Header

cita-cita ardas

STASI WALIKUKUN, GEREJA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.

Mengapa Kamu Seorang Katolik?
oleh: P. William P. Saunders *

Terkadang saya bertemu dengan orang-orang yang mengatakan, “Oh, saya dulu seorang Katolik.” Kemudian mereka bertanya, “Mengapakah kamu tetap tinggal dalam Gereja Katolik?” Mohon jawaban yang baik untuk menanggapi pertanyaan “Mengapa kamu seorang Katolik?”
~ seorang pembaca di Springfield

Setiap orang Katolik sepatutnya dapat memberikan suatu jawaban yang mantap dan mendalam atas pertanyaan, “Mengapa kamu seorang Katolik?” Tentu saja, bagi tiap-tiap invidivu, jawabannya bersifat amat pribadi dan mungkin agak berbeda dari jawaban orang lain. Saya harap, tak seorang pun dari kita yang telah dewasa akan sekedar menjawab, “Yah, karena orangtua membaptisku Katolik” atau “Aku dibesarkan secara Katolik” atau “Keluargaku semuanya Katolik.” Bukan. Bagi masing-masing kita, jawabannya haruslah pribadi, dari lubuk hati dan penuh keyakinan. Saya akan memberikan jawaban saya atas pertanyaan ini.

Pertama-tama, saya akan mengatakan bahwa saya seorang Katolik karena inilah Gereja yang didirikan Yesus Kristus. Sejarahwan paling ahli sekalipun akan harus mengakui bahwa Gereja Kristen pertama yang ada sejak jaman Kristus adalah Gereja Katolik Roma. Perpecahan besar pertama dalam kekristenan baru muncul pada tahun 1054, ketika Patriark Konstantinopel berselisih dengan paus atas siapa yang lebih berwenang; sang Patriark mengekskomunikasi paus, yang ganti mengekskomunikasi Patriark, dan lahirlah Gereja-gereja “Orthodox”. Kemudian, pada tahun 1517, Martin Luther memicu gerakan Protestan, dan ia diikuti oleh Calvin, Zwingli dan Henry VIII. Sejak itu, Protestanisme telah terpecah-pecah menjadi banyak Gereja-gereja Kristen lainnya.

Namun demikian, satu-satunya Gereja dan Gereja Kristen pertama yang didirikan Kristus adalah Gereja Katolik. Pernyataan ini tidak berarti bahwa tidak ada kebaikan dalam Gereja-gereja Kristen lainnya. Tidak pula berarti bahwa orang-orang Kristen lainnya tidak dapat masuk surga. Tetapi, sungguh berarti bahwa ada sesuatu yang istimewa mengenai Gereja Katolik. Konsili Vatican II dalam “Konstitusi Dogmatis tentang Gereja” memaklumkan bahwa kepenuhan dari sarana-sarana keselamatan ada dalam Gereja Katolik sebab inilah Gereja yang didirikan Kristus (No. 8).

Alasan kedua mengapa saya seorang Katolik ialah karena suksesi apostolik. Yesus mempercayakan otoritas-Nya kepada para rasul. Ia memberikan otoritas khusus kepada Petrus, yang disebut-Nya sebagai “batu karang” dan kepada siapa Ia mempercayakan kunci Kerajaan Allah. Sejak jaman para rasul, otoritas ini telah diwariskan melalui Salramen Imamat dari uskup ke uskup, dan kemudian diperluas ke imam dan diakon. Uskup kita sendiri, andai mau, dapat menelusuri kembali otoritasnya sebagai seorang uskup hingga ke jaman para rasul. Bulan Mei yang lalu, diadakan tahbisan imamat di katedral kita. Dalam tahbisan suci itu, Bapa Uskup menumpangkan tangannya ke atas kepala calon imam yang akan ditahbiskan. Dalam saat khidmad itu, suksesi apostolik diwariskan. Dalam terang iman, orang dapat melihat bukan saja Bapa Uskup, melainkan St Petrus dan St Paulus, bahkan Yesus Sendiri, menyampaikan tahbisan suci. Tidak ada uskup, imam ataupun diakon dalam Gereja kita yang menahbiskan dirinya sendiri atau memproklamirkan dirinya sendiri; tetapi otoritas itu berasal dari Yesus Sendiri dan dijaga oleh Gereja.

Alasan ketiga mengapa saya seorang Katolik adalah karena kita percaya akan kebenaran, yakni kebenaran mutlak yang diberikan oleh Tuhan Sendiri. Kristus menyebut Diri-Nya sebagai “jalan dan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). Ia menganugerahkan kepada kita Roh Kudus, yang disebut-Nya Roh Kebenaran (Yoh 14:17), yang akan mengajarkan segala sesuatu kepada kita dan yang akan mengingatkan kita akan semua yang telah Ia ajarkan (Yoh 14:26). Kebenaran Kristus telah dipelihara dalam Kitab Suci. Konsili Vatican II dalam “Konstitusi Dogmatis tentang Wahyu Ilahi” memaklumkan bahwa, “segala sesuatu, yang dinyatakan oleh para pengarang yang ilhami atau hagiograf (penulis suci), harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus, maka harus diakui, bahwa Kitab Suci mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya dicantumkan dalam kitab-kitab suci demi keselamatan kita” (No. 11). Kebenaran ini terus dipelihara dan diterapkan pada suatu masa dan budaya tertentu oleh magisterium, yakni otoritas mengajar Gereja. Sementara kita menghadapi berbagai macam issue seperti bioetika atau euthanasia - masalah-masalah yang tak pernah dibicarakan secara spesifik dalam Kitab Suci - betapa beruntungnya kita mempunyai Gereja yang mengatakan “Cara hidup seperti ini adalah benar atau cara ini salah menurut kebenaran Kristus.” Tak heran, Gereja Katolik menjadi berita utama di surat-surat kabar; kita adalah satu-satunya Gereja yang berpendirian tegas dan mengatakan, “Ajaran ini adalah benar selaras dengan pemikiran Kristus.”

Alasan lain mengapa saya seorang Katolik adalah karena sakramen-sakramen kita. Kita percaya akan ketujuh sakramen yang dianugerahkan Yesus kepada Gereja. Masing-masing sakramen menangkap suatu unsur penting dari kehidupan Kristus, dan melalui kuasa Roh Kudus mendatangkan bagi kita keikutsertaan dalam kehidupan ilahi Allah. Sebagai contoh, coba renungkan betapa anugerah mahaberharga kita boleh menyambut Ekaristi Kudus, Tubuh dan Darah Tuhan kita, atau menyadari bahwa dosa-dosa kita telah sungguh diampuni dan jiwa kita dipulihkan setiap kali kita menerima absolusi dalam Sakramen Tobat.

Dan yang terakhir, saya seorang Katolik karena orang-orang yang membentuk Gereja. Saya mengenangkan begitu banyak para kudus: St Petrus dan St Paulus yang memelihara agar Injil hidup pada masa-masa awali. Pada masa penganiayaan Romawi, para martir awal Gereja - seperti St Anastasia, St Lusia, St Yustinus atau St Ignatius dari Antiokhia, yang pada tahun 100 menyebut Gereja “Katolik” - membela iman dan menderita aniaya maut karenanya. Pada Abad-abad Kegelapan, ketika banyak hal sungguh “gelap”, memancarlah terang yang benderang dari St Fransiskus, St Dominikus dan St Katarina dari Siena. Pada masa gerakan Protestan, ketika bidaah mengoyak Gereja, Gereja dibela oleh St Robertus Bellarmino dan St Ignatius Loyola, para reformator sejati. Saya berpikir mengenai para kudus yang hidup di jaman kita, seperti Moeder Teresa atau Paus Yohanes Paulus II, yang dari hari ke hari melakukan karya kudus Allah. Ada begitu banyak para kudus yang mengilhami masing-masing kita untuk menjadi warga Gereja yang baik.

Tetapi ada mereka-mereka yang lain juga. Pada waktu Misa, arahkanlah pandangan ke sekeliling gerejamu. Lihatlah pasangan-pasangan suami isteri yang berjuang untuk mengamalkan Sakramen Perkawinan dalam abad yang memperturutkan hawa nafsu dan perselingkuhan. Lihatlah orang-orangtua yang rindu mewariskan iman kepada anak-anak mereka. Lihatlah kaum muda yang berjuang untuk mengamalkan iman kendati dunia yang penuh pencobaan. Lihatlah kaum lanjut usia yang tetap setia kendati perubahan-perubahan dalam dunia dan Gereja. Lihatlah para imam dan kaum religius yang membaktikan hidup mereka demi melayani Tuhan dan Gereja-Nya. Ada begitu banyak orang yang membentuk Gereja kita.

Ya, tak seorang pun sempurna. Kita berdosa. Itulah sebabnya mengapa salah satu doa terindah dalam Perayaan Misa dipanjatkan sebelum tanda damai; kita berdoa, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Ya, kendati segala kelemahan manusia, Gereja, sebagai lembaga yang didirikan oleh Kristus, terus melaksanakan misi-Nya di dunia ini.

Singkat kata, itulah alasan-alasan mengapa saya seorang Katolik dan seorang warga Gereja Katolik Roma. Alasan-alasan ini bukanlah asal. Melainkan, mencerminkan permenungan mendalam dan pergulatan, setelah dibaptis Katolik, setelah melewatkan masa pendidikan di sekolah St Bernadette, setelah lulus dari SMA West Springfield, dan setelah pergumulan sengit dengan iman sepanjang hari-hari perkuliahan di William and Mary dan kemudian di Seminari. Saya harap setiap orang Katolik dapat dengan bangga memberikan suatu jawaban yang jelas dan mendalam atas pertanyaan, “Mengapa kamu seorang Katolik?”

“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

TEMPAT BERSEJARAH DALAM KITAB SUCI

PETA MENURUT KITAB SUCI

Gereja Ritus Timur
oleh: P. William P. Saunders *

“Theotokos”, Icon painted by Jesuit Fr. William Hart Nichols

Seperti kebanyakan umat Katolik Ritus Latin, saya tidak seberapa tahu mengenai Gereja Ritus Timur. Apakah perbedaan di antara kedua ritus? Dapatkah umat Katolik Ritus Latin memenuhi kewajiban hari Minggu dengan ikut ambil bagian dalam perayaan Misa Ritus Timur? Dapatkah umat Katolik Ritus Latin menyambut Komuni Kudus dalam perayaan Ekaristi Katolik Ritus Timur? Apakah Gereja Katolik Ritus Timur sama dengan Gereja Orthodox?

Katolik Ritus Timur merupakan bagian dari Gereja Katolik Roma, bukan Gereja Orthodox. Sementara mayoritas umat Katolik Roma termasuk dalam Ritus Latin, Ritus Timur memberikan suatu dimensi istimewa pada warisan dan spiritualitas Katolik. Dekrit tentang Gereja-gereja Timur Katolik dari Konsili Vatican Kedua menekankan, “Gereja Katolik sangat menghargai lembaga-lembaga, upacara-upacara liturgi, tradisi-tradisi gerejawi dan tata-laksana hidup kristen dalam Gereja-gereja Timur. Sebab semuanya itu mempunyai keunggulan sebagai warisan zaman kuno yang terhormat, menampilkan tradisi yang melalui para Bapa Gereja berasal dari para Rasul dan merupakan sebagian dalam pusaka perwahyuan ilahi, yang utuh-utuh diserahkan kepada Gereja semesta” (No. 1).

Guna menghargai Gereja-gereja Timur dan ritus mereka, pertama-tama haruslah kita memeriksa sejarah Gereja perdana. Pada saat Kenaikan-Nya ke Surga, Yesus memberikan perintah kepada para rasul, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Matius 28:18-20). Setelah Pentakosta, para rasul, penuh dengan karunia Roh Kudus, menyampaikan pesan Injil ke segenap penjuru dunia ke negeri-negeri yang tak dikenal dan pada bangsa-bangsa asing. Tradisi meyakini para rasul menjelajah hingga ke Spanyol di Barat dan India di Timur. Dari dasar yang mereka bangun, Gereja terus berkembang luas kendati penganiayaan oleh Kekaisaran Romawi.

Patut dicamkan juga bahwa Kekaisaran Romawi pada waktu itu meliputi sebagian besar Eropa barat, sebagian Eropa timur, Asia Kecil, Palestina dan Afrika utara. Meski bangsa Romawi adalah penjajah yang kejam, namun mereka menghormati dan menoleransi budaya dan tradisi warga demi menjamin keadaan damai. Guna memimpin kekaisaran yang berkembang pesat ini dengan lebih efisien, Kaisar Diocletian (berkuasa antara tahun 285-305) pada tahun 292 membagi kekaisaran menjadi dua bagian besar: Roma and Byzantium [= nama kuno untuk Konstantinopel], dengan empat gubernuran. Ketika Kaisar Konstantin berkuasa, ia mensahkan kekristenan pada tahun 312 dengan Maklumat Milan, dan kemudian pada tahun 330 menetapkan kota Konstantinopel sebagai ibukota Kekaisaran Romawi bagian timur. Sejak saat itu, kekaisaran sungguh dipandang sebagai dua bagian - Barat dan Timur. Bagian Timur amat dipengaruhi oleh budaya Hellenistic yang diperkenalkan oleh Alexander Agung pada abad keempat sebelum Tuhan kita. Pada akhirnya, Konstantin menjadikan Konstantinopel sebagai tempat kediaman dan pusat pemerintahan, dan kota ini disebut “Roma Baru”.

Dalam kerangka inilah Gereja berkembang. Pusat-pusat dominan Kekristenan perlahan-lahan berkembang: Yerusalem, “tempat kelahiran” Kekristenan; Roma, Keuskupan St Petrus dan “rumah pusat” Gereja; Antiokhia, di Asia Kecil di mana umat Kristen pertama kalinya disebut “Kristen”; Alexandria, Mesir; dan Konstantinopel, masa sekarang disebut Istanbul, Turki. Masing-masing komunitas ini mengakui iman yang sama dan dipersatukan bersama sebagai satu Gereja. Sementara uskup-uskup dari pusat-pusat dominan ini ditetapkan dan mentahbiskan uskup-uskup lain untuk memimpin Gereja yang berkembang, hierarki tetap menjunjung tinggi otoritas Bapa Suci, Penerus St Petrus.

Teristimewa, ketika membandingkan Barat dengan Timur, perbedaan-perbedaan budaya dan bahasa mempengaruhi ungkapan iman meski unsur-unsur pentingnya tetap sama. Sebagai misal, Pembaptisan selalu menyangkut seruan kepada Tritunggal Mahakudus dan pencurahan atau pembenaman ke dalam air, namun, doa-doa partikular atau kebiasaan-kebiasaan liturgis yang berbeda diperkenalkan di wilayah-wilayah yang berbeda. Untuk Misa, Barat mempergunakan roti tak beragi sementara roti beragi lebih merupakan norma Timur. Misa disebut “Kurban Kudus Misa” atau singkatnya “Misa” di Barat dan “Liturgi Ilahi” atau singkatnya “Liturgi” di Timur. Di Barat, umat beriman genuflect (menekuk satu lutut) di hadapan Sakramen Mahakudus, sementara di Timur umat beriman membungkuk hormat. Di Timur, Sakramen-sakramen Baptis, Komuni Kudus dan Krisma diterimakan bersamaan, sementara di Barat, sakramen-sakramen ini perlahan-lahan dipisahkan dan diterimakan kepada seorang sementara ia tumbuh dewasa. Perbedaan lainnya dalam budaya religi adalah penggunaan patung-patung di Barat sebagai pengingat yang kelihatan guna mengilhami devosi kepada Tuhan, Bunda Maria atau para kudus, sementara penghormatan ikon berkembang di Timur. Tradisi-tradisi yang berbeda ini berkembang dan tetap ada hingga sekarang, namun semuanya itu merefleksikan keindahan kedalaman Katolik Roma.

Patriark

Dengan semakin stabilnya hierarki Gereja, diakui juga peran Patriark. Seorang Patriark memiliki martabat gerejani tertinggi sesudah Paus dan memiliki yurisdiksi atas suatu wilayah tertentu. Istilah Patriark berasal dari kata Yunani untuk para pemimpin keduabelas suku Israel. Tepatnya, “Yang disebut Patriark Timur ialah uskup, yang mempunyai yurisdiksi atas semua uskup, tidak terkecuali uskup metropolit, atas klerus dan umat wilayah atau ritusnya sendiri, menurut norma hukum dan tanpa mengurangi primat Paus di Roma. (“Dekrit tentang Gereja-gereja Timur Katolik,” No. 7). Sebab itu, seorang patriark (= batrik) adalah bapa dan kepala patriarkatnya.

Hukum kanon versi paling kuno dalam Gereja mengidentifikasi adanya tiga patriark: Uskup Roma, Alexandria dan Antiokhia. Masing-masing patriark memimpin suatu wilayah Gereja. Patriark Roma memimpin seluruh Gereja di Barat; Patriark Alexandria memimpin wilayah Mesir dan Palestina; dan Patriark Antiokhia memimpin wilayah Antiokhia, Siria, Asia Kecil, Yunani dan sisanya di Timur. Ketiga patriarkat ini diakui memiliki tempat tertinggi di kalangan para uskup menurut Konsili Nicea pada tahun 325.

Dengan semakin meningkatnya jumlah peziarah ke Tanah Suci, Uskup Yerusalem menerima kehormatan yang lebih besar. Konsili Kalsedon pada tahun 451 mengambil wilayah Palestina dan Arabia dari Antiokhia dan lalu membentuk Patriarkat Yerusalem.

Karena Konstantin telah menjadikan Konstantinopel sebagai ibukota Kekaisaran Romawi di Timur dan menyebutnya “Roma Baru”, maka Konsili Kalsedon (tahun 451) pada akhirnya mengangkatnya sebagai suatu patriarkat dengan yurisdiksi atas wilayah-wilayah Asia Kecil dan Thrace. Sehingga, Urutan Baru Patriark dari atas ke bawah menjadi: Roma, Konstantinopel, Alexandria, Antiokhia, dan Yerusalem. Patut diingat bahwa para patriark dianggap setara kedudukannya meski mereka mungkin memiliki kehormatan yang lebih tinggi. Di samping itu, sekedar untuk menggarisbawahi suatu point yang penting, meski Uskup Roma adalah seorang patriark, sebagai paus, ia memiliki otoritas tertinggi dan memimpin seluruh Gereja.

Berdasarkan sejarah di atas, perbedaan-perbedaan dalam budaya, bahasa dan praktek-praktek liturgis, dan hierarki yang ditetapkan di bawah patriark, muncul kehadiran jelas dari “ritus-ritus” yang ditetapkan. Ritus pada dasarnya menunjuk pada kelompok-kelompok umat beriman yang memiliki tata cara yang sama dalam melaksanakan ibadat sembah sujud kepada Tuhan dan pengudusan umat beriman. Kepala rohani dari ritus adalah patriark, yang berada di bawah yurisdiksi paus.

Pada abad kelima, serangan-serangan bangsa barbar melumpuhkan Kekaisaran Romawi bagian barat. Roma sendiri mengalami kemunduran dalam statusnya. Meski paus masih seorang Uskup Roma, konsili-konsili besar awali Gereja semuanya diadakan di kota-kota timur - Nicea, Konstantinopel, Efesus dan Kalsedon. Suatu persaingan atas kekuasaan, otoritas dan wibawa berkembang di antara paus, uskup Roma dan patriark Konstantinopel. Dari sudut pandang patriark, karena Roma telah merosot statusnya dan karena Konstantinopel sekarang adalah ibu kota yang berkembang dari Kekaisan Romawi (atau apa yang tinggal darinya), ia beranggapan bahwa dialah yang seharusnya diakui sebagai kepala Gereja - artinya, “Roma Baru” harusnya menjadi kediaman paus. Dari sudut pandang Paus, dialah penerus St Petrus, Uskup Roma, yang memegang kunci Kerajaan. Masalah-masalah teologis juga menjadi subyek perdebatan, teristimewa penambahan klausa filioque pada Kredo, yakni bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra. Singkat cerita, ketegangan-ketegangan yang memuncak ini akhirnya meledak pada tahun 1054 ketika keduanya, patriark dan paus, menerbitkan bulla ekskomunikasi satu sama lain.

Gereja Timur sekarang secara resmi ada dalam skisma dengan Gereja Barat. Meski mereka mengakui paus sebagai penerus St Petrus, mereka menolak otoritasnya yang mengikat atas seluruh Gereja dan menganggap paus sekedar sebagai “yang terutama di kalangan yang setara.” Menolak persatuan dengan Roma, Gereja-gereja ini mengidentifikasi diri sebagai Orthodox. Patriark Konstantinopel diakui sebagai pemimpin rohani Gereja-gereja Orthodox, namun demikian ia tidak memiliki otoritas yurisdiksi apapun atas mereka, tekecuali atas patriarkatnya sendiri. (Patut dicatat bahwa Gereja Katolik Ritus Maronit yang patriarknya tinggal di Lebanon tidak pernah memutus hubungan dengan Roma.) Seiring berjalannya waktu, Gereja Katolik Roma diidentifikasikan dengan Misa Latin dan setia kepada Bapa Suci; sementara Gereja-gereja Orthodox diidentifikasikan dengan Ritus-ritus Timur dan komunitas-komunitas etnik tertentu, misalnya Gereja Orthodox Yunani dan Gereja Orthodox Serbia.

Upaya-upaya dilakukan untuk mempersatukan kembali Gereja-gereja Orthodox ini dengan Gereja Katolik Roma. Dalam Konsili Florence (1438-1445) yang dihadiri baik oleh Kaisar Yohanes VIII dan Patriark Yosef II dari Konstantinopel, pertanyaan-pertanyaan teologis diperdebatkan. Gereja-gereja Orthodox Timur setuju untuk menerima ajaran bahwa Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putra, meski mereka tidak diminta untuk menambahkan frasa ini dalam Kredo. Sementara perjanjian ditandatangani dan Gereja-gereja secara resmi bersatu kembali, suatu bagian besar dari klerus biarawan meremehkan tindakan ini. Di samping itu, ketika Muslim menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, Sultan Mohammed II menunjuk Gennadios II sebagai Patriark Konstantinopel, yang pada gilirannya menolak dekrit-dekrit Konsili Florence. Sekali lagi, kedua Gereja secara resmi ada dalam skisma. Dominasi Islam atas wilayah Timur menjadikan persatuan kembali di masa mendatang nyaris mustahil.

Pada tahun 1596, persatuan kembali yang gemilang pertama terjadi antara Orthodox Ruthenian dan Gereja Katolik Roma di Polandia dengan Union of Brest. Persatuan-persatuan kembali lainnya menyusul. Persatuan kembali yang paling akhir terjadi menyangkut Gereja Malankar, yang menelusuri asal-muasalnya dari Rasul St Tomas; pada tahun 1930, Uskup Ivanios, dua uskup lainnya, seorang imam, seorang diakon, dan seorang awam dipersatukan kembali dengan Gereja Katolik dan lahirlah Gereja Katolik Ritus Malankar. Gereja Katolik Ritus-ritus Timur yang dipersatukan kembali ini, terkecuali Ritus Maronit, semuanya memiliki padanannya yang masih tinggal dalam Gereja-gereja Orthodox.

Konsili Vatican Kedua dalam “Dekrit tentang Gereja-gereja Timur Katolik” memaklumkan, “Gereja Katolik yang kudus, Tubuh Mistik Kristus, ialah umat beriman yang dipersatukan secara laras-serasi karena iman yang sama, sakramen-sakramen yang sama, dan kepemimpinan yang sama dalam Roh Kudus. Umat itu merupakan perpaduan pelbagai golongan yang tergabung di bawah bimbingan hirarki, yang terhimpun sebagai Gereja-Gereja khusus atau Ritus-Ritus. Antara Gereja-gereja itu ada persekutuan yang mengagumkan, sehingga kemacam-ragaman dalam Gereja bukannya merugikan kesatuannya, melainkan justru mengungkapkannya. Gereja Katolik memang menghendaki, agar tradisi-tradisi masing-masing Gereja khusus atau Ritus tetap utuh dan lestari. Lagi pula Gereja hendak menyesuaikan peri-hidupnya dengan bermacam-macam kebutuhan setempat dan semasa” (No. 2). Meski Ritus-ritus Timur ini berbeda dari Ritus Barat atau Latin dalam “ritus” dan liturgi, disiplin gerejani dan Hukum Kanon dan tradisi-tradisi rohani, mereka sepenuhnya bagian dari Gereja Katolik Roma di bawah kepemimpinan dan pemeliharaan pastoral paus, penerus St Petrus.

Ritus-Ritus Timur Sekarang

Pada masa sekarang, beragam Ritus Timur diorganisir di bawah empat patriarkat timur. (Informasi berikut ini diperoleh dari Catholic Almanac.)

Ritus Alexandria yang secara resmi disebut Liturgi St Markus. (Seturut tradisi St Markus adalah uskup pertama Alexandria.) Liturgi mereka sekarang mengandung unsur-unsur Ritus Byzantium St Basilus dan liturgi-liturgi St Markus, St Cyrilus, dan St Gregorius Nazianzen. Ritus induk ini meliputi Ritus Koptik dan Ritus Ge'ez. Ritus Koptik, yang terutama ada di Mesir, dipersatukan kembali dengan Roma pada tahun 1741 dan mempergunakan bahasa Koptik and Arab dalam liturginya. Ritus Ge'ez, berpusat terutama di Ethiopia, Yerusalem, dan Somalia, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1846 dan mempergunakan bahasa Ge'ez dalam liturgi mereka.

Ritus Antiokhia adalah Liturgi St Yakobus dari Yerusalem. Ritus induknya meliputi ritus-ritus berikut: Ritus Malankar yang ada di India, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1930, dan mempergunakan bahasa Syria dan Malayalam dalam liturginya.

Ritus Maronit, terutama berada di Lebanon, Cyrpus, Mesir, dan Syria tetapi juga dengan populasi besar umat beriman di Amerika Serikat, Argentina, Brazil, Australia, dan Kanada, senantiasa bersatu dengan Roma sejak masa pendirinya St Maron, dan mempergunakan bahasa Syria dan Arab dalam liturginya.

Ritus Syria terutama ada di Lebanon, Irak, Mesir dan Syria, dengan komunitas yang subur di Asia, Afrika, Australia, dan Amerika Utara dan Selatan, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1781, mempergunakan bahasa Syria dan Arab dalam liturginya.

Ritus Armenia, secara teknis merupakan suatu ritus yang berbeda, berasal dari Ritus Antiokhia dan merupakan bentuk kuno dari Ritus Byzantium. Meski mempergunakan bahasa yang berbeda, ritus ini secara teknis disebut Liturgi Yunani St Basilus. Ritus ini memiliki yurisdiksi terutama di Lebanon, Iran, Irak, Mesir, Syria, Turki, Ukraine, Perancis, Yunani, Romania, Armenia, Argentina dan Amerika Serikat. Ritus Armenia bersatu kembali dengan Roma pada masa Perang Salib, dan bahasa liturgisnya adalah Armenia Klasik.

Ritus Khaldea, juga secara teknis merupakan suatu ritus yang berbeda, juga berasal dari Ritus Antiokhia. Ritus ini juga dibagi menjadi dua ritus: Ritus Khaldea, terutama ada di Irak, Iran, Lebanon, Mesir, Syria, Turki dan Amerika Serikat, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1692, dan mempergunakan bahasa Syria dan Arabi dalam liturginya. Ritus Syro-Malabar, ada di India, memaklumkan diri berasal dari St Thomas Rasul, dan mempergunakan bahasa Syria dan Malayalam dalam liturgi. Meski Ritus Syro-Malabar tidak pernah secara resmi berada dalam skisma, namun selama berabad-abad tidak terjalin komunikasi antara mereka dengan Roma hingga masa missionaris pada tahun 1500-an.

Ritus Byzantium, Ritus Timur yang terbesar, berdasarkan Ritus St Yakobus dari Yerusalem dengan pembaharuan di kemudian hari oleh St Basilus dan St Yohanes Krisostomus. Ritus-ritus ini menggunakan Liturgi St Yohanes Krisostomus. Ritus induk ini terdiri dari banyak ritus, yang amat berorientasi pada etnik. Ritus Albania, berpusat di Albania, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1628 dan mempergunakan bahasa Albania sebagai bahasa liturginya.

Ritus Belarussia (sebelumnya bernama Byelorussia), berpusat di Belarussia dengan populasi besar di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, dan Australia, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1600-an dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno sebagai bahasa liturginya. Ritus Bulgaria, berpusat di Bulgaria, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1861 dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno sebagai bahasa liturginya. Ritus Croatia, pusatnya terutama di Croatia dengan populasi besar di Amerika Serikat, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1611 dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno sebagai bahasa liturginya. Ritus Yunani, yang berpusat di Yunani dan Turki dengan jemaat juga di Asia Kecil dan Eropa, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1829 dan mempergunakan bahasa Yunani dalam liturginya.
Ritus Hungaria, berada di Hungaria dengan populasi besar tersebar di Eropa dan Amerika Utara dan Selatan, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1646 dan mempergunakan bahasa Yunani, Hungaria dan Inggris dalam liturginya. Ritus Italo-Albania, terutama di Italia dengan jemaat di Amerika Utara dan Selatan, tidak pernah terpisah dari Roma dan mempergunakan bahasa Yunani dan Italo-Albania dalam liturginya. Ritus Romania, berpusat di Romania dengan populasi besar di Amerika Serikat, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1697 dan mempergunakan bahasa Romania modern dalam liturginya; pada tahun 1948, mereka dipaksa bergabung dengan Gereja Orthodox Romania di Romania, tetapi sejak tumbangnya komunisme, Ritus Romania Katolik mendapatkan kembali kemerdekaannya. Ritus Russia, terutama ada di Russia dan Cina dengan jemaat di Eropa, Australia, dan Amerika Utara dan Selatan, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1905 dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno sebagai bahasa liturginya. Ritus Georgia, berpusat di bekas Republik Georgia Soviet, bersatu kembali dengan Roma pada tahun 1329, memutuskan hubungan dengan Roma pada tahun 1507, dan kemudian pada tahun 1917 memutuskan hubungan dengan Gereja Orthodox Russia dan lagi bersatu kembali dengan Roma sebagai Ritus Byzantium Georgia, dan sejak itu berjuang untuk bertahan hidup, teristimewa selama penindasan Komunis; mempergunakan bahasa Georgia dalam liturginya. Ritus Slovak berpusat di Slovakia, Republik Czech dan Kanada, dan mempergunakan bahasa Slavonic kuno dalam liturginya.

Tiga yang terbesar dari Ritus Byzantium adalah Melkite, Ruthenia dan Ukrainia. Ritus Melkite memiliki jemaat yang kuat di Syria, Lebanon, Yordan, Israel, Amerika Serikat, Brazil, Venezuela, Kanada, Australia, dan Mexico. Ritus Melkite bersatu kembali dengan Roma pada masa Perang Salib tetapi karena hambatan dan rintangan akibat pendudukan Muslim, secara lebih resmi bersatu kembali pada awal 1700-an dan mempergunakan bahasa Yunani, Arab, Inggris, Portugis dan Spanyol dalam liturginya.

Ritus Ruthenia atau Carpatho-Russia berpusat di Ukraine dan di Amerika Serikat dengan jemaat yang kuat di Ukraine, Amerika Serikat, Hungaria, Slovakia, Republik Czech, Australia, dan Amerika Utara dan Selatan. Ruthenia bersatu kembali dengan Roma dalam Union of Brest-Litovsk pada tahun 1596 dan Union of Uzhorod pada tahun 1646. Mereka mempergunakan bahasa Slavonic kuno dan Inggris dalam liturginya.

Terakhir, Ritus Ukrainia memiliki jemaat besar di Ukraine, Polandia, Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, Jerman, Perancis, Brazil dan Argentina. Ukrainia bersatu kembali dengan Roma sekitar tahun 1595. Akan tetapi, Stalin memaksa Katolik Ritus Ukrainia bergabung dengan Gereja Orthodox Russia pada tahun 1943, namun sejak kemerdekaan Ukraine, mereka bersatu kembali dengan Roma. Ritus ini mempergunakan bahasa Slavonic kuno dan Ukrainia dalam liturginya.

Segenap umat Katolik Roma dipersilakan ikut ambil bagian dalam Liturgi Ilahi yang dirayakan Gereja-gereja Ritus Timur ini (dan sungguh menunaikan kewajiban hari Minggu) dan diperkenankan menyambut Komuni Kudus. Namun demikian, Hukum Kanon Partikular mengatur perkawinan antara seorang Katolik Ritus Latin dengan seorang Katolik Ritus Timur. Pada intinya, semua ritus ini mengingatkan kita akan universalitas Gereja Katolik Roma kita dan kekayaan tradisi liturgi yang kita miliki sebagai umat Katolik.

“diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
Seperti Apa Biji Sesawi Itu ?
http://www.indocell.net/yesaya/pustaka/1x1.gif

Sering kita mendengar pewartaan Kitab Suci tentang biji sesawi. Dalam Injil Matius 13:31 dikisahkan perumpamaan Yesus, “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama biji sesawi yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya.” Kita jadi bertanya-tanya: Seperti apakah biji sesawi itu? Di bawah ini kita bisa melihat biji sesawi kuning:


Biji sesawi dapat berasal dari tiga jenis tanaman yang berbeda: biji sesawi hitam (nigra), biji sesawi Indian berwarna coklat (juncea), dan biji sesawi putih atau kuning (hirta / sinapis alba). Diameter biji sesawi kurang lebih 1 milimeter. Apabila biji-biji itu ditempatkan dalam botol, maka kita dapat memperkirakan seberapa besarnya:

Biji sesawi biasa dipakai sebagai bahan penyedap makanan. Di bagian benua Indian, biji sesawi bahkan langsung digoreng pada minyak; biji-biji itu cepat masak dalam minyak dan meletus menebarkan aroma dan rasa sedap pada minyak. Biji sesawi mengandung pelbagai macam vitamin: A, Thiamin (B1), Riboflavin (Vit. B2), Niacin (Vit. B3), B6, Folate (Vit. B9), B12, C, E, K; juga mengandung protein, energi, karbohidrat, lemak, kalsium, zat besi, magnesium, phosphorus, potassium, sodium, zinc, dll                                         
Dalam Matius 13:32, Yesus bersabda, “Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya.” 
Memang, meski biji sesawi itu sangat kecil sekali ukurannya, namun, jika biji itu bertunas dan bertumbuh, ia akan menjadi sebuah pohon yang besar. Di bawah ini kita bisa melihat pohon sesawi:
                                            


Lagi, dalam Matius 17:20, Yesus bersabda kepada kita, “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.”

Adakah aku memiliki iman sebesar biji sesawi?

Sumber : http://www.indocell.net/yesaya/pustaka/id531.htm



APA ITU API PENYUCIAN ?

Dalam salah satu audiensinya Bapa Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa api penyucian adalah keadaan yang kita alami setelah kita meninggal di mana kita dibersihkan dari segala noda dosa sebelum akhirnya diperkenankan masuk ke dalam surga. Bapa Suci menambahkan bahwa setiap orang yang hidupnya belum sempurna tetapi diperkenankan masuk ke surga harus terlebih dahulu tinggal dalam api penyucian.  "Sebelum kita masuk dalam Kerajaan Allah, setiap noda dosa dalam diri kita harus dibersihkan, setiap cacat dalam jiwa kita harus disempurnakan. Itulah sesungguhnya yang terjadi di api penyucian,” kata Bapa Suci.

Paus melanjutkan bahwa api penyucian juga bukan merupakan suatu tempat, "Api penyucian tidak menunjuk pada suatu tempat, melainkan suatu kondisi kehidupan. Mereka yang, setelah meninggal, tinggal dalam keadaan penyucian telah dibenamkan dalam kasih Kristus, yang akan mengangkat mereka dari sisa-sisa ketidaksempurnaan."

Kemudian Paus mendorong umat Kristen untuk berdoa dan melakukan perbuatan-perbuatan baik demi jiwa-jiwa di api penyucian.

 “dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya”

APA ITU TABERNAKEL ?

Kata “Tabernakel” berasal dari bahasa Latin yang berarti “kemah”. Pada mulanya istilah “Tabernakel” digunakan untuk menyebut Kemah Pertemuan yang didirikan Musa di Gunung Sinai. Bangsa Israel adalah bangsa pengembara, mereka mengembara tanpa mempunyai tempat tinggal tetap. Oleh karena itu mereka membutuhkan Rumah Allah yang mudah dibawa sehingga mereka dapat “membawa” Tuhan bersama mereka. Ketika Salomo membangun Bait Allah di Yerusalem, istilah “Tabernakel” digunakan untuk menyebut bangunan tersebut. Namun demikian, Bait Allah yang dibangun Salomo dianggap sebagai Rumah Allah yang tidak sempurna karena dibangun oleh tangan-tangan manusia.

Penulis Kitab Ibrani mengajarkan bahwa Yesus telah memasuki Rumah Allah yang sempurna di surga, karena Ia telah mempersembahkan kurban yang sempurna yang menggantikan semua korban yang lain. Sekarang kita menggunakan istilah “Tabernakel” untuk menyebut Rumah Allah tempat menyimpan Sakramen Mahakudus. Yaitu sebuah model dari “kemah” teragung di mana kelak kita akan tinggal bersama Allah untuk selamanya.

 “dikutip dari YESAYA: www.indocell.net/yesaya”