cita-cita ardas
Mengenal Sosok Uskup Baru Keuskupan Surabaya,
Mgr. Agustinus Tri Budi Utomo
Surabaya kini punya uskup baru. Pengumuman ini disampaikan dalam Perayaan Ekaristi di Gereja Hati Kudus Yesus, Katedral Surabaya yang dipimpin Administrator Diosesan Keuskupan Surabaya, Romo Yosef Eko Budi Susilo, Selasa, 29/10/2024.
Uskup baru itu adalah Mgr. Agustinus Tri Budi Utomo.
Uskup Didik, sapaannya lahir di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, 12 April 1968. Ia ditahbiskan imam pada tanggal 27 Agustus 1996.Mgr. Didik juga pernah menjadi Vikaris Jenderal Keuskupan Surabaya. Sebelum terpilih sebagai Uskup Keuskupan Surabaya, Romo Didik menjabat sebagai Delegatus Administrator Diosesan Kevikepan Pastoral, Keuskupan Surabaya dan tinggal di Paroki Sakramen Maha Kudus Surabaya
Ia menyelesaikan pendidikan di Seminari Tinggi St. Giovani XXIII Malang 1989-1996. Sementara pendidikan S1 dan S2 di STF Widya Sasana Malang. Sementara pengalaman pastoralnya, Mgr. Didik pernah bekerja baik sebagai pastor paroki maupun pastor rekan di beberapa paroki baik di Keuskupan Surabaya maupun sebagai misionaris domestik di Keuskupan Ketapang. Ia juga memiliki berbagai pengalaman non teritorial seperti pastor mahasiswa, dosen Agama Katolik di UNAIR, direktur LKD, Ketua Yayasan Yohanes Gabriel Sub Perwakilan Blora, dan lainnya.
Ini adalah momen bersejarah bagi Keuskupan Surabaya. Kita bersyukur kepada Tuhan atas terkabulnya doa-doa kita setiap hari, mohon uskup baru,” kata Pastor Yosef Eko Budi Susilo. Sebutnya lagi, “Uskup terpilih menjadi teladan iman dan teladan kasih bagi kita. Kita dukung dalam pelayanannya kelak, membawa umat Surabaya semakin dewasa dan semakin dekat dengan Tuhan.”
Sumber : Hidup katolik.com ( Produk majalah Hidup ).
KATA PENGANTAR
Ibu ,
Bapak dan saudara-saudari yang terkasih seperjalanan iman. Puji syukur kami
haturkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberkati kita
semua, karena atas rahmat dan kasih-Nya,
penulisan
Sejarah Gereja Katolik Stasi Santo Yohanes Pembaptis Walikukun” ini sedikit
bisa terwujud. Terdorong oleh sikap peduli terhadap gereja, maka kami berusaha
mengumpulkan serpihan-serpihan kecil informasi berdasarkan data yang kami
peroleh.
Perkembangan
perjalanan sejarah berdirinya Gereja Katolik Stasi Santo Yohanes Pembaptis
Walikukun ini, lahir sebagai gambaran nyata perjalanan hidup gereja katolik di
Stasi Walikukun yang sampai sekarang.
Dan tentunya penulisan sejarah ini
berkat bantuan dari berbagai pihak. Terutama para pelaku sejarah dan para tokoh
umat yang kami wawancarai dalam rangka mendapatkan sumber sejarah tersebut.
STASI WILAYAH NGAWI BARAT.
Sejarah kelahiran dan perkembangan Stasi-stasi di wilayah Ngawi barat, khususnya wilayah barat bagian utara, tidak dapat dipisahkan dengan sejarah ‘STASI KEDUNGMIRI’, ‘STASI MANTINGAN’, ‘STASI CENGKLIK’, ‘STASI GENDINGAN dan ‘STASI WALIKUKUN’. Sebab ke lima Stasi ini, masih termasuk dalam ‘Stasi-stasi di Wilayah Kawedanan Gendingan’. Wilayah Kawedanan Gendingan meliputi daerah Kecamatan Kedunggalar, Kecamatan Widodaren (Gendingan), dan Kecamatan Mantingan. Dan pada masa itu, yaitu ‘STASI KEDUNGMIRI’ merupakan pusat stasi.
Di
wilayah Kecamatan Widodaren (Gendingan), pada saat itu terdapat dua stasi,
yaitu ‘Stasi Gendingan’ dan ‘Stasi Walikukun’. Sedangkan di
Kecamatan Mantingan ada tiga stasi, yaitu ‘Stasi
Mantingan (Stasi Kedungharjo), Stasi Cengklik (Stasi Jatimulyo), dan Stasi Kedungmiri’. Sebelum tahun 1968,
di lima stasi ini hanya ada satu kali ‘Misa
Kudus’, yang dipusatkan di ‘Stasi Kedungmiri’.
Mengenai
perkembangan sejarah berdirinya stasi Walikukun, berikut ini adalah
perkembangan perjalanan sejarahnya.
STASI
GENDINGAN.
Pada
tahun 1960-an, seorang anak bernama ‘Sapari’ dipermandikan di Gereja
Katolik Cornelius Madiun. Sapari
adalah siswa L.P.M (Lembaga Pendidikan Masyarakat) Madiun. Dia merupakan putera
Bapak / Ibu Supardjo ( Dalam
kesehariannya dipanggil dengan panggilan Mbah
Mendan ) . Sapari menjadi
benih Kerajaan Allah pertama yang tumbuh di daerah Gendingan. Sesudah ‘Sapari’
dipermandikan, dia ini mengajak ibunya masuk Agama Katolik. Dan atas
bimbingan Roh Kudus, ibunya menjadi katekumen (calon baptis).
Pada waktu itu bersamaan dengan Pastor
Paul Jansens CM, mendirikan proyek A.L.M.A ( Akademi Lembaga Misioner Awam ) dan
‘L.P.M’
(Lembaga Pendidikan Masyarakat). Atas permohonan ‘Sapari’ kepada Pastor Paul Jansens CM, maka ditugaskan seorang katekis dari Madiun,
yaitu Ibu Kusdarwati ( istri Bapak
Drs. Sumarno, dosen Universitas Widyamandala Madiun). Pelajaran Katekumen
dilaksanakan di rumah Ibu Supardjo sendiri,
dan pada waktu itu juga ada beberapa umat Katolik pendatang dari luar daerah
Gendingan, diantaranya Bapak Tomo (Mikael
Edy Oetomo) dari Ngawi, Bapak
Sedijono (VJ Sedijono) (Pindahan
dari Lampung), dan Bapak Moeljohoesodo (Juventius
Moeljohoesodo) pindahan dari Malang. Pada akhir tahun 1961, kelompok kecil
inilah mulai berdiri stasi baru, yaitu ‘Stasi Gendingan’.
Pada tahun tahun 1961, pamong stasi, yaitu Ibu Supardjo, yang memenuhi dan menyiapkan semua perlengkapan
Ibadat atau Misa Kudus. dibantu Bapak
Sedijono, Kepala Desa Gendingan yang telah dibaptis menjadi Katolik. Karena
tempat ibadat untuk Stasi Gendingan bertempat di rumah kediaman Ibu Soeparjo
tersebut.
Meskipun sudah menjadi Stasi Gendingan, akan tetapi belum dapat merayakan ‘Misa Kudus’ sendiri. Karena umatnya masih terlalu sedikit. Pada
waktu itu daerah Gendingan, Mantingan/Kedungharjo,
Cengklik (Jatimulyo), Walikukun dan Kedungmiri, untuk bisa mengikuti ‘Misa Kudus’ harus berkumpul di Stasi Kedungmiri. Jadi Misa Kudus yang diikuti umat dari lima stasi
itu dilaksanakan di rumah Bapak ‘Ignatius Sumadi’,
sebagai pamong stasi Kedungmiri yang
pertama. Bapak Ignatius Sumadi menjabat
sebagai pamong stasi Kedungmiri tahun 1961 – 1978.
Baru
pada awal tahun 1962, di Stasi
Gendingan mulai ada Misa Kudus sendiri, dan di dalam Misa Kudus ini tidak hanya dikunjungi
Umat dari Gendingan dan Walikukun, akan tetapi juga umat dari Kedungmiri dan
Mantingan. Pada waktu itu Umat Katolik Kedungmiri, Mantingan, Cengklik,
Gendingan dan Walikukun, masih merupakan suatu kesatuan, satu keluarga yang
saling bertemu tiap bulan dalam Misa
Kudus, baik itu di Gendingan maupun di Kedungmiri.
Meskipun
perkembangan Gereja terlihat sangat lambat, tetapi berkat bantuan Bapak Sedijono, kegiatan umat terus
berjalan. Perlu diketahui bahwa Stasi
Gendingan ini hanya terdiri atas satu kelurahan saja, yaitu Keluarahan Gendingan, yang secara
kebetulan berada di wilayah Kawedanan Gendingan.
Umat Katolik di Gendingan pada saat baru berjumlah 30 orang. Walaupun secara
kuantitas kecil, tetapi keaktifan dalam kehidupan menggereja pantas ditiru.
Berbagai kegiatan gereja, misalnya: Ibadat
Hari Minggu, doa keluarga,
peringatan hari Raya Natal dan Paskah berjalan lancar atas peran serta umat sendiri. Pada saat hari
raya Natal dan Paskah dilaksanakan cukup meriah dengan mengundang tokoh-tokoh setempat.
Semangat kehidupan iman umat dapat dilihat
sikap mereka yang sangat antusias untuk bisa mengikuti Misa Kudus.
STASI
WALIKUKUN.
Sebelum Walikukun berdiri sebagai stasi, sudah
ada umat yaitu Keluarga Bapak Tjondrowidjojo,
dari Semarang. Di samping itu ada seorang putera Katolik dari Ngawi, yang
bernama Tomo (Mikael Edy Oetomo), seorang
pegawai RSU Walikukun. Tidak lama kemudian ada suatu keluarga yang masuk agama
Katolik, yaitu Keluarga Seger Widodo, dari
warga keturunan. Pada waktu itu Stasi
Walikukun masih tergabung menjadi satu dengan Stasi Gendingan.
Sekitar
tahun 1962 jumlah umat di desa Walikukun kurang lebih sekitar 15 orang dan belum
mempunyai
tempat untuk beribadah. Maka atas kemurahan seorang umat dan kebaikan keluarga
Bapak/Ibu …...................... Seger
Widodo, rumahnya bisa dipakai untuk ibadat. Kebetulan keluarga ini juga dekat
dengan keluarga Bapak Tjondro Widjojo yang mempunyai Pabrik padi.
Pada tanggal, 25 Desember 1964, Misa Kudus pertama di Stasi Walikukun oleh Pastor Paul Jansens CM, bertempat di Gedung SMPK “Jos Sudarso” Walikukun. Selain umat Katolik dihadiri pula dari Pejabat Pemerintah setempat, Para wali murid SMPK “Jos Sudarso” Walikukun, dan para guru SMPK.
Kurang
lebih pada tahun 1965 atas pertimbangan tertentu serta kemurahan hati Bapak Tjondro Widjojo yang mempunyai Pabrik
Padi tersebut, dipinjami
tempat yaitu menempati salah satu rumah bersebelahan dengan Tempat pabrik
pengeringan tembakau, diseberang jalan sebelah selatan lokasi Pabrik Padi ( Sekarang Jl. Srimulyo ). Disitu Misa
diselenggarakan hanya 1 bulan sekali. Pada waktu Romo yang memimpin Misa dari
Paroki Madiun yaitu Romo Carlo del Gobbo, CM, pada tanggal 1 Oktober 1967 Yang pada waktu itu
menjadi Romo
Kepala paroki di
Madiun.
Sejarah perkembangan gereja katolik Stasi
Walikukun, tidak dapat dipisahkan dari berdirinya sekolah Katolik. Pada tahun 1964 berdirilah SMP Katolik “Yos Sudarso” Walikukun, yang dipelopori oleh Pastor Paul Jansens CM dan Bapak Tjondrowidjojo ( yang biasa dipanggil Om
Tjan ). Dengan bantuan semua umat Katolik di Gendingan dan Walikukun,
serta para Katekis dari Madiun, maka SMP Katolik “Yos Sudarso” semakin pesat
kemajuannya.
Para tokoh yang ikut terlibat aktif dalam
pendidirian Sekolah Katolik di
Walikukun ini antara lain: Bapak Tjondrowidjojo, Ibu Supardjo, Bapak
Wahjono, Bapak Heriseputro, Ibu Robertha, Bapak Seger Widodo, dan Bapak J. Moeljohoesodo.
Pastor Paul Jansens CM, kecuali mendirikan SMP Katolik di Walikukun, juga mendirikan suatu “Pabrik Kertas” ( lokasi di SMK WD saat ini ) dan “Pengeringan Tembakau” ( lokasi di dekat SDK Santa Maria ). Tetapi ke dua Pabrik itu tidak lama berdiri dan kemudian jatuh.
Di atas tanah bekas Pabrik Ketas inilah yang dibangun sebagai Gedung SMP
Katolik “Jos Sudarso” Walikukun, dan tempat pengeringan tembakau itu sekarang
untuk Gedung Sekolah TK “Santa Maria” Walikukun. Sedangkan bekas gedung SMP
Katolik yang lama dipergunakan untuk SD Katolik “Santa Maria” Walikukun. Sayang
keberadaan sekolah-sekolah itu memprihatinkan, bahkan SMP Katolik “Jos Sudarso” sudah ditutup.
( Beberapa tahun berikutnya dari bekas SMP Yos
Sudarso yang telah tutup sekarang didirikan SMK Wiyata Dharma ).
Sebenarnya sebuah kerugian yang besar bagi
gereja apabila sekolah-sekolah Katolik menjadi tutup. Karena sejarah gereja di
masa lalu tak akan gemilang tanpa kehadiran sekolah Katolik dan guru-guru
Katolik. Tetapi apa mau dikata, karena perkembangan jaman telah berubah.
Sejak awal tahun 1965, Misa Kudus tiap bulan dilakukan secara bergantian antara Stasi Gendingan, dan Stasi Walikukun.
Pada tahun 1967, Walikukun secara resmi
menjadi Stasi yang berlindung dalam nama “Santo Yohanes Pembaptis.”
Ketika Stasi
Walikukun umat bisa mendapatkan
kesempatan mengadakan Misa Kudus sendiri, umat Gendingan juga hadir untuk
mengikuti Misa Kudus di Stasi Walikukun. Mulai
tahun 1969, Pastor Filippo Catini CM, memberi pelayanan lebih baik bagi umat Gendingan dan Walikukun untuk bisa
mengikuti Misa Kudus.. Pada tiap hari
Minggu di minggu ke II setiap bulannya.
Sebagai Bapak Pamong Stasi Walikukun pertama dipilihlah Bapak Juventius Muljohusodo. Bersamaan dengan berdirinya stasi itu, berdiri pula SD Katolik “Santa Maria” Walikukun, yang dipelopori oleh Bapak Tjondrowidjojo. Tidak lama kemudian menyusul berdirlah TK Katolik “Santa Maria” Walikukun, yang dipimpin oleh Berta yang dilanjutkan oleh Ibu Christne.
Baik TK Katolik, SD Katolik, dan SMP
Katolik di Walikukun, sebagaian alat-alat dan perlengkapan sekolah beserta
gedungnya, hampir semuanya atas bantuan Bapak
Tjondrowidjojo.
Setelah dirasa makin berkembang dan
cukup mampu berjalan sendiri, kemudian diserahkan kepada Yayasan Katolik, yaitu kepada Pastor
de Gobbo CM, dan dilanjutkan Pastor
Filippo Catini CM, di Ngawi.
Sejak berdirinya sekolah itulah Stasi Walikukun makin berkembang dan
makin dewasa. Selain banyak umat Katolik yang berasal dari luar daerah
Walikukun, yang asli Walikukun juga ada sehingga jumlahnya mencapai kurang lebih sekitar 150 orang. Sejak bulan Juni 1967, di
Walikukun mendapat pelayanan Katekis tetap, yaitu Bapak YG. Sutarno BA (Alumni AKI Madiun), yang diserahi tugas untuk
membimbing umat Katolik Walikukun.
Beberapa kegiatan umat Katolik di Walikukun, baik itu yang merupakan kegiatan ke dalam maupun ke luar berjalan baik. Beberapa contoh kegiatan yang dilaksanakan, meliputi:
A.
Kegiatan
ke dalam, yaitu:
1. Mengadakan doa keluarga tiap minggu sekali,
yaitu tiap hari kamis sore bertempat di Gereja.
2.
Membentuk Dewan Stasi, yang bertugas untuk
mengurus Stasi dan Gereja.
3.
Membentuk Organisasi Wanita Katolik (WKRI).
4.
Mengadakan sarasehan Kitab Suci tiap bulan
sekali.
5.
Mengadakan bimbingan penyuluhan untuk ibu-ibu
WK (Wanita Katolik) sebulan sekali oleh Bapak Katekis.
6.
Mengadakan arisan dan simpan pinjam khusus
untuk keluarga Katolik.
7.
Mengadakan aksi sosial puasa untuk menolong
kaum miskin.
B.
Kegiatan keluar, diantaranya:
1. Mengadakan aksi puasa dengan mengumpulkan uang,
pakaian bekas, beras, obat-obatan dsb. Pada tahun 1971 dan 1972, ini telah
dapat dikumpulkan sebanyak: beras 52 kg,
uang sebesar Rp. 2.870, pakaian pantas pakai 65 potong. Semuanya dibagikan
kepada kaum miskin di sekitar Walikukun, dan juga untuk menolong anak-anak
sekolah yang terlantar.
2.
Masuk ke dalam Organesasi B.K.O.W.
3.
Ikut dalam panitia Hari Besar Nasional.
4.
Mengadakan eksposisi/pameran dan lain-lain.
Pada tanggal, 25 Desember 1971, Gereja
itu diresmikan oleh Romo Filippo Catini CM. (Romo Catini ini karena saking
akrabnya di wilayah Paroki Ngawi, maka mengubah namanya menjadi Pastor Filippo
Katiman CM. Sehingga pada suatu saat pernah ditanya umat ... kenapa
harus mengubah namanya? ..... Ya biar ke jawa-jawaan, Seperti nama orang
jawa .... jawab beliau).
Peresmian gereja diawali dengan Misa Agung Natal (Malam Natal). Nama
pelindung yang tetap dipilih Stasi
Walikukun yakni “Santo Yohanes Pembaptis”.
Sejak saat itu Misa yang biasanya di gedung sekolah atau di rumah dekat
pabrik pengeringan tembakau dipindahkan ke Gereja yang baru. ( Jalan Kresno
sekarang, kira-kira 300 meter sebelah timur pasar Walikukun, dengan jumlah umat
sekitar 357 jiwa. ( Terdiri dari
umat Stasi Gendingan dan umat Stasi
Walikukun ) dan sejak saat itu umat di gendingan selalu mengikuti misa di Stasi
Walikukun.
Kemudian
ada pemikiran umat untuk memiliki sebuah tempat Ibadah (
gereja ) sendiri yang lebih baik dan permanen. Kemudian pada bulan Oktober tahun 1976. –
Bapak Yoventius Moeljohoesodo, selaku ketua stasi mengadakan sensus jumlah
umat, ternyata jumlahnya cukup banyak yaitu 257 jiwa. Namun belum memiliki
gereja atau tempat ibadat yang pantas.
Selaku ketua stasi mencoba memberanikan diri
menghadap Romo Rossi Cm, selaku romo Kepala Paroki Ngawi, untuk menyampaikan
uneg – uneg / gagasan dan keinginan dari umat Stasi Walikukun, untuk memiliki
gereja yang pantas dan permanen.Ternyata keinginan dan kerinduan umat itu
ditanggapi secara positif oleh romo paroki.
Dan setelah menyampaikan laporan mengenai
jumlah umat serta kerinduannya memiliki gereja, ternyata secara spontan Bapa
Uskup menyetujuinya. Pada waktu itu Bapa Uskup mengatakan : “Bersabarlah sambil menunggu pengumpulan
dana. Tetapi sebaiknya buatlah proposal berapa perkiraan dana yang diperlukan
dan berapa besar ukuran gereja yang akan dibangun”. Dengan rasa syukur dan
terima kasih kepada Bapa Uskup, meskipun hari itu sepulang dari Surabaya sudah
pukul 22.00 wib. langsung melapor kepada Romo Rossi di paroki Ngawi.
Bapak
Tjondro Widjojo kebetulan mempunyai sebidang tanah yang diatasnya berdiri sebuah
bangunan tepatnya bekas pabrik kapuk.( Lokasi gereja saat ini ). Lokasi itu ada
di tepi jalan raya bersebelahan dengan klinik atau puskesmas sekarang, tepatnya
di Dukuh Kedungprawan, Desa Gendingan.
Setelah
dana terkumpul, maka pada tanggal 25 Agustus 1976 pembangunan gereja dimulai
dengan ditangani sepenuhnya oleh Bapak Tjondro Widjojo. Pada tanggal 10
Nopember 1980, pembangunan gereja selesai
Tepatnya pada hari jumat pon, tanggal 28
Nopember 1980, Gereja yang diberi nama Santo Yohanes Pembaptis yang berada di
stasi Walikukun, diberkati oleh Bapa Uskup Yohanes Klooster yang pada waktu itu
dihadiri oleh umat cukup banyak, diantaranya dari Ngawi, - Ngrambe, -
Widodaren, - Mantingan, - Sine, - Kedunggalar, - dan seluruh umat dari stasi
Walikukun sendiri.
Pada waktu itu Bapak Panuju, selaku Bupati
Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Ngawi juga hadir dan memberikan sumbangan
pembangunan untuk gereja sebesar Rp.250.000,-
Perlu diketahui bahwa Gereja Katolik “Santo Yohanes Pembaptis” Walikukun berdiri di atastanah Negara bekas Reglement Van Eugendom ( RVE ) nomor : 1940, seluas + 3150 m2 ( berdasarkan pengukuran dari Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Ngawi ), yang terletak di Dusun Kedungprawan, Desa Gendingan, Kecamatan Widodaren, Kab. Ngawi dan tercatat atas nama TIK YAT KIE.
Tanah tersebut secara pisik telah dikuasai Badan Gereja Katolik Paroki
Santo Yusuf Ngawi, sejak tahun 1976. Dan Tanah gereja ini telah memiliki sertifikat
dengan status Hak Milik No.376 tanggal 17 april 2003 yang diterbitkan oleh
Badan Pertanahan Nasiosal, Kabupaten Ngawi.
Tanah gereja yang seluas + 3150 m2 disamping
ada bangunan
gereja, sebagian ada bangunan untuk Sekolah
SMK Katolik Wiyata Dharma dan SMP Katolik Yos Sudarso. Keberadaan
sekolah-sekolah tersebut berada diatas tanah gereja.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan
ini masih banyak kekurangan
dikarenakan keterbatasan kemampuan kami, serta minimnya informasi
yang kami dapatkan. Maka dengan rendah
hati kami mengharapkan
sumbang saran, informasi
sebagai kelengkapan untuk menambah sempurnanya sejarah Stasi kita ini.
Demikian sejarah singkat gereja katolik “Santo Yohanes Pembaptis”, stasi Walikukun. Sehingga sampai saat ini tempat dimana kita setiap hari minggu merayakan ekaristi masih ada. Saya percaya, karena tempat ini selalu dipelihara dan dihidupi oleh Ibu dan bapak yang sekarang ini ada berada didalam gedung gereja ini.
Tentunya ucapan syukur kepada Allah yang telah
membimbing umat di stasi ini, melintasi jaman. Dan semoga
Sejarah
Gereja Katolik Stasi Santo Yohanes Pembaptis Walikukun ini bermanfaat bagi umat.
Semoga Berkat Tuhan senantiasa menyertai umat
Stasi Walikukun. ~ Amin.