PAUS YOHANES PAULUS II :
PAUS KERAHIMAN
“Ketika aku berdoa untuk tanah airku, Polandia, aku
mendengar Yesus bersabda,
'Dari Polandia akan muncul `anak api' yang akan
mempersiapkan dunia untuk kedatangan-Ku yang terakhir.'”
~ St Faustina Kowalska, Buku Catatan Harian VI, 93
Dan sungguh terjadi; dialah Karol Wojtyla, yang
menjadi Paus Yohanes Paulus II
Pada tanggal 6 Maret 1959 Paus Yohanes XXIII memaklumkan dilarangnya
penyebarluasan Devosi Kerahiman Ilahi dalam bentuk seperti yang diajarkan dalam
tulisan-tulisan Sr Faustina. Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 21
Oktober 1965, Kardinal Karol Wojtyla selaku Uskup Agung Krakow, dalam upayanya
mendukung Devosi Kerahiman Ilahi, membuka Proses Informatif, yaitu proses di
mana dilakukan penelitian resmi atas hidup, keutamaan-keutamaan, tulisan maupun
devosi yang diajarkan Sr Faustina Kowalska. Proses Informatif berhasil dengan
gemilang hingga menghantar dibukanya Proses Beatifikasi Sr Faustina pada
tanggal 31 Januari 1968.
Berkat perjuangan gigih Kardinal Karol Wojtyla, akhirnya pada tanggal 15
April 1978, Paus Paulus VI memaklumkan diterbitkannya “Notifikasi” yang
menyatakan bahwa larangan yang dibuat pada tahun 1959 “tidak berlaku lagi”.
Terima kasih Kardinal Karol Wojtyla! Enam bulan berselang, 16 Oktober 1978,
kardinal dari Polandia ini diangkat sebagai Paus yang ke-264 dengan nama
Yohanes Paulus II.
Sebagai Imam Agung di Roma, bukan saja Paus Yohanes Paulus II menggiatkan
disebarluaskannya Devosi Kerahiman Ilahi, lebih lagi, dipengaruhi oleh Buku
Catatan Harian St Faustina Kowalska, beliau menerbitkan ensiklik yang sangat
indah, Dives In Misericordia (Kaya dalam Kerahiman), yang sepenuhnya
bertutur mengenai Kerahiman Ilahi. Dalam ensiklik tertanggal 30 November 1980
ini, Sri Paus berbicara mengenai Kristus sebagai “inkarnasi kerahiman … sumber
belas kasih yang tak habis-habisnya.” Lebih jauh ia menekankan bahwa “Program
mesianik Kristus, program belas kasih” haruslah menjadi “program umat-Nya,
program Gereja.” Sepanjang ensiklik, Bapa Suci menegaskan bahwa Gereja -
teristimewa dalam masa modern sekarang ini - mengemban “tugas dan kewajiban”
untuk “memaklumkan dan mewartakan belas kasih Allah,” untuk “memperkenalkan dan
mewujud-nyatakannya” dalam hidup segenap umat manusia, serta untuk “datang
kepada belas kasih Allah,” memohonkannya dengan sangat bagi seluruh dunia.
Pada tanggal 22 November 1981, setahun setelah diterbitkannya Dives
in Misericordia, Paus mengunjungi tempat ziarah Cinta yang Berbelas Kasih di
Collevalenza, Italia, dalam perjalanan ziarah pertama di luar Roma setelah
percobaan pembunuhan terhadap dirinya. Di sana Sri Paus menegaskan, “Sejak awal
mula pelayanan saya di Tahta St Petrus di Roma, saya menganggap pesan ini
[Kerahiman Ilahi] sebagai tugas istimewa saya. Penyelenggaraan ilahi telah
mempercayakannya kepada saya dalam situasi manusia, Gereja dan dunia sekarang
ini.”
Dalam audiensi umum pada tanggal 10 April 1991, Bapa Suci mengatakan
“Pesan ensiklik mengenai Kerahiman Ilahi `Dives In Misericordia' secara
istimewa dekat pada kita. Mengingatkan kita akan sosok Abdi Allah, Sr Faustina
Kowalska. Biarawati yang bersahaja ini secara istimewa mendekatkan pesan Paskah
dari Kristus yang Maharahim kepada Polandia dan kepada seluruh dunia.”
Pada tahun 1993, pada hari Minggu Kerahiman Ilahi yang jatuh pada tanggal
18 April, Paus Yohanes Paulus II memaklumkan Sr Faustina Kowalska, biarawati
sederhana dari Kongregasi Suster-suster Santa Perawan Maria Berbelas Kasih,
sebagai beata. Tujuh tahun kemudian, juga pada hari Minggu Kerahiman Ilahi,
pada tanggal 30 April 2000, Bapa Suci mengangkat Beata Faustina, yang
disebutnya sebagai “Rasul Besar Kerahiman Ilahi di jaman kita”, ke dalam
himpunan para kudus Gereja. Semuanya itu, baik beatifikasi maupun kanonisasi St
Faustina Kowalska, dilakukan sri paus di Roma, bukan di Polandia, guna
menggarisbawahi bahwa Kerahiman Ilahi diperuntukkan bagi seluruh dunia.
Dalam kanonisasi St Faustina, Paus secara resmi pula memaklumkan bahwa
hari Minggu pertama sesudah Paskah wajib dirayakan Gereja semesta sebagai
Minggu Kerahiman Ilahi. Pentingnya hari Minggu Kerahiman Ilahi ini ditandai
juga dengan dikeluarkannya dekrit pada tanggal 13 Juni 2002 mengenai indulgensi
yang diberikan Gereja, baik indulgensi penuh maupun sebagian, kepada mereka
yang mempraktekkan Devosi Kerahiman Ilahi dengan syarat-syarat seperti yang
ditetapkan.
Lebih jauh, pada tanggal 17 August 2002, Sri Paus bahkan mempersembahkan
seluruh dunia kepada Kerahiman Ilahi saat beliau memberkati tempat ziarah
internasional Kerahiman Ilahi di Lagiewniki, Polandia:
“`Bapa yang kekal, kupersembahkan kepada-Mu Tubuh dan Darah, Jiwa dan
Ke-Allah-an PutraMu yang terkasih, Tuhan kami Yesus Kristus, sebagai pemulihan
dosa-dosa kami dan dosa seluruh dunia; demi sengsara Yesus yang pedih,
tunjukkanlah belas kasih-Mu kepada kami dan seluruh dunia' (Buku Catatan
Harian, 476). Kepada kami dan seluruh dunia…. Betapa dunia sekarang ini
membutuhkan Kerahiman Ilahi! Di setiap benua, dari penderitaan manusia yang
terdalam, terdengar seruan mohon belas kasih Allah. Di mana kebencian dan
hasrat dendam berkuasa, di mana perang mengakibatkan sengsara dan kematian
orang-orang tak berdosa, di sana rahmat belas kasih dibutuhkan demi menenangkan
hati dan pikiran manusia serta mendatangkan damai. Di mana tidak ada lagi rasa
hormat terhadap harkat dan martabat manusia, di sana cinta Allah yang berbelas
kasih dibutuhkan; dalam terang-Nya kita melihat nilai tak terkatakan dari
setiap pribadi manusia. Belas kasih dibutuhkan guna menjamin bahwa setiap
ketidakadilan di dunia akan berakhir dalam terang kebenaran.
Oleh karenanya, pada hari ini, dari tempat ziarah ini, dengan khidmad
saya mempersembahkan dunia kepada Kerahiman Ilahi. Saya melakukannya dengan
keinginan yang berkobar agar pesan cinta Allah yang berbelas kasih, yang diwartakan
di sini melalui Santa Faustina, dikenal oleh segenap umat manusia di dunia dan
memenuhi hati mereka dengan pengharapan. Kiranya pesan ini memancar dari tempat
ini ke tanah air kita yang tercinta dan ke segenap penjuru dunia. Kiranya janji
Tuhan Yesus digenapi: dari sini haruslah memancar `anak api yang akan
mempersiapkan dunia bagi kedatangan-Nya yang terakhir' (bdk Buku Catatan
Harian, 1732).
Anak api ini perlu dinyalakan oleh rahmat Tuhan. Api belas kasih ini
perlu disampaikan ke seluruh dunia. Dalam belas kasih Allah dunia akan
menemukan damai dan umat manusia akan menemukan kebahagiaan! Saya mempercayakan
tugas ini kepada kalian, Saudara dan Saudari terkasih, kepada Gereja di Krakow
dan di Polandia, dan kepada segenap pencinta Kerahiman Ilahi yang datang ke
tempat ini dari Polandia dan dari seluruh dunia. Kiranya kalian menjadi
saksi-saksi belas kasih Allah!”
Sepanjang 26 tahun masa pontifikat beliau, tak kunjung henti Bapa Suci
Yohanes Paulus II menerangkan Kerahiman Ilahi kepada umat beriman, pula
menyerukan pentingnya serta mendesaknya pesan Kerahiman Ilahi bagi segenap umat
manusia, sebab itulah ia kemudian dikenal sebagai “Paus Kerahiman”.
“`Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian
juga sekarang Aku mengutus kamu…. Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni
dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada,
dosanya tetap ada' (Yoh 20:21-23).
Sebelum menyampaikan kata-kata ini, Yesus memperlihatkan kedua tangan dan
lambung-Nya. Ia menunjuk pada luka-luka Sengsara, teristimewa luka yang
menembusi Hati-Nya, sumber darimana memancar aliran deras belas kasih yang
dicurahkan atas umat manusia. Dari Hati itu, Sr Faustina Kowalska, beata yang
sejak saat ini akan kita sebut sebagai santa, melihat dua berkas sinar yang
memancar dari Hati-Nya dan menyinari dunia: `Kedua sinar itu,' jelas Yesus
Sendiri kepadanya suatu hari, `melambangkan darah dan air' (Buku Catatan
Harian, Libreria Editrice Vaticana, h. 132).
Darah dan Air! Pikiran kita segera melayang pada kesaksian yang diberikan
Yohanes Pengarang Injil, yang, ketika seorang prajurit di Kalvari menikam
lambung Kristus dengan tombak, melihat darah dan air memancar darinya (bdk
19:34). Di samping itu, jika Darah mengingatkan kita akan Kurban Salib dan
anugerah Ekaristi, maka Air, dalam simbolisme Yohanes, melambangkan bukan saja
Pembaptisan, melainkan juga karunia Roh Kudus (bdk Yoh 3:5; 4:14;
7:37-39).
Kerahiman Ilahi tercurah atas umat manusia melalui hati Kristus yang
tersalib: “Puteri-Ku, katakanlah bahwa Aku adalah inkarnasi cinta dan belas
kasih,” demikian pinta Yesus kepada Sr Faustina (Buku Catatan Harian, h. 374).”
~ Paus Yohanes Paulus II, 30 April 2000
“Tak ada yang lebih dibutuhkan manusia selain daripada Kerahiman Ilahi -
cinta yang berlimpah belas kasih, yang penuh kasih sayang, yang mengangkat
manusia di atas segala kelemahannya ke ketinggian yang tak terhingga dari
kekudusan Allah.” ~ Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997
“Di mana, jika tidak dalam Kerahiman Ilahi, dunia dapat menemukan tempat
pengungsian dan terang pengharapan? Umat beriman, pahamilah kata-kata itu
dengan baik.” ~ Paus Yohanes Paulus II, 21 April 1993
“Jadilah rasul-rasul Kerahiman Ilahi di bawah bimbingan keibuan penuh
kasih sayang dari Santa Perawan Maria” ~ Paus Yohanes Paulus II, 22 Juni 1993
Melihat begitu kuat keterikatannya pada Kerahiman Ilahi, adakah kita
heran bahwa menjelang akhir hayatnya, kala tubuhnya mulai rapuh dan gemetar
dimakan usia serta didera penyakit, kala banyak pihak menuntut pengunduran diri
beliau, Paus Yohanes Paulus II menegaskan kembali penyerahan dirinya, “Totus
Tuus,” katanya, “Apakah Yesus pada saat-saat akhir penderitaan-Nya turun dari
salib?” (bdk Buku Catatan Harian, 1484). Apakah kebetulan belaka bahwa Bapa
Suci wafat pada malam vigili Minggu Kerahiman Ilahi, yang pada tahun itu jatuh
pada tanggal 3 April 2005? Apakah kita juga merasa aneh jika Paus Kerahiman
yang Agung ini meninggalkan bagi kita pesannya untuk Minggu Kerahiman, yang
kemudian dibacakan pada pesta hari itu oleh seorang pejabat Vatican kepada umat
beriman yang berkumpul di St Petrus sesudah Perayaan Misa Kudus yang
dipersembahkan bagi kedamaian kekal jiwanya?
“Pesan Kerahiman Ilahi senantiasa dekat dan lekat di hati saya. Seolah
sejarah telah mengukirkannya dalam pengalaman tragis Perang Dunia II. Dalam
tahun-tahun sulit itu, belas kasih Allah sungguh merupakan suatu penopang dan
sumber pengharapan yang tak habis-habisnya, bukan hanya bagi rakyat Krakow,
melainkan bagi seluruh bangsa. Itulah juga pengalaman pribadi saya yang saya
bawa ke Tahta St Petrus dan yang dalam tingkat tertentu membentuk gambaran akan
Pontifikat ini. Saya mengucap syukur kepada Penyelenggaraan Ilahi bahwa saya
dapat ikut ambil bagian secara pribadi dalam digenapinya kehendak Kristus,
melalui penetapan Minggu Kerahiman Ilahi. Di sini, dekat jasad St Faustina
Kowalska, saya juga mengucap syukur dapat memaklumkan beatifikasinya. Tak
henti-hentinya saya berdoa kepada Tuhan: `kasihanilah kami dan seluruh
dunia’
~ Paus Yohanes Paulus II, 7 Juni 1997,
saat berziarah ke makam St Faustina Kowalska
“disarikan dan diterjemahkan oleh
YESAYA: www.indocell.net/yesaya”