Header

cita-cita ardas

STASI WALIKUKUN, GEREJA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.

ROH KUDUS

nihil obstat Dari: "B.A. Rukiyanto SJ

ROH KUDUS DAN PENGARUNIAAN ROH KUDUS

1 Roh Kudus
Gereja Katolik mempercayai bahwa Allah yang esa memiliki tiga pribadi yaitu Bapa, Putra dan Roh Kudus (Dister, 2004). Roh Kudus adalah Pribadi ketiga dari Allah Tritunggal (O'Collins & Farrugia, 1996). Menurut Karl Bart (dalam Dister, 2004) kata Pribadi (latin: personae) lebih tepat diartikan sebagai tiga seinsweisen (cara berada).

Cara keberadaan yang rangkap tiga itu menurut Karl Rahner (dalam Dister, 2004) berhubungan dengan komunikasi-diri dari Allah kepada ciptaannya. Cara keberadaan yang rangkap tiga merupakan hakekat dari Allah sendiri, jika tidak demikian maka Allah tidak sungguh-sungguh mengkomunikasikan diri-Nya kepada Manusia (dalam Dister, 2004). Allah mengkomunikasikan diri-Nya kepada manusia merupakan intisari kabar gembira injil. Komunikasi yang dimaksud menurut Karl Bart adalah Allah yang merupakan sumber pewahyuan (Allah Bapa), dalam sejarah keselamatan, menghadirkan diri-Nya kepada manusia (sebagai Yesus) dan berada dalam hati umat beriman agar dapat menerima kehadiran-Nya (sebagai Roh Kudus).
Karl Rahner menyatakan bahwa tiga cara berada itu unik dan tidak tergantikan, sehingga Inkarnasi merupakan cara Putra sedangkan bersemayam-Nya Allah dalam hati merupakan cara Roh Kudus (Dister, 2004). Roh Kudus memiliki peran yang penting dalam kehidupan umat beriman, karena Gereja mengimani bahwa Roh Kudus dicurahkan kepada Gereja secara keseluruhan dan umat beriman secara khusus (Dister, 2004).

2 Pemberian (Pengaruniaan) Roh Kudus
Gereja Katolik mengimani bahwa Roh Kudus dikaruniakan kepada umat beriman pada saat pembabtisan (Martosudjito, 2003; Maryanto, 2004; Buku pembabtisan dalam roh; Sugino, 1982). Rahmat Roh Kudus yang diterima melalui pembabtisan membersihkan dosa memberikan hidup baru kepada mereka yang menerima babtisan (Chacon & Burnham; Martosudjito, 2003). Menurut Martosudjito (2004) Roh Kudus yang dicurahkan dalam hati kita (bdk Roma 5:5) memungkinkan kita mengalami persekutuan dengan hidup internal dari Allah Tritunggal (bdk Yoh 17:20-23).

Pada saat menerima penguatan Gereja percaya bahwa penguatan atau lazim disebut krisma menyebabkan curahan Roh Kudus dalam kelimpahan seperti yang dialami para rasul saat Pentekosta (Katekismus Gereja Katolik – 1302). Melalui penguatan, Roh Kudus memampukan seseorang secara eksplisit dan resmi menjadi murid Kristus dengan konsekuensi menjadi saksi Kristus (Martosudjito, 2003; Maryanto 2004).
Rahmat Roh Kudus yang diterima dalam pembabtisan, penguatan (dan tahbisan) diam dalam diri penerima sebagai materai yang tidak terhapuskan sehingga penerimaannya tidak dapat diulang (Martosudjito, 2004; O’Collins & Farrugia, 1996). Ajaran Meterai yang tidak terhapuskan menunjukkan iman bahwa Allah setia dalam memanggil kita dan panggilan itu tidak pernah ditarik kembali (Martosudjito, 2004). Rahmat Roh Kudus yang diterima dapat tidak efektif jika pada saat menerima babtis, penguatan, (maupun tahbisan) penerima tidak memiliki disposisi batin yang sesuai (Martosudjito, 2004; Rahner, 1996). Rahmat tersebut baru dapat efektif jika penerima telah memiliki disposisi batin yang sesuai, hal ini dikenal dengan reviviscentia sacramentorum (Martosudjito, 2004; Rahner, 1996).
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembabtisan dan penguatan mendatangkan rahmat Roh Kudus. Rahmat tersebut merupakan meterai tidak terhapuskan sehingga babtis dan penguatan hanya dapat diterima satu kali walaupun rahmat yang diterima dapat tidak efektif dan akan efektif pada masa yang akan datang. Pada saat pembabtisan, Roh Kudus menghapuskan dosa dan membuat seseorang bersatu dengan hidup internal dari Allah Tritunggal. Pada penguatan, Roh Kudus memampukan kita menjadi saksi Kristus.

Sumber : http://www.imankatolik.or.id