
Mengalami
kebaikan hati Sabinus, Venustian terharu dan melepaskan Sabinus. Ia sendiri pun
kemudian bertobat dan minta dipermandikan. Tak lama kemudian Venustian yang
sudah menjadi Kristen itu ditangkap dan dipenggal kepalanya oleh kaki tangan
gubernur Asisi yang baru. Hal yang sama dilakukan pula atas diri Uskup Sabinus.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id
31 Desember
St. Sylvester
Paus St
Sylvester hidup pada masa Gereja Perdana, yakni pada masa pemerintahan Kaisar
Konstantinus. Sylvester I dinobatkan menjadi paus pada tahun 314 dan bertahta
selama duapuluh satu tahun hingga wafatnya pada tahun 335.
Dikisahkan bahwa
pada mulanya Konstantinus menganiaya Paus Sylvester dan umat Kristiani.
Kemudian kaisar terjangkit penyakit kusta dan hendak menyelenggarakan suatu ritual
kafir sebagai usaha mendapatkan kesembuhan. Ia begitu ingin sembuh. Konon
Konstantinus mendapatkan mimpi di mana St Petrus dan St Paulus berbicara
kepadanya. Mereka menyuruh kaisar pergi kepada Paus Sylvester untuk
disembuhkan. Konstantinus memohon kepada paus agar ia dibaptis dan kaisar
dibaptis di Basilika St Yohanes Lateran. Pada saat Pembaptisan, Kontantinus
sama sekali disembuhkan dari penyakitnya. Sejak saat itu, Konstantinus tidak
hanya mengijinkan agama Kristiani berkembang, malahan ia juga mendorongnya.
Devosi kepada
Paus Sylvester I amat terkenal pada masa Gereja Perdana. Ia adalah paus pertama
bukan martir yang dimaklumkan sebagai santo. Di Basilika St Yohanes Lateran di
Roma terdapat suatu dinding berhiaskan mosaik yang sungguh indah, menggambarkan
Yesus memberikan kunci-kunci kuasa rohani kepada Paus St Sylvester I.
Baiklah kita
meluangkan waktu pada hari ini untuk mengenangkan begitu banyak rahmat istimewa
yang kita terima sepanjang tahun ini. Bagaimanakah Tuhan telah menarikku untuk
terlebih dekat kepada-Nya sepanjang masa-masa yang telah lewat itu?
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Pauline Books & Media.”
Santa Melania, Martir
Melania Muda adalah cucu Santa Melania Tua
dan anak dari Rublicola dan Albina. Ia lahir di Roma dari sebuah keluarga
Kristen yang kaya raya. Ayahnya seorang senator yang ambisius sekali. Demi
harta dan nama baik keluarganya, ayahnya menikahkan Melania dengan saudara
sepupunya: Pinianus. Melania tidak setuju, namun ia yang baru berusia 13 tahun
itu tak berdaya menghadapi ambisi orang-tuanya. Dengan berat hati ia mengiakan
juga perkawinan itu. Mereka dikaruniai 2 orang putra. Melania sangat baik,
penuh pengabdian, dan berjiwa sosial. Sifat sosialnya itu membuatnya tidak
disenangi oleh kaum kerabatnya. Sepeninggal kedua putranya, sikap sosial
Melania baru diterima, bahkan ditiru oleh mereka. Melania sangat disenangi oleh
kaum miskin karena karya amalnya kepada mereka dan kepada Gereja. Bersama
suaminya, Melania menolong membebaskan ratusan budak belian dengan harga
tebusan yang sangat mahal.
Tahun-tahun
terakhir hidupnya penuh dengan cobaan. Ketika Roma diserang bangsa Visigoth,
mereka terpaksa mengungsi ke Afrika. Di sana mereka memiliki tanah yang luas.
Pada tahun 417 mereka pindah ke Yerusalem dan tinggal dekat makam suci Yesus.
Terpengaruh oleh corak hidup pertapaan di padang gurun Mesir, maka mereka mulai
menghayati cara hidup bertapa itu. Di situ ia berjumpa dengan kemenakannya:
Santa Paula dan menjalin hubungan baik dengan Santo Hieronimus. Pada tahun 432
suaminya Pianus meninggal dunia. Ia tidak putus asa. Sebagai janda ia
menghimpun para wanita untuk mendirikan satu biara di bukit Zaitun. Usahanya
diperluas hingga ke Afrika dengan 2 buah biara di sana. Tahun-tahun terakhir
hidupnya dimanfaatkannya di dalam kelompok orang-orang kudus seperti Santo
Hieronimus, Agustinus, Paulinus, dll, dengan menyalin buku-buku rohani. Ia
wafat pada tahun 439 di Betlehem, seminggu setelah merayakan Natal.
Sumber : http://www.imankatolik.or.id