Gereja Ritus Timur
oleh: P. William P. Saunders *
“Theotokos”, Icon painted by Jesuit
Fr. William Hart Nichols
Seperti kebanyakan umat Katolik Ritus
Latin, saya tidak seberapa tahu mengenai Gereja Ritus Timur. Apakah perbedaan
di antara kedua ritus? Dapatkah umat Katolik Ritus Latin memenuhi kewajiban
hari Minggu dengan ikut ambil bagian dalam perayaan Misa Ritus Timur? Dapatkah
umat Katolik Ritus Latin menyambut Komuni Kudus dalam perayaan Ekaristi Katolik
Ritus Timur? Apakah Gereja Katolik Ritus Timur sama dengan Gereja Orthodox?
Katolik Ritus Timur merupakan bagian dari Gereja Katolik Roma, bukan
Gereja Orthodox. Sementara mayoritas umat Katolik Roma termasuk dalam Ritus
Latin, Ritus Timur memberikan suatu dimensi istimewa pada warisan dan
spiritualitas Katolik. Dekrit tentang Gereja-gereja Timur Katolik dari Konsili
Vatican Kedua menekankan, “Gereja Katolik sangat menghargai lembaga-lembaga,
upacara-upacara liturgi, tradisi-tradisi gerejawi dan tata-laksana hidup
kristen dalam Gereja-gereja Timur. Sebab semuanya itu mempunyai keunggulan
sebagai warisan zaman kuno yang terhormat, menampilkan tradisi yang melalui para
Bapa Gereja berasal dari para Rasul dan merupakan sebagian dalam pusaka
perwahyuan ilahi, yang utuh-utuh diserahkan kepada Gereja semesta” (No. 1).
Guna menghargai Gereja-gereja Timur dan ritus mereka, pertama-tama
haruslah kita memeriksa sejarah Gereja perdana. Pada saat Kenaikan-Nya ke
Surga, Yesus memberikan perintah kepada para rasul, “Kepada-Ku telah
diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah
semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh
Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan
kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir
zaman” (Matius 28:18-20). Setelah Pentakosta, para rasul, penuh dengan
karunia Roh Kudus, menyampaikan pesan Injil ke segenap penjuru dunia ke
negeri-negeri yang tak dikenal dan pada bangsa-bangsa asing. Tradisi meyakini
para rasul menjelajah hingga ke Spanyol di Barat dan India di Timur. Dari dasar
yang mereka bangun, Gereja terus berkembang luas kendati penganiayaan oleh
Kekaisaran Romawi.
Patut dicamkan juga bahwa Kekaisaran Romawi pada waktu itu meliputi
sebagian besar Eropa barat, sebagian Eropa timur, Asia Kecil, Palestina dan
Afrika utara. Meski bangsa Romawi adalah penjajah yang kejam, namun mereka
menghormati dan menoleransi budaya dan tradisi warga demi menjamin keadaan
damai. Guna memimpin kekaisaran yang berkembang pesat ini dengan lebih efisien,
Kaisar Diocletian (berkuasa antara tahun 285-305) pada tahun 292 membagi
kekaisaran menjadi dua bagian besar: Roma and Byzantium [= nama kuno untuk
Konstantinopel], dengan empat gubernuran. Ketika Kaisar Konstantin
berkuasa, ia mensahkan kekristenan pada tahun 312 dengan Maklumat Milan, dan
kemudian pada tahun 330 menetapkan kota Konstantinopel sebagai ibukota
Kekaisaran Romawi bagian timur. Sejak saat itu, kekaisaran sungguh dipandang
sebagai dua bagian - Barat dan Timur. Bagian Timur amat dipengaruhi oleh budaya
Hellenistic yang diperkenalkan oleh Alexander Agung pada abad keempat
sebelum Tuhan kita. Pada akhirnya, Konstantin menjadikan Konstantinopel sebagai
tempat kediaman dan pusat pemerintahan, dan kota ini disebut “Roma Baru”.
Dalam kerangka inilah Gereja berkembang. Pusat-pusat dominan Kekristenan
perlahan-lahan berkembang: Yerusalem, “tempat kelahiran” Kekristenan; Roma,
Keuskupan St Petrus dan “rumah pusat” Gereja; Antiokhia, di Asia Kecil di mana
umat Kristen pertama kalinya disebut “Kristen”; Alexandria, Mesir; dan
Konstantinopel, masa sekarang disebut Istanbul, Turki. Masing-masing komunitas
ini mengakui iman yang sama dan dipersatukan bersama sebagai satu Gereja.
Sementara uskup-uskup dari pusat-pusat dominan ini ditetapkan dan mentahbiskan
uskup-uskup lain untuk memimpin Gereja yang berkembang, hierarki tetap
menjunjung tinggi otoritas Bapa Suci, Penerus St Petrus.
Teristimewa, ketika membandingkan Barat dengan Timur, perbedaan-perbedaan
budaya dan bahasa mempengaruhi ungkapan iman meski unsur-unsur pentingnya tetap
sama. Sebagai misal, Pembaptisan selalu menyangkut seruan kepada Tritunggal
Mahakudus dan pencurahan atau pembenaman ke dalam air, namun,
doa-doa partikular atau kebiasaan-kebiasaan liturgis yang berbeda
diperkenalkan di wilayah-wilayah yang berbeda. Untuk Misa, Barat mempergunakan
roti tak beragi sementara roti beragi lebih merupakan norma Timur. Misa disebut
“Kurban Kudus Misa” atau singkatnya “Misa” di Barat dan “Liturgi Ilahi” atau
singkatnya “Liturgi” di Timur. Di Barat, umat beriman genuflect (menekuk satu
lutut) di hadapan Sakramen Mahakudus, sementara di Timur umat beriman
membungkuk hormat. Di Timur, Sakramen-sakramen Baptis, Komuni Kudus dan Krisma
diterimakan bersamaan, sementara di Barat, sakramen-sakramen ini perlahan-lahan
dipisahkan dan diterimakan kepada seorang sementara ia tumbuh dewasa. Perbedaan
lainnya dalam budaya religi adalah penggunaan patung-patung di Barat sebagai
pengingat yang kelihatan guna mengilhami devosi kepada Tuhan, Bunda Maria atau
para kudus, sementara penghormatan ikon berkembang di Timur. Tradisi-tradisi
yang berbeda ini berkembang dan tetap ada hingga sekarang, namun semuanya itu
merefleksikan keindahan kedalaman Katolik Roma.
Patriark
Dengan semakin stabilnya hierarki Gereja, diakui juga peran Patriark.
Seorang Patriark memiliki martabat gerejani tertinggi sesudah Paus dan memiliki
yurisdiksi atas suatu wilayah tertentu. Istilah Patriark berasal dari kata
Yunani untuk para pemimpin keduabelas suku Israel. Tepatnya, “Yang disebut
Patriark Timur ialah uskup, yang mempunyai yurisdiksi atas semua uskup, tidak
terkecuali uskup metropolit, atas klerus dan umat wilayah atau ritusnya
sendiri, menurut norma hukum dan tanpa mengurangi primat Paus di Roma. (“Dekrit
tentang Gereja-gereja Timur Katolik,” No. 7). Sebab itu, seorang patriark (=
batrik) adalah bapa dan kepala patriarkatnya.
Hukum kanon versi paling kuno dalam Gereja mengidentifikasi adanya tiga
patriark: Uskup Roma, Alexandria dan Antiokhia. Masing-masing patriark memimpin
suatu wilayah Gereja. Patriark Roma memimpin seluruh Gereja di Barat; Patriark
Alexandria memimpin wilayah Mesir dan Palestina; dan Patriark Antiokhia
memimpin wilayah Antiokhia, Siria, Asia Kecil, Yunani dan sisanya di Timur.
Ketiga patriarkat ini diakui memiliki tempat tertinggi di kalangan para uskup
menurut Konsili Nicea pada tahun 325.
Dengan semakin meningkatnya jumlah peziarah ke Tanah Suci, Uskup
Yerusalem menerima kehormatan yang lebih besar. Konsili Kalsedon pada tahun 451
mengambil wilayah Palestina dan Arabia dari Antiokhia dan lalu membentuk
Patriarkat Yerusalem.
Karena Konstantin telah menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota
Kekaisaran Romawi di Timur dan menyebutnya “Roma Baru”, maka Konsili Kalsedon
(tahun 451) pada akhirnya mengangkatnya sebagai suatu patriarkat dengan
yurisdiksi atas wilayah-wilayah Asia Kecil dan Thrace. Sehingga, Urutan Baru
Patriark dari atas ke bawah menjadi: Roma, Konstantinopel, Alexandria,
Antiokhia, dan Yerusalem. Patut diingat bahwa para patriark dianggap setara
kedudukannya meski mereka mungkin memiliki kehormatan yang lebih tinggi. Di
samping itu, sekedar untuk menggarisbawahi suatu point yang penting,
meski Uskup Roma adalah seorang patriark, sebagai paus, ia memiliki
otoritas tertinggi dan memimpin seluruh Gereja.
Berdasarkan sejarah di atas, perbedaan-perbedaan dalam budaya, bahasa dan
praktek-praktek liturgis, dan hierarki yang ditetapkan di bawah patriark,
muncul kehadiran jelas dari “ritus-ritus” yang ditetapkan. Ritus pada dasarnya
menunjuk pada kelompok-kelompok umat beriman yang memiliki tata cara yang sama
dalam melaksanakan ibadat sembah sujud kepada Tuhan dan pengudusan umat
beriman. Kepala rohani dari ritus adalah patriark, yang berada di bawah
yurisdiksi paus.
Pada abad kelima, serangan-serangan bangsa barbar melumpuhkan Kekaisaran
Romawi bagian barat. Roma sendiri mengalami kemunduran dalam statusnya. Meski
paus masih seorang Uskup Roma, konsili-konsili besar awali Gereja semuanya
diadakan di kota-kota timur - Nicea, Konstantinopel, Efesus dan Kalsedon. Suatu
persaingan atas kekuasaan, otoritas dan wibawa berkembang di antara paus, uskup
Roma dan patriark Konstantinopel. Dari sudut pandang patriark, karena Roma
telah merosot statusnya dan karena Konstantinopel sekarang adalah ibu kota yang
berkembang dari Kekaisan Romawi (atau apa yang tinggal darinya), ia beranggapan
bahwa dialah yang seharusnya diakui sebagai kepala Gereja - artinya, “Roma
Baru” harusnya menjadi kediaman paus. Dari sudut pandang Paus, dialah penerus
St Petrus, Uskup Roma, yang memegang kunci Kerajaan. Masalah-masalah teologis
juga menjadi subyek perdebatan, teristimewa penambahan
klausa filioque pada Kredo, yakni bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa
dan Putra. Singkat cerita, ketegangan-ketegangan yang memuncak ini akhirnya
meledak pada tahun 1054 ketika keduanya, patriark dan paus, menerbitkan bulla
ekskomunikasi satu sama lain.
Gereja Timur sekarang secara resmi ada dalam skisma dengan Gereja Barat.
Meski mereka mengakui paus sebagai penerus St Petrus, mereka menolak
otoritasnya yang mengikat atas seluruh Gereja dan menganggap paus sekedar
sebagai “yang terutama di kalangan yang setara.” Menolak persatuan dengan Roma,
Gereja-gereja ini mengidentifikasi diri sebagai Orthodox. Patriark
Konstantinopel diakui sebagai pemimpin rohani Gereja-gereja Orthodox, namun
demikian ia tidak memiliki otoritas yurisdiksi apapun atas mereka, tekecuali
atas patriarkatnya sendiri. (Patut dicatat bahwa Gereja Katolik Ritus Maronit
yang patriarknya tinggal di Lebanon tidak pernah memutus hubungan dengan Roma.)
Seiring berjalannya waktu, Gereja Katolik Roma diidentifikasikan dengan Misa
Latin dan setia kepada Bapa Suci; sementara Gereja-gereja Orthodox
diidentifikasikan dengan Ritus-ritus Timur dan komunitas-komunitas etnik
tertentu, misalnya Gereja Orthodox Yunani dan Gereja Orthodox Serbia.
Upaya-upaya dilakukan untuk mempersatukan kembali Gereja-gereja Orthodox
ini dengan Gereja Katolik Roma. Dalam Konsili Florence (1438-1445) yang
dihadiri baik oleh Kaisar Yohanes VIII dan Patriark Yosef II dari
Konstantinopel, pertanyaan-pertanyaan teologis diperdebatkan. Gereja-gereja
Orthodox Timur setuju untuk menerima ajaran bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa
dan Putra, meski mereka tidak diminta untuk menambahkan frasa ini dalam Kredo.
Sementara perjanjian ditandatangani dan Gereja-gereja secara resmi bersatu
kembali, suatu bagian besar dari klerus biarawan meremehkan tindakan ini. Di
samping itu, ketika Muslim menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, Sultan
Mohammed II menunjuk Gennadios II sebagai Patriark Konstantinopel, yang pada
gilirannya menolak dekrit-dekrit Konsili Florence. Sekali lagi, kedua Gereja
secara resmi ada dalam skisma. Dominasi Islam atas wilayah Timur menjadikan
persatuan kembali di masa mendatang nyaris mustahil.
Pada tahun 1596, persatuan kembali yang gemilang pertama terjadi antara
Orthodox Ruthenian dan Gereja Katolik Roma di Polandia dengan Union of Brest.
Persatuan-persatuan kembali lainnya menyusul. Persatuan kembali yang paling
akhir terjadi menyangkut Gereja Malankar, yang menelusuri asal-muasalnya dari
Rasul St Tomas; pada tahun 1930, Uskup Ivanios, dua uskup lainnya, seorang
imam, seorang diakon, dan seorang awam dipersatukan kembali dengan Gereja
Katolik dan lahirlah Gereja Katolik Ritus Malankar. Gereja Katolik Ritus-ritus
Timur yang dipersatukan kembali ini, terkecuali Ritus Maronit, semuanya
memiliki padanannya yang masih tinggal dalam Gereja-gereja Orthodox.
Konsili Vatican Kedua dalam “Dekrit tentang Gereja-gereja Timur Katolik”
memaklumkan, “Gereja Katolik yang kudus, Tubuh Mistik Kristus, ialah umat
beriman yang dipersatukan secara laras-serasi karena iman yang sama,
sakramen-sakramen yang sama, dan kepemimpinan yang sama dalam Roh
Kudus. Umat itu merupakan perpaduan pelbagai golongan yang tergabung di bawah
bimbingan hirarki, yang terhimpun sebagai Gereja-Gereja khusus atau
Ritus-Ritus. Antara Gereja-gereja itu ada persekutuan yang mengagumkan,
sehingga kemacam-ragaman dalam Gereja bukannya merugikan kesatuannya, melainkan
justru mengungkapkannya. Gereja Katolik memang menghendaki, agar
tradisi-tradisi masing-masing Gereja khusus atau Ritus tetap utuh dan lestari.
Lagi pula Gereja hendak menyesuaikan peri-hidupnya dengan bermacam-macam
kebutuhan setempat dan semasa” (No. 2). Meski Ritus-ritus Timur ini berbeda
dari Ritus Barat atau Latin dalam “ritus” dan liturgi, disiplin gerejani dan
Hukum Kanon dan tradisi-tradisi rohani, mereka sepenuhnya bagian dari Gereja
Katolik Roma di bawah kepemimpinan dan pemeliharaan pastoral paus, penerus St
Petrus.
Ritus-Ritus Timur Sekarang
Pada masa sekarang, beragam Ritus Timur diorganisir di bawah empat
patriarkat timur. (Informasi berikut ini diperoleh dari Catholic Almanac.)
Ritus Alexandria yang secara resmi disebut Liturgi St Markus. (Seturut tradisi St
Markus adalah uskup pertama Alexandria.) Liturgi mereka sekarang mengandung
unsur-unsur Ritus Byzantium St Basilus dan liturgi-liturgi St Markus, St
Cyrilus, dan St Gregorius Nazianzen. Ritus induk ini meliputi Ritus Koptik dan
Ritus Ge'ez. Ritus Koptik, yang terutama ada di Mesir, dipersatukan kembali
dengan Roma pada tahun 1741 dan mempergunakan bahasa Koptik and Arab dalam
liturginya. Ritus Ge'ez, berpusat terutama di Ethiopia, Yerusalem, dan
Somalia, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1846 dan
mempergunakan bahasa Ge'ez dalam liturgi mereka.
Ritus Antiokhia adalah Liturgi St Yakobus dari Yerusalem. Ritus induknya meliputi
ritus-ritus berikut: Ritus Malankar yang ada di India, bersatu kembali dengan
Roma pada tahun 1930, dan mempergunakan bahasa Syria dan Malayalam dalam
liturginya.
Ritus Maronit, terutama berada di Lebanon, Cyrpus, Mesir, dan Syria tetapi juga dengan
populasi besar umat beriman di Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Australia,
dan Kanada, senantiasa bersatu dengan Roma sejak masa pendirinya St Maron, dan
mempergunakan bahasa Syria dan Arab dalam liturginya.
Ritus Syria terutama ada di Lebanon, Irak, Mesir dan Syria, dengan komunitas
yang subur di Asia, Afrika, Australia, dan Amerika Utara dan Selatan, bersatu
kembali dengan Roma pada tahun 1781, mempergunakan bahasa Syria dan Arab dalam
liturginya.
Ritus Armenia, secara teknis merupakan suatu ritus yang berbeda, berasal dari Ritus
Antiokhia dan merupakan bentuk kuno dari Ritus Byzantium. Meski mempergunakan
bahasa yang berbeda, ritus ini secara teknis disebut Liturgi Yunani St Basilus.
Ritus ini memiliki yurisdiksi terutama di Lebanon, Iran, Irak, Mesir, Syria,
Turki, Ukraine, Perancis, Yunani, Romania, Armenia, Argentina dan Amerika
Serikat. Ritus Armenia bersatu kembali dengan Roma pada masa Perang Salib, dan
bahasa liturgisnya adalah Armenia Klasik.
Ritus Khaldea, juga secara teknis merupakan suatu ritus yang berbeda, juga berasal
dari Ritus Antiokhia. Ritus ini juga dibagi menjadi dua ritus: Ritus Khaldea,
terutama ada di Irak, Iran, Lebanon, Mesir, Syria, Turki dan Amerika Serikat,
bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1692, dan mempergunakan bahasa Syria dan
Arabi dalam liturginya. Ritus Syro-Malabar, ada di India, memaklumkan diri
berasal dari St Thomas Rasul, dan mempergunakan bahasa Syria dan Malayalam
dalam liturgi. Meski Ritus Syro-Malabar tidak pernah secara resmi berada dalam
skisma, namun selama berabad-abad tidak terjalin komunikasi antara mereka
dengan Roma hingga masa missionaris pada tahun 1500-an.
Ritus Byzantium, Ritus Timur yang terbesar, berdasarkan Ritus
St Yakobus dari Yerusalem dengan pembaharuan di kemudian hari oleh St Basilus
dan St Yohanes Krisostomus. Ritus-ritus ini menggunakan Liturgi St
Yohanes Krisostomus. Ritus induk ini terdiri dari banyak ritus, yang amat
berorientasi pada etnik. Ritus Albania, berpusat di Albania, bersatu kembali
dengan Roma pada tahun 1628 dan mempergunakan bahasa Albania sebagai
bahasa liturginya.
Ritus Belarussia (sebelumnya bernama Byelorussia), berpusat di Belarussia
dengan populasi besar di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, dan Australia,
bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1600-an dan mempergunakan bahasa
Slavonic kuno sebagai bahasa liturginya. Ritus Bulgaria, berpusat di Bulgaria,
bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1861 dan mempergunakan bahasa Slavonic
kuno sebagai bahasa liturginya. Ritus Croatia, pusatnya terutama di Croatia
dengan populasi besar di Amerika Serikat, bersatu kembali dengan Roma pada
tahun 1611 dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno sebagai bahasa liturginya.
Ritus Yunani, yang berpusat di Yunani dan Turki dengan jemaat juga di Asia
Kecil dan Eropa, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1829 dan mempergunakan
bahasa Yunani dalam liturginya.
Ritus Hungaria, berada di Hungaria dengan populasi besar tersebar di
Eropa dan Amerika Utara dan Selatan, bersatu kembali dengan Roma pada tahun
1646 dan mempergunakan bahasa Yunani, Hungaria dan Inggris dalam liturginya.
Ritus Italo-Albania, terutama di Italia dengan jemaat di Amerika Utara dan
Selatan, tidak pernah terpisah dari Roma dan mempergunakan bahasa Yunani dan
Italo-Albania dalam liturginya. Ritus Romania, berpusat di Romania dengan
populasi besar di Amerika Serikat, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1697
dan mempergunakan bahasa Romania modern dalam liturginya; pada tahun 1948, mereka
dipaksa bergabung dengan Gereja Orthodox Romania di Romania, tetapi sejak
tumbangnya komunisme, Ritus Romania Katolik mendapatkan kembali kemerdekaannya.
Ritus Russia, terutama ada di Russia dan Cina dengan jemaat di Eropa,
Australia, dan Amerika Utara dan Selatan, bersatu kembali dengan Roma pada
tahun 1905 dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno sebagai bahasa liturginya.
Ritus Georgia, berpusat di bekas Republik Georgia Soviet, bersatu kembali
dengan Roma pada tahun 1329, memutuskan hubungan dengan Roma pada tahun 1507,
dan kemudian pada tahun 1917 memutuskan hubungan dengan Gereja Orthodox Russia
dan lagi bersatu kembali dengan Roma sebagai Ritus Byzantium Georgia, dan sejak
itu berjuang untuk bertahan hidup, teristimewa selama penindasan Komunis; mempergunakan
bahasa Georgia dalam liturginya. Ritus Slovak berpusat di Slovakia, Republik
Czech dan Kanada, dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno dalam liturginya.
Tiga yang terbesar dari Ritus Byzantium adalah Melkite, Ruthenia dan
Ukrainia. Ritus Melkite memiliki jemaat yang kuat di Syria, Lebanon, Yordan,
Israel, Amerika Serikat, Brazil, Venezuela, Kanada, Australia, dan Mexico.
Ritus Melkite bersatu kembali dengan Roma pada masa Perang Salib tetapi karena
hambatan dan rintangan akibat pendudukan Muslim, secara lebih resmi bersatu
kembali pada awal 1700-an dan mempergunakan bahasa Yunani, Arab, Inggris,
Portugis dan Spanyol dalam liturginya.
Ritus Ruthenia atau Carpatho-Russia berpusat di Ukraine dan di Amerika
Serikat dengan jemaat yang kuat di Ukraine, Amerika Serikat, Hungaria,
Slovakia, Republik Czech, Australia, dan Amerika Utara dan Selatan. Ruthenia
bersatu kembali dengan Roma dalam Union of Brest-Litovsk pada tahun 1596 dan
Union of Uzhorod pada tahun 1646. Mereka mempergunakan bahasa Slavonic kuno dan
Inggris dalam liturginya.
Terakhir, Ritus Ukrainia memiliki jemaat besar di Ukraine, Polandia,
Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, Jerman, Perancis, Brazil dan
Argentina. Ukrainia bersatu kembali dengan Roma sekitar tahun 1595. Akan
tetapi, Stalin memaksa Katolik Ritus Ukrainia bergabung dengan Gereja Orthodox
Russia pada tahun 1943, namun sejak kemerdekaan Ukraine, mereka bersatu kembali
dengan Roma. Ritus ini mempergunakan bahasa Slavonic kuno dan Ukrainia dalam
liturginya.
Segenap umat Katolik Roma dipersilakan ikut ambil bagian dalam Liturgi
Ilahi yang dirayakan Gereja-gereja Ritus Timur ini (dan sungguh menunaikan
kewajiban hari Minggu) dan diperkenankan menyambut Komuni Kudus. Namun
demikian, Hukum Kanon Partikular mengatur perkawinan antara seorang Katolik
Ritus Latin dengan seorang Katolik Ritus Timur. Pada intinya, semua ritus ini
mengingatkan kita akan universalitas Gereja Katolik Roma kita dan kekayaan
tradisi liturgi yang kita miliki sebagai umat Katolik.
“diterjemahkan
oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”