Pertobatan dalam tradisi gereja katolik
SEBELUM
KONSILI VATIKAN II
1. Konsili
Nicea I (tahun 325)
Sejak awal sejarah gereja,
orang Kristen yang berdosa berat tetap diterima sebagai warga gereja walaupun
mereka dilarang menerima Komuni dalam perayaan Ekaristi. Mereka baru di ijinkan
mererima Komuni lagi setelah menjalani suatu proses pertobatan yang cukup lama
dan berat. Karena seorang pendosa berat hanya boleh menerima pengampunan dosa
satu kali dalam hidupnya, Banyak orang Kristen pada waktu itu menunda
pertobatan sampai akhir hidupnya. Menyadari Hal itu pada uskup pada konsili
Nicea I menegaskan perlunya pengampunan Gereja bagi mereka yang segera menemui
ajalnya. Walaupun demikian apabila pendosa tersebut tidak jadi meninggal, ia
harus menjalani proses pertobatan seperti oran-orang Kristen lainnya.
2. Paus
Celesyinus (tahun 428)
Ajaran Koncili Nicea I
diatas tampakanya tidak ditaati oleh beberapa uskup, Karena itu, Paus
Celestinus menegaskan kembali ajaran konsili tersebut dalam suratnya kepada
para uskup di Wina dan Narbonne. Dalam surat itu, diajarkan bahwa orang-orang
Kristen yang sedang menghadapi ajal sebaiknya diberi pengampunan walaupun
sebelumnya mereka sudah mendapatkan pengampunan atas dosa-dosa mereka. Ajaran
itu antara lain didasarkan pada kitab Yehezikel, seperti pada ayat berikut :
Yeh 33:12-16
3. Paus Leo
I (tahun 452)
Oleh Paus leo ditegaskan
kembali soal pertobatan dalam suratnya kepada Theoderus, uskup Frejus. Dalam
surat itu diajarkan bahws para pimpinan Gereja punya wewenang untuk memohonkan
pengampunan Ilahi bagi umat yang bertobat. Ajaran itu antara lain didasarkan
pada surat 1 Timotius seperti pada ayat berikut :
1Tim 2:5
4. Konsili
Toledo III (tahun 589)
Hingga akhir abad ke-6 Gereja mempertahankan tradisi lama dalam
Hal pertobatan. Dimana
seorang pendosa berat harus menjalani masa penitensi yang cukup
lama dan berat. Selama Penitensi itu, ia dilarang menerima Komuni dalam
perayaan ekaristi, baru setelah ia mendapat ABOLUSI didepan seluruh umat, dan
diijinkan menerima komuni lagi sebagai lambang bahwa ia diterima kembali
menjadi warga penuh dalam jemaat. Apabila kelak ia jatuh dalam Dosa berat lagi,
ia tidak boleh menerima pengampunan keculai dalam bahaya mati. Pada waktu itu
di Irlandia, Inggris dan prancis mulai ada kebiasaan baru dalam melaksanakan
pertobatan, yaitu diijinkannya seorang pendosa menerima pengampunan secara
kerap (sering). Oleh karena itu dalam konsili Toledo III, para uskup spanyol
menegaskan bahwa disana tradisi lama harus tetap ditaati, Pengampunan secara
kerap dianggap tidak layak dilakukan.
5. Konsili
Lateran IV (tahun 1215)
Sejak abad ke-7,
pengampunan dosa secara kerap sudah menjadi kebiasaan dibanyak tempat. Hanya
sedikit saja gereja local yang menolak kebiasaan tersebut. Penolakan itupun
lebih didsarkan pada pandangan bahwa seorang iman tidak mempunyai hak untuk
mengampuni Dosa.Dalam Kondisi itulah para uskup yang berkumpul dalam konsili
Lateran IV menegaskan bahwa umat beriman memang layak menerima pengampunan
secara kerap (sering). Konsili ini mengajarkan bahwa setiap orang Kristen yang
sudah menggunakan akal wajib melaksanakan petobatan dan menerima pengampunan
sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Pertobatan tersebut harus dilakukan
secara rahasia di hadapan pastornya masing-masing. Ia hanya boleh menerima
pengampunan dari imam lain setelah mendapat izin dari pastornya sendiri.Dalam
Kondisi tersebut, juga ditegaskan bahwa imam punya kewajiban berat untuk
merahasiakan apapun yang ia ketahui dari pengakuan dosa yang dilayaninya. Imam
yang membocorkan rrahasia pengakuasn dosa akan mendapat sanksi berat dari
pimpinan gereja, yakni di jebloskan ke biara tertutup untuk melakukan penitensi
seumur hidup.
6. Konsili
Florence (tahun 1439)
Sejak Abad ke-14, pengaruh
teologia Thomas Aquinas mulai terasa kuat di seluruh Greja, Salah satu
sumbangan penting dari teolog agung tersebut adalah bahwa setiap sakramen
memuat dua unsur pokok, yakni Forma dan Material. Karena pengaruh Thomas
Aquinas tersebut, para uskup berkumpul di Florence menegaskan kembali hal-hal
berikut : Sakramen ke empat adalah sakramen Tobat : quasi-materia dari sakramen
tersebut adalah hal-hal yang dilakukan penitent, yakni : Contritio (sesal
sempurna atas dosa-dosa dan niat untuk tidak berdosa lagi), Confessio
(pengakuan dosa secara utuh di depan seorang imam), Satisfactio
(perbuatan-perbuatan silih yang sesuai dengan beratnya dosa, seperti disarankan
imam pelayan sakramen ini dan biasanya terdiri dari doa, puasa dan derma) Forma
dari sakramen ini adalah kata-kata abolusi yang disampaikan oleh imam: buah
dari sakramen ini adalah pengampunan atas dosa-dosa.
7. Konsili Trente (tahun1551)
Pada abad ke-16, munculah gerakan-gerakan reformasi di dalam
gereja, yang kemudian munculnya Gereja-gereja Kristen Protestan, Sebagian dari
perintis gereja-gereja tersebut tidak mengakui ibadat Tobat sebagai buah dari
sakramen seperti Baptis dan ekaristi.
Menaggapi pandangan”baru” tersebut para uskup yang berkumpul dalam
konsili Trente menegaskan ajaran-ajaran tradisional mengenai sakramen tobat,
misalnya tentang hal-hal berikut :
sakramen Tobat benar-benar perlu bagi semua orang yang telah
melakukan dosa berat agar ia kembali memperoleh rahmat dan pembenaran
Pada saat Tuhan Yesus masih hidup di dunia, pertobatan memang
belum menjadi sakramen, tetapi setelah kebangkitanNYA, ia menciptakan sakramen
Tobat dengan cara menghembusi para rasul dengan bersabda;” Terimalah Roh Kudus,
Jika kamu mengampuni dosa seseorang, ia diampuni, Jika kamu tidak mengampuni
dosa seseorang, iapun tidak diampuni. Yoh 20:22-23
Forma dan material antara sakramen tobat dan sakramen baptis
berbeda karena esensi kedua sakramen itu memang beda.
Dalam sakramen Baptis, pelayan sakramen itu tidak berperan sebagai
hakim, sedangkan dalam sakramen tobat, pelayan sakramen itu berperan sebagai
hakim.
Sakramen Baptis perlu demi keselamatan orang-orang yang belum
dibaptis. Sedangkan sakramen tobat perlu demi keselamatan oran-orang yang sudah
dibaptis tetapi jatuh dalam dosa berat.
Forma dari sakramen tobat adalah kata-kata abolisi yang diucapkan
imam, pelayan sakramen ini adalah hal-hal yang dilakukan oleh penitent, yakni
contritio, confessio, dan satisfaction Res sacramenti atau buah dari sakramen
tobat adalah rekonsiliasi dengan Allah Attritio, sesal yang tidak sempurna,
memang tidak dapat menghasilkan pengampunan Ilahi, walaupun demikian, sesal
tidak sempurna tooh tetap merupakan anugrah Illahi, dan dapt mempersiapakn hati
seorang untuk beriman untuk menerima pengampunan melalaui sakramen tobat.
Peniten (orang beriman yg belum bertobat) haruslah mengakui semua
dosa beratnya setelah memeriksa batinnya secara seksama. Disarankan bahwa ia
juga mengakukan dosa-dosanya yang ringan. Walaupun demikian, dosa-dosa ringan
itu juga dapat diampuni Allah di luar sakramen tobat.
KONSILI
VATIKAN II
1. Lumen
Gentium
Melalui Konstitusi Dogmatis
Lumen Gentium yang diumumkan pada sidang ke III, 21 November 1964 , para bapa
konsili terutama bermaksud menyampaikan ajaran tentang Gereja. Dalam kaitan
itulah kita temukann juga ajaran dan gagasan berikut tentang pertobatan.
LG 2,4,7,11,35,36,44
2. Sacrosanctum
Concilium
Melalaui Konstitusi
Dogmatis Sacrosanctum Concilium, para Bapa konsili terutama bermaksud
menyampaikan ajaran Liturgi, walaupun demikian, dalam dokumen tesebut, dapat
kita temukan juga ajaran dan gagasan berikut tentang pertobatan.
SC 9,72,105,109,110
3. Presbyterorum
Ordinis
Melalui dekrit
Presbyterorum Ordinis, para bapa konsili sebenarnya bermaksud menyampaikan
ajaran tentang pelayanan dan kehidupan para imam. Walaupun demikian, dalam
dokumen itu juga dapat kita temukan beberapa gagasan berikut tentang
pertobatan.
PO 4,5,13, 19
4. Ad Gentes
http://www.vatican.va/archive/hist_councils/ii_vatican_council/documents/vat-ii_decree_19651207_ad-gentes_en.html
Dalam Dokumen ini kembali kita menemukan beberapa gagasan tentang pertobatan, walaupun sebenarnya bermaksud untuk menyamapaikan pandangan karya missioner gereja.
Dalam Dokumen ini kembali kita menemukan beberapa gagasan tentang pertobatan, walaupun sebenarnya bermaksud untuk menyamapaikan pandangan karya missioner gereja.
AG 8,9,13
5. Unitatis
Redintegratio
http://www.vatican.va/archive/hist_councils/ii_vatican_council/documents/vat-ii_decree_19641121_unitatis-redintegratio_en.html
Dekret ini dimaksudkan untuk penyampaian pandangan tentang usaha kearah kesatuan umat Kristen, walaupun begitu kita dapat temukan gagasan tentang pertobatan.
Dekret ini dimaksudkan untuk penyampaian pandangan tentang usaha kearah kesatuan umat Kristen, walaupun begitu kita dapat temukan gagasan tentang pertobatan.
UR 7,8
6. Gaudium
et Spes
http://www.vatican.va/archive/hist_councils/ii_vatican_council/documents/vat-ii_cons_19651207_gaudium-et-spes_en.html
Dalam Konstitusi ini kita juga menemukan beberapa gagasan tentang pertobatan, dimana para Bapa konsili bermaksud menjelaskan peran gereja di dunia.
Dalam Konstitusi ini kita juga menemukan beberapa gagasan tentang pertobatan, dimana para Bapa konsili bermaksud menjelaskan peran gereja di dunia.
GS 13, 15-17, 18, 37
SESUDAH
KONSILI VATIKAN II
1. Paenitemini
(Konstitusi Apostolik tentang pertobatan)
Konstitusi Apostolik
Paenitemini dimaksud untuk menindak lanjuti amanat konsili Vatikan II tentang
pertobatan umat Kristen.
Ada beberapa point penting
yang pantas kita perhatikan sbb:
Walaupun Gereja dipanggil
menjadi kudus, warganya jatuh dalam dosa.
Pertobatan mempunyai ciri
religius dan personal. Walaupun demikian pertobatan, juga mempunyai ciri
social.
Tuhan Yesus Tidak hanya
mewartakan pertobatan, melainkan juga memberikan teladan pertobatan sejati.
Dalam terang Kristus, orang
beriman menyadari kesucian Allah dan kedosaan dirinya.
Karena Gereja begitu terikat dengan Kristus, pertobatan orang beriman tidak hanya terkait dengan Kristus, melainkan terikat juga juga dengan Gereja.
Karena Gereja begitu terikat dengan Kristus, pertobatan orang beriman tidak hanya terkait dengan Kristus, melainkan terikat juga juga dengan Gereja.
Gereja terpanggil untuk
terus menerus mencari ungkapan-ungkapan pertobatan yang baru, yang lebih sesuai
dengan kondisi zaman dan hakikat pertobatan.
2. Reconciliationem
(Dekrit tentang Tata ibadat Tobat)
Takhta Suci menyatakan
persetujuan Paus paulus VI atas tata ibadat tobat yang baru (tahun 1973),
melalui dekrit tentang promulgasi dari dokumen tersebut, kiranya pantas
diperhatikan.
Melalaui misteri wafat dan kebangkitanNYA, Kristus telah mendamaikan manusia dengan Allah.
Melalui para rasul, kristus memberi kepada Gereja untuk meneruskan pelayanan rekonsiliasi tersebut.
Kristus telah mengadakan sakramen-sakramen khusus demi pengampunan dosa-dosa orang beriman setelah dibaptis.
Sesuai dengan amanat KV II,
Gereja berusaha memperbaharui ungkapan tobat umat beriman.
Tata ibadat Tobat yang baru terutama memuat tata cara rekonsiliasi penitent secara individual dan cara rekonsiliasi beberapa penitent secara bersama-sama, untuk mengungkapkan aspek komunal dari sakramen rekonsiliasi.
Gereja memanggil semua
orang beriman untuk bertobat dan memperbaharui diri secara terus menerus
3. Misericordiam
Suam (Introduksi tata ibadat tobat) Ada hal-hal penting yang pantas kita
perhatikan
Melalui Kristus, Bapa di surga memperdamaikan dengan dirinNYA
Kristus tidak hanya
mewartakan pertobatan, melainkan juga menerima pendosa dan memperdamaikan
mereka dengan Bapa.
Atas amanat Kristus, secara
terus menerus Gereja mewartakan pertobatan kepada semua orang, juga kepada
mereka yang telah dibaptis lalu jatuh dalam dosa.
Umat beriman mengungkapkan
pertobatan dalam berbagai kesempatan dan berbagai cara. Arena belas kasih
Allah, melalui sakramen tobat, orang beriman menerima pengampunan atas
dosa-dosa sekaligus diperdamaikan dengan Gereja.
Unsur-unsur pokok dalam
pertobatan sacramental adalaha: contrito, confessio, satisfactio dan absolutio.
Sakramen tobat harusalah dilayani di kamar pengakuan, sesuai
dengan ketentuan Gereja. Waktu terbaik untuk pelayanan sakramen ini adalah masa
Pra-Paskah. Sakramen rekonsiliasi hendaknya dilayani untuk paniten secara
individual. Atas dasar alasan-alasan yang sah, sakramen ini dapat dilayani
secara bersama-sama.
4. Codex Iuris Canonici (Kitab Hukun Kanonik)
Kitab Hukum Kanonik yang dimaksud, adalah KHK yang baru, yang
diberlakukan tahun 1983. Dibawah ini adalah kanon-kanon penting yang perlu
diperhatikan mengenai sakramen tobat.
Can. 959-961
Can. 964-966
Can. 969-970
Can. 973
Can. 976-977
Can. 979-981
Can. 983-984
Can. 987-989
Can. 1370
Can. 1378
Can. 1382
Can. 1388-1398
4. Reconciliatio et
Paenitentia.
Paus Yohenes Paulus ke II pada tahun 1984 menerbitkan dokumen
reconciliatio et Paenitentia, sebagai tindak lanjut dari sinode para uskup yang
membahas sakramen tobat.
Berikut adalah hal-hal yang termuat dalam Dokument tersebut, yang
sekiranya penting kita perhatikan.
Bagi seorang Kristen, sakramen tobat merupakan ara paling bisa untuk memperoleh pengampunan atas dosa-dosa berat yang dilakukan sesudah ia dibaptis.
Tradisi gereja yang sudah berlangsung sangat lama selalu
menekankan aspek yudisial dari sakramen tobat. Aspek yudisial itu harus
dipahami dalam kerangka pengadilan ilahi yang penuh belas kasih. Selain itu
juga diperhatikan dua aspek lainnya, yakni aspek terapeutik dan mesisinal, Hal
itulah yang justru nampak jelas dalam karya-karya Tuhan Yesus saat ia
mengampuni dosa-dosa.
Sakramen Tobat memuat beberapa unsur penting. Menyangkut hati paniten, perlu diperhatikan hati nuraninya dan usahanya utnuk memerikasa batinnya, Selain itu, seperti selalau ditekankan dalam tradisi gereja, perlulah penitent menjalani tindakan-tindakan contritio, confessio dan satisfactio.
Pertobatan selalu menyangkut bagian terdalam dari pribadi seseorang beriman. Tidak ada orang lain yang dapat menggantikan dirinya untuk bertobat. Dalam pertobatan itulah seorang beriman berhadapan langsung dengan Allah sendiri.
Buah utama dari sakramen tobat adalah rekonsiliasi dengan Allah, dengan gereja, dengan sesama dengan dirinya sendiri, dan dengan seluruh ciptaan.
Para iman tidak boleh hanya menjadi pelayan sakramen tobat yang baik, melainkan juga harus menjadi penerima sakramen tobat yang tekun dan teliti.
Sumber :
http://www.imankatolik.or.id