Peringatan 7 Oktober
Pesta Santa Perawan Maria, Ratu
Rosario
Devosi non-liturgi yang sangat populer di kalangan umat Katolik
ialah 'Doa Rosario'. Di dalamnya umat beriman merenungkan karya penebusan
Kristus di dalam 15 peristiwa Sejarah Keselamatan, sambil mendaraskan 1 X Bapa
Kami, 10 X Salam Maria dan 1 X Kemuliaan, didahului oleh pendarasan Syahadat
Para Rasul, 1 X Bapa Kami, 3 X Salam Maria dan 1 X Kemuliaan. Pesta Rosario
Suci dirayakan oleh seluruh Gereja pada tanggal 7 Oktober dalam Minggu pertama
bulan Oktober.
Perihal doa rosario ini terdapat anggapan
umum berikut: bahwasanya di masa lampau doa Rosario seperti yang kita kenal
dewasa ini di dalam Gereja dianggap sebagai pemberian Santa Maria sendiri
kepada salah seorang pencintanya, yaitu Santo Dominikus, pendiri Ordo
Pengkotbah. Tetapi legenda indah ini tidak dapat diperdamaikan dengan data
sejarah yang berhubungan dengan adanya kebiasaan berdoa Rosario itu. Oleh
karena itu untuk memahami sedikit lebih dalam perihal doa rosario itu, kiranya baik kalau dikemukakan di
sini sedikit sejarah perkembangan doa Rosario itu.
Catatan sejarah tentang awal mula praktek doa rosario diambil dari kebiasaan doa di kalangan para rahib di dalam kehidupan monastik zaman dulu. Pada masa itu para rahib biasanya setiap hari mendaraskan 150 buah Mazmur (Doa Ofisi) sebagaimana terdapat di dalam Kitab Suci. Para rahib awam yang tidak tahu membaca atau yang buta huruf mengganti pendarasan Mazmur itu dengan 150 buah doa yang lain. Biasanya doa pengganti itu ialah doa 'Pater Noster' (Bapa Kami). Doa "Bapa Kami" memang sudah semenjak Gereja perdana dianggap sebagai doa Gereja yang paling penting. Para calon baptis yang sedang dalam masa katekumenat, harus menghafal doa Bapa Kami itu di samping Kredo/Syahadat Para Rasul. Untuk mempermudah mereka mengetahui berapa sudah doa Bapa Kami yang didaraskan, mereka menggunakan seutas tali bersimpul atau bermanik-manik. Oleh karena tali itu dipakai untuk menghitung doa "Pater Noster" maka tali itu lazim disebut juga "Pater Noster".
Dari sejarah perkembangan devosi diketahui bahwa sejak zaman dahulu umat Kristen telah menaruh devosi yang tinggi kepada Santa Perawan Maria. Devosi-devosi ini dilestarikan oleh para rahib di dalam biara-biara. Pada masa abad, ke-11 berkembanglah kebiasaan memberi salam kepada Bunda Maria bila seseorang melewati patung atau arca Maria. Pada masa itu belum dikenal bentuk doa 'Salam Maria' seperti dewasa ini. Dahulu doa itu masih singkat, hanya terdiri dari bagian pertama yang berakhir dengan kata-kata: "dan terpujilah buah tubuhmu". Jumlah doa Salam Maria yang sempat didaraskan dihitung pada tali 'Pater Noster' itu. Lama kelamaan berkembanglah kebiasaan untuk menggantikan doa Bapa Kami dengan doa Salam Maria. Jumlahnya tetap 150 sesuai jumlah Mazmur yang didaraskan para rahib. Karena pada masa itu 150 buah Mazmur yang didaraskan itu sudah dibagi ke dalam tiga bagian, masing-masingnya terdiri dari 50 buah, maka doa Salam Maria yang didaraskan oleh para rahib buta huruf itu pun dibagi dalam tiga bagian dengan masing-masing bagian terdiri dari 50. Rangkaian Salam Maria yang terdiri dari 50 buah itu disebut 'Korona' (=mahkota). Kata ini mengingatkan kita akan hiasan-hiasan kembang menyerupai mahkota yang biasanya dibuat pada arca-arca Bunda Maria. Bagian kedua doa 'Salam Maria', yaitu "Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin", menjadi doa resmi semenjak Paus Pius V (1566-1572) meresmikan terbitan 'Breviarium' (=doa harian Gereja) pada tahun 1568. Namun bagian kedua itu baru diterima umum pada abad XVII.
Bagian pertama doa Salam Maria yang
melukiskan tentang peristiwa kunjungan malaekat Gabriel kepada Maria dan
kesediaan Maria menerima Al Masih dalam rahimnya, diambil dari Kitab Suci.
Itulah peristiwa awal 'Penjelmaan Juru Selamat'. Sukacita itu kemudian
diungkapkan Maria sendiri kepada Elisabeth, sanaknya yang pada waktu itu sudah
hamil juga. Sejak abad ke-12, doa 'Salam Maria' mulai diulang-ulang selama
berlangsungnya doa untuk mengenang 'Lima Sukacita Santa Maria' (Kabar Sukacita,
Kelahiran Yesus, Kebangkitan Yesus, Kenaikan Yesus, dan Pengangkatan Maria ke
Surga). Lama kelamaan 'Lima Peristiwa Sukacita' itu, ditambah antara lain
dengan peristiwa: Penampakan Tuhan (epifani), Pentakosta atau Kunjungan kepada
Elisabeth, sehingga menjadi 'Tujuh Sukacita Maria'. Pada abad XIII, Korona
Ketujuh Sukacita Maria ini mulai dipropagandakan oleh Ordo Fransiskan; dan pada
abad XIII mantaplah sudah kebiasaan merenungkan Limabelas Sukacita Maria.
Pada Abad Pertengahan, umat Kristen mempunyai devosi istimewa
kepada 'Lima Luka Yesus', yaitu di tangan, kaki dan lambung. (bdk. Yoh 20:20).
Sementara itu ada pula devosi kepada 'Lima Penumpahan Darah Yesus', yaitu pada
saat sakratulmautnya, saat didera, saat dimahkotai duri, saat disalibkan dan
ditikam lambungNya. Karena semenjak dulu Bunda Maria dipandang sebagai peserta
ulung dalam sengsara Yesus, maka tidak mengherankan, bahwa sejalan dengan
devosi kepada Yesus yang bersengsara, berkembang pula devosi serupa kepada
Maria yang berdukacita. Devosi itu dikembangkan oleh Ordo Fransiskan dan
Serikat Hamba Maria. Maka sejak abad XIV berkembanglah devosi kepada 'Lima
Dukacita Maria', ataupun 'Tujuh Dukacita Maria', yang dialaminya selama Yesus
bersengsara dan wafat. Devosi kepada 'Tujuh Dukacita Maria' itu berkembang
pesat di kalangan umat Kristen Eropa sehubungan dengan menjangkitnya wabah
sampar yang mengerikan di sana.
Kebiasaan untuk menghubungkan doa 'Salam Maria' dengan
renungan tentang sejumlah peristiwa Yesus, sudah ada sejak abad XIV. Ada pula
kebiasaan untuk menambah kata-kata ". . . buah tubuhmu", dengan nama
Yesus dan dengan sebuah kalimat pelengkap, misalnya, "Yang didera dengan
kejam", "Yang dimahkotai duri", dsb. Dalam abad XV berkaryalah
seorang biarawan bernama Dominikus yang diberi julukan "dari Prusia".
Ia seorang novis, yang sesuai dengan anjuran pemimpin biaranya, berusaha
menggabungkan doa Rosario (yang terdiri dari 50 Salam Maria) dengan renungan
mengenai kehidupan Yesus dan ibuNya. Pada tahun 1410, ia menyusun 50 seruan
penutup doa 'Salam Maria'. Seruan-seruan penutup itu diterima dengan antusias
sekali dan segera menjadi populer, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa
Jerman. Seruan-seruan tambahan itu biasanya dibacakan oleh orang-orang yang
melek huruf.
Mulai tahun 1475, muncullah di dalam Gereja tarekat-tarekat religius yang mempopulerkan doa Rosario. Dengan munculnya teknik cetak, daftar lima belas peristiwa yang ditetapkan sebagai landasan renungan selama doa rosario, mulai dikenal di mana-mana. Sebuah buku kecil yang dicetak di Ulm pada tahun 1483 menganjurkan tiga rangkaian gambar, masing-masing memuat lima lukisan tersendiri, yaitu: Lima Sukacita Maria, Lima Penumpahan Darah Kristus, dan Lima Sukacita Maria sesudah bangkitnya Yesus. Inilah kelima belas peristiwa Rosario yang dikenal sekarang, kecuali dua yang terakhir, yaitu tertidurnya Maria dan Penghakiman Terakhir. Dalam buku kecil itu ada nasihat berikut: ''Daraskanlah doa Salam Maria sambil memandang lukisan-lukisan ini!" Daftar tetap dari 15 peristiwa Rosario disusun di Spanyol sekitar tahun 1488. Daftar itulah yang disahkan oleh Paus Pius V seorang biarawan Dominikan, ketika beliau menetapkan Rosario sebagai doa Gereja yang sah. Setahun sebelumnya, Pius mengesahkan teks doa Salam Maria yang sampai sekarang tidak diubah.
Ada sekian banyak peristiwa ajaib yang mendorong pimpinan
tertinggi Gereja menghimbau bahkan mendesak umat berdoa rosario untuk memohon perlindungan Bunda Maria
atas Gereja dari segala rongrongan. Peristiwa terbesar yang melatarbelakangi
penetapan tanggal 7 Oktober sebagai tanggal Pesta Santa Maria Ratu Rosario
ialah peristiwa kemenangan pasukan Kristen dalam pertempuran melawan pasukan
Islam Turki. Menghadapi pertempuran ini Paus Pius V menyerukan
agar seluruh umat berdoa rosario untuk memohon perlindungan Maria atas
Gereja. Doa umat itu ternyata dikabulkan Tuhan. Pasukan Kristen dibawah
pimpinan Don Johanes dari Austria berhasil memukul mundur pasukan Turki di
Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571 (Minggu pertama bulan Oktober 1571).
Sebagai tanda syukur Paus Pius V (1566-1572)
menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai hari pesta Santa Maria Ratu Rosario.
Kemudian Paus
Klemens IX (1667-1669)
mengukuhkan pesta ini bagi seluruh Gereja di dunia. Dan Paus
Leo XIII (1878-1903)
lebih meningkatkan nilai pesta ini dengan menetapkan seluruh bulan Oktober
sebagai Bulan Rosario untuk menghormati Maria. Kemudian berdoa Rosario itu langsung diminta Bunda Maria sendiri agar didoakan umat pada
peristiwa-peristiwa penampakannya di Lourdes, Prancis (1858), Fatima, Portugal
(1917), di Beauraing, Belgia (1932-1933) dan di berbagai tempat lainnya
akhir-akhir ini.